• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengembangan Wilayah

2.1.3 Perkembangan konsep perencanaan pengembangan wilayah

Perkembangan Konsep Pengembangan Wilayah (Regional Development) merupakan usaha peningkatan kinerja wilayah, dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial dan ekonomi serta kelestarian lingkungan wilayah. Permasalahan wilayah telah berubah dan berkembang seiring dengan perubahan dan perkembangan penduduk beserta kegiatannya. Dalam menanggapi perubahan dan masalah wilayah, pemikiran pada pendekatan pengembangan wilayah juga telah berubah dan berkembang. Hingga saat ini, konsep-konsep perencanaan pengembangan wilayah yang ada belum mampu menjawab permasalahan wilayah, yang ditandai dengan tetap ada dan berkembangnya masalah wilayah, meskipun konsep-konsep pengembangan wilayah telah berkembang dari waktu ke waktu dan sebagian telah diterapkan di dalam praktek perencanaan pengembangan wilayah. Akhir-akhir ini telah berkembang paradigma baru dalam perencanaan pengembangan wilayah, yang menekankan pada Pengembangan Lokal (Local Development), melalui pengembangan endogen

(Endogenous Development), dengan lebih mengandalkan perilaku manusia lokal

sebagai elemen kunci pengembangan wilayah.

Evolusi pemikiran Pendekatan Perencanaan Wilayah mulai dilihat sejak tahun 1920 an, pada saat pemikiran Pendekatan Perencanaan Wilayah dinyatakan secara formal (Friedmann, 1979). Konsep Pendekatan Pengembangan Wilayah terus berkembang mengikuti perkembangan permasalahan wilayah, yang dimaksudkan untuk memberikan konsep yang lebih bermanfaat bagi pengembangan wilayah.

Perubahan - perubahan tersebut menuntut berubahnya konsep perencanaan pengembangan wilayah. Terdapat empat konsep Perencanaan wilayah selama perkembangannya, yakni: Konsep perencanaan Utopia (Utopia Planning), Konsep Perencanaan Idealisme Praktis (Pratical Idealism), Konsep Sistem Perencanaan Ruang (Spacial Planning System), dan Konsep Selective Regional Closure.

a. Konsep perencanaan utopia (utopia planing)

Pemikiran ini mucul pada tahun 1925, yang dipelopori oleh 3 pemikir, yaitu Lewis Munford, Howard Odum, dan Thomas Adam. Inti dari konsep yang diajukan oleh ketiga pemikir ini secara umum adalah ingin menciptakan keadaan yang akan membentuk suatu hubungan yang harmonis antara mahkluk hidup dan alam, dalam rangka menyesuaikan diri dan menghadapi perkembangan yang luar biasa dari suatu peradaban industri. Pemikiran ini dilatarbelakangi oleh keadaan-keadaan yang semakin mengkhawatirkan pada suatu saat itu, yaitu :

- Industrialisasi yang semakin tidak terkendali,

- Pertumbuhan kota-kota yang semakin tidak terkendali, sehingga menimbulkan dampak sosial yang negatif,

- Pengabaian dan penganiayaan budaya setempat

- Eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, sehingga merusak lingkungan. Meskipun konsep ini baik untuk menangani dan mengantisipasi permasalahan

wilayah yang mulai berkembang, akan tetapi ini dinilai sangat utopia dan tidak mudah dilanjutkan ke penerapannya di dalam perencanaan wilayah secara nyata,

sehingga jarang dijadikan acuan dalam praktek perencanaan pengembangan wilayah.

b. Konsep perencanaan idealisme praktis practical idealism)

Kebutuhan suatu pendekatan perencanaan pengembangan wilayah yang dapat diterapkan telah mendesak untuk ditemukannya konsep baru yang lebih berorientasi praktek, oleh karena itu keberhasilan yang telah dicapai oleh pengembangan sumberdaya otorita lembah Tennesse memberikan inspirasi pada pengembangan konsep perencanaan pengembangan wilayah yang lebih berorientasi praktek tersebut.

Konsep perencanaan Pengembangan Wilayah yang berorientasi praktek muncul pada tahun 1935. Konsep ini bertumpu pada pengembangan sumberdaya alam yang terintegrasi untuk kepentingan Manusia dengan melihat lembah sungai sebagai unit wilayah yang sesuai untuk tujuan tersebut.

Mengingat sifatnya yang berorientasi praktek, maka konsep mudah diterapan dalam perencanaan wilayah nyata, akan tetapi dalam penerapannya , ternyata konsep ini menghasilkan suatu perluasan monopoli kapitalis pada suatu wilayah terpencil dan pra-industri.

c. Konsep sistem perencanaan ruang (spatial planning system)

Konsep ini muncul dan berkembang dari kontribusi beberapa pemikir, yaitu Perroux, Boudeville dan Rondinelli, sejak tahun 1950. Konsep ini dapat dikategorikan ke dalam dua pemikiran, yaitu:

- Pengembangan ruang dalam negara-negara industri baru : perencanaan wilayah dikaitkan dengan pengembangan nasional, perencanaan pusat -pusat dan integrasi ruang dalam perekonomian nasional. Pusat-pusat pertumbuhan (Growth Centers) dimunculkan sebagai instrumen utama bagi kebijaksanaan ruang.

- Wilayah terbelakang dalam negara-negara industri maju: sorotan utama tetap diberikan pada wilayah-wilayah inti dalam perekonomian nasional, dimana secara bertahap wilayah bergabung dengan perencanaan metropolitan.

Kemunculan konsep ini didasarkan pada ketidakpuasan terhadap konsep sebelumnya, yang tidak mampu menyelesaikan persoalan pengembangan wilayah dan diperberat dengan semakin timpangnya perkembangan antar wilayah. Berdasarkan hal ini, pengembangan wilayah dengan membentuk sistem pusat- pusat yang terintegrasi dianggap penting, karena setiap bagian sistem mempunyai fungsi dan saling berinteraksi secara saling menguntungkan, sehingga wilayah akan berkembang secara bersama-sama.

Konsep ini secara rasional mudah diterima dan juga mudah diterjemahkan ke dalam praktek perencanaan secara nyata. Namun demikian dalam penerapannya, kemiskinan semakin terakumulasi di kota-kota, ketimpangan semakin mendalam.

d. Konsep selective regional closure

Konsep yang menganggap bahwa pengembangan wilayah dapat dijalarkan melalui sistem pusat-pusat yang terintegrasi mendapat penolakan yang cukup luas, mengingat pada kenyataannya pusat-pusat besar telah menghisap sumberdaya wilayah yang lebih kecil, sehingga pusat-pusat besar semakin kuat dan pusat-pusat kecil semakin lemah. Oleh karena itu perbaikan interaksi antara keduanya dan pemberdayaan pihak yang lemah menjadi penting.

Friedman dan Douglass, Stohr dan Toding menganjurkan konsep pengembangan dari bawah (Development From Below) yang merupakan kebaikan dari pendekatan sebelumnya. Konsep ini mulai berkembang di tahun 1975-an dapat dipisahkan dalam dua kategori sebagai berikut:

- Selective Spacial Closure. Perencanaan wilayah diarahkan untuk mengendalikan

kekuatan sentrifugal dan perekonomian internasional, sehingga kekuatan perusahaan tunduk pada keinginan wilayah. Dalam arti usaha untuk mengambil alih kendali perekonomian oleh kekuatan wilayah/lokal, agar dapat bermanfaat bagi kesejahteraan wilayah secara luas.

- Agropolitan, suatu usaha untuk mengatur keadaan masa depan menuju pada kehidupan yang lebih baik bagi petani dan pekerja perkotaan dalam perekonomian dunia. Konsep ini lebih ditujukan pada negara pertanian miskin. Dalam arti usaha pemberdayaan masyarakat yang kurang beruntung, khususnya petani dan penduduk miskin kota, yang tersisihkan oleh perkembangan perekonomian yang sedang terjadi.

Meskipun konsep ini mempunyai kekuatan pada sifatnya yang sangat ideal untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh konsep sebelumnya, agar pihak yang lemah tidak semakin dirugikan dan semakin menjadi lemah, namun konsep ini hanya kuat dalam analisis, tetapi lemah dalam pengarahan untuk pengembangan wilayah, sehingga belum mampu menggantikan kedudukan konsep sebelumnya sebagai pendekatan perencanaan pengembangan wilayah yang dapat diterapkan.

Dari empat konsep yang telah berkembang selama itu, Konsep Sistem Perencaan Ruang (Spatial Planning System) merupakan konsep pengembangan wilayah yang paling sering dan secara luas dijadikan acuan praktek perencanaan wilayah didunia, termasuk di Indonesia, mengingat konsepnya yang bersifat rasional dan dapat diterapkan dalam praktek perencanaan pengembangan wilayah.