• Tidak ada hasil yang ditemukan

Omzet Nol

Pekanbaru (AmiraRiau.com) – Jarum-jarum jam dinding menunjuk ke angka 12 dan 7. Santy dengan mata sedikit redup melangkahkan kaki satu per satu dengan pelan. Ia mengarah ke belakang rumah. Satu tangannya sesekali mengucek-kucek mata. Lalu, tangan lainnya memegang gagang dan membuka kunci pintu. Pintu dari ruang tengah menuju dapurnya yang cukup luas.

Tengah malam begini ia harus melanjutkan pekerjaan dapurnya. Ia mulai meriuhkan perangkat-perangkat dapur. Dia tetap berkira-kira

membuat ‘kebisingan’ di sekitar rumahnya di daerah Tenayan Raya, Kota Pekanbaru.

Ia tengah menyiapkan menu gulai pakis jantung pisang bercampur telur rebus. Menu-menu lainnya adalah tahu dan tempe bacem, sambal kentang hati ayam, semur ayam, ikan sepat asin tahu terung balado serta capcay. Masih ada lagi mi lidi goreng dan aneka kue basah jajanan pasar seperti perkedel kentang, bakwan, lepat bugis dan kue dadar.

Orkestra dapurnya usai sekira pukul empat dini hari. Dia lalu membungkus satu persatu makanan tersebut untuk diantar ke pembeli. Pukul tujuh lewat, dia siap melaju dengan sepeda motor ke rumah pelanggan. Lokasi paling jauh sekitar 10 kilometer dari rumahnya. “Sebenarnya ada juga yang mau di lokasi yang lebih jauh. Daerah Jalan Nangka sana dan Panam. Tapi, kutolak karena kejauhan,” terang Santy.

Pengantaran makan selesai sekitar pukul 09.30 WIB. Sesampai di rumah, jika semua dagangannya habis, ia segera beristirahat. Bila ada yang tersisa, ia harus mencari pelanggan lain atau teman-teman yang sekiranya mau membeli dagangan yang tersisa itu.

Santy memulai usaha makanan dari membuat berbagai macam kue. Kue itu dititipkan di warung. Dari situ, dia kemudian mengumpulkan modal hingga bisa membuka usaha makanan. Setiap hari, dia menghabiskan uang sekitar Rp500 ribu untuk bahan makanan. Dari nilai omzet segitu, Santy bisa beroleh pendapatan setidaknya Rp100 ribu sehari. Jika pesanan lebih banyak, maka keuntungannya jadi jauh berlipat. “Kadang aku belanja sampai Rp700 ribu. Itu aku bisa dapat satu juta sehari. Jadi, bersih untukku tiga ratus ribu hari itu,” kata perempuan yang memulai usaha sejak 2015 ini.

Di masa awal, ia mencari pelanggan yang memiliki anak yang bersekolah sama dengan anaknya. Dia membawa dagangannya ke sekolah. Ternyata usahanya itu membuat pedagang warung di sekolah marah. Santy ditegur karena dianggap menggerus pendapatan pedagang makanan di sekolah.

Namun, Santy tak menyerah. “Namanya usaha tetap harus dijalani. Biar pegang uang sendiri. Nggak tergantung ke suami. Kalau suami kenapa-kenapa bagaimana?” ucapnya.

Santy adalah satu perempuan dari ribuan usaha mikro yang ada di Pekanbaru, Riau. Per November 2020, Dinas Koperasi UMKM Kota Pekanbaru mencatat ada 15.126 UMKM. Dari jumlah itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Pekanbaru mencatat, 70 persen UMKM digerakkan oleh perempuan.

Selain Santy, ada juga Pika, perajin tas dan asesoris rajutan dengan brand ZF Collection. Pika menghasilkan beragam tas dan akseroris. Untuk tas ukuran menengah, dia membanderol berkisar antara Rp200 ribu hingga Rp450 ribu. Kalau asesoris, lebih murah lagi, antara Rp10 ribu hingga Rp50 ribu.

Untuk tas, biasanya ia harus menghabiskan waktu selama seminggu. Itu tas dengan ukuran sedang atau cukup besar. Bila lebih besar lagi, bisa hingga dua minggu.

Lain lagi cerita Vivi. Pelaku usaha mikro ini menjual jilbab. Usahanya baru beromzet sekira Rp200 ribu per dua pekan. Karena, ia sejauh ini baru bisa memesan kepada penjahit di Jawa Barat dan memilih-pilih sesuai dengan kemungkinan selera konsumennya.

Tantangan Bisnis

Usaha yang dilakukan tiga perempuan ini tak selalu berjalan lancar. Usaha makanan Santy misalnya. Meski dia menyiapkan makanan sesuai dengan pesanan terkadang juga ada sisa. Ini terjadi bila ada pemesan yang tiba-tiba membatalkan pesanannya. Atau bisa juga terjadi bila alamat pemesan tidak ditemukan.

Tantangan lainnya bila hujan menghalangi perjalanannya. “Kalau hujan lebat saja saya tunggu. Kalau masih gerimis-gerimis atau bisa ditempuh, saya tetap jalan,” ujarnya.

Hujan menyebabkan pesanan diantar tidak tepat waktu. Beberapa pelanggan Dapur Santy adalah para pekerja yang sudah punya jadwal kerja yang ketat. Jika pesanan tak diantar atau tak menemukan

pelanggan di tempat yang dijanjikan, Santy terpaksa menanggung kerugian.

Pernah ada pula seorang pelanggan yang berutang hingga Rp500 ribu. Sudah sebulan, pelanggan ini belum membayar utangnya. Santy yang berpendidikan sekolah dasar ini sudah mencoba berkali-kali menagih utang tersebut. Namun, jawaban yang dia terima selalu nanti, besok atau tunggu dulu.

Suatu hari Santy meminta agar utang segera dibayarkan hari itu juga. Lagi-lagi jawaban yang dia terima sama. “Besoklah kalau suami sudah kasih uang. Alah, baru segitu saja. Ndak banyaklah itu,” ucap Santy menirukan jawaban si pengutang.

“Ya kujawab, kalau nggak banyak ya bayarlah. Saya pedagang kecil. Modal saya nggak banyak. Uang itu harus saya putarkan setiap hari. Ibu saja sudah utang lima ratusan. Mana lagi modal saya?” ungkap Santy.

Sementara Pika terkendala pemasaran produk. Yang menyedihkannya bila karyanya tak diminati. Waktu terbuang dan modal menjadi sia-sia. Dia pernah mengalami satu tas tidak laku hingga enam bulan lamanya.

Santy (kiri) menyerahkan bungkusan pesanan kepada pelanggan. (credit title : Dina Febriastuti)

Sejauh ini, omzet terburuk yang pernah Pika rasakan adalah nol rupiah. Namun, ia juga pernah menghasilkan nilai usaha yang lumayan dalam dua atau tiga hari saja. Saat itu, produk-produknya laku hingga terjual total Rp1.500.000.

Sementara bagi Vivi adalah tantangan terbesar datang dari diri sendiri. Dia seringkali khawatir produknya tidak laku. Selain itu, perasaan segan menawarkan dagangan kepada kawan atau orang-orang yang diperkirakannya bisa menjadi pelanggan kelak.

Namun, berkat dorongan keluarga dan teman serta orang-orang dekatnya, Vivi yang memberi brand Chromo kepada barang dagangannya menjadi lebih yakin dan percaya diri. Dia semakin yakin dan semangat menjalankan bisnis ke depan sebagai sumber penghasilan.

Kini, ia tengah mempersiapkan usaha lebih serius lagi. Vivi yang masih tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Riau ini tidak lagi bergantung pada penjahit lain. Dia akan mencari dan membeli sendiri bahan-bahan dan mendesain kerudung buatannya jika studinya sudah selesai.

Ketua Kadin Pekanbaru Achizul Hendri mengakui perempuan mempunyai peranan penting bagi perekonomian negara. “Banyaknya perempuan yang memiliki ide kreatif, baik dalam bentuk kuliner, jasa hingga kerajinan tangan membuat pertumbuhan UMKM di Riau, khususnya Pekanbaru, meningkat,” katanya.

Santy membungkus pesanan tiap-tiap pelanggannya sebelum diantarkan ke alamat. (Credit title : Dina Febriastuti)

Geliat Tiga UMKM

Perempuan di Riau, Belum