1 28 September 2001
HK.00.05.51.02961 Pendaftaran Produk Pangan Impor Terbatas
2 07 Maret 2002
HK.00.05.5.00617 Pemberlakuan Kodeks Makanan Indonesia 2001
3 25 Maret 2003
HK.00.05.5.1142 Acuan Pencantuman % AKG pada Label Produk Pangan
4 30 April 2003 HK.00.05.5.1639 Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk IRT
5 30 April 2003 HK.00.05.5.1640 Pedoman Tata Cara
Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan IRT
6 04 Desember 2003
HK.00.05.52.4321 Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan
7 31 Mei 2004 HK.00.05.1.2569 Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan 8 09 Agustus
2004
HK.00.05.23.3644 Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan
9 21 Oktober 2004
HK.00.05.5.1.4547 Persayaratan Penggunaan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan
10 17 Januari 2005
HK.00.06.51.0475 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan 11 27 Januari
2005
HK.00.05.52.0685 Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional
12 25 Maret 2007
HK.00.04.23.2292 Mou_Kadin
Kemitraan Sosialisasi Mutu dan Keamanan Obat, Obat Tradisional, Kosmetika, Produk Komplemen dan Produk Pangan di Indonesia 13 20 Agustus
2007
HK.00.05.55.6497 Bahan Kemasan Pangan 14 23 Agustus
2007
HK.00.05.52.6291 Acuan Label Gizi Produk Pangan 15 23 Agustus
2007
HK.00.05.52.6581 Penggunaan Chitosan dalam Produk Pangan
16 27 Agustus 2007
HK.00.06.1.52.6635 Larangan Pencantuman Informasi Bebas BTP pada Label dan Iklan Pangan
17 07 Januari 2008
HK.00.06.52.0100 Pengawasan Pangan Olahan Organik
18 16 Januari 2008
HK.00.06.1.0256 Larangan Penambahan Vitamin K dalam Produk Susu
19 24 Maret 2008
HK.00.05.23.1455 Pengawasan Pemasukan Pangan Olahan
No Tanggal Nomor Keputusan Tentang
20 08 Juli 2008 HK.00.05.23.3541 Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetika 21 10 Juli 2008 HK.00.05.1.52.3572 Penambahan Zat Gizi dan Non
Gizi dalam Produk Pangan 22 25 Agustus
2008
HK.00.05.23.4415 Pemberlakuan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia National Single Windowdi
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
23 25 Agustus 2008
HK.00.05.23.4416 Penetapan Tingkat Layanan (Service Level Arrangement) di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Kerangka Indonesia National Single Window 24 13 April 2009 HK.00.05.1.55.1621 Pengawasan Pemasukan Bahan
Kemasan Pangan 25 31 Agustus
2009
HK.00.05.1.23.3516 Izin Edar Produk Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan dan Makanan yang Bersumber, Mengandung, dari Bahan Tertentu dan atau Mengandung Alkohol 26 16 September
2009
HK.00.06.74.3496 Kebijakan Teknologi Informasi dan Komunikasi Terintegrasi di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
27 20 Oktober 2009
HK.00.05.1.52.3920 Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus
28 28 Oktober 2009
HK.00.06.1.52.4011 Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan
29 06 Januari 2010
HK.00.05.52.0085 Pengelompokan Produk Formula Bayi dan Formula Lanjutan
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di website dan tidak untuk dikomersialkan”
ICS 67.100.01
Badan Standardisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia
SNI 3141.1:2011
Su
standar ini dibuat untuk penayangan di
website dan tidak untuk dikomersialkan”
Copyright notice
Hak cipta dilindungi undang undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun dan dilarang mendistribusikan dokumen ini baik secara elektronik maupun hardcopy tanpa izin tertulis dari BSN
BSN
Gd. Manggala Wanabakti Blok IV, Lt. 3,4,7,10. Telp. +6221 5747043
Fax. +6221 5747045 Email: dokinfo@bsn.go.id
www.bsn.go.id Diterbitkan di Jakarta
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy
standar ini dibuat untuk penayangan di
website dan tidak untuk dikomersialkan”
SNI 3141.1:2011 i Daftar Isi Daftar Isi ... i Prakata ... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup ... 1 2 Acuan normatif ... 1 3 Istilah dan definisi ... 1 4 Persyaratan mutu ... 2 5 Pengambilan contoh ... 2 6 Pengujian ... 2 7 Pengemasan... 3 8 Pelabelan ... 3 9 Rekomendasi ... 3 Bibliografi ... 4
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy
standar ini dibuat untuk penayangan di
website dan tidak untuk dikomersialkan”
ii Prakata
Standar ini merupakan revisi SNI 01-3141-1998, Susu segar. Revisi diutamakan pada persyaratan mutu dengan alasan sebagai berikut:
a) Meningkatkan posisi tawar peternak sapi perah nasional
b) Menyediakan bahan baku berkualitas bagi industri pengolahan susu dalam negeri
c) Melindungi konsumen
d) Meningkatkan kinerja agribisnis dan agroindustri e) Menunjang ekspor non migas
Standar ini terdiri atas beberapa bagian yang secara umum berjudul susu segar. Bagian 1 menjelaskan tentang standar susu sapi segar dan bagian selanjutnya menjelaskan standar susu segar sesuai jenis ternak perah yang akan disusun mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Standar ini disusun oleh Panitia Teknis 67-03:Peternakan dan Produk Peternakan. Standar ini telah dibahas dalam rapat teknis dan terakhir disepakati dalam rapat konsensus di Jakarta pada tanggal 5 April 2010. Hadir dalam konsensus tersebut anggota Panitia Teknis 67-03:Peternakan dan Produk Peternakan serta instansi terkait lainnya.
Standar ini juga telah melalui jajak pendapat pada tanggal 27 Juli 2010 sampai dengan 26 September 2010 dan disetujui menjadi Rancangan Akhir Standar Nasional Indonesia
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy
standar ini dibuat untuk penayangan di
website dan tidak untuk dikomersialkan”
SNI 3141.1:2011 iii Pendahuluan
Susu merupakan sumber protein hewani yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dalam menjaga kesehatan. Susu sapi segar merupakan unsur penting dalam industri pengolahan susu. Sebagai pangan asal hewan, susu bersifat mudah rusak (perishable food). Dalam rangka meningkatkan peran susu segar dalam negeri dan perlindungan terhadap konsumen dan produsen, telah ditetapkan standar nasional SNI 01- 3141-1998 mengenai standar susu segar.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka SNI 01-3141-1998 Susu segar perlu direvisi sebagai acuan dalam pembinaan kualitas maupun kuantitas produksinya.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy
standar ini dibuat untuk penayangan di
website dan tidak untuk dikomersialkan”
SNI 3141.1:2011 1 dari 4
Susu segar - Bagian 1:Sapi
1 Ruang lingkup
Standar ini menetapkan persyaratan mutu, pengambilan contoh, pengujian, pengemasan, dan pelabelan susu sapi segar.
Standar ini digunakan hanya untuk susu sapi segar sebagai bahan baku pengolahan lanjut.
2 Acuan normatif
Untuk acuan bertanggal berlaku edisi yang tertulis dan untuk acuan tidak bertanggal edisi terakhir yang berlaku (termasuk revisi dan amandemennya).
SNI 0429, Petunjuk pengambilan contoh cairan dan semi padat. SNI 2782, Metoda pengujian susu segar.
SNI 2896, Cara uji cemaran logam dalam makanan.
SNI 2897:2008, Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur dan susu, serta hasil olahannya.
SNI 7424:2008, Metode uji tapis (screening test) residu antibiotika pada daging, telur dan susu secara bioassay.
Joint IDF/ISO Standard-IDF 148-1-ISO/13366-1, Milk-Enumeration of somatic cell-part 1.
Microscopic method (reference method).
3 Istilah dan definisi
Untuk tujuan penggunaan standar ini, istilah dan definisi berikut digunakan:
3.1
susu segar (raw milk)
cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan
3.2
Nomor Kontrol Veteriner (NKV)
sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi sebagai kelayakan dasar jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy
standar ini dibuat untuk penayangan di
website dan tidak untuk dikomersialkan”
2 dari 4 4 Persyaratan mutu
Persyaratan mutu susu segar dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1 - Syarat mutu susu segar
No. Karakteristik Satuan Syarat
a. Berat Jenis (pada suhu 27,5
oC) minimum
g/ml 1,0270
b. Kadar lemak minimum % 3,0
c Kadar bahan kering tanpa
lemak minimum
% 7,8
d Kadar protein minimum % 2,8
e Warna, bau, rasa, kekentalan - Tidak ada perubahan
f Derajat asam °SH 6,0 – 7,5
g pH - 6,3 – 6,8
h Uji alkohol (70 %) v/v - Negatif
i Cemaran mikroba,
maksimum:
1. Total Plate Count
2. Staphylococcus aureus 3. Enterobacteriaceae CFU/ml CFU/ml CFU/ml 1x106 1x102 1x103 j Jumlah sel somatis
maksimum
sel/ml 4x105 k Residu antibiotika (Golongan
penisilin,Tetrasiklin,
Aminoglikosida, Makrolida)
- Negatif
l Uji pemalsuan - Negatif
m Titik beku oC -0,520 s.d - 0,560
n Uji peroxidase - Positif
o Cemaran logam berat, maksimum: 1. Timbal (Pb) 2. Merkuri (Hg) 3. Arsen (As) µg/ml µg/ml µg/ml 0,02 0,03 0,1 5 Pengambilan contoh
Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 0429.
6 Pengujian
6.1 Cara pengujian berat jenis, kadar lemak, kadar bahan kering tanpa lemak, kadar protein, warna, bau, rasa, kekentalan, derajat asam, pH, uji alkohol, uji pemalsuan, titik beku dan uji peroxidase sesuai dengan SNI 2782.
6.2 Cara pengujian cemaran mikroba sesuai dengan SNI 2897-2008.
6.3 Cara pengujian sel somatis sesuai dengan Joint IDF/ISO Standard-IDF 148-1- ISO/13366-1.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy
standar ini dibuat untuk penayangan di
website dan tidak untuk dikomersialkan”
SNI 3141.1:2011 3 dari 4
6.5 Cara pengujian cemaran logam berat sesuai dengan SNI 2896.
7 Pengemasan
Susu segar dikemas dalam wadah tertutup yang terbuat dari bahan yang tidak toksik dan tidak mengakibatkan penyimpangan/kerusakan susu segar selama penyimpanan dan pengangkutan.
8 Pelabelan
Informasi pada label kemasan primer minimal mencantumkan nama produk, nama produsen, berat bersih atau isi bersih, dan NKV.
9 Rekomendasi
Karakteristik mutu cemaran logam berat dipersyaratkan jika diperlukan dan pengujiannya sesuai dengan SNI 2896.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy
standar ini dibuat untuk penayangan di
website dan tidak untuk dikomersialkan”
4 dari 4 Bibliografi
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan; Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentan Label dan Iklan Pangan;
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Pada Unit Usaha Pangan Asal Hewan;
CAC/RCP 57-2004 Code Of Hygienic Practice For Milk And Milk Products; SNI 7387:2009, Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan; SNI 7388:2009, Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan.
1
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI
KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : HK.00.05.5.1.4547 TENTANG
PERSYARATAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa transisi epidemiologi dan perubahan gaya hidup mendorong meningkatnya produksi produk pangan dengan menggunakan bahan
tambahan pangan pemanis buatan;
b. bahwa penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan secara tidak tepat dan berlebihan dapat membahayakan kesehatan; c. bahwa peraturan mengenai pemanis buatan
sudah tidak memadai lagi dan tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan saat ini;
d. bahwa sehubungan dengan butir a, b, dan c perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik
2
4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002; 5. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2002; Memperhatikan : Keputusan Kepala Badan Standardisasi
Nasional Nomor: 12/Kep/BSN-SNI.03/05/2004 tentang Penetapan 23 (Dua Puluh Tiga) Standar Nasional Indonesia.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG PERSYARATAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam keputusan ini, yang dimaksud dengan :
1. Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi.
2. Pemanis buatan adalah bahan tambahan pangan yang dapat
menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu.
3
3. Poliol adalah gula alkohol yang aman dalam penggunaannya,
yang secara alami dijumpai pada buah-buahan antara lain laktitol, maltitol, manitol, silitol dan sorbitol, sedangkan secara komersial diperoleh melalui proses fermentasi monosakarida dengan menggunakan kapang / khamir untuk
pangan seperti Moniliella polllinis.
4. Penegas rasa adalah istilah fungsi lain yang dapat digunakan
untuk pemanis buatan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa manis gula, cita rasa buah atau aroma tertentu.
5. ADI (Acceptable Daily Intake) atau Asupan Harian yang Dapat
Diterima adalah jumlah maksimum pemanis buatan dalam milligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.
6. Nilai Kalori adalah kalori atau energi yang dihasilkan dari pemanis buatan dan dinyatakan sebagai jumlah kilo kalori (kkal) per gram pemanis buatan atau dapat dinyatakan dalam unit Joule dengan kesetaraan 1 kkal = 4,18 kJ.
7. Batas penggunaan maksimum adalah jumlah milligram per kilogram (mg/kg) pemanis buatan yang diizinkan untuk ditambahkan ke dalam produk pangan atau jumlah pemanis buatan yang cukup untuk menghasilkan rasa manis yang diinginkan sesuai dengan CPPB.
8. CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) adalah suatu pedoman yang diterapkan untuk memproduksi pangan yang memenuhi standar mutu atau persyaratan yang diterapkan secara konsisten.
9. Sediaan pemanis buatan adalah pemanis buatan dalam bentuk tablet, granul, serbuk, kristal atau cairan yang dikemas dalam bentuk siap pakai dan disajikan seperti halnya gula.
10. GRAS (Generally Recognized As Safe) adalah pernyataan aman
bagi bahan tambahan pangan termasuk pemanis buatan untuk ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah sesuai dengan CPPB.
4 BAB II
PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DALAM PRODUK PANGAN Bagian Pertama
Penggunaan Umum Pemanis Buatan dalam Produk Pangan Pasal 2
(1) Pemanis buatan yang diizinkan ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu adalah 13 (tiga belas) jenis sesuai dengan ketentuan seperti yang tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan ini.
(2) Pemanis buatan dapat digunakan secara tunggal ataupun kombinasi dalam produk pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula.
(3) Pangan rendah kalori sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah
padanan terhadap istilah Weight Reduction Foods, Reduce
Calorie, Reduce Joule, atau Low Joule adalah produk pangan
yang minimal mengandung kurang atau sama dengan 40 kalori per sajian.
(4) Pangan tanpa penambahan gula sebagaimana dimaksud ayat
(2) adalah padanan terhadap istilah no added sugar foods,
without added sugar, dan no sugar added adalah produk
pangan yang diolah tanpa penambahan gula (sakarosa/
sukrosa), termasuk ingredient (ramuan) yang mengandung
gula (sirup, jus buah, saus apel, dan lain-lain), atau proses pengolahannya tidak menyebabkan peningkatan kadar gula secara nyata.
(5) Pemanis buatan yang diizinkan dapat dikonsumsi secara
umum termasuk penderita diabetes mellitus dan pelaku diet
dengan batas maksimum penggunaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan ini.
(6) Penetapan batas maksimum pemanis buatan dalam produk pangan mencakup juga pemanis buatan yang berasal dari
5
komposisi produk pangan atau sebagai hasil pengolahannya (pemanis buatan bawaan) yang diperbolehkan terdapat dalam komposisi produk pangan.
Bagian Kedua
Penggunaan Pemanis Buatan Golongan Poliol Pasal 3
(1) Golongan poliol selain berfungsi sebagai pemanis buatan dapat pula berfungsi sebagai perisa, bahan pengisi, penstabil, pengental, antikempal, humektan, sekuestran dan bahan utama.
(2) Fungsi golongan poliol selain sebagai pemanis buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur tersendiri oleh Kepala Badan.
(3) Golongan poliol yang berfungsi sebagai bahan utama sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah sorbitol, dapat digunakan dalam pembuatan produk pangan dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Permen dengan maksimum penggunaan 99 persen,
b. Permen karet dengan maksimum penggunaan 75 persen, c. Jam dan jelli dengan maksimum penggunaan 30 persen
dan
d. Produk pangan yang dipanggang dengan maksimum penggunaan 30 persen.
Bagian Ketiga
Persetujuan Penggunaan Pemanis Buatan Pasal 4
Penggunaan pemanis buatan selain yang disebutkan pada Lampiran 1 Keputusan ini harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan.
6 Pasal 5
Pemanis buatan tidak diizinkan penggunaannya pada produk pangan olahan tertentu untuk dikonsumsi oleh kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya.
BAB III
KETENTUAN LABEL Pasal 6
(1) Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan harus mencantumkan jenis dan jumlah pemanis buatan dalam komposisi bahan atau daftar bahan pada label.
(2) Pemanis buatan dalam bentuk sediaan, pada label harus mencantumkan :
a. Nama Pemanis Buatan
b. Jumlah pemanis buatan dalam bentuk tablet dinyatakan dengan milligram (mg) dan dalam bentuk granul atau serbuk dinyatakan dengan milligram (mg) dalam kemasan sekali pakai
c. Acceptable Daily Intake kecuali bagi pemanis buatan yang
tidak mempunyai ADI
d. Peringatan : tidak digunakan untuk bahan yang akan dimasak atau dipanggang.
(3) Wajib mencantumkan peringatan Fenilketonuria:
mengandung fenilalanin, yang ditulis dan terlihat jelas pada label jika makanan atau minuman atau sediaan menggunakan pemanis buatan aspartam.
(4) Wajib mencantumkan peringatan : Konsumsi berlebihan
dapat mengakibatkan efek laksatif, yang ditulis dan terlihat jelas pada label makanan atau minuman atau sediaan yang menggunakan pemanis buatan laktitol atau manitol atau sorbitol, yang apabila diyakini dikonsumsi lebih dari 20 gram laktitol perhari atau 20 gram manitol perhari atau 50 gram sorbitol perhari.
7
(5) Klaim yang diperbolehkan dan dapat ditulis pada label adalah:
a. Tidak menyebabkan karies gigi.
b. Pangan Rendah Kalori dan Pangan Tanpa Penambahan Gula apabila produk pangan memenuhi syarat produk pangan rendah kalori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
c. Pangan untuk penderita diabetes atau pernyataan lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (5)
BAB IV
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN Pasal 7
Pengawasan dan pembinaan terhadap penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan dilakukan sepenuhnya oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
BAB V S A N K S I
Pasal 8
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Keputusan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa :
a. Peringatan tertulis
b. Pencabutan izin edar dan
c. Penarikan dan pemusnahan produk pangan yang
mengandung pemanis buatan yang sudah beredar.
(2) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelanggaran terhadap ketentuan dalam Keputusan ini dapat pula dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 9
Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka semua produk pangan yang menggunakan pemanis buatan sebelum ditetapkan Keputusan ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Keputusan ini selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak ditetapkan Keputusan ini.
BAB VII P E N U T U P
Pasal 10
(1) Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam Keputusan ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Badan yang bertanggung jawab di bidang obat dan makanan.
(2) Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 21 Oktober 2004
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
ttd
9
LAMPIRAN 1
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : HK.00.05.5.1.4547
TANGGAL : 21 Oktober 2004
PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN BERDASARKAN KATEGORI PANGAN
ALITAM Alitame
Nilai Kalori : 1,4 kkal/g atau setara dengan 5,85 kJ/g
ADI : 0,34 mg/kg berat badan
No. Kat. Pangan Kategori Pangan Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg)
01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,
dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)
100
01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil
hidrolisa enzim renin (tawar 60
01.4 Krim (tawar) dan sejenisnya 100
01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut
berbahan dasar susu (misalnya: es susu,
puding, buah atau yogurt beraroma) 100
03.0 ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET 100
04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan
garam
40
04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 100
04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan
(misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5
300
04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka,
minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar
40
10
(mg/kg)
06.0 SEREAL DAN PRODUK SEREAL
TERMASUK TEPUNG DAN PATI DARI AKAR-AKARAN DAN UMBI-UMBIAN, KACANG-KACANGAN DAN POLONG- POLONGAN, SELAIN PRODUK BAKERI KATEGORI 07.0
200
07.0 PRODUK BAKERI 200
11.4 Gula dan sirup lainnya (misalnya : xylose,
maple syrup, sugar toppings)
CPPB
11.6 Sediaan pemanis buatan, termasuk yang
mengandung pemanis dengan intensitas tinggi
CPPB
12.2 Bumbu-bumbuan (termasuk garam
pengganti) dan rempah-rempah (misalnya: campuran bumbu untuk mi instan)
100
12.5 Sup dan kaldu 40
12.6 Saus dan produk sejenisnya 40
13.5 Makanan khusus (misalnya : Suplemen
makanan untuk tujuan diet) selain dari produk-produk pada kategori pangan 13.1- 13.4
300
14.1.2 Jus buah-buahan dan jus sayur-sayuran 40
14.1.4 Minuman beraroma berbasis air, termasuk
minuman olah raga atau minuman
elektrolit dan particulated drinks
11
ASESULFAM – K
Acesulfame potassium
Nilai Kalori : 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g
DI : 15 mg/kg berat badan No. Kat. Pangan Kategori Pangan Batas Penggunaan Maksimum (mg/kg)
01.1.2 Minuman berbasis susu, beraroma,
dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)
500
01.2 Susu fermentasi dan produk susu hasil
hidrolisa enzim rennin (tawar)
500
01.3.1 Susu kental (tawar) 500
01.3.2 Krimer minuman (krimer bukan susu) CPPB
01.4 Krim (tawar) dan sejenisnya CPPB
01.5.1 Susu bubuk dan krim bubuk (tawar) CPPB
01.6.1 Keju tanpa pemeraman (keju mentah) CPPB
01.7 Makanan penutup atau pencuci mulut
berbahan dasar susu (misalnya : es susu, pudding, buah atau yogurt beraroma)
1000
02.3 Emulsi lemak selain kategori 02.2,
termasuk produk mix (campuran kering) dan/atau produk beraroma berbasis emulsi lemak
CPPB
02.4 Makanan penutup atau pencuci mulut
berbasis lemak, termasuk produk siap santap dan produk mix (campuran kering)
1000
03.0 ES TERMASUK SHERBET DAN SORBET 800
04.1.2.1 Buah beku 500
04.1.2.2 Buah kering 500
04.1.2.3 Buah dalam cuka, minyak dan larutan
garam
200
04.1.2.4 Buah yang dipasteurisasi dalam kaleng
atau buah dalam botol
500
04.1.2.5 Jem, jeli dan marmalad 1000
04.1.2.6 Produk oles berbasis buah-buahan
(misalnya : chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5
1000
04.1.2.7 Buah bergula 500
04.1.2.8 Bahan baku berbasis buah-buahan,
meliputi bubur buah, puree, toping buah dan santan kelapa
12
(mg/kg)
04.1.2.9 Makanan penutup atau pencuci mulut (dessert)
berbasis buah-buahan, termasuk dessert berbasis air beraroma buah
1000
04.1.2.10 Produk buah fermentasi CPPB
04.1.2.11 Buah buah untuk isi pastry, termasuk
produk siap makan dan instan, tetapi tidak termasuk puree
1000
04.1.2.12 Buah yang dimasak atau digoreng 500
04.2.2.3 Sayuran dan rumput laut dalam cuka,
minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar