• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Religi Kaharingan di tengah Proses Formalisasi Agama

2) Penyebaran (Dakwah) Agama Islam

a) Kilas Balik Sejarah Perkemabangan Agama Islam Di Kalimantan Selatan.

Kilas balik sejarah perkembangan agama Islam dirasa perlu ditambahkan disini untuk dapat menjawab pertanyaan mengapa agama Islam menjadi agama yang mendominasi di Kalimantan Selatan?, bagaimana sejarah orang-orang Dayak di Kalimantan Sealatan yang akhirnya banyak yang memeluk agama Islam?, bagaimana agama Islam banyak mempengaruhi ssstem religi yang ada pada religi Kaharingan?, bagaimana hubungan/pola relasi anatar masyarakat adat suku Dayak yang notabene penganut agama Kaharingan dengan etnis Banjar yang memeluk agama Islam?, benarkah orang Dayak yang menjadi Islam sudah bukan orang Dayak lagi (identitas etnis yang didasarkan pada agama yang dianut)?, dan beberapa permaslahan lainnya. Dari sini nantinya akan dapat dilihat juga bagaimana perbandingan penghargaan terhadap agama Kaharingan pada masa Pemerintahan Kerajaan Banjar yang monarki dengan Republik Indonesia yang demokrasi (formalisasi agama oleh Kerajaan Banjar dengan formalisasi agama oleh Pemerintah rezim Orde Baru).

195

Misionaris-misionaris Kristen datang ke beberapa puak suku Dayak di pulau Kalimantan dalam waktu yang berbeda-beda misalnya pada puak suku Dayak Kenyah yang didatang misionaris-misionaris Kristen sekitar tahun 1935.

196

Islam Kalimantan Selatan sebenarnya sudah sejak lama berkembang pesat di masyarakatnya. Sejarah perkembangan agama Islam di Kalimantan Selatan dimulai dengan berdirinya Kerajaan Banjar yang bernafaskan Islam di Banjarmasin (sekarang). Kerajaan Banjar sebenarnya sebelumnya bernafaskan agama Hindu. Kerajaan Banjar menjadi Kerajaan Islam sekitar tahun 1521, ketika Pangeran Samudera menjalin kerjasama dengan Kerajaan Demak di pulau Jawa. Di tahun yang sama Kerajaan Demak melakukan penyerbuan ke Kerajaan Majapahit yang sudah melemah. Pangeran Samudera selaku Maharaja Kerajaan Banjar diIslamkan oleh seorang juru dakwah dari Kerajaan Demak. Pangeran Samudera kemudian berganti dengan nama Islam Pangeran Suriansyah.

Agama Islam tidak saja dipeluk oleh orang-orang dari etnis melayu (Etnis melayu merupakan inti dari suku Banjar), melainkan juga sudah menyentuh masyarakat adat suku Dayak (termasuk dari puak suku Dayak Meratus). Pengislaman suku Dayak saat itu berproses melalui :

1. Karena wilayah kekuasaan Kerajaan Banjar termasuk meliputi wilayah tempat berdiamnya suku Dayak, jadi banyak terjalin hubungan (misalnya kerjasama) antara pihak suku Dayak dengan Kerajaan Banjar. Misalnya dalam hal kemiliteran, dimana prajurit-prajurit Kerajaan Banjar juga terdiri dari orang-orang Dayak. Konon katanya pasukan elit Kerajaan Banjar terdiri dari orang-orang Dayak yang sakti-sakti.

Seperti peperangan Kerajaan Banjar melawan orang-orang Bakumpai, dimana Pangeran Samudera banyak dibantu oleh orang-orang dari suku Dayak Ngaju. Serangkaian penaklukan-penaklukan eksvansi wilayah juga menyebabkan agama Islam tersebar di beberapa wilayah taklukan. Seperti di daerah Daha yang

penduduknya adalah orang-orang suku Dayak Maayan dan suku Dayak Meratus akhirnya diislamkan dan bersumpah setia pada Kerajaan Banjar.197

2. Penyebaran agama Islam yang banyak disiarkan oleh ulama-ulama besar klasik dan karismatik, seperti Syech Muhammad Arsyat al Banjari yang hidup antara tahun 1710 sampai tahun 1612, Syech Muhammd Nafis bin Ideris bin Husein Al Banjari yang lahir tahun 1735, Syech Abdul Malik (Haji Batu) yang meninggal pada tahun 1640, Sayyid Ahmad Iderus, seorang ulama Mekah yang rajin berdakwah di langgar-langgar dan mesjid-mesjid Kerajaan Banjar.198 Ajaran tasawutf Syech Siti Jenar (Jawa) juga berkembang masyarakat Kerajaan Banjar, melalui Syech Abdul Hamid Abulung, dan beberapa ulama tasawuf lainnya.

3. Ketika Maharaja Pangeran Samudera menjadi Islam, elit-elit Kerajaan hingga rakyat bawahan akhirnya mengikuti Raja junjungannya itu. “Perilaku Raja ini diikuti oleh elit Ibukota, masing-masing disertai kelompok bubuhannya, dan oleh elit daerah, juga diikuti warga bubuhannya, dan demikianlah seterusnya sampai kepadabubuhanrakyat jelata ditingkat paling bawah”.199 Idwar Shaleh menuturkan: Demikian kita dapatakan keraton keempat adalah lanjutan dari Kerajaan Daha dalam bentuk Kerajaan Banjar Islam dan berpadunya suku Ngaju, Maayan, Bukit sebagai inti. Inilah penduduk di Banjarmasin ketika tahun 1526 didirikan. Dalam amalgamasi (campuran) baru ini telah bercampur unsur Melayu, Jawa, Ngaju, Maayan, Bukit, dan suku kecil lainnya diikat oleh agama Islam. Berbahasa Banjar dan adat istiadat Banjar oleh difusi kebudayaan yang ada dalam keraton.200

197

Marko Mahin, “Urang Banjar: Identitas dan Entitas di Kalimantan Selatan “, dalam websitehttp://www.opensubscriber.com/message/ppiindia@yahoogroups.com/ 639466.htm

198

A. Gazali Usman, Urang Banjar dalam Sejarah, (Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press, 1990), hlm. 56.

199

Alfani Daud, ”Islam dalam Mayarakat Banjar”, dalam website

http://www.indomedia.com/ bpost/pudak/journal/islam.htm.

200

4. Perkawinan antara orang-orang Melayu atau orang-orang Banjar yang beragama Islam dengan orang-orang dari masyarakat adat suku Dayak yang menganut religi Kaharingan ataubalian. Bahkan raja-raja Banjar beberapa diturunkan dari puteri-puteri Dayak. Pangeran Marhum (raja Banjar IV) (1650-1672) menikah dengan Diang Lawai yang termasuk dalam jajaran leluhur suku Dayak Ngaju (sub suku Dayak yang menurunkan puak suku Dayak Meratus). Pangeran Hidayatullah sendiri menurut berita Cina pada tahun 1618 menikahi Puteri Chatib Banun yang berasal dari suku Dayak Ngaju dan sudah memeluk agama Islam. Demikian pula dengan isteri kedua Pangeran Samudera, Noorhayati, yang merupakan puteri suku Dayak Maayan.201Dia adalah cucu dari puteri dari tokoh Islam karismatik suku Dayak Maayan, Labia Lamaialah. Sultan Inayatullah (raja Banjar V) juga beristrikan puteri dari suku Dayak. Mereka kemudian melahirkan Sultan Agung (raja Banjar VII). Sultan Muda Abdurrahman juga beristrikan puteri dari suku Dayak dan ada berdarah campuran Cina.202 Jadi raja-raja besar Kerajaan Banjar yang agung banyak dilahirkandari rahim puteri-puteri Dayak. Bahkan menurut cerita-cerita rakyat lewat tuturan lisan Pangeran Samudera sebenarnya aadalah keturunan dari suku Dayak Maayan.

Pada masa perkembangan agama Islam ini, religi Kaharingan masih tetap ada dipeluk oleh beberapa masyarakat adat suku Dayak, meskipun kedudukan religi Kaharingan atau sebagai komunitas etno religi masyarakat adat suku Dayak di pedalaman tidak diketahui dengan pasti di Kerajaan Banjar. Dalam catatan sejarah pada pertengahan abad XVII, tepatnya pada tanggal 25 juni 1689, pada saat kapal bangsa

201

Alfani Daud, loc. cit.

202

Potugis yang dipimpin oleh kapten Cotigo merapat di pulau Petak, di sana masih terdapat orang-orang dari suku Dayak Ngaju yang menganut religi Kaharingan.203

Hubungan antara pemeluk kedua ajaran inipun masih terjaga dengan baik. Kedua etnis diikat oleh tali persaudaraan yang erat oleh para leluhur-leluhur mereka yang sangat mereka hormati dan junjung tinggi. Seperti tertuang dalam kitab Hikayat Raja-raja Banjar yang banyak menceritakan keharmonisan antara etnis Melayu yang beragama Islam dengan suku Dayak yang menganut religi Kaharingan. Dalam cerita rakyat Kalimantan Selatan juga banyak menceritakan kentalnya persaudaraan mereka, misalnya melalui mitos masyarakat adat suku Dayak Meratus Dayuhan wan Intingan

yang melegenda itu. Mereka berdua bersaudara, di mana Intingan adalah dagsanak anum–nya Dayuhan. Mereka berdua adalah leluhur dari masyarakat adat suku Dayak Meratus dengan etnis Banjar. Intingan adalah leluhur masyarakat adat suku Dayak Meratus yang sudah memeluk agama Islam. sehingga sampai sekarang orang-orang yang menganut religi Kaharingan tetap menghormati orang-orang Banjar yang beragama Islam yang mereka yakini adalah keturunan dari Intingan dagsanak anum– nya Dayuhan leluhur masyarakat adat suku Dayak Meratus. Masyarakat adat suku Dayak Meratus hingga sekarang masih ada yang menziarahi Mesjid Banua Halat yang dalam mitologi mereka, Mesjid itu dibangun oleh Intingan, dagsanak anum–nya Dayuhan leluhur mereka.204

Hubungan antara masyarakat adat suku Dayak dengan keturunan-keturunan raja-raja Banjar dan masyarakat adat suku Banjar masih terjalin hingga pada saat penjajah kolonial Belanda datang ke bumi Borneo. Mereka bahu-membahu memerangi penjajah kolonial Belanda dengan membentuk aliansi-aliansi perlawanan. Tertulis

203

Ibid. 204

dalam sejarah orang-orang Banjar dan orang-orang dari suku Dayak bersama-sama berjuang mati-matian mengusir penjajah kolonial Belanda, misalnya dalam perang Banjar yang terkenal itu atau perang Montallat pada tahun 1861 yang menyebabkan gugurnya dua putera Ratu Zaleha.205 Ksatria-ksatria dari suku Dayak itu antara lain: Panglima Batur yang berasal dari suku Dayak Siang Murung, Panglima Unggis, Tumenggung Surapati, Panglima Sogo yang berhasil menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda pada tanggal 26 Desember 1859 di Lewu Lutung Tuwur, Panglima Ballot atau Tumenggung Marha Lahew seorang perempuan yang memerangi dan memimpin serangan benteng Fort Muara Teweh pada tahun 1864-1865, Panglima Wangklang yang berasal dari suku Dayak Bakumpai (putera Damang Kendet dengan ibu puteri Banjar dari Amuntai), Dammung Sayu pemimpin masyarakat suku Dayak Maayan yang banyak membantu keluarga raja Banjar dari pengejaran pihak penjajah kolonial Belanda (Belanda kemudian membakar perkampungan desa Dayak Maayan di desa Magantis, Babupaten Barito Timur). Di masa kemerdekaan untuk mempertahankan kemerdekaan pun masyarakat adat suku Dayak Meratus ikut andil bagian di dalamnya seperti Pertempuran Marabahan, Barito Kuala (7 Desember 1945); Pertempuran Hawang, Hulu Sungai Tengah (21 Desember 1948); Pertempuran di Negara, Palagan Nagara, Hulu Sungai Selatan (2 Januari 1949); Pertempuran Pagatan, Tanah Bumbu (6 Februari 1949); Pertempuran Serangan Umum Kota Tanjung, Tabalong (3 Juni 1949); Pertempuran Batakan, Tanah Laut (15 April 1949); Pertempuran Garis Demarkasi di Karang Jawa, Kandangan, Hulu Sungai Selatan (8 Agustus 1949); Pertempuran di Banjarmasin (9 November 1949). Pahlawan-pahlawan itu antara lain Tjilik Riwut, Mahir Mahar, G. Obos, Kapten Mulyono, Ibung Bungas, R.

205

K. Sawong, Samudin Aman, masih banyak lagi. Serentetan peperangan telah diikuti, banyak ksatria-ksatria Dayak pemberani yang gugur di medan peperangan, banyak

huma hancur dihujani bom, dan masih banyak pengorbanan lainnya, tapi mengapa Negara ini hingga sekarang berat tangannya untuk mengayom warga Dayak?

b) Penyuluh Agama Honorer (PAH) dan Da’i.

Penyebaran agama Islam pada maysarakat adat suku Dayak Meratus dilakukan oleh penyuluh-penyuluh agama honorer atau biasa disebut dengan PAH. Penyuluh-penyuluh agama honorer dipegang langsung oleh Kantor Urusan Agama (KUA). Penyuluhan agama Islam terhadap masyarakat adat suku Dayak Meratus juga merupakan program dari Pemerintah karena dipegang langsung oleh Kantor Urusan agama yang bernaung di bawah Departemen Agama Republik Indonesia. Di Kecamatan Loksado sekarang setidaknya masih terdapat tigapuluhan lebih Penyuluh Agama Honorer yang masih aktif.206

Program-program yang dicanangkan antara lain dengan mendirikan tempat-tempat belajar Al-quran atau lazim disebut dengan Taman Pendidikan Al-quran (TPA). Di taman Pendidikan Al-quran anak-anak Dayak bukan saja diajarkan cara membaca dan menulis Al-quran tetapi juga cara-cara shalat, puasa berwudhlu dan lain sebagainya. Program ini sampai sekarang masih berjalan.

Tabel 16. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam

No. Jenis-jenis Lembaga Pendidikan Jumlah

1 TPA BKPRMI 12 Buah

2 Madrasah Idtidaiyah Swasta (MIS) 1 Buah

3 Pondon Pesantren 1 Buah

4 Majelis Ta’lim 2 Buah

206

JUMLAH 16 buah Sumber: Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Loksado

Penyiar-penyiar agama Islam yang berasal dari IAIN Antasari Banjarmasin yang tergabung dalam Penyuluh Agama Honorer (PAH) nampaknya lebih mudah diterima oleh mayarakat adat suku Dayak Meratus. Salahsatu alasannya adalah karena penyuluh-penyuluh agama honorer ini banyak dibantu oleh penduduk yang berada di daerah dekat Pegunungan Meratus, seperti desa Padang Batung, Karang Jawa, Jambu, Kandangan, dan lain-lain. Daerah-daerah tersebut sudah mayoritas (hampir semua) beragama Islam sedari dulu. Mereka dengan sukarela membantu penyuluh-penyuluh agama honorer (PAH) yang ditugaskkan ke Pegunugan Meratus menyiarkan agama Islam. Seperti mengantarkan mereka ke tempat-tempat tujuan, memberi makan, hingga menyediakan tempat tinggal untuk bermalam.

Penduduk dari sekitar Pegunungan Meratus tersebut sebenarnya juga kerap berinteraksi dengan mayarakat adat suku Dayak Meratus. Misalnya melalui transaksi perdagangan komoditas hutan yang maysarakat adat suku Dayak Meratus jual ke daerah-daerah lain. Seperti bambu, kayu manis, rotan, kayu dan lain-lain yang banyak dijual di Kandangan. Sehingga hubungan keduanya berlangsung cukup baik dan akrab. Mereka sudah terbiasa dan memahami dengan kehidupan masing-masing. Misalnya dalam hal bahasa yang logatnya hampir sama, bahkan beberapa tata krama dan norma sosial yang serupa di antara keduanya. Di antara mereka sudah banyak menjalin kerjasama dalam hal perdagangan dan usaha lainnya, misalnya transportasi darat maupun jalur sungai. Sehingga dengan membawa orang-orang dari penduduk desa-desa di sekitar Pegunungan Meratus tersebut, peyuluh-penyuluh agama honorer akan

jauh lebih mudah dibanding penyiar agama resmi lainnya untuk memasuki kehidupan masyarakat adat suku Dayak Meratus dan mengajarkan ajaran agamanya pada mereka.

Dalam prosesnya beberapa kendala pun banyak ditemui. Antaralain adalah mayarakat adat suku Dayak Meratus di pegunungan Meratus, seperti di Loksado beberapa sudah yang memeluk agama Kristen, karena penyebar-penyebar atau misionaris-misionarises Kristen telah datang lebih awal (sekitar tahun 1960-an). Sehingga mereka sedikit banyaknya telah memberikan resistensi terhadap penyiar-penyiar agama Islam atau penyuluh-penyuluh agama honorer ini. Bentuk-bentuknya seperti tidak memberikan izin waktu dan tempat untuk menyelenggarakan dakwah atau ceramah agama, hasutan untuk tidak mengikuti ajaran Islam kepada penduduk yang masih menganut religi Kaharingan dan lain sebagainya.

Penyuluh-penyuluh agama honorer (PAH) disulitkan dengan beberapa kebiasaan-kebiasaan mayarakat adat suku Dayak Meratus yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagai contoh, dalam religi Kaharingan memeliharan dan memakan babi dan anjing itu tidak ada larangan, sedangkan dalam Islam anjing dan babi itu diharamkan, bahkan untuk disentuh sekalipun. Terdapat beberapa lagi ajaran religi Kaharingan yang bertentangan dengan ajaran Islam. sehingga penyuluh-penyuluh agama honorer harus berusa ekstra keras untuk itu.

Selain oleh para Penyuluh agama honorer (PAH), penyebaran-penyebaran agama Islam juga di selenggarakan oleh para da’i atau juru dakwah Islam. para da’i banyak berasal dari dareh-daerah yang sudah memeluk Islam. seperti desa-desa “di bawah” (contohnya, Kandangan), atau kota-kota di mana Islam menjadi identik dengan identitas kotanya, seperti kota Martapura yang dikenal banyak melahirkan ulama-ulama melalui pesantren-pesanteran yang tersebar di kota tersebut (contohnya pesantren Darul Ulum). Pesanteran-pesntren juga didirikan di beberapa kota di Kalimatan Selatan,

hampir semua daerah di Kalimantan Selatan mempunyai pesantren. Pesantren-pesantren ini juga mempunyai peranan penting dalam usaha penyebaran Islam di Kalimantan Selatan.

Pada Pesantren-pesantren ini, santeri-santerinya sekarang tidak saja dididik ajaran-ajaran Islam, melainkan juga dengan pengetahuan-pengetahuan umum. Muallaf-muallaf (orang yang baru masuk Islam) juga banyak didik di sini, termasuk dari orang-orang Dayak yang tadinya memeluk religi Kaharingan. Para dai bahkan juga banyak didatangkan dari tanah Jawa, seperti dari Bangil, Jawa Timur. Pendakwah-pendakwah itu biasanya disebut dengan “guru”, mereka antara lain: Guru Duan, Guru Muhyar, Guru Maslan Muslim, Guru Hidayah, Guru Saiful Islam, Guru Hamid, Guru Shaleh, Guru Syamsi Bahrun, Guru Marzuki, guru Baheran Jamil, Guru Jarkasi, Guru Ahmad, dan masih banyak lagi. Mereka berceramah mengajarkan ajaran Islam di mesjid-mesjid, langgar-langgar maupuan di majelis-majelis ta’lim yang didirikan di sana.

Masyarakat adat suku Dayak Meratus yang memeluk agama Islam biasanya dengan beberapa alasan berikut ini, antara lain:

1. Faktor Keturunan.

Seseorang menjadi (beragama) Islam dalam masyarakat adat suku Dayak Meratus bisa disebabkan oleh ibu-bapaknya sudah memeluk agama Islam, sehingga dirinya secara otomatis menjadi (beragama) Islam.

2. Faktor Lingkungan.

Dalam lingkungan masyarakat adat suku Dayak Meratus yang sudah mayoritas beragama Islam, kemudian dalam masyarakat itu terdapat satu atau dua orang atau bahkan satu keluarga yang non muslim (misalnya, penganut religi Kaharingan), maka dia atau mereka akan cenderung akan memeluk agama Islam. Hal ini bisa disebabkan

dia atau mereka dalam kehidupan di masyarakat (seperti kegiatan-kegiatan) akan merasa kada pati dihirani urang. Jika tidak memeluk agama Islam dia atau mereka akan mengalami kesulitan di berbagai hal di masyarakat mayoritas tersebut.

3. Faktor “Agama Remi Negara”.

Seperti diterangkan di bagian terdahulu tentang sikap Negara berkenaan dengan pengakuan agama resmi, masyarakat adat suku Dayak meratyus akan menjadi (memeluk agama Islam) ketika mengalami kendala yang berhubungan dengan agamanya ketika bersentuhan dengan urusan-urusan (formal) Negara. Misalnya dalam hal mengenyam pendidikan bagi anak-anak masyarakat adat suku Dayak Meratus, atau bahkan pengurusan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sekolah-sekolah di Kalimantan Selatan sangat identik dengan budaya Islam, dimana hampir di semua sekolah, mulai dari tingkat SLTP, SLTA, hingga Perguruan Tinggi yang hanya mengenali (familiar) lima agama resmi dan menganggap aneh dengan religi Kaharingan.207Kesulitan masih masih berlanjut hingga masalah memperoleh pekerjaan, terlebih di jajaran Pemerintahan, kesulitan-kesulitan akan melengkapi penderitaan penganut religi Kaharingan. Pencatatan sipil dan pernikahan nantinya juga akan susah didapatkan.

4. Faktor Perkawinan.

Masyarakat adat suku Dayak Meratus non-muslim yang kawin-mawin dengan orang yang sudah memeluk agama Islam, maka dia cenderung akan menjadi Islam. biasanya masyarakat adat suku Dayak Meratus non-muslim menjadi (memeluk agama) Islam ketika kawin dengan orang-orang dari etni Banjar, Jawa, ataupun dengan orang dari masyarakat adat suku DayakMeratus itu sendiri yang sudah memeluk agama Islam.

207

Di tingkat pendidikian ini sudah ketentuan lazim bahwa perempuannya memakai jilbab atau penutup kepala di sekolah.

5. Pengaruh Penyiaran Agama Islam.

Bagian ini berhubungan dengan adanya penyuluh-penyuluh agama honorer (PAH) dan para da’i yang dijelaskan pada bagian terdahulu. Masyarakat adat suku Dayak Meratus yang menjadi (memeluk agama) Islam melalui dakwah-dakwah dari para penyuluh agama honorer (PAH) maupun para dai.