• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN INDUSTRI PERTAMBANGAN MINERAL DI INDONESIA

Dalam dokumen Prospektus Final PT Merdeka Copper Gold Tbk (Halaman 134-139)

Berdasarkan Pasal 34 UU Minerba dan Pasal 2 PP 23/2010, emas merupakan salah satu komoditas di dalam pertambangan mineral logam, sehingga ketentuan terkait dengan pertambangan emas, tunduk kepada UU Minerba beserta peraturan pelaksanaannya.

Berdasarkan Pasal 2 PP 23/2010, pertambangan mineral dan batubara dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan komoditas tambang, sebagai berikut :

(i) Mineral Radioaktif meliputi radium, thorium, uranium, monasit, dan bahan galian radioaktif lainnya; (ii) Mineral logam meliuti litium, berilium, magnesium, kalium, kalsium, emas, tembaga, perak, timbal, seng,

timah, nikel, mangan, platina, bismuth, molibdenum, bauksit, air raksa, wolfram, tiranium, barit, vanadium, kromit, antimoni, kobaltm tantalum, cadmium, galium, indium, yitrium, magnetit, besi, galena, alumania, niobium, zirkonium, ilmenit, khrom, erbium, ytterbium, dysprosium, thorium, cesium, lathanum, niobium, neodymium, hafnium, scandium, aluminium, palladium, rhodium, osmium, ruthenium, iridium, selenium, telluride, stronium, germanium, dan zenotin;

(iii) Mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, flourspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnsit, yarosit, oker, flourit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, fieldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, abtu kuarsa,

perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen;

(iv) Batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, grantit, garanodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung, quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sunga, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batugamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan; dan

(v) Batubara meliputi bitumen padat, bitumen aspal, batubara, dan gambut. Perizinan Pertambangan Emas.

Pasal 35 UU Minerba mengatur bahwa usaha pertambangan hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh salah satu dari ketiga izin berikut :

a. Izin Usaha Pertambangan (“IUP”); b. Izin Pertambangan Rakyat (“IPR”); atau c. Izin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”).

Selain ketiga jenis perizinan diatas, UU Minerba juga tetap mengakui keberlakuan Kontrak Karya (“KK”) yang sudah

ada sebelum berlakunya UU Minerba, serta memberikan kelonggaran bagi pemohon KK yang sudah mengajukan permohonan KK paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berlakunya UU Minerba dan sudah mendapatkan persetujuan prinsip atau surat izin penyelidikan pendahuluan, untuk mendapatkan KK, termasuk juga perizinan lama seperti

Kuasa Pertambangan (“KP”), Surat Izin Pertambangan Daerah (“SIPD”), Surat Izin Pertambangan Rakyat (“SIPR”).

Sehingga, pertambangan emas dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari jenis izin pertambangan yang disebutkan di atas.

Izin Usaha Pertambangan

PP 23/2010 mengakui 4 (empat) jenis IUP, yaitu :

a. IUP yang diberikan kepada pihak yang sudah mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (“WIUP”)

melalui tahapan pelelangan WIUP;

b. IUP yang diberikan tanpa melalui lelang bagi pemohon KP yang permohonannya telah diterima paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berlakunya PP 23/2010;

c. IUP hasil konversi dari KP, SIPD, SIPR; dan

d. IUP hasil konversi dari KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (“PKP2B”).

IUP terbagi menjadi 2 (dua) tahapan, dengan penjelasan sebagai berikut :

Tahapan IUP Luas WIUP (hektare) Masa Berlaku

IUP Eksplorasi 5.000 – 100.000

Dengan batas maksimal 50.000 pada tahun keempat, dan 25.000 pada tahun terakhir.

Maksimal 8 tahun, dan tidak dapat diperpanjang

IUP OP Maksimal 25.000 Maksimal 20 tahun dan dapat diperpanjang 2x, masing-masing 10 tahun.

Semenjak berlakunya Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (“UU Perda”) Penerbitan IUP

dapat dilakukan oleh pemerintah daerah melalui gubernur dan melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, tergantung dari lokasi WIUP. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral juga berwenang untuk menerbitkan IUP

bagi perusahaan Penanaman Modal Asing (“PMA”), terlepas dari lokasi WIUP.

Pengalihan IUP

Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 93 ayat (1) UU Minerba dimana pemegang IUP dilarang untuk mengalihkan IUP kepada pihak lain. Larangan ini juga diperkuat oleh Pasal 7A ayat (1) PP 23/2010. Namun, PP 23/2010 melalui Pasal 7A ayat (2) memberikan pengecualian terhadap badan usaha yang 51% atau lebih sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP. Sehingga IUP dapat dialihkan oleh pemegang IUP kepada anak perusahaan yang minimal 51% sahamnya dimiliki oleh pemegang IUP.

Walaupun UU Minerba tidak memberikan mandat kepada PP 23/2010 untuk mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan pengalihan IUP, pengalihan IUP dapat dilakukan selama memenuhi ketentuan di dalam Pasal 7A ayat (2) PP 23/2010. Namun hingga saat ini belum terdapat ketentuan terkait prosedur pengalihan IUP tersebut.

Kewajiban Divestasi

Dalam hal terdapat penanam modal asing dalam perusahaan pemegang IUP, maka berdasarkan PP 23/2010, pemegang IUP harus melakukan divestasi 5 (lima) tahun setelah penambangan pada tahap kegiatan operasi produksi, dengan ketentuan persentase peserta Indonesia sebagai berikut :

Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang melakukan kegiatan penambangan dengan menggunakan metode penambangan bawah tanah, setelah akhir tahun kelima sejak berproduksi paling sedikit sebagai berikut:

a. tahun keenam 20%; b. tahun kesepuluh 25%; dan c. tahun kelimabelas 30%.

Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang melakukan kegiatan penambangan dengan menggunakan metode penambangan bawah tanah dan penambangan terbuka, setelah akhir tahun kelima sejak berproduksi paling sedikit sebagai berikut:

a. tahun keenam 20%; dan b. tahun kedelapan 30%.

Kewajiban Pembayaran.

Berdasarkan Pasal 128 ayat (1) UU Minerba, setiap pemegang IUP dikenai kewajiban membayar pendapatan negara (penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak) dan pendapatan daerah sebagai berikut:

a. Pendapatan negara (penerimaan pajak), yang terdiri dari :

1) Pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan

2) Bea masuk dan cukai.

b. Pendapatan negara (penerimaan negara bukan pajak), yang terdiri dari : 1) Iuran tetap;

2) Iuran eksplorasi; 3) Iuran produksi; dan

4) Kompensasi data informasi (misalnya pencetakan peta di Minerba). c. Pendapatan daerah, yang terdiri dari :

1) Pajak daerah; 2) Retribusi daerah; dan

3) Pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Kewajiban Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri

Berdasarkan Pasal 5 ayat (4) Permen 1/2014, setiap pemegang IUP OP, wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sesuai dengan batasan minimum yang ditentukan di dalam Permen 1/2014. Sehingga emas yang dapat diekspor adalah emas yang sudah diolah dan dimurnikan sesuai dengan batasan yang telah ditentukan. Pengolahan dan pemurnian tersebut dapat dilakukan sendiri oleh pemegang IUP OP atau bekerja sama dengan pemegang IUP OP lainnya atau dengan pemegang IUP OP Khusus Pengolahan dan Pemurnian, setelah memperoleh persetujuan dari menteri/gubernur/bupati/walikota. Namun, Pasal 9 Permen 1/2014 memberikan pengecualian terkait kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri bagi Pemegang IUP OP yang hasil penambangannya digunakan langsung untuk kepentingan dalam negeri.

Rekonsiliasi Izin Usaha Pertambangan

Pada tanggal 3 Mei 2011 sampai dengan 6 Mei 2011, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (“Ditjen Minerba”),

mengadakan rekonsiliasi atas IUP, yang bertujuan untuk mendata seluruh IUP yang dikeluarkan oleh Pemerintah

Daerah, baik di tingkat propinsi atau kabupaten/kota (“Pemda”). Rekonsiliasi tersebut kembali diadakan pada

tanggal 18 September 2012 sampai dengan 14 November 2012.

Untuk mendukung, proses rekonsiliasi, Pemda menyampaikan seluruh IUP yang diterbitkan, beserta dokumen pendukungnya (seperti Izin Kelayakan Lingkungan atau bukti pembayaran royalti/iuran tetap) untuk dievaluasi oleh Ditjen Minerba. Pada saat ini penyampaian IUP juga dapat dilakukan oleh pemegang IUP kepada pemerintah daerah tingkat propinsi.

Berdasarkan proses evaluasi tersebut, IUP dikelompokkan menjadi IUP Clean and Clear (“C&C”), dan IUP Non-Clean

and Clear (Non-C&C). Pada 30 Juni 2011, Ditjen Minerba untuk pertama kalinya mengumumkan hasil rekonsiliasi

IUP, dimana IUP yang berstatus C&C dituangkan ke dalam Clean and Clear List (“C&C List”), dan sampai dengan

tanggal 31 Maret 2015, Ditjen Minerba telah mengeluarkan 15 (lima belas) C&C List.

Berdasarkan keterangan dari Ditjen Minerba, dasar hukum dari rekonsiliasi IUP adalah Pasal 112 ayat (4) dan (5) PP 23/2010.

Pada saat ini, status C&C akan menjadi dasar bagi pemegang IUP mendapatkan persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/gubernur dalam hal, antara lain :

1. Perubahan status dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menjadi Penanaman Modal Asing (PMA) atau sebaliknya (persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral);

2. Perubahan investasi dan sumber pembiayaan; 3. Perubahan anggaran dasar;

4. Perubahan direksi atau dewan komisaris; 5. Perubahan kepemilikan saham; atau

6. Rekomendasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (“IPPKH”)

Dalam hal WIUP berada di dalam wilayah hutan, maka berdasarkan Pasal 38 ayat (3) Undang-Undang No. 41

tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah oleh Undang-Undang No. 19 tahun 2004 (“UU Kehutanan”),

penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dilakukan melalui pemberian IPPKH oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (dahulu Menteri Kehutanan). Dengan pembatasan bahwa kegiatan pertambangan hanya dapat dilakukan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung, dengan pembatasan lebih lanjut dimana di hutan lindung hanya diperbolehkan untuk melakukan kegiatan pertambangan bawah tanah.

Reklamasi dan Pasca Tambang

Berdasarkan PP 78/2010 juncto Peraturan Menteri ESDM No. 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi sebelum melakukan kegiatan eksplorasi diwajibkan untuk menyusun rencana reklamasi berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang dan dimuat di dalam rencana kerja dan anggaran biaya eksplorasi.

Selanjutnya setelah menyelesaikan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi wajib menyusun rencana reklamasi tahap operasi produksi dan rencana pascatambang berdasarkan dokumen lingkingan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang, dan harus mengajukan permohonan persetujuan rencana reklamasi dan pasca tambang, yang diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan tahan operasi produksi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pelaksanaan reklamasi dilakukan pada lahan terganggu akibat kegiatan eksplorasi dan tahap operasi produksi, sedangkan kegiatan pasca tambang dilakukan pada tahapan operasi produksi, dan wajib dilakukan berdasarkan rencana reklamasi dan pasca tambang yang telah disetujui.

Untuk menjamin pelaksanaan reklamasi, pemegang IUP atau IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi tahap eksplorasi yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka pada bank pemerintah. Selain itu, terdapat juga kewajiban untuk menempatkan jaminan reklamasi untuk tahap operasi produksi yang dapat berupa rekening bersama/deposito berjangka/bank garansi pada bank pemerintah, bank garansi pada bank swasta nasional, atau cadangan akuntansi. Untuk menjamin pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang, pemegang IUP atau IUPK juga diwajibkan menyediakan dana jaminan pasca tambang yang harus ditempatkan setiap tahun dalam bentuk deposito berjangka pada bank pemerintah.

Perizinan Lingkungan

Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/

atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (“Permen LH 5/2012”), setiap

kegiatan operasi produksi mineral wajib memiliki AMDAL, jika kegiatan tersebut memiliki : a. Luas perizinan > 200 ha;

b. Luas daerah terbuka untuk pertambangan > 50 ha (kumulatif pertahun); c. Kapasitas > 300.000 ton/tahun; atau

Dalam hal, kegiatan pertambangan tidak memenuhi keempat kualifikasi diatas, maka kegiatan tersebut diwajibkan untuk membuat Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (“UKL-UPL”).

Bentuk persetujuan terhadap AMDAL adalah Izin Kelayakan Lingkungan, sedangkan bentuk persetujuan terhadap UKL-UPL adalah Rekomendasi UKL-UPL, sebagaimana ditentukan oleh Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012

tentang Izin Lingkungan (“PP 27/2012”). Pasal 2 PP 27/2012 juga mewajibkan kepada setiap kegiatan yang wajib

memiliki AMDAL atau UKL-UPL, untuk memiliki Izin Lingkungan, dengan pengecualian bahwa setiap dokumen lingkungan yang sudah mendapatkan persetujuan sebelum berlakunya PP 27/2012 pada tanggal 23 Februari 2012, dipersamakan dengan Izin Lingkungan.

Dalam dokumen Prospektus Final PT Merdeka Copper Gold Tbk (Halaman 134-139)