• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGADAAN/PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA MARTUBUNG DILAKSANAKAN MENURUT KETENTUAN

B. Penyediaan Tanah untuk Rumah Susun

Penyediaan tanah untuk rumah susun maksudnya adalah tanah tempat bangunan rumah susun itu didirikan. Mengenai penyediaan tanah ini, berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dinyatakan bahwa penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan dengan :

a. Penggunaan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara; b. Konsolidasi tanah68 oleh pemilik tanah;

c. Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berkaitan dengan konsolidasi tanah, Alvi Syahrin berpendapat bahwa: “Konsolidasi tanah tidak hanya merupakan kebijakan pertanahan tentang penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah, tetapi juga menyangkut kebijakan pertanahan mengenai penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan, artinya kedua kegiatan dilakukan secara bersamaan”.69

Selanjutnya Alvi Syahrin menjelaskan bahwa :

67

Kehidupan di Flat: Suatu Corak Hidup Baru Bagi Masyarakat Indonesia di Perkotaan, Makalah pada Seminar “Hunian Liar di Perkotaan”, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1990), hal. 5

68

Menurut Pasal 1 Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991, “Konsolidasi tanah adalah kebijakan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat”

69

Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 39

Dalam upaya penyediaan tanah, konsolidasi tanah diperkotaan merupakan salah satu alternatif kebijakan tanah perkotaan untuk menanggulangi masalah perkotaan, diantaranya mengenai permukiman yaitu sekitar ketidakjelasan dan ketidakteraturan penguasaan dan penggunaan tanah, sebab perkampungan di perkotaan (permukiman kumuh) mempunyai ciri-ciri :

a. Masyarakatnya heterogen dan umumnya berpenghasilan rendah;

b. Rumah mempunyai fungsi sebagai tempat tinggal dan tempat berusaha; c. Kualitas lingkungan rendah;

d. Bentuk dan batas pemilikan/penguasaan tanahnya kecil dan tidak teratur;

e. Masyarakatnya berpenghasilan menengah ke bawah;

f. Jalan-jalan yang ada di permukiman terlalu kecil (seadanya).70

Penguasaan dan penggunaan tanah yang tidak teratur di permukiman kumuh biasanya berada di atas tanah negara, namun secara fisik telah dikuasai oleh para penduduk. Dalam tahap penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman, ada 4 (empat) tahap kegiatan yang harus dilakukan yaitu:

a. Penetapan lokasi; b. Pembebasan tanah;

c. Permohonan dan pemberian hak atas tanah; dan

d. Pendaftaran hak atas tanah serta pemberian sertifikat. 71

Prosedur penyediaan dan pemberian hak atas tanah untuk pemukiman diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan. Menurut Peraturan Menteri tersebut, perusahaan pembangunan perumahan yang ingin memperoleh tanah untuk keperluan perusahaan terlebih dahulu harus mempunyai izin lokasi dan luas tanah.

70

Ibid, hal. 39-40

71

Mengenai penetapan lokasi dan luas tanah ini diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 sebagai berikut:

1) Izin lokasi untuk keperluan perusahaan yang luasnya tidak lebih dari 15 Ha (lima belas hektar) bagi Daerah Tingkat II yang telah mempunyai Rencana Induk Kota/Rencana Kota, ditetapkan oleh Bupati/Walikota.

2) Izin lokasi yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) ditetapkan oleh Gubernur.

3) Izin lokasi yang luasnya lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri.

Untuk memperoleh penetapan lokasi dan luas tanah bagi perumahan, maka perusahaan harus membuat permohonan terlebih dahulu. Hal ini ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987, permohonan untuk memperoleh penetapan izin lokasi dan luas tanah yang luasnya tidak lebih dari 15 Ha (lima belas hektar), maka permohonan tersebut diajukan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Agraria. Untuk memperoleh penetapan izin lokasi dan luas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) maka diajukan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Bupati/Walikota dan Menteri Dalam Negeri cq. Direktur Jenderal Agraria. Sedangkan penetapan izin lokasi dan luas tanah yang luasnya lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar), maka Gubernur wajib

mengajukan permohonan persetujuan kepada Menteri Dalam Negeri dilengkapi dengan pertimbangan dari Bupati/Walikota.

Dalam mengajukan permohonan tersebut maka harus dilengkapi dengan : a. Akte Pendirian Perusahaan yang telah mendapat pengesahan dari Menteri

Kehakiman atau dari pejabat yang berwenang bagi Badan Hukum lainya, b. Nomor Pokok Wajib Pajak,

c. Gambar Kasar/Sketsa tanah yang dibuat oleh pemohon,

d. Keterangan tentang letak, luas dan jenis tanah (kebun/sawah) yang dimohon, e. Pernyataan bermaterai cukup tentang kesediaan untuk memberikan ganti rugi

atau menyediakan tempat penampungan bagi pemilik tanah yang terkena rencana proyek pembangunan atau mengikutsertakan pemilik tanah dalam bentuk penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah,

f. Uraian rencana proyek yang akan dibangun disertai dengan Analisis Dampak Lingkungan.72

Berkenaan dengan permohonan izin lokasi dan luas tanah yang tidak lebih dari 200 hektar dan yang luasnya lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar), Gubernur wajib meminta pertimbangan dari Bupati/Walikota mengenai letak dan luas tanah yang dapat disediakan. Pertimbangan Bupati/Walikota tersebut disiapkan oleh Badan Perencana Pembangunan Daerah Tingkat II setelah berkonsultasi dengan instansi teknis yang terkait. Berkenaan dengan permohonan persetujuan penetapan lokasi dan luas tanah yang tidak lebih dari 15 Ha (lima belas hektar), maka Ketua Badan

72

Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan, Pasal 4 ayat (4)

Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat II setelah berkonsultasi dengan instansi teknis terkait wajib memberikan pertimbangan kepada Bupati/Walikota.

Permohonan penetapan izin dan luas tanah yang tidak lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) dan yang lebih dari 200 Ha (dua ratus hektar) diproses secara terkoordinasi oleh Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I cq Asisten Wilayah Daerah Tingkat I bidang Pemerintahan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan Direktorat Agraria Propinsi. Selanjutnya untuk pemberian Surat Keputusan penetapan izin lokasi disiapkan oleh Kepala Direktorat Agraria Propinsi dan diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) bulan terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap. Sedangkan untuk permohonan penetapan ijin lokasi dan luas tanah yang tidak lebih dari 15 (lima belas) hektar, diproses secara terkoordinasi oleh Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II dan Kantor Agraria Kabupaten/Kotamadya. Surat Keputusan pemberian penetapan izin lokasi dan luas tanahnya disiapkan oleh Kepala Kantor Agraria Kabupaten/Kotamadya dan telah dapat diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) bulan terhitung sejak diterimanya secara langsung.

Dalam hal perusahaan yang memerlukan tanah 200 Ha (dua ratus hektar) atau lebih, sementara menunggu penetapan izin lokasi, Gubernur dapat memberikan ijin pencadangan tanah kepada yang bersangkutan. Izin tersebut diberikan dengan persetujuan dari Menteri Dalam Negeri. Jangka waktu berlakunya izin dimaksud adalah 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang lagi paling lama 6 (enam) bulan.

Setelah mendapat izin lokasi dan luas tanah, Perusahaan Pembangunan Perumahan dapat melakukan pembelian tanah secara langsung atau melakukan

pembebasan tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976.

Ketentuan-ketentuan lain yang harus dipatuhi oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan sehubungan dengan penetapan izin lokasi dan luas tanah adalah :

a. Selama belum diberikan penetapan izin lokasi atau izin pencadangan tanah, Perusahaan yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk melakukan pembelian/pembebasan tanah baik secara fisik maupun yuridis. Pelanggaran terhadap ketentuan ini, maka kepada yang bersangkutan tidak akan diberikan ijin lokasi atau ijin pencadangan tanah.

b. Penyelesaian pembelian/pembebasan tanah diberikan secara bertahap selama 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun untuk setiap tahap jika terdapat alasan yang cukup kuat.

c. Pembelian/pembebasan tanah dilakukan secara musyawarah.

d. Apabila tidak tercapai kesepakatan ganti rugi, dapat ditempuh cara menyediakan tempat penampungan bagi pemilik tanah atau mengikutsertakannya dalam bentuk penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah.

e. Setelah dilakukan pembelian/pembebasan tanah Perusahaan Pembangunan Perurnahan yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan pendaftaran/permohonan hak dalam waktu 6 (enam) bulan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun disertai syarat-syarat yang lengkap, kepada pejabat yang berwenang.

1. Mematangkan tanah dan membangun rumah sesuai dengan rencana proyek yang telah disetujui oleh Pemerintah.

2. Menyediakan tanah untuk fasilitas sosial dan memelihara selama jangka waktu tertentu prasarana lingkungan dan utilitas umum yang diperlukan oleh masyarakat penghuni lingkungan.

3. Menyerahkan prasarana lingkungan dengan terarah untuk keperluan fasilitas sosial serta utilitas umum kepada Pemerintah Daerah Tingkat II. 4. Atas dasar peruntukan dan penggunaan tanah yang telah ditetapkan, maka

tanah-tanah yang telah dikuasai oleh Perusahaan dengan hak guna bangunan, wajib dipindahkan haknya berikut bangunan/rumah yang ada di atasnya kepada pihak lain, dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sesuai dengan peraturan perundang-undangan Agraria.

Dalam hal penetapan lokasi untuk perumahan di Martubung ini, dengan luas tanah 40 Ha (empat puluh hektar), pada awalnya tanah tanah tersebut dikelola oleh PTPN II yang mengelola tanah tersebut berdasarkan hak pakai. Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang atau dalam perjanjian dengan pemilik tanah yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, asal segala sesuatunya tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang pokok

agraria.73 Jangka waktu Hak pakai adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.74

Oleh karena pihak PTPN II tidak memperpanjang hak pakai atas tanah tersebut lagi, maka tanah tersebut menjadi tanah terlantar dan kemudian tanah tersebut digarap oleh masyarakat/penggarap. Setelah tanah tersebut digarap oleh masyarakat, pada akhirnya atas tanah-tanah tersebut ada yang sudah didaftarkan dan mempunyai SK Camat ataupun masih berupa tanah girik.75 Tanah dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik. 76

Setelah mendapatkan lokasi untuk perumahan di Martubung ini, selanjutnya pihak Perum Perumnas melakukan pembebasan areal-areal tanah yang telah digarap oleh masyarakat tersebut. Ganti rugi pembebasan tanah ini dilakukan pihak Perum Perumnas pada tahun 1985, yaitu sebesar Rp. 20.000/m (dua puluh ribu per meter).77

Dalam melakukan pembebasan tanah ini, pihak Perum Perumnas melakukan koordinasi dengan pihak Pemerintah Daerah/Bapeda serta Dinas

73

Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960, Pasal 41 ayat (1)

74

Suardi, Hukum Agraria, (Jakarta : Iblam, 2005), hal. 47

75

Wawancara dengan Oerip Sidik Tjipto Oesodo, Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan, tanggal 2 Oktober 2007

76

Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1998, Pasal 3

77

Wawancara dengan Oerip Sidik Tjipto Oesodo, Manager Bagian Produksi Perum. Perumnas Medan, tanggal 2 Oktober 2007

Tata Kota. Oleh karena itu site plan pembangunan rusunawa Martubung ini dapat disetujui oleh Pemerintah Daerah dan tidak ada masalah dengan pihak Dinas Tata Kota mengenai tata ruangnya sebab sebelumnya pihak Dinas Tata Kota juga ikut dalam hal pembebasan tanahnya.78

Setelah melakukan pembebasan hak atas tanah, maka atas tanah tersebut diajukan permohonan pemberian hak atas tanah. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun ditentukan bahwa: "Rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah yang berstatus hak milik (HM), hak guna bangunan (HGB), hak pakai atas tanah negara (HP) atau hak pengelolaan (HPL), sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Dalam rangka penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan, landasan hukumnya adalah berupa penguasaan tanah dengan hak pengelolaan sebagaimana dimaksudkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan jo. Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara.

Selanjutnya mengenai tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah dan hak pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 1974 tentang Tata Cara Permohonan dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya yang kemudian dicabut dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan

78

Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan.

Dalam hal permohonan pemberian hak atas tanah untuk perumahan di Martubung ini, maka diberikan Hak Pengelolaan yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.79 Dalam hal ini Hak Pengelolaan dilimpahkan kepada pihak Perum Perumnas sebagai pengelolaa rusunawan Martubung. Permohonan Hak Pengelolaan diajukan secara tertulis kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, dengan memuat:80

1. Keterangan mengenai permohonan, yaitu nama badan hukum, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik:

a. Bukti pemilikan atau bukti perolehan tanah berupa sertifikat, penunjukan atau penyerahan dari Pemerintah, pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenang, akta pelepasan bekas tanah milik adat atau bukti perolehan tanah lainnya;

b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi, sebutkan tanggal dan nomornya);

79

Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 1 angka 3

80

Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 68 ayat (1) dan (2)

c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian); d. Rencana penggunaan tanah;

e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah negara). 3. Lain-lain:

a. Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon; b. Keterangan lain yang dianggap perlu.

Permohonan Hak Pengelolaan tersebut dilampiri dengan:81

1. Foto copy identitas pemohon atau surat keputusan pembentukannya atau akta pendirian perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. rencana pengusahaan tanah jangka pendek dan jangka panjang;

3. izin lokasi atau surat izin penunjukan penggunaan tanah atau surat isan pencadangan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;

4. bukti pemilikan dan atau bukti perolehan tanah berupa sertifikat, penunjukan atau penyerahan dari Pemerintah, pelepasan kawasan hutan dari instansi yang berwenangm akta pelepasan bekas tanah milik adat atu bukti perolehan tanah lainnya;

5. surat persetujuan atau rekomendasi dari instansi terkait apabila diperlukan; 6. surat pernyataan atau bukti bahwa seluruh modalnya dimiliki oleh

Pemerintah.

81

Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, Pasal 69

Keputusan pemberian atau penolakan pemberian Hak Pengelolaan disampaikan kepada pemohon melalui surat tercatat atau dengan cara lain.

”Pemberian hak pengelolaan dilaksanakan secara individual atau kolektif ataupun secara umum”.82 ”Pemberian secara individual merupakan pemberian hak atas sebidang tanah kepada seseorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara bersama sebagai penerima hak bersama yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak”.83 Sedangkan ”pemberian hak secara kolektif merupakan pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing-masing kepada seorang atau badan hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum sebagai penerima hak, yang dilakukan dengan satu penetapan pemberian hak”.84

Hak pengelolaan merupakan hak atas tanah yang tidak dikenal dalm UUPA. ”Hak Pengelolaan ini lahir dan berkembang sesuai dengan terjadinya perkembangan suatu daerah”.85 Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kantor yang terdapat di kota-kota besar mempergunakan tanah dengan hak pengelolaan.

Hak Pengelolaan tersebut hanya dapat diberikan kepada badan-badan hukum yang seluruh modalnya dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

82

Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak Pengelolaan, Pasal 2 ayat (2).

83

Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak Pengelolaan, Pasal 6 ayat (1).

84

Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Dan Hak Pengelolaan, Pasal 6 ayat (2).

85

Apabila rumah susun dibangun di atas tanah hak pengelolaan, maka penyelenggara pembangunan rumah susun wajib menyelesaikan secara tuntas hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut, dan status hak guna bangunan itu telah dapat diselesaikan sebelum rumah susun dijual.

Mengenai pengadaan tanah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Untuk mendapatkan penetapan lokasi pembangunan, maka instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum kepada Bupati/Walikotamadya melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat. Apabila tanah yang diperlukan terletak di 2 (dua) wilayah Kabupaten/Kotamadya, maka permohonan tersebut diajukan kepada Gubernur melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan nasional Propinsi.

Permohonan tersebut dilengkapi dengan keterangan mengenai: a. Lokasi tanah yang diperlukan;

b. Luas dan gambar kasar tanah yang diperlukan; c. Penggunaan tanah pada saat permohonan diajukan;

d. Uraian rencana proyek yang akan dibangun, disertai keterangan mengenai aspek pembiayaan, lamanya pelaksanaan pembangunan.86

Apabila rencana penggunaan tanahnya sudah sesuai dengan dan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau perencanaan ruang

86

Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 1 Tahun 1994 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 6 ayat (3)

wilayah atau kota, maka Bupati / Walikotamadya atau Gubernur memberikan persetujuan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum yang dipersiapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat.