• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Yogyakarta sebagai Sentral Eksistensi Kepercayaan

1. Perdebatan di Departemen Agama

Departemen Agama muncul ditahun 1945 mengganti Shumubu, sebuah kantor Departemen Agama dijaman Jepang (pada masa jaman Kolonial, departemen ini masuk kedalam kantoor voor Inlandsche Zaken (kantor urusan pribumi). Pada saat Nippon berkuasa Shumubu ini di gunakan sebagai alat propaganda politik lewat jalan agama, yaitu dengan mendekati para agamawan dengan maksud supaya mau mendukung gerakan Jepang dalam mewujudkan Asia Raya25.

Departemen ini muncul dalam suasana tegang dalam rapat Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BKKI) 26. Selama dua minggu rapat itu membahas mengenai rancangan dasar dan sistem negara, termasuk wacana mengenai pwembentukan negara islam. Semua pendapat mengenai pembentukan negara Islam dilawan dengan gigih oleh para tokoh-tokoh nasionalis.

25

Bazor. Moh. R. Departemen Agama. Hlm.7. Akhir 1942 pemerintahan Jepang mendekati umat Islam sebagai sasaran propaganda, Gunseikan menyapa para ulama dan kyai.

26

Anas Saidi (ed.). 2004, Menekuk Agama Membangun Tahta, Kebijakan Orde Baru, Desantara, Jakarta. Hlm. 55. Mungkin karena jejak kedua lembaga dimasa kolonial memperlihatkan jauhnya campur tangan pemerintah, ynag dianggap sebagai msalah pribadi serta karena Indonseia bukan dirimuskan sebagai negara agama (tertentu) maka beberapa dikalangan PPKI tidak setuju dengan adanya kementrian itu.

Perdebatan mengenai kontroversi pendirian negara Islam diawali dengan terbentuknya piagam Jakarta27, tetapi piagam ini tetap saja banyak ditentang oleh berbagai pihak. Salah satu tokoh yang menentang adalah Mohhamad Hatta, beliau mempertahankan pendapat tentang Indonesia sebagai negara demokrasi bukan negara agama. Atas dasar itu ia memberikan ceramah tentang agama dan negara dimana isinya mengenai penolakan terhadap negara agama termasuk kedalam panitia persiapan kemerdekaan.

Berbeda dengan kelompok Kartosuwiryo yang telah mempersiapkan gerakan sendiri untuk membuat negara agama merasa tidak puas, sehingga muncul gerakan Darul Islam di Tasikmalaya-Ciamis. Gerakan yang begitu radikal dan dianggap meresahkan masyarakat tersebut kemudian ditumpas oleh pemerintah.

Pemerintah sebagai sebuah pengurus inti negara kemudian bersikap kompromis dalam menengahi dua perdebatan ideologis (antara negara nasional dan negara agama), maka Syahrir sebagai Perdana Menteri mendirikan sebuah Departemen Agama.28

Pembentukan departemen itu juga difungsikan untuk mewadahi semua agama yang ada dengan adil dan tidak memihak pada sebuah agama, walaupun

27

Piagam Jakarta yang bertanggal 22 juni 1945 mendahului UUD 45 tidak mempunyai kekuatan hukum sipil, tetapi isi dari piagam itu sejiwa dengan Pancasila sebagai dasar negara seperti yang tertuang dalam UUD 45, kecuali dalam kata, berdasarkan ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syaria- syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.

28

sebagai mayoritas sekalipun. Semua agama sejajar mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam negara Indonesia.

Tugas atau kewajiban yang paling penting dari Departemen Agama ini adalah melaksanakan asas Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai pelaksana dari falsafah negara Pancasila. Tugas selanjutnya sesuai dengan peraturan Menteri no 10 tahun 1952 adalah sbb;

a) Melaksanakan sila Ketuhanan YME dengan sebaik-baiknya dan agar supaya segenap warga negaranya dapat merdeka menjalankan agama masing-masing sesuai dengan ketentuan yang terkandung dalam UUD.

b) Turut melaksanakan asas ketuhanan YME dan menjaga bahwa tiap-tiap penduduk mempunyai kemerdekaan dan memeluk agama masing dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing serta memelihara perkembangan aliran agama-agama yang sehat29.

Negara Indonesia sudah memiliki departemen yang mengurusi semua masalah agama dan kepercayaan masyarakat, tetapi pada akhirnya justru pembuatan departemen ini permasalahan yang dikemudian hari meniimbulkan berbagai kontroversi kehidupan beragama. Hal itu terjadi karena banyak yang

29

Untuk tugas dan peraturan departemen ini semakin berkembang, seperti PP menteri agama no 2 tahun 1958 yang memperluas lagi lapangan itu menjadi 34 tugas yang sebagian pararel dengan tugas negara. Kemudian pada tahun 1952 dengan PP Menteri Agama no 56 mempunyai tugas dan kewajiban secara lebih jelas yang berisi tentang perincian struktir organisasi, tugas dan wewenang yang berisi sebelas tugas pokok, struktur staf pribadi, sekjen, tugas tujuh biro dan sembilan direktorat. Semua perincian itu meliputi lebih dari 150 tugas khusus.

menunggangi departemen (dan agama) tersebut dengan berbagai kepentingan yang bersifat politis.

Ketika agama sudah dilembagakan secara struktural dibawah seorang menteri agama, dampaknya menteri tersebut mempunyai otoritas kekuasaan yang teramat besar. sehingga seringkali dalam membuat dan memutuskan sebuah aturan sepihak dengan begitu mudah.

Pemilihan seorang menteri agama pun juga terbentuk dengan didominasi oleh kolompok mayoritas, sehingga kebijakan-kebijakan diambilpun lebih mementingkan kelompok mayoritas dan penguasa. Sebagai contoh adalah ketika pemilihan menteri-menteri itu berasal dari ulama-ulama yang beraliran konservatif asuhan pondok pesantren yang cenderung memberikan pengetahuan terbatas dan sempit30. Disitu sering terjadi dualisme istilah peraturan antara disatu tugasnya yang melindungi, membantu, menghubungkan, mengajukan, mengatur, menyelenggarakan, memperkembangkan, dst, sementara disisi lain lebih cenderung mengatur, mengawasi dan memimpin.

Sampai pada tahun 1969 (atau mungkin sampai saat ini) Departemen Agama banyak menjadi sorotan karena terjadi krisis intern yang berimbas pada keputusan keputusan ekstern. Seperti yang dikemukaan H.A.R Fachrudin yang menulis megenai keadaan itu,

Mengenai adanya koreksi Muhammadiyah terhadap Departemen Agama, dikatakan, bawa koreksi itu diberikan karena Muammadiyah melihat ada hal-hal yang negatif yang terdapat di Departemen Agama, berupa

30

Bazor. Moh. Ibid., Hlm.14. Terdapat 11 menteri agama antara tahun 1945-1969 diantaranya Illyas dan Zuhri yang menempati kursi selama dua kali dan kyai Mansyur yang menempati selama empat kali.

penyelewengan yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat Departemen Agama seperti penyuapan, pengeluaran ijasah dan belsit baru dll. Disamping itu dinyatakan juga terlibat tendensi adanya usaha usaha NU-isasi di Departemen Agama.

Dari pernyatan itu paling tidak kira bisa mendapatkan gambaran mengenai situasi saat itu31, bahwa Departemen Agama itu sedang mengalami masalah yang serius terlebih lagi dikatakan bahwa departemen ini banyak melakukan tindak pelanggaran korupsi finansial dan tata usaha yang tidak beres32. Kritik yang paling pedas lagi di kemukakan oleh Ali Sadikin dan Muh. Bazor yang mengatakan bahwa Departemen Agama itu mempunyai sikap yang munafik dan serba kompromis. Sebagai contoh adalah bahwa sebuah departemen ini selalu membuat aturan, dan membebani diri untuk membina, mengembangkan jiwa keagamaan (sesuai dengan keputusan menteri no 56 tahun 1967) tetapi justru orang orang Departemen Agama sendirilah yang sering merusak aturan-aturan yang dibuatnya sendiri.

Didalam perjalanannya, Departemen Agama ini sebenarnya bertugas menjadi mediator hubungan antar agama-agama dan administratifnya, seperti ijin pendirian tempat ibadah, bantuan asing untuk penyebaran agama, pengawasan terhadap sekte-sekte agama dan lain-lain. Disetiap pengawasan dan pengambilan keputusan, departemen ini berkerja sama/bersinergi dengan berbagai departemen lain seperti kejaksaan, kehakiman dan pendidikan.

31

Anas Saidi (ed.). ibid., Hlm. 56, Kementrian agama ini menjadi ajang pertarungan antar kelompok-kelompok didalam Islam itu sendiri selain itu rendahnya profesionalitas mereka menjadi kepriatinan.

32

2. Proses terbentuknya Bakor Pakem

Sesuai dengan namanya badan ini terbentuk dalam rangka sebagai pengawas terhadap aliran-aliran atau sekte-sekte kepercayaan masyarakat. Saat itu departemen-departemen pengawas menganggap adanya indikasi yang tidak baik dalam perkembangan aliran keparcayaan masyarakat. Sehingga merasa perlu mengadakan sebuah badan khusus yang mengawasi perkembangan berbagai aliran agama dan kepercayaan didalam masyarakat.

Di masa-masa perang kemerdekaan Indonesia, gerakan kebatinan bergerak dan menyebar secara luas. Hal itu sangat dikhawatirkan oleh berbagai pihak terutama dari Departemen Agama. Setelah melakukan kajian-kajian mengenai hal tesebut, maka usulan untuk membuat badan koordinasi pengawas aliran kepercayaan tersebut diterima dan direstui oleh Syarir, sebagai Perdana Menteri Indonesia waktu itu.

Sebelum menjadi Badan Koordinasi, Pakem ini dinamakan sebagai panitia interdepartemental Pakem sesuai dengan keputusan Perdana Menteri no 167/PM/195433 tanggal 1 Agustus 1954, yang diketuai oleh seorang pejabat dari unsur instansi kejaksaan dan anggotanya terdiri dari instansi-instansi lainya.

Panitia ini bertugas untuk:

1. Menyelidiki dan mempelajari bentuk, corak dan tujuan dari masyarakat beserta dengan cara-cara perkawinananya yang terjadi dalam masyarakat.

33

Lindholm, Tore. dkk (ed). 2009, Kebebasan Beragama atau berkeyakinan: Seberapa Jauh, Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 719.

2. Memperhatikan, mengusulkan kepada pemerintah peraturan-peraturan/ undang–undang yang mengatur apa yang disebut butir 1 dan membatasinya untuk ketentraman, kesusilaan dan kesejateraan dalam suatu masyarakat yang demokratis sesuai ketentuan tersebut dalam pasal 33 UUD Sementara RI

Baru tahun 1959 dibentuklah Badan Koordinasi Pakem berdasarkan UU no 25/1959 di beberapa provinsi oleh Panglima Daerah Militer selaku penguasa perang setempat. Dimana Bakor ini bertanggung jawab terhadap Jaksa Agung Pusat, Kajati (Kepala Kejaksaan Tinggi) I dan II. Lembaga ini diperkuat oleh UU no 15 ditahun 1961 pasal 3 yang menegaskan bahwa wewenang dan tugas kejaksaan untuk mengawasi aliran kepercayaan34.

Berdasarkan Surat Edaran Departemen Kejaksaan Biro Pakem Pusat No 34/Pakem/S.E/61 tanggal 7 April 1961, Bakor Pakem didirikan disetiap propinsi dan kabupaten Semenjak tahun 1960-1966 telah terbentuk Bakor Pakem di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Aceh35.

34

ASa’ad el Hafidy. 1977, Aliran-Aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, Ghalia, Indonesia. Jakarta. Hlm. 90.

35

1984/91985, Pembinaan Penghayat Kepercayaan TYME dengan Memperhatikan Dasar Hukum dan Perundangan Terkait. Depdikbud, Dirjen Kebudayaan Ditbinyat TYME, Proyek Invebtarisasi Kepercayaan Terhadap TYME, Jakarta. Hlm.l 8-9.

B. Struktur dan birokrasi Bakor Pakem

Secara umum inti dari susunan tim Bakor Pakem terdiri dari seorang ketua yang merangkap anggota dari Kejaksaan Agung RI, seorang Wakil Ketua yang merangkap anggota dari kejaksaan Agung RI, dua orang sekretaris merangkap anggota dari Kejaksaan Agung dan anggota-anggota yang terdiri dari wakil-wakil instansi pemerintah lainnya yang tugas dan wewenang mencakup pengawasan masalah aliran kepercayaan masyarakat. Berikut ini adalah gambar bagan struktur Bakor Pakem:

Gambar ilustrasi.1 Struktur Tim Pakem Pusat

(Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dasawarsa Ditbinyat)

Disini Kejaksaan Agung memegang peran utama dalam tim Pakem, karena didalam struktur inti tim semuanya berasal dari kejaksaan. Tim inti tadi dibantu oleh perwakilan-perwakilan dari berbagai instansi yang terkait dengan masalah pengawasan terhadap aliran kepercayaan. Dalam struktur diatas dapat kita lihat bahwa sebuah instansi tidak dapat melakukan pengawasan secara sendiri-sendiri. Semua pekerjaan dilakukan berdasarkan garis koodinasi antar departemen.

Bakor Pakem didaerah tingkat I dan II mengalami persamaan struktur, hanya saja kalau di Provinsi Bakor ini diketuai Kajati (Kepala Kejaksaan Tinggi) sedangkan di kabupaten/kotamadya di ketuai oleh Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri), dan begitu seterusnya.

Berikut ini adalah gambar struktur Bakor Pakem di Daerah tingkat I dan II:

Gb.2

Bagan Struktur Pakem Daerah Tingkat I

(Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dasawarsa Ditbinyat)

Gb. 3

Bagan Struktur Pakem di Daerah Tingkat II

Struktur dalam bagan diatas merupakan gambaran koordinasi antar instansi yang bersangkutan. Setiap instansi yang berada dalam bagan diatas akan secara otomatis menjadi anggota dari Bakor Pakem.

Bakor Pakem menyelenggarakan konsultasi dan melakukan pertukaran informasi dengan instansi-instansi dan badan-badan lainnya, baik dari pemerintah maupun non pemerintah termasuk badan-badan keagamaan/ kepercayaan TYME. Sinergitas tersebut menjadi poin penting dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggung jawab Bakor tersebut.

Dokumen terkait