• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengembangan Wilayah

2.7 Perencanaan Partisipatif 1 Pengertian perencanaan

Pengertian perencanaan didefinisikan oleh beberapa ahli antara lain: Lawton, Aidan.G, Alan dan Rose, (1994: 119), dalam bukunya yang berjudul Organization

and Management in the Public Sector, menyatakan bahwa “planning can be seen as a process where by aims, factual evidence and assumptions are translated by a process of logical argumen into appropriate policies which are intended to achieve aims”.

Artinya, perencanaan dapat dilihat sebagai suatu proses di mana tujuan - tujuan, bukti - bukti faktual dan asumsi - asumsi diterjemahkan sebagai suatu proses argumen logis ke dalam penerapan kebijaksanaan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan - tujuan.

Harloold Koontz dan Cyril O’Donnel menyatakan “Planning is the function of a

manager which involves the selection from alternatives of objectives, policies, procedures, and programmes”. Artinya, perencanaan adalah fungsi seorang manajer

yang berhubungan dengan pemilihan tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur dan program-program dari beberapa alternatif yang ada.

George R. Terry menyatakan: “Planning is the selecting and relating of facts and

the making and using of assumption regarding the future in the visualization and formulation of proposed activities believed necessary to achieve desired result.”

Artinya, perencanaan adalah upaya untuk memilih dan menghubungkan fakta - fakta dan membuat serta menggunakan asumsi - asumsi mengenai masa yang akan datang

dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan - kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Ginanjar Kartasasmita dalam bukunya Administrasi Pembangunan:

Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia, menyatakan, “Pada dasarnya

perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki (1997: 48).

Jawaharlal Nehru mendefinisikan,”Planning is the exercise of inteligence to deal

with facts and situations as they are and find a way to solve problems.” Artinya,

perencanaan merupakan penetapan inteligensia untuk mengelola fakta-fakta dan stuasi apa adanya dan menemukan suatu cara untuk memecahkan masalah-masalah. Davies, L (1981) mengemukakan bahwa kritik sosial yang menjadi pokok bahasan dalam bidang perencanaan adalah “perlunya legitimasi dalam proses perencanaan agar tidak melupakan pola sebaran yang berimbang sehingga menuju pada konsep partisipasi masyarakat di dalam perencanaan dan pembangunan wilayah dan kota”

Batty (1979) cenderung menyimpulkan bahwa sains dan desain sebagai problem-

solving process yang kemudian diterapkan di dalam perencanaan sebagai proses

teknik. Sejalan dengan hal tersebut, yang menjadi isu kemudian adalah apakah proses teknik itu harus bersifat netral terhadap kondisi politik dan terhadap masyarakat sekitarnya. Dalam proses perencanaan, Batty (1979) juga menekankan adanya proses

Diana Conyers dan Peter Hills mengemukakan,”Planning is a continous process

which involves decisions, or choices, about alternative ways of using available resources, with the aim of achieving particulars, goal at some time in the future.”.

Artinya, perencanaan adalah suatu proses yang terus menerus yang melibatkan keputusan - keputusan atau pilihan - pilihan penggunaan sumber daya yang ada dengan sasaran untuk mencapai tujuan - tujuan tertentu di masa yang akan datang (LAN-DSE, 1999). Selanjutnya menurut LAN-DSE dalam Buku Perencanaan

Pembangunan Daerah (Ryadi, 2002) unsur-unsur perencanaan adalah:

a. Perencanaan berarti memilih atau membuat pilihan: - Memilih prioritas

- Memilih cara atau alternatif yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan. b. Perencanaan berarti pengalokasian sumber daya:

- Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, manusia, dan anggaran. - Pengumpulan dan analisis data sumber daya yang tersedia.

c. Perencanaan berorientasi atau alat untuk mencapai tujuan :

- Tujuan harus jelas (ekonomi, politik, sosial, ideologi atau kombinasi dari semuanya).

d. Perencanaan berhubungan dengan masa yang akan datang e. Perencanaan merupakan kegiatan yang terus-menerus (kontinu):

- Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan sering diperlukan reformulasi rencana.

McConnel (1981), mengemukakan bahwa perencana tidak perlu terlalu terpaku pada proses survey analysis-plan akan tetapi segera dengan memformulasikan gagasan dan asumsinya terhadap situasi yang dihadapinya. Formulasi tersebut harus dapat dengan mudah diuji sebagai suatu hipotesa. Kemudian lakukanlah penelitian empirik untuk membuktikan validifikasi hipotesa tersebut melalui 4 asas yaitu :

falsifiability, responsiveness, justice dan potential effectiveness.

Moekijat (1980), dalam ”Kamus Manajemen” merumuskan arti perencanaan yang 4 diantaranya adalah:

1. “Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta - fakta serta hal membuat dan menggunakan dugaan - dugaan mengenai masa yang akan datang dalam hal menggambarkan dan merumuskan kegiatan - kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai hasil - hasil yang diinginkan.” 2. ”Perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana tindakan artinya

menentukan apa yang dilakukan, siapa yang melakukan, dan dimana hal itu dilakukan”.

3. ”Perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan .”

4. ”Perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan - tujuan yang diinginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus dicapai.

Sudut pandang yang berbeda tentang perencanaan diajukan oleh Friedman. Menurut Friedman dalam Glasson (1974:5): ”Planning is primarily a way of thinking

about social and economic problems, planning is oriented predominantly toward the future, is deeply concerned with the relation of goal to collective decisions and strives for comprehensiveness in policy and program.” Menurut Friedman, perencanaan

adalah cara berpikir mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi, untuk menghasilkan sesuatu di masa depan. Sasaran yang dituju adalah keinginan kolektif dan mengusahakan keterpaduan dalam kebijakan dan program.

Sedangkan menurut Conyers & Hills (dalam Arsyad, 1999:19), “perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan - keputusan atau pilihan - pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan - tujuan tertentu pada masa yang akan datang.”

2.7.2 Pengertian Partisipasi

Hingga saat ini belum terdapat definisi yang diterima oleh semua pihak tentang pengertian partisipasi. OED sebagaimana dikutip oleh UNDP (1999: 3) menjelaskan bahwa:

“Participatory development stands for partnership which is built upon the basis of dialogue among the various actors, during which the agenda is jointly set, and lokal views and indigenous knowledge are deliberately sought and respected. This implies negotiation rather than the dominance of an externally set project agenda. Thus people become actors instead of being beneficiaries”.

Dalam laporan UNDP (1999,3), yang sama Worlds Bank mendefinisikan partisipasi sebagai: “A Process through which stakeholders influence and share control over

development initiative and the decisions and resources which effect them”.

proses pengambilan keputusan sektor publik. Dalam konteks ini, masyarakat dapat diterjemahkan secara luas sebagai masyarakat secara keseluruhan yang menyangkut seluruh individu dalam suatu komunitas tertentu, atau perwakilan masyarakat yang merepresentasikan berbagai kelompok kepentingan (stakeholder).

Friedman (1987), dalam konteks perencanaan publik, collective agreement dicapai melalui proses negosiasi politik ketimbang melalui pendekatan teknokratis. Konflik-konflik kepentingan yang dapat menghalangi pencapaian collective

agreement yang solusinya dapat diselesaikan melalui proses negosiasi politik antar

berbagai kelompok. Bila makna planning diperluas sebagai mana dinyatakan oleh Friedman( 1987) maka partisipasi publik dapat ditempatkan sebagai instrumen social

learning dan social mobilization. Terdapat proses belajar masyarakat secara kolektif

yang dilakukan melalui serangkaian interaksi baik antar masyarakat, maupun antar masyarakat dengan pemerintah dan pihak fasilitator.

Daniel Selener (1997, 207) menyampaikan pertanyaan mendasar yakni apakah partisipasi publik secara otomatis akan menghasilkan proses demokrasi, distribusi kekuasaan, dan pemberdayaan masyarakat, maka dalam konteks planning dapat mempertanyakan apakah partisipasi publik dapat dengan sendirinya melahirkan