• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Responden

Variabel demografi yang dianalisis di dalam penelitian ini menggambarkan pengelompokkan responden dalam katagori-katagori berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkatan pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan per bulan dari responden dalam hubungannya dengan produk ikan kaleng yang dikonsumsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di lapangan didapatkan bahwa sebagian besar konsumen ikan kaleng berjenis kelamin perempuan sebanyak 158 orang (79%) dan sisanya sebesar 42 orang (21%) laki-laki. Hal tersebut terjadi karena perempuan lebih dominan dalam mengambil keputusan untuk konsumsi keluarga namun walaupun begitu tidak tertutup kemungkinan bagi jenis kelamin laki-laki untuk mengetahui produk ikan kalengan.

Tingkat Usia Responden

Usia konsumen perlu mendapat perhatian karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Usia dapat menjadi salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian serius dari pihak produsen, karena usia dapat dijadikan sebagai dasar segmentasi produk yang akan ditawarkan. Hal tersebut berarti pihak produsen terutama pada bidang marketing (pemasaran) harus mengetahui komposisi dan distribusi usia penduduk suatu wilayah atau daerah yang akan dijadikan target pasarnya.

Dalam penelitian ini, tingkat usia responden dikelompokkan ke dalam empat kelompok umur yaitu kelompok umur terbanyak yang berusia antara 15 hingga 24 tahun sebanyak 79 orang (39,5%), yang kemudian disusul oleh kelompok umur 25 hingga 34 tahun sebanyak 71 orang (35,5%). Untuk usia

35 hingga 44 tahun jumlah responden sebanyak 32 orang (16%) sedangkan 15 orang (7,5%) lainnya berusia antara 45 hingga 54 tahun. Kelompok responden yang mengkonsumsi ikan kaleng di atas 55 tahun hanya sebanyak tiga orang (1,5%) saja, hal tersebut dikarenakan usia mereka yang termasuk usia lanjut sehingga mereka lebih memilih mengkonsumsi ikan segar daripada ikan kaleng dengan alasan kesehatan yang sudah mulai menurun.

Latar Belakang Pendidikan dan Profesi

Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang konsumen. Di mana pendidikan dan profesi seseorang akan mempengaruhi penghasilan yang diterimanya sekaligus juga mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang.

Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting karena konsumen yang berpendidikan tinggi akan lebih senang untuk mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum memutuskan untuk membelinya. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berfikir, cara pandang bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera konsumen juga berbeda. Dari sisi pemasaran, semua konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda adalah konsumen yang potensial bagi semua produk dan jasa. Pemasar harus memahami kebutuhan konsumen dengan tingkat pendidikan yang berbeda, dan produk apa yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut, yang akhirnya pemasar akan dapat menentukan target konsumen yang akan dilayaninya.

Berdasarkan hasil tabulasi didapatkan bahwa tingkat pendidikan terakhir responden, terdapat sekitar 9 orang (4,5%) telah menempuh pendidikan pascasarjana (S2/S3), 58 orang telah menyelesaikan S1 (29%), tamatan SMA sebanyak 88 orang (44%), 29 orang (14,5%) tamatan D3, dan sisanya 16 orang (8%) telah menyelesaikan pendidikan sampai tahap sekolah lanjut tingkat pertama.

Klasifikasi profesi responden sangat bergantung pada tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya. Namun, ada beberapa responden yang telah

menyelesaikan pendidikannya sampai pada tingkat perguruan tinggi memutuskan untuk tidak bekerja setelah menikah. Hal tersebut dapat dilihat dari sekitar 200 responden sebanyak 42 orang (21%) berprofesi sebagai ibu rumah tangga, sedangkan sebagian responden memutuskan untuk bekerja pada sektor swasta sebanyak 47 orang (23,5%) dan sekitar 12 orang (6%) lainnya membuka usaha sendiri. Beberapa responden juga memutuskan bekerja pada bidang pemerintahan yaitu sekitar 31 orang (15,5%) sedangkan sisanya 5 orang (2,5%) bekerja pada sektor lainnya.

Penghasilan

Penghasilan merupakan semua penerimaan yang diperoleh dari luar yang berupa upah atau gaji dari hasil bekerja, kiriman orang tua, beasiswa dan lain sebagainya. Jumlah penghasilan konsumen akan menggambarkan besarnya daya beli konsumen. Daya beli menggambarkan banyaknya produk atau jasa yang dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen dan keluarganya. Penghasilan konsumen perlu diketahui oleh pemasar karena penghasilan konsumen merupakan indikator penting akan besarnya jumlah produk yang bisa dibeli konsumen.

Hasil penelaahan terhadap rata-rata penghasilan responden per bulan menunjukkan sebagian besar responden yaitu 81 orang (40,5%) berada pada rata-rata penghasilan yang rendah yaitu kurang dari 500.000 per bulan, sedangkan

mereka yang berada pada penghasilan sedang per bulan (Rp 500.000 – Rp 1.000.000) sebanyak 96 orang (48%), 13 orang (6,5%) berpenghasilan antara

Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000, sedangkan sisanya 10 orang (5%) merupakan responden yang berpenghasilan tinggi (di atas Rp 2.000.000).

Analisa Sikap Fishbein

Sikap konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku atau tindakan konsumen terhadap suatu produk. Untuk mengukur sikap konsumen terhadap suatu produk dapat dilakukan dengan pendekatan model multiatribut fishbein. Model tersebut mengidentifikasikan konsumen ikan kaleng dalam

mengkombinasikan kepercayaan (belief) mereka terhadap berbagai atribut produk sehingga akan membentuk sikap (attitude) mereka terhadap berbagai alternatif.

Untuk mengevaluasi komponen kepentingan (zit) dari sikap konsumen,

responden terlebih dahulu diminta untuk menyatakan pendapatnya terhadap delapan atribut dari produk ikan kaleng. Hasil evaluasi tingkat kepentingan atribut tersebut disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil analisis sikap multiatribut fishbein terhadap ketiga atribut merek ikan kaleng

Skor Kepercayaan (âit)

Botan Gaga ABC

Atribut Skor Evaluasi Kepentingan (zit) âit âit zit âit âit zit âit âit zit Harga 3,71 3,60 13,32 3,63 13,46 3,83 14,19 Rasa 3,76 3,63 13,65 3,75 14,11 3,42 12,84 Aroma 3,75 3,67 13,76 3,70 13,89 3,48 13,03 Merek 3,42 3,82 13,03 3,38 11,53 3,53 12,04 Volume/Isi 3,67 3,75 13,76 3,59 13,19 3,61 13,25 Kemasan 3,48 3,34 11,62 3,41 11,87 3,59 12,48 Mutu 3,68 3,79 13,95 3,63 13,35 3,64 13,38 Ketersediaan 3,92 3,86 15,11 3,93 15,38 3,80 14,88 • âit zit 108,20 106,79 106,08

Dari Tabel 8 terlihat bahwa hasil evaluasi tingkat kepercayaan terhadap atribut ikan kaleng Botan yang dilakukan terhadap 200 orang responden didapatkan bahwa atribut ketersediaan adalah yang paling bagus kinerjanya di benak konsumen. Hal tersebut juga dapat berarti dalam membentuk sikap terhadap ikan kaleng Botan, konsumen mempunyai keyakinan (belief) bahwa ketersedian ikan kaleng Botan yang paling baik dibandingkan dengan atribut lainnya. Produsen Botan sebaiknya tetap mempertahankan pangsa pasar ikan kalengnya dengan penyebaran produk yang merata sehingga memudahkan konsumen untuk mendapatkan produk tersebut di berbagai toko/swalayan yang dikunjunginya karena semakin besar penyebaran produk di masyarakat maka merek tersebut secara otomatis juga akan dikenal oleh konsumen. Hal tersebut terbukti dari tingkat ingatan konsumen terhadap merek ikan kaleng Botan yang merupakan katagori ke dua dari tingkat kepercayaan konsumen pada merek ikan kaleng Botan.

Untuk atribut mutu dan isi atau volume ikan kaleng di mata konsumen sudah cukup baik karena telah sesuai dengan ukuran standar untuk makanan kaleng pada umumnya. Diantaranya ikan yang bersih dari sisik dan tidak mudah hancur serta isi kaleng yang cukup padat dan sesuai perbandingannya antara jumlah ikan dengan saosnya. Begitu pula halnya dengan atribut rasa dan aroma yang diyakini konsumen cukup memuaskan juga patut dipertahankan bahkan jika memungkinkan dapat dilakukan peningkatan rasa dan aroma yang lebih baik bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk modifikasi rasa dan aroma untuk mendapatkan produk ikan kaleng yang baru.

Kemasan ikan kaleng merek Botan merupakan atribut yang paling rendah persepsinya di mata konsumen. Kemasan ikan kaleng Botan diyakini konsumen kurang memuaskan karena dinilai kurang menarik bila dibandingkan dengan kemasan ikan kaleng lainnya. Untuk itu pihak manajer pemasaran ikan kaleng

Botan sebaiknya melakukan modifikasi kemasan agar tampil lebih menarik dan

berbeda dengan produk pesaing.

Berdasarkan tingkat kepentingan (evaluasi) dapat dilihat bahwa atribut ketersediaan merupakan atribut yang paling utama bagi konsumen dalam membentuk sikap terhadap produk ikan kaleng, hal tersebut dapat diketahui melalui ingatan tentang merek ikan kaleng di benak konsumen. Atribut kepentingan lainnya yang juga sangat besar pengaruhnya adalah rasa dan aroma ikan kaleng.

Bila dikaitkan dengan hasil analisis belief sebelumnya, terlihat bahwa atribut ketersediaan menjadi kriteria utama konsumen dalam membentuk sikap terhadap produk ikan kaleng merek Botan. Hal tersebut menandakan bahwa produk ikan kaleng Botan lebih mudah ditemukan di mana saja oleh konsumen. Namun dari sisi harga, perlu mendapat perhatian serius dari produsen Botan agar dapat mempertimbangkan harga produk yang ditawarkan. Untuk atribut harga, penilaian relatif tidak proporsional, karena ternyata harga ikan kaleng Botan tidak begitu penting dinilai oleh konsumen, dan harga ikan kaleng Botan sendiri juga tidak dinilai terlalu mahal oleh konsumen bila dibandingkan dengan merek ikan kaleng lainnya.

Dari hasil analisis tingkat kepercayaan terhadap atribut ikan kaleng Gaga

terlihat bahwa konsumen mempunyai keyakinan (belief) bahwa atribut ketersediaan yang paling baik kinerjanya di persepsi konsumen, yang kemudian diikuti oleh atribut rasa dan aroma. Atribut yang paling rendah untuk skala evaluasi tingkat kepercayaan terhadap ikan kaleng Gaga adalah atribut merek. Hal tersebut tidak berarti bahwa merek Gaga tidak disukai oleh konsumen, namun lebih dikarenakan konsumen tidak begitu mengenal merek tersebut.

Untuk atribut internal yaitu rasa dan aroma ikan kaleng merek Gaga

diterima baik oleh konsumen. Hal tersebut terbukti dari rata-rata tingkat kepercayaan yang relatif baik di mata konsumen. Atribut rasa dan aroma ikan kaleng merek Gaga tersebut disukai konsumen karena mereka dapat memilih rasa dan aroma yang mereka sukai. Rasa dan aroma yang beraneka ragam yang ditawarkan oleh ikan kaleng Gaga menjadi masukan bagi produsen. Hal tersebut dapat dijadikan suatu keunggulan bersaing dalam memasarkan produk ikan kaleng.

Produsen Gaga sebaiknya tetap dapat mempertahankan keadaan tersebut bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk menghasilkan aroma dan rasa ikan kaleng yang baru. Hasil evaluasi tingkat kepercayaan merek ikan kaleng ABC

memperlihatkan bahwa atribut yang paling unggul adalah harga. Konsumen mempunyai keyakinan kuat bahwa harga untuk ikan kaleng merek ABC jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan merek ikan kaleng Gaga dan Botan.

Ketersediaan ikan kaleng merek ABC di berbagai toko dan swalayan juga dinilai baik oleh konsumen. Hal tersebut menunjukkan bahwa atribut kepercayaan merupakan atribut ke dua yang paling dipercayai konsumen setelah harga, sedangkan atribut-atribut lainnya seperti rasa, aroma, volume/isi, kemasan, merek dan mutu juga dinilai cukup baik oleh konsumen. Tingkat kepercayaan terendah terdapat pada atribut rasa, karena konsumen menganggap masih terdapatnya bau amis pada ikan. Untuk atribut merek, pada umumnya konsumen mengenal merek

ABC sebagai merek baterai dan indomie, bukan sebagai merek ikan kaleng sehingga pihak pemasaran ABC harus lebih gencar lagi dalam memperkenalkan produknya pada masyarakat melalui media periklanan.

Berdasarkan hasil evaluasi multiatribut fishbein terhadap tingkat kepercayaan (âit) dan kepentingan (zit) atribut ketiga merek ikan kaleng, dapat

disimpulkan bahwa ikan kaleng merek Botan memberikan skor total tertinggi (108,20) dibandingkan dengan ikan kaleng Gaga (106,79) dan ikan kaleng ABC

(106,08). Hal tersebut berarti konsumen lebih menyukai ikan kaleng Botan bila dibandingkan ikan kaleng Gaga dan ABC.

Dari kedelapan atribut produk ikan kaleng yang dievaluasi responden, terlihat terdapat atribut internal yaitu rasa, aroma dan volume/isi, serta atribut eksternal antara lain harga, merek, kemasan, mutu dan ketersediaan. Dari skor kepentingan yang diperoleh dari kedelapan atribut yang ada, maka atribut merek yang terendah. Ini berarti konsumen tidak terlalu mempermasalahkan merek ikan kaleng yang dipasarkan, karena peranan merek dianggap tidak terlalu penting dalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk. Konsumen lebih mementingkan atribut internal yaitu rasa dan aroma. Hal tersebut memberikan suatu implikasi bahwa dalam pemilihan produk, konsumen cenderung untuk mementingkan atribut internal daripada atribut eksternal.

Jika semua nilai kepentingan dan tingkat kepercayaan terhadap kedelapan atribut yang ada dianggap memiliki nilai maksimum, maka produsen ikan kaleng

Botan masih memerlukan usaha sebesar 8,20 persen lagi untuk mencapai tingkat

kepercayaan konsumen pada tingkat yang paling maksimal terhadap masing- masing atribut yang melekat pada merek Botan. Begitu pula halnya dengan produsen Gaga untuk mencapai tingkat kepuasan maksimal, masih memerlukan usaha 6,79 persen agar produknya mendapat kepuasan maksimal, sedangkan ikan kaleng ABC masih memerlukan usaha sebesar 6,08 persen untuk mencapai tingkat penilaian kepuasan yang maksimal.

Penilaian konsumen terhadap merek ikan kaleng tertentu dipengaruhi oleh pengalaman responden dalam mengkonsumsi merek tersebut. Jika konsumen merasakan suatu kepuasan dalam mengkonsumsi produk tertentu, kemungkinan besar mereka akan melakukan pembelian ulang. Begitu pula sebaliknya, jika konsumen tidak menemukan kepuasan dari produk yang dibelinya maka konsumen akan berpindah ke merek lain. Konsumen yang loyal terhadap suatu

merek akan cenderung menggangap merek tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan merek lainnya.

Hasil penelitian dengan menggunakan analisis multiatribut fishbein, memberikan implikasi yang penting bagi strategi pemasaran produk. Dengan diketahuinya kelemahan-kelemahan atribut, maka produsen dapat memperbaiki kualitas dari atribut-atribut tersebut sehingga lebih disukai konsumen. Begitu pula sebaliknya, jika produsen mendapatkan produknya lebih unggul dari produk pesaing maka produsen harus merumuskan strategi untuk tetap dapat mempertahankan keunggulan atribut produk yang dimilikinya agar dapat menguasai pangsa pasar bahkan memperluas jaringan pemasarannya.

Perilaku Konsumen Ikan Kaleng Pengalaman Mengkonsumsi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang konsumen ikan kaleng didapatkan bahwa responden akan melakukan pembelian ulang terhadap produk yang sama apabila responden merasa suka dengan merek yang pernah dibelinya. Semakin sering responden mengkonsumsi ikan kaleng maka tingkat asosiasinya terhadap ikan kaleng semakin tinggi pula.

Dari hasil tabulasi data (Lampiran 8), waktu konsumsi terakhir yang dilakukan konsumen dapat menunjukkan bahwa semakin dekat waktunya maka retensi konsumen terhadap informasi ikan kaleng semakin kuat. Hasil penelitian menunjukkan dari 200 orang responden ikan kaleng yang mengkonsumsi ikan kaleng satu kali dalam sebulan sebanyak 25 orang (12,5%), konsumsi yang dilakukan lebih dari satu kali sebulan sebanyak 37 orang (18,5%) dan responden yang mengkonsumsi ikan kaleng tidak menentu dalam sebulan sebanyak 138 orang (69%).

Kebanyakan dari konsumen yang telah mengkonsumsi ikan kaleng menyatakan pendapat mereka terhadap berbagai merek ikan kaleng lainnya. Mereka membandingkan antara merek satu dengan lainnya dan mencari mana yang terbaik di antara sekian merek yang ditawarkan di pasaran. Hal tersebut perlu ketelitian dan kehati-hatian karena mereka harus mampu membedakan antara berbagai merek ikan kaleng yang ada karena adanya kemiripan kemasan

antara merek yang satu dengan lainnya. Untuk itu konsumen perlu mengingat dengan jelas merek apa yang telah melekat dan menjadi tradisi untuk mengkonsumsinya.

Jenis ikan yang paling banyak dikonsumsi oleh konsumen ikan kaleng adalah ikan sarden sebanyak 145 orang (72,5%), ikan mackerel 44 orang (22%) dan ikan tuna 11 orang (5,5%). Ikan kaleng ini dikonsumsi dalam berbagai bentuk penyajian mulai dari sekedar dihangatkan sampai diolah dengan menambahkan bumbu dapur sesuai selera. Jenis olahan yang paling banyak adalah ditumis 89 orang (44,5%), digoreng 56 orang (28%), dipanaskan 44 orang (22%), dan dikonsumsi dalam bentuk lainnya seperti dikonsumsi langsung sebanyak 11 orang (5,5%)

Alasan Pembelian

Alasan pembelian merupakan salah satu faktor penting yang perlu mendapat perhatian serius dari pihak produsen. Pada umumnya konsumen melakukan pembelian dikarenakan harganya yang murah maupun karena rasanya yang enak atau sesuai dengan lidah konsumen. Alasan atau motivasi pembelian konsumen terhadap ikan kaleng menggambarkan keinginan dan kebutuhan konsumen akan produk tersebut.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa beberapa konsumen melakukan pembelian karena termasuk makanan yang praktis dan cepat saji yang dapat dimakan dalam situasi apapun terlebih lagi bila terdesak oleh waktu. Namun walaupun begitu ada juga konsumen yang melakukan pembelian ikan kalengan ini dengan sengaja memilih harga yang relatif untuk keperluan memancing yang dipergunakan sebagai umpan.

Tabel 9 Alasan pembelian produk ikan kaleng

Alasan Pembelian Jumlah Responden

(orang)

Persentase (%)

Praktis dan cepat saji 95 47,5

Mudah didapat 26 13

Harganya terjangkau 41 20,5

Rasanya enak dan bergizi 23 11,5

Kemasannya menarik 2 1

Ingin mencoba 5 2,5

Berdasarkan Tabel 9, sebanyak 95 orang responden (47,5%) menyatakan bahwa mereka membeli produk ikan kaleng karena sifatnya yang praktis dan cepat saji, 41 orang (21,5%) menyatakan karena harganya yang terjangkau dan 26 orang (13%) membeli karena alasan kemudahan mendapatkan produk ikan kaleng di toko maupun swalayan.

Sikap Pasca Pembelian

Perilaku membeli konsumen dapat dilihat ketika konsumen memutuskan untuk membeli suatu produk, maka konsumen akan menentukan di mana akan membeli produk tersebut dan kapan akan akan membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk akan sangat ditentukan oleh pengetahuannya. Konsumen lebih senang mengunjungi tempat belanja yang sudah dikenalnya karena konsumen telah mengetahui di mana letak produk di dalam toko tersebut.

Konsumen yang merasa puas terhadap produk atau merek yang dikonsumsi atau dipakai akan melakukan pembelian ulang terhadap produk yang sama. Pembelian ulang yang terus menerus dari sebuah merek yang sama akan menunjukkan loyalitas konsumen terhadap merek. Loyalitas merek dapat diartikan sebagai sikap positif konsumen terhadap suatu merek, di mana konsumen memiliki keinginan yang kuat untuk membeli merek yang sama pada saat sekarang maupun pada masa yang akan datang. Keinginan tersebut dibuktikan dengan tetap membeli merek yang sama.

Loyalitas merek terkait erat dengan tingkat kepuasan konsumen, karena semakin puas konsumen terhadap suatu merek maka akan semakin loyal terhadap merek tersebut. Namun walaupun begitu pembelian merek yang sama terus menerus selama periode tertentu tidak menggambarkan apakah loyalitas merek yang sesungguhnya atau hanya pembelian ulang. Pembelian ulang hanya menggambarkan perilaku membeli terhadap suatu merek, tetapi tidak mencerminkan perasaan konsumen terhadap merek tersebut.

Konsumen yang loyal terhadap suatu merek adalah konsumen yang menyatakan sangat menyukai merek tersebut dan kemudian membeli dan menggunakan merek tersebut. Loyalitas merek akan menyebabkan munculnya komitmen merek, yaitu kedekatan emosional dan psikologis dari seorang konsumen terhadap suatu produk.

Dokumen terkait