• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI TUKAR PETANI (NTP)

PENYEDIAN LEBIH RENDAH DARI KEBUTUHAN

Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi utama komoditi tanaman pangan dan hortikultura di Indonesia. Beberapa komoditi palawija seperti jagung, kedelai, kacang hijau dan kacang tanah merupakan potensi yang cukup besar sebagai pangan alternatif, sumber zat gizi dan pengembangan agroindustri, sedangkan beberapa komoditi hortikultura (bawang merah, bawang putih, cabe, kubis, kentang, mangga, durian, rambutan, salak, kelengkeng) merupakan komoditi agribisnis serta menjadi unggulan regional provinsi ini. Luas lahan yang ditanami padi masih lebih dominan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Pada tahun 2012 luas tanam padi di Jawa Tengah mencapai 1.748.814 hektar sedangkan luas panen mencapai 1.672.315 Ha dan produksi 9.909.668 Ton. Angka per april tahun 2012, dari 12 kabupaten yang menjadi sentra komoditas padi di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel. 4 Sentra padi yang tersebar pada 12 kabupaten di Jawa Tengah Kabupaten/Kota Luas Panen

(hektar) Produksi (ton)

1. Cilacap 55.681 338.763 2. Banyumas 27.397 166.683 3. Kebumen 37.630 228.941 4. Klaten 27.171 165.308 5. Sragen 38.031 231.381 6. Grobogan 51.524 313.472 7. Blora 41.180 250.539 8. Pati 46.532 283.101 9. Demak 45.352 275.922 10. Pemalang 25.666 156.152 11. Tegal 28.064 170.741 12. Brebes 47.042 286.386 Jumlah 425.918 2.867.389

Sumber: Dispertan Prov. Jawa Tengah tahun per April, 2012

Dalam rangka pengembangan produksi pangan selain beras maka pemerintah mengeluarkan kebijakan pertanian berupa program diversifikasi berupa tanaman sekunder dengan lebih memprioritaskan pada tanaman kedelai karena mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian negara. Hal ini berkaitan dengan kegunaan kedelai, bukan saja sebagai bahan konsumsi langsung dengan diolah menjadi tempe, tahu, tauco, dan lain-lain, melainkan juga sebagai bahan baku berbagai industri makanan dan minuman, pakan ternak serta untuk diambil minyaknya (Hermana, 1985 dalam Puspitasari, 2009).

Seiring besarnya perkembangan arus globalisasi memerlukan ketersediaan pangan yang besar dan semakin beragam. Jumlah penduduk Jawa Tengah yang lebih dari 32 juta pada tahun 2012 dengan laju pertambahan jumlah penduduk sekitar 1,5 persen per tahun (BPS, 2012). Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maka semakin kompleks pola permintaan pangan yang berkembang di masyarakat. Kemajuan teknologi dan tuntutan jaman mampu merubah selera dan preferensi dari permintaan pangan. Semakin hari orang cenderung menuntut penyediaan produk pangan yang semakin sederhana dan praktis mengikuti pola kesibukan dan aktivitas masing-masing individu atau keluarga.

Permasalahan pangan di Indonesia memang cukup rumit. Ketergantungan sebagian besar penduduk Indonesia terhadap beras sudah sangat tinggi. Daerah yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok non beras seperti jagung, sagu dan umbi-umbian, sekarang telah beralih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Disisi lain, upaya peningkatan produk beras menghadapi berbagai tantangan seperti konversi lahan sawah, rusaknya saluran irigrasi dan stagnasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas padi. Ditambah lagi beras sebagai komoditas politik dan publik yang melibatkan banyak pengambil kebijakan dan pelaku ekonomi. Adanya problem ketahanan pangan, di atas perlu dilakukan langkah pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan poduktivitas pangan nasional (Susilowati,2008).

Hal mendasar dari semua kebutuhan pangan di atas adalah kesamaan akan pemenuhan kebutuhan padi, sayur dan biji-bijian. Dengan demikian sentra produksi pangan perlu dilihat kembali untuk mengetahui penyediaan kebutuhan pangan. Kebijakan impor produk pangan sering kontra produktif dengan kepentingan petani, tetapi impor tetap dilakukan untuk pemenuhan permintaan pangan nasional. Hal tersebut mengakibatkan intensifikasi pertanian dan pengelolaan pertanian perlu diperhatikan. Produk pangan lokal yang sudah menjadi unggulan daerah perlu dievaluasi guna peningkatan produksi.

Dilihat produk unggulan di Jawa Tengah yang merupakan penyangga ketahanan pangan daerah masih kurangsecure.Hal tersebut dapat dilihat Tabel 3, Prediksi Ketersediaan Pangan 2012. Dari tabel tersebut, masih ada ketersediaan pangan yang minus. Dengan demikian diharapkan ada keseimbangan antara sisi permintaan dan sisi penawarannya, sehingga pasar dan distribusi pemasarannya dapat berjalan menuju ke arah yang efisien. Sehubungan dengan itu maka penerapan konsep ketahanan pangan itu sangat penting disosialisasikan kepada semua pihak terkait

(stakeholders) seperti masyarakat, pemerintah, swasta, akademisi, peneliti dan institusi lain yang berkompeten.

Pembangunan sistem ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pembangunan yang menitik-beratkan pada harmonisasi dari beberapa sub-sistem yang meliputi sub sistem sarana sumberdaya, ketersediaan pangan, distribusi,konsumsi pangan, kewaspadaan dan penganekaragaman pangan, serta sub-sistem agribisnis pangan (Indah Susilowatiet al.,2005; 2008). Pembangunan sub-sistem sarana sumberdaya mencakup perencanaan dan pengaturan pembinaan teknologi, sarana produksi dan permodalan serta pengembangan kelembagaan tani.

Dilihat dari pola keragaman kelembagaan di masing-masing daerah memiliki perbedaan. Pembangunan dalam sub-sistem ketersediaan pangan mencakup penyelenggaraan produksi cadangan pangan serta menanggulangi gejolak harga pangan. Pembangunan sub-sistem distribusi mencakup penyiapan bahan, koordinasi, pemantauan, pengendalian, distribusi pangan serta mengembangkan sarana prasarana distribusi, memantau dan mengevaluasi pengadaan dan cadangan pangan.

Pembangunan sub-sistem konsumsi pangan, kewaspadaan dan penganekaragaman pangan mencakup perumusan kriteria rawan pangan, keamanan, mutu pangan dan mengembangkan pola konsumsi masyarakat serta mengembangkan sistem jaringan informasi pangan (Susilowati et al.,

2008). Pembangunan sub-sistem agribisnis pangan mencakup perumusan bahan, koordinasi, pembinaan dan pengembangan program agribisnis pangan, mengembangkan mutu hasil, memperluas peluang pasar, meningkatkan hasil serta mengembangkan jaringan usaha dan kemitraan.

Salah satu penyebab kerawanan pangan terutamanya adalah dari aspek produksinya yang relatif fluktuatif. Memang banyak faktor yang bisa menyebabkan produksi tanaman pangan (di Jawa

Tengah) tidak aman (not secured) seperti adanya kelangkaan dan ketidaktepatan pemakaian input dan teknik produksinya.

Jika langkah optimalisasi komoditas unggulan dari tiap-tiap daerah sebagai jawaban untuk menanggulangi kerawanan pangan nasional, maka fokus perhatiannya adalah pada pengembangan sumber daya manusia di daerah pedesaan. Pada umumnya kualitas penggiat pangan (petani) di pedesaan begitu tertinggal, padahal disinilah kunci untuk berhasil dalam peningkatan kualitas pangan nasional.

d. Upaya pemantapanKetahanan Pangan

Tahun 2013 merupakan tahun kedua tahap perwujudan Masyarakat Jawa Tengah Semakin Sejahtera, Mandiri, Berkemampuan dan daya saing tinggi (BKP,2012). Program Prioritas Badan Ketahanan Pangan mencakup kegiatan, yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan; (3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar;

Program-program aksinya sebagai berikut :

1. Program aksi pada Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Kerawanan Pangan dengan

kegiatan pokok Aksi Desa Mandiri Pangan, dan penanganan daerah rawan pangan (PDRP).

2. Program aksi pada Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan

Keamanan Pangan Segar, diarahkan pada Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang meliputi: (1) Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL); (2) Pengembangan Pangan Pokok Lokal; (3) Promosi dan sosialisasi P2KP

Program aksi pada Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga pangan, yaitu : (1) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM); dan (2) Pemberdayaan Lumbung Pangan Masyarakat(BKP,2012).

Badan Ketahanan Pangan melalui Balai Pengembangan Cadangan Pangan tahun 2012 telah mengelola cadangan pangan pemerintah provinsi sebesar 251,657 Ton gabah setara 141,894 Ton beras, dan telah mendistribusikan 153,499 Ton gabah setara 85,250 Ton beras ke kab/kota yang mengalami rawan pangan transien. Sedang target pengadaan tahun 2013 sebanyak 230 ton GKG (BKP,2012).

Pengembangan cadangan pangan masyarakat dilakukan melalui pengembangan lumbung pangan masyarakat terutama pada lokasi yang rawan bencana dan terpengaruh masa paceklik. Sampai dengan tahun 2012 yang telah direvitalisasi sejumlah310 lumbung. Pada tahun 2012 ini BKP memfasilitasi pemberdayaan lumbung pangan sejumlah 121 lumbung (101 dari dana APBN dan 20 dari dana APBD). Sedang pada tahun 2013 Badan Ketahanan Pangan tetap memberikan fasilitasi lumbung pangan dari APBD sebanyak 25 lumbung @ Rp. 25.000.000,- di 20 kabupaten, dan APBN 111 lumbung; @ Rp. 20 juta untuk pengisian lumbung.

Dalam rangka meningkatkan keberdayaan masyarakat pedesaan, dengan sasaran KK miskin diatas 30% di daerah rawan pangan, BKP melaksanakan Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Jumlah Desa Mandiri Pangan sampai dengan tahun 2012 sebanyak281desa,55desa telah mandiri. Sedang

Target tahun 2013 untuk desa mandiri pangan APBN masih ada pembinaan di 131 desa dan dari APBD di 4 desa penumbuhan (baru) yaitu di Kabupaten Wonogiri dan Purworejo.

Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan dilaksanakan melelui penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat sejumlah 135 LDPM sampai dengan tahun 2012. Target tahun 2013 LDPM APBD 15 gapoktan dan fasilitasi sarana distribusi pangan sebanyak 3 unit untuk 3 kabupaten, LDPM APBN 8 gapoktan tahap penumbuhan dan 31 gapoktan tahap pengembangan (BKP,2012).

Sedang pengembangan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan atau P2KP sampai dengan tahun 2012 telah dikembangkan sebanyak 681 desa. Tahun 2013 kami mengalokasikan pengembangan P2KP dari APBD sebanyak 140 desa @ senilai Rp.6.850.000,- dan dari APBN mendapat alokasi sebanyak 632 desa baru dan 60 desa lanjutan. Bansos untuk P2KP satu desa mendapat 47 jutayang digunakan untuk pengembangan pekarangan 30 juta, pengembangan kebun

bibit 12 juta, pengembangan kebun sekolah 3 juta dan pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan sebanyak 2 juta. Dan kegiatan peningkatan mutu keamanan pangan segar sampai dengan tahun 2012 BKP telah menerbitkan 34 sertifikat Prima 3 dan 27 pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT). Target tahun 2013 untuk 3 komoditas yaitu Nanas, Durian, dan Pepaya (BKP, 2012).

SIMPULAN

Perekonomian Jawa Tengah cukup stabil walaupun terlihat pada tahun 2012 pertumbuhan perekonomian nasional mengalami penurunan tetapi perekonomian Jawa Tengah tetap tumbuh sebesar 6,5 %. Hal ini menunjukan aktivitas perekonomiandi Jawa Tengah masih memiliki prospek yang baik. Jawa Tengah tetap menjadi salah satu pemasok pangan nasional.

Untuk meningkatkan pelaksanaan kinerja kegiatan ketahanan pangan dalam pencapaian sasaran tahun 2013, perlu mempertimbangkan : (1) keberlanjutan program dan kegiatan disesuaikan dengan struktur organisasi dan tupoksi kelembagaan ketahanan pangan; (2) fokus dan penajaman pada implementasi tugas pokok dan fungsi kelembagaan dalam mendorong peningkatan kesejahteraan petani/masyarakat pedesaan; (3) sinergi antar program/kegiatan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan tahun sebelumnya; dan (4) sinkronisasi antara program pusat dan daerah (BPK, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Kebijakan Pemerintah Dalam Pencapaian Swasembada Beras Pada Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Tersedia: http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads /2012/03/tulisan-hukum-ketahanan-pangan.pdf diakses 25 Januari 2012

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2004. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005-2010.

--- . 2008. Kebijakan dan Program Departemen Pertanian Tahun 2008. Avilabel on: http://www.deptan.go.id/pengumuman/berita/06-007/Prog&kebjk%20deptan%202008.pdf

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Tengah, 2013

BBKP Jawa Tengah. 2007.Statistik Pangan Jawa Tengah.Dalam www.jateng.go.id. BPS. 1999. Neraca Bahan Makanan. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

BBMKP. 2001. Statistik Pangan Jawa Tengah. Dalam www.jateng.go.id. BPS. 1999. Neraca Bahan Makanan. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

BKP. 2012. Statistik Pangan Jawa Tengah.

BPS.2012. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Badan Pusat Statistik. Jakarta BPS Survei Sosial Ekonomi

Nasional. Badan Pusat Statistik. Jakarta

______ 2012.Indonesia Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Jakarta. dalam online www.bps.go.id BPTP. 2012. Daftar Tanaman Pangan Unggulan Jawa Tengah. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa

Tengah. Semarang

Dewan Ketahanan Pangan dan FAO. 2005. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan. Makalah

disampaikan pada Perumusan Program Ketahanan Pangan Nasional, Jakarta 12 September 2005.

Dewi, Oetami. 2007. Resistensi Petani: Suatu Tinjauan Teoritis. Dalam Jurnal Informasi: Kajian permasalahan social dan usaha kesejahteraan social. Vol. 12. No. 2. Mei-Agustus. Hal: 1-8. FAO . 2007. The State of food and Agriculture. Electronic Publising and Suport Branch Comunication

Division. Food Agriculture Organisation.

Kompas. 2013. “Ini 10 Provinsi Penghasil Beras Tertinggi di Indonesia” kompas, kamis 3 Januari 2013 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/03/16462125/Ini.10.Provinsi.Penghasil.Beras.Tertin ggi.di.Indonesiadiakses 25 januari 2013

Mawardi Sulton.2004, Persoalan Penyuluhan di Era Otonomi Daerah. SMERU Newsletter. Desb. 2004. Nations World Food Programme,2008

Oyewo I.O, M.O. Rauf, F. Ogunwole and S.O. Balogun (2009) Determinant of Mize Production Among Maize Farmers in Ogbomoso South Local Goveernment in Oyo State. Agricultural Journal 4(3):144-149

Puskaji. 2001. Laporan Pengkajian Penyusunan Standar Kompetensi Kerja Jabatan Fungsional. Pusat

Pengkajian SDM Pertanian. Jakarta

Puspitasari, Listya. 2009. Persepsi Petani terhadap Performansi Kerja Penyuluh Pertanian Lapangan dalam Pengembangan Agribisnis Kedelai di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan.ISJD.PDII.

Lipi.go.id Vol 5 No 1 2009 hal 44-51

Ratna sri widyastuti. 2003. Produktivitas pertanian dan terknologi pertanian. FEUI. Jurnal Ekubank,

volume 3 eidisi november 2003

Sucihatiningsih, DWP dan Waridin. 2010. Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan Penyuluh Pertanian dalam Meningkatkan Kinerja usahatani Melalui Transaction Cost. Studi Empiris di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 11. No.1, Juni 2010 hal 13-29

Susilowati, I. et al. 2008. Pengembangan Model Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil, Menengah dan Koperasi Dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten dan Kota Pekalongan. RUKK Kantor Menneg Ristek dan LIP]. Jakarta.

Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Sebagai Kelembagaan Ekonomi di Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi. Bogor

Yunastiti Purwaningsih. 2008. “Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan,. Kebijakan, Dan Pemberdayaan Masyarakat”.Jurnal Ekonomi PembangunanVol 9 no.1 Juni 2008. Hal 1-27

OPTIMALISASI KONSERVASI WARISAN NILAI NUSANTARA

Garis besar

Dokumen terkait