JumlahMigrai dalam 1 tahun X 1000 Jumlah penduduk
INTERNALISASI BELAJAR DAN SPESIALISAS
3. PERGURUAN DAN PENDIDIKAN
Keherhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh ber bagai faktor seperti: kualitas sumber daya manusia,
tersedianya sumber daya alam yang memadai, adanya birokrasi pemerintahan yang knat dan efisien, dan sebagainya. Namun dernikian, tidak dapat disangkal bahwa kualitas sumber daya rnanusia merupakan faktor yang sangat menentukan dalarn proses pernbangunan. Hal mi karena rnanusia bukan sernata-niata menjadi obyek pembangunan, tetapi sekaligus juga merupakan subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka setiap orang harus terlibat secara aktif dalam proses pembangunan, sedangkan sebagal obyek, rnaka hasil pembangunan tersehut harus bisa dinikrnati oleh setiap orang,
D sinilah terletak arti pen ting dan pendidikan sebagai upava ntuk toremianya kualitas sumber daya manusia, sebagai masyarakat utarna dalam pembangunan. Suatu bangsa akan berhasil dalani pembaiigunannya secara “self
prospelling” dan turn buh menjadi bangsa yang maju apabila telah berhasilmemenuhi minimum jumlah dan mutu (termasuk relevansi dengan pembangunan) dalam pendidikan penduduknya. Modemisasi Jepang agaknya merupakan contoh proto-tipe dalam hubungan ini.
Indonesia demikian pula menghadapi kenyataan untuk melakukan usaha keras “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Dewasa mi sudah sekitar 80% dan usia sekolah dasar (6 - 12 tahun) dapat ditampung oleh fasilitas pendidikan dasar yang ada. Persentasejumlah penduduk yang masih huta huruf diperkirakan sebesar 40%.’
Tetapi masalah pendidikan bukan saja masalah pendidikan formal, tetapi pendidikan membentuk manusia-manusia membangun. Dan untuk itu dipenlukan kebijaksanaan terarah dan terpadu di dalam menangani masalah pendidikan mi. Rendahnya produktivitas rata-rata penduduk, banyaknyajurnlah pencari kerja, “under utilized population”, kurangnya semangat kewiraswastaan, merupakan hal-hal yang memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh. Sebab hal itu semua akan berarti belum terlepasnya Indonesia dan belenggu keterbelakangan dan kemiskinan sebagaimana diharapkan. Pendidikan yang dapat mengembangkan semangat “Inner will atau peninkatan kemampuan din dan bangsa” yang terpancar dalam pembangunan pendidikan mental, intelektual dan profesional bagi seluruh penduduk dan pemuda Indonesia2
Di sinilah diperlukan suatu sistem pendidikan-pendidikan nasional yang mampu menyadarkan manusia Indonesia akan potensi-potensi mereka, akan kepercayaan kepada din sendin, akan moral dan harkat pembangunan, serta akan kekayaan nllai serta keagungan bangsa dan negara Indonesia.
Sebagai satu bangsa yang menetapkan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan negara Indonesia, maka
pendidikan nasional yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan dengan tujuan menurut Pancasila. Dalam implementasinya, pendidikan tersebut diarahkan menjadi pendidikan pembang-dnan, satu pendidikan yang akan rnembina ketahanan hidup bangsa, baik secara fisik maupun secara ideologis dan mental. Melalui pendiclikan itu diharapkan bangsa Indonesia akan mampu membebaskan din dan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, melalui suatu alternatif pembangunan yang lebih balk, serta menghargai kemajuan yang aiitara lain bercirikan perubahan yang berkesinambungan.
Untuk itu maka diperlukan adanya perubahan-perubahan secara mendasar dan mendalam yang menyangkut persepsi, konsepsi serta norma-norma kependidikan dalam kaitannya dengan cita-cita bermasyarakat Pancasila. Dalam hal mi kiranya Pernenintah telah cukup berhasil dalarn menegakkan landasan-landasan ideal serta landasan konseptual terhadap pembaruan pendidikan menuju suatu sistein pendidikan nasional yang tepat arab dan tepat guna.
Bila dibandingkan dengan sektor-sektor pembangunan lainnya, sektor pendidikan termasuk sektor yang cukup pesat kemajuannya, kalau tidak dalam aspek kualitatif, sedikitnya dalam aspek kuantitatif, sekWr tersebut telah mencapai hasil yang dapat dibanggakan. ?da saat mi bukan saja jumlah para remaja yang dapat ditampung dalani pendidikan formal melonjak tinggi, tetapi juga semakin besar jurnlah mereka yang berkesempatan mendapatkan pendidikan non formal dengan berbagai keahiian dan keterampilan. Tidak benlebihan kiranya apabila prestasi keseluruhan mi dinilai
sebagai suatu permulaan yang akan merupakan pra kondisi yang subur menuju terciptanya satu masyarakat belajar secara menyeluruh.
Akan tetapi, tanpa mengecilkan arti dan semua yang telah dicapai selama mi, berbagai masalah telah timbul, yaitu rnasalah obyektif yang baru, yang tidak pernah ada sebelumnya. Setidk-tidaknya dua faktor yang dapat kita amati sebagai faktor yang sangat pentirig dalam pembangunan dewasa ini:semakin ba’iyaknya manusia yang
membutuhkan pendidikan dan seniakin bervariasinYa mutU pendidikafl yang diharapkan oleh mereka itu.
a. Pendidikan Formal.
UsahaUSaha dalani pendidikan dasar dapat memberik 5bangan dalam jangka paniang, bukan saja bagi produktiV tas, akan tetapi uga bagi tuuan terakhit pembanguftan sepetti kualitaS keluarga dan kehidUPan masyarakat, serta memper kuaC masyarakat dun kebudaYaan (UmemOto, Steve FL, 1973:34).
Sejalan dengan pendapat UmenlOtO tersebut di atas, dan menyadari investaSi aga4efla terdidik dalani ptograflR jangka pendek enengah ataU jangka panjaflg, akan memberikan 5urnbangan positif bagi pembaflgUflun maka pemenintah Indonesia telah melakukun 1angkah43flg pembarUali dalani bidang pendidikan formal maupun nonformal.
Basic Memorandum dalarfl bidang Pendidikan adalah tanggapan Menteni Pendidikan dan KebudaYaan Republik Indonesia dalani kaitannYa dengan Tahun Pendidikan InterflaSi01, tahuil 1970. Basic Memora11d1m itu meniuat hal-hal sebagai bet ikut
Sekolah itu hendakflYa merupakan bagian integral dan masyarakat sekitarnya. Sesuai dengalL asas pendidikan seumur hidup, sekolab itu hendakflYa memPUflY dwifun i; mamPU membenil pendidikan formal dun juga pendidikat’ nonfoflfl8l, balk untuk para pemuda maupun untuk orang dewasa, pnia dan wanita.
Sekolah itu hendaknYa beronienta5” kepada pembangunafl dan kemajUan 5hingga dapat menyiapkan tenaga kenla yang memiliki watak, pengetahua1i dan ketramPilan untuk pembafl bangsa clan negara di berbagai bidang.
Sekolah itu hendaknya mempunyaj kurikulum, metode mengajar dan program yang menyenangkan, menantang dan cocok dengan tujuannya (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1970).
Basic Memorandum mi dikembangkan lebih lanjut dengan eksperimen-eksperimen di bidang pendidikan. Sejalan dengan itu keluarlah Surat Keputusan Menteri P dan K No. 172/1971, tanggal 21 September 1971, tentang Sekolah Pembangunan, Perkembangan lebih lanjut, sekolah pembangunan menjadi model inovasi dalam bidang pendidikan
Sekolah Menengah, di samping pembinaan terus-menerus pada sekolah-seko]ah kejuruan. Senafas dengan jalur inovasi tersebut, kurikulum juga mengalami perubahan, sehingga lahirlah Kurikulum1975.
Arus inovasi juga meram bat ke perguruan tinggi negeri maupun swasta. Sistem Kredit Semester (SKS) diberlakukan di semua perguruan tinggi, baik itu perguruan tinggi negeri atau pun perguruan tinggi swasta. Pada tahun 1985 diwajibkan menggunakan SKS tanpa kecuali, baik perguruan tinggi negeri atau swasta. Dengan sistem SKS, lama pendidikan di perguruan tinggi menjadi lebih singkat. Berdasarkan program lama, program serjana semula berlangsung selama 5 — 6 tahun. Dengan sistem SKS, program sarjana (Si) hanya berjangka waktu 4 tahun. Selain dan itu dalam sektor pendidikan tenaga kependudukan, diintroduksi paket-paket program Di, D2 dan D3 untuk memenuhi kebutuhan tenaga pendidikan mulai dan tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Pembaruan-pembaruan dalam bidang pendidikan itu, heAtujuan untuk mempercepat pemenuhan tenaga-tenaga terdidik pada aspek lain. Aspek lain yang tidak kalah pen. tingnya adalah untuk meningkatkan mutu lulusan pada bidang.. bidang pendidikan di republik ini.
b. Pendidikan Non formal
Pendidikan n onformal adalah pendidikán yang dilakukan secara teratur, dengan sadar dilakukan, tetapi tidak terlalu ketit mengikuti peraturan-peraturan yang tepat, seperti pada pendidikan formal di sekolah. Karena pendidikan nonformal pada umumnya dilaksanakan tidak dalam Iingkungan fisik seklah, maka pendidikan nonformal diidentikkan dengan pendidikan luar sekolah. Oleh karena pendidikan nonformal dilakukan di luar sekoiah, maka sasaran pokok adalah anggota-anggota masyarakat. Sebab itu program-program pendidikan nonformal harus dibuat sedemikian rupa agar bersifat luwes tetapi lugas, namun tetap menarik minat para konsumen pendidikan.
Berdasarkan penelitian di lapangan, pendidikan nonformal sangat dibutuhkan oleh anggota masyarakat yang belum sempat mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal karena sudah terlanjur lewat umur atau. terpaksa putus sekoiah, karena suatu hal. Akhirnya tujuan terpenting dan pendidikan nonformal adalah program- program yang didasarkan kepada masyarakat harus sejalan dan terintegrasi dengan program-program pembangunan yang dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Di kalangan masyarakat, program-program pendidikan nonformal sening dikoordinasikan dan dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Masyarakat. Tim Penggerak Pembinaan ICesejahteraan Keluarga (Tim Penggerak PICK) pada tingkat kelurahan dibina oleh para lurah/kepala desa. Di. luar itu organisasi-organisasi wanita seperti Dharma Wanita
dalam program bakti sosial kepada masyarakat acapkali melaksanakan program-program dalam bentuk paket program pendidikan nonformal.
Untuk lebih menjamin fungsionalnya program pendidikan nonformal, perlu kiranya Badaniendidikarr yang mempunyai kewenangan policy pendidikan tadi disatukan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang mengatur rencana pembangunan di daerah tersebut (S. Sudarmadi, 1973 : 42)
Program pembangunan di pedesaan adalah sebagai salah satu garapan pokok pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat pedesaan dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Oleh karena karakteristik masyarakat pedesaan akan berlainan dengan kondisi dan karakteristik masyarakat perkotaan, maka metode dan teknologi yang akan dipergunakan harus sejalan dengan kemampuan para pelaksana pembangunan di pedesaan. Berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang cukup mendesak bagi pelaksanaan pembangunan di pedesaan, maka oleh para perencana pembangunan pedesaan diintroduksi Teknologi Tepat Guna (VI’G). Apa itu TTG? TIG adalah seperangkat model- model teknologi yang sederhana, dirancang sedemikian rupa untuk
penggunaan-penggunaan di pedesaan. Teknologi yang dibicarakan ialah sarana meningkatkan taraf hidup masyarakat beban sehari-hari, khususnya bagi kaum wanita (Drs. Moerdiyono, dkk., 1982 : 13).
Apa-apa saja yang dapat dijangkau oleh TTG?
Jawabnya: Semua aspek teknologi sederhana yang berkaitan dengan kepentingan hajat hidup rakyat banyak di pedesaan. Contoh-contoh:
Teknologi merancang/membuat alat pengeringan gabah atau jagung. Teknologi pembuatan gas bio.
Teknologi pembuatan krupuk dan minyak kelapa. Teknologi tambak air tawar dan air payau.
Teknologi pembuatan jembatan bambu, dan lain sebagainya.
TTG yang serupa, telah dilaksanakan di negara-negara anggota ASEAN, terutama di Filipina, Di luar negara-negara anggota ASEAN, PIG seperti itu dilaksanakan di pedesaan India, Pakistan dan Bangladesh.
Dengan sistem TI’G, akselerasi pembangunan di pedesaan Indonesia diharapkan dapat lebih cepat. Dengan begitu harapan untuk mencapai masyarakat adil makmur akan Segera terwujud, menjadi kenyataan, terutama bagi masyarakat pedesaan
c. Pendidikan Informal.
Pendidikan informal yakni pendidikan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengalaman dalam hidup sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai ke hang kubur, di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari.Contoh-contoh
Apakah ada pendidikan formal bagi pengemudi becak? Jelas tidak ada. Jika seorang pertama kali mencoba mengemudi, atau lebih tepat dikatakan mengendalikan becak, ia akan menemui kesulitan. Kalaupun ada temannya yang baik hati, temannya pun akan mengatakan lebih kurang; cara memegang kemudi begini, kalau akan membelok harus bersikap begini dan begitu. Seterusnya si calon pengemudi becak itu akan berjalan sendiri. menjalankan becak di suatu tanah lapang atau di jalan yang lengang. Berdasarkan naluri dan pengalaman yang didapat dan kegiatan sehari-hari ia merasakan lebih man- tap mengendalikafl becak. Atas dasar itu sebenarnya abang becak tadi telah mendapat pendidikan informal dalam mengemudikan becak.
Hal yang serupa berlaku pada calon tukang saclo. Tentu tidak ada pula sekolah pengemudi sado, dokar atau delman. Mereka akan mendapatkan pendidikan informal berkat ketajaman naluri, keberanian bertindak dan ketekunan dalam kegiatan sehari-hari sebagai tukang sado. Hanya akan terjadi perbedaan antara tukang sado dengan tuang becak. Kalau tukang sado, dengan menghadapi makhluk yang bernyawa seperti kuda, lebih dahulu ia harus mengadakan “pendekatan baLm” dengan kuda sebagai partnernya. “Kontak batin” dengan kudanya itulah Ia akan mendapatkan nila-nilai pendidikan informal yang sangat membantu kehidupannya sehari-hari. Mustahil ia akan dapat menjadi tukang sado yang balk, jika lebih dulu tidak nngetahUi secara pasti sifat-sifat buruk atau baik dan kudanya dengan cara pendekatan batin, atau lebih tepat kalau disebut pendekatan naluriah aau intuisi. l3agairriana ia harus menarik tali kendalj ketika akan berangkat atau berhenti, selern but atau sekeras apa? Tidak pasti. Bagaimana kalau ia ingin mernacu sado dengan muatan penuh pada jalan mendak] atau menu- run? Tentu diperlukan “pehdekatan batin” serta trik-trik Lertentu agar kudanya tidak tersungkur, atau ía tidak akan menyentak tali keridali agar kudanya tidak terlalu tegak mendongak ketika jalan naik mendakj. Pendeknya dan pengan.pengalarn dalam aktivitas sehari-hari itulah sang tukang sado akan mereguk ese.nsi pendidjkan infornal dan sektor persadoan. Apakali anda pernah mendapatkan pendidikan informal dalam kehidur’ax seharj-harj? Boleh diingatingat.
d. Lembaga – embaga Pendidihan di Bawah Departemen don Nondeparte
Lembaga.lembaga Pendidikan yang bersifat tekriis dan sangat teknjs di bawah naungan suatu departemen
bertanggung jawab Iangsung kepada Menterj yang mernbawahj departemen tersebut. Lembaga.lembaga pendidikan yang her. naung di bawah suatu departemen atau nondeparterne lazim disebut Pusat Pendjdjkan dan Latihan (bersifat teknis).
Lembaga.lembaga pendidikan di bawah naungan departemen yang bersifat teknis, misalnya: Departeen Keuangan dengan lembaga pendidikan Sekolab Tiziggi Akuntansj Negara (STAN). Departemen Hankam dengan lembaga pendidikan Akabri,
Departernen Pertanian dengan lembaga pendidikan Akademi Usaha Perikanan (AUP). Departemeri Pertambangan dengan lembaga pendidikan Akademi Geologi.
Lembaga-lembaga Pendidikan dan Latihan nondepartemen dimiliki oleh LIPI, Batan, Lapan, Pertamjna, PT. Nurtanjo, Badan Koordjnasj Survey Tanah Nasiona] (Bakosurtanal) dan lain-lain. Semuanya itu bertujuan untuk meningkatkan skill insan-insan pelaksana pembangunan, agar dalam fungsinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat memiliki ketrampilan yang memadai sejalan dengan tuntutan pembangunan.