• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produk (Product) - Mutu - Citra - Merek - Peralatan - Pelayanan pelanggan Harga (Price) - Diskon - kredit - Daftar harga - Cara pembayaran Tempat (Place) - Saluran pemasaran - Pendukung - Segmentasi Promosi (Promotion) - Komunikasi - Penjualan pribadi - Iklan - Humas - Penjualan langsung Individu (Person) - Staf marketing - Penasehat pelanggan - perekrutan - Budaya /citra - Gaji Proses (Process) - Orientasi konsumen - Orientasi bisnis - Dukungan teknologi informasi - Desain - Riset /penelitian Bukti fisik (Physical Evidence) - Tidak rusak/penyok - Tanpa cacat

Empat P’s (product, price, place, dan promotion) dalam bauran pemasaran mencerminkan pandangan penjual terhadap alat pemasaran yang tersedia untuk mempengaruhi pembeli. Bila dilihat dari sudut pandang pembeli maka setiap alat pemasaran tersebut dirancang untuk memberikan manfaat kepada pelanggan (Kotler 1997). Produk yang dihasilkan oleh produsen merupakan jawaban dari kebutuhan dan keinginan konsumen. Empat P’s merupakan product oriented dimana produk yang dihasilkan dipaksa masuk ke pasar (konsumen), sedangkan tambahan terhadap tiga P’s lainnya yaitu person, process dan physical evidence merupakan consumer oriented artinya produk tersebut harus ada karena diinginkan oleh pasar.

Harga yang ditetapkan oleh penjual merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Begitu pula halnya dengan unsur tempat yang disediakan oleh penjual dipandang sebagai kemudahan memperoleh produk yang dibutuhkan pembeli, sedangkan kegiatan promosi yang dilakukan penjual dipandang sebagai proses komunikasi oleh pembeli. Agar 7 P’s penjual merupakan tanggapan terhadap 7 C’s dari pembeli yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Tanggapan 7 P’s penjualan terhadap 7 C’s pembeli

7 P’s 7 C’s Produk (product) Harga (price) Tempat (place) Promosi (promotion) Proses (process) Individu (person)

Bukti fisik (physical evidence)

Kebutuhan dan keinginan pembeli (customer need & wants) Biaya bagi pembeli (cost to the customer)

Kemudahan memperoleh (convenience) Komunikasi (communication)

Perbaikan proses (consumer oriented) Orientasi konsumen (consumer service) Penampilan fisik produk (consumer evidence) Sumber: Kotler 1997 (hasil modifikasi)

Alat pemasaran yang paling mendasar pada bauran pemasaran adalah product, yang merupakan penawaran nyata oleh perusahaan pada pasar, termasuk kualitas desain, bentuk, merek, dan kemasannya. Keputusan mengenai merek adalah hal utama dalam strategi produk. Suatu merek dikatakan kuat jika memiliki kesetiaan konsumen yang tinggi. Bauran pemasaran lainnya adalah price, yang merupakan sejumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk produk tersebut. Place merupakan bermacam kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk menjadi lebih mudah untuk diperoleh dan selalu tersedia untuk

pelanggan sasaran sedangkan promotion merupakan bermacam kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan kelebihan produknya, dan untuk membujuk pelanggan sasaran untuk membeli (Kotler 1997).

Peranan Merek dalam Bauran Pemasaran

Penentuan strategi bauran pemasaran merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh perusahaan. Salah satu konsep utama strategi pemasaran dalam pemasaran moderen adalah bauran pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran merupakan kumpulan variabel yang terdiri dari produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), promosi (promotion), ditambah dengan unsur-unsur lain seperti power, public relation, dan sebagainya (Kotler 1997).

Peranan merek dalam bauran pemasaran adalah merek merupakan bagian dari komponen-komponen yang membentuk produk. Merek berperan sebagai tanda pengenal produk sehingga dapat dibedakan antara produk yang satu dengan produk lainnya. Selain itu juga merek juga dapat memberikan perlindungan hukum baik bagi produsen maupun bagi konsumen (Arnold 1996).

Dalam bauran promosi, merek dapat membuat perusahaan lebih mudah dalam mempromosikan produknya. Tanpa adanya merek, suatu produk hanya bisa dipromosikan secara generik tanpa perbedaan sehingga menyulitkan konsumen dalam melakukan pemilihan terhadap produk yang akan dibelinya. Dengan merek, produsen dapat mempromosikan keunggulan, manfaat dan atribut produknya melalui promosi merek sehingga konsumen dapat melihat perbedaan yang ada diantara sekian banyak produk yang sejenis (Kotler 1997).

Peranan merek dalam bauran distribusi yaitu untuk memudahkan pendistribusian produk dan memudahkan produsen dalam memproses pesanan. Merek akan dapat mempermudah produsen dalam melayani jumlah pesanan terhadap suatu produk termasuk didalamnya merek produk apa yang dipesan, daerah tujuan dan lain sebagainya. Jika terjadi kesalahan pengiriman, maka produsen dapat dengan mudah menelusuri masalah yang ada dengan melihat catatan pemesanan untuk produk dengan merek tertentu (Arnold 1996).

Penelitian Terdahulu Brand Equity

Saefulloh (2002), melakukan analisis ekuitas merek produk ikan kaleng. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling pada pengunjung supermarket Matahari Sultan Plaza Bandung. Analisis yang digunakan adalah analisa deskriptif, uji reliabilitas, uji cochran, skala likert, skala semantic differential, dan brand switching pattern matrix. Hasil penelitian menunjukkan bahwa merek ikan kaleng yang Gaga mendapatkan posisi yang lebih baik pada elemen brand awareness, yang kemudian disusul oleh merek Botan dan ABC. Merek Gaga mendapat peringkat pertama pada tingkatan top of mind dan peringkat ideal pada brand recall, brand recognition, dan brand unware sedangkan merek Botan secara keseluruhan mempunyai nilai rata-rata tertinggi pada setiap atribut produk ikan kaleng berdasarkan hasil pengukuran pada brand perceived quality. Ketiga merek ikan kaleng pada brand loyalty, mempunyai kondisi yang terlalu jauh berbeda, baik dalam perolehan persentase maupun pada rentang skala dan interpretasi pada setiap tahapan brand loyalty. Merek ikan kaleng yang memiliki brand equity terkuat di antara ketiga merek tersebut adalah merek Botan.

Wulandari (2003) dalam penelitiannya mencoba untuk menganalisa ekuitas merek produk mie instan yang beredar di pasaran. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunkan metode non probability sampling yaitu convenience sampling berdasarkan kesediaannya untuk dijadikan responden. Elemen brand equity diolah secara deskriptif, uji assosiasi cochran, diagram cartesius, performance-importance, dan brand switching pattern matrix. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian responden mengkonsumsi mie instan satu sampai lima kali seminggu, dengan penyebaran waktu konsumsi yang cukup merata, baik pagi, siang, sore maupun malam. Adapun atribut rasa mie instan baik mie goreng maupun mie kuah memiliki persentase yang tidak terlalu jauh berbeda. Begitu pula halnya dengan kemasan, di mana responden lebih menyukai kemasan plastik daripada cup. Produk mie instan yang dikonsumsi diketahui melalui media iklan di televisi dan sebagian besar responden mampu membedakan antara merek yang satu dengan lainnya dan menyatakan tidak akan berpindah dari merek yang digunakan saat ini.

Merek Indomie yang secara umum mendapat posisi yang lebih baik pada elemen brand awareness adalah mie instan, yang kemudian disusul oleh

Supermie dan Sarimie. Indomie mendapat peringkat pertama pada tingkatan top

of mind sedangkan pada audit recall merek Supermie merupakan merek yang paling banyak disebut.

Merek Supermie unggul pada elemen brand association yang nilainya sama dengan merek Sarimie. Kedua merek tersebut mempunyai assosiasi yang sama dalam membentuk brand image, yaitu assosiasi harga terjangkau, desain kemasan khas, mudahan didapat, rasanya enak, promosi iklan yang menarik serta volume/berat yang cukup, sedangkan Indomie hanya mempunyai tiga asosiasi yang membentuk brand image yaitu harga terjangkau, mudah di dapat, dan rasanya yang enak.

Merek Supermie mempunyai persepsi kualitas yang lebih baik

dibandingkan merek lainnya. Kualitas Supermie ditunjukkan pada kuadran ke dua yaitu maintain yang pada diagram performance-importance, atribut yang ada harus dipertahankan. Pada merek Supermie, atribut-atribut yang baik menurut persepsi konsumen adalah kemudahan mendapat, rasa, keterangan halal, dan tanggal kadaluwarsa. Pada merek Indomie, atribut-atribut yang baik menurut persepsi konsumen adalah rasa, keterangan halal, dan keterangan kadaluwarsa sedangkan merek Sarimie memiliki atribut-atribut yang baik menurut persepsi konsumen yaitu rasa dan keterangan halal.

Pada elemen brand loyalty, hasil perhitungan Possibility rate of Transition (ProT) menunjukkan bahwa Indomie mempunyai kondisi yang paling baik menurut tingkat kemungkinan perpindahan merek paling kecil, sedangkan urutan ke dua ditempati oleh merek Sarimie, dan urutan ke tiga oleh Supermie.

Savitri (2003) mencoba untuk mengukur ekuitas merek teh celup yang beredar di pasaran. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, dengan pengambilan sampel secara convenience sampling dengan mendatangi langsung rumah-rumah yang berada di kompleks Cimanggu Permai Bogor. Analisa data dilakukan dengan menggunakan skala semantic differential, brand switching pattern matrix, dan analisa deskriptif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian teh celup didapatkan bahwa merek

Sariwangi memiliki posisi yang lebih baik daripada Sostro dan Tong Tji pada

elemen brand awareness. Pada tingkatan top of mind, Sariwangi menempati urutan tertinggi sebagai merek yang paling banyak diingat konsumen sedangkan pada tingkatan brand recall ditempati oleh merek Sosro.

Pada elemen brand association, merek yang berada pada posisi puncak adalah merek Sosro karena assosiasi yang membentuk brand image seperti harga yang murah, mudah didapat, rasanya enak, praktis dalam penggunaan dan waktu penyeduhan cepat membuat merek ini lebih unggul daripada merek Sariwangi

dan Tong Tji. Merek Sariwangi dan Sosro secara keseluruhan mempunyai nilai

persepsi kualitas yang sama berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengukuran brand perceived quality.

Hasil analisis brand loyalty menunjukkan bahwa loyalitas merek Sariwangi

berada pada kondisi paling baik di antara dua merek lainnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya nilai Possibility rate of Transition (ProT) yang paling kecil. Selain itu juga pengguna yang tidak loyal yang paling kecil adalah Sostro

dan Tong Tji. Dari hasil tersebut, merek teh celup yang memiliki ekuitas merek

terkuat adalah Sariwangi karena memiliki kekuatan pada brand awareness, brand perceived quality, dan brand loyalty.

Susanto (2003) menganalisis ekuitas merek pada produk jamu kemasan terhadap tiga merek jamu di Semarang yaitu Nyonya Meneer, Sidomuncul, dan jamu Jago. Responden dipilih dengan menggunakan teknik pemilihan sampel judgment sampling, sedangkan alat analisis yang digunakan adalah skala likert, median dan kuartil, deskriptif, diagram performance-importance, dan analisis proporsi.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jamu kemasan merek Nyonya

Meneer mendapat posisi yang unggul pada elemen brand awareness, yang

disusul oleh jamu Sidomuncul dan jamu Jago. Assosiasi pembentuk brand image pada merek Sidomuncul, jamu Jago dan Nyonya Meneer adalah harga terjangkau, kualitas produk tinggi, merek terkenal, khasiatnya cepat dan aman bagi kesehatan. Merek Nyonya Meneer mendapat persepsi kualitas yang lebih

baik dibandingkan dengan kedua merek jamu lainnya yaitu pada kuadran ke tiga dari diagram performance-importance.

Merek Sidomuncul memiliki kondisi yang lebih baik pada elemen brand loyalty karena memiliki persentase switcher terkecil bila dibandingkan dengan merek jamu lainnya. Konsumen yang loyal terhadap merek Sidomuncul lebih banyak pada tahap committed buyer, kemudian diikuti oleh merek Nyonya

Meneer dan jamu Jago. Nyonya Meneer termasuk merek dengan kualitas terkuat

yang bersaing ketat dengan Sidomuncul.

Purwantoro (2003) melakukan penelitian terhadap ekuitas merek apel

Manalagi pada beberapa pasar tradisional dan moderen serta memberikan

alternatif strategi bauran pemasaran buah apel Manalagi berdasarkan elemen- elemen brand equity yang telah diketahui. Pengambilan sampel dilakukan di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan dengan menggunakan teknik judgment sampling. Analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah analisis deskriptif, analisis uji perbandingan (Hoyt) untuk mengetahui tingkat kedekatan dari masing-masing asosiasi yang telah diajukan pada responden dalam kuisioner, diagram performance-importance, dan analisis brand switching pattern matrix.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apel Manalagi merupakan merek apel yang pertama kali diingat. Pada elemen brand association dan brand perceived quality dilakukan screening yaitu responden yang pernah mengkonsumsi apel

Manalagi saja yang berhak mengisi jawaban dari pertanyaan selanjutnya. Pada

pembentukan brand image terdapat assosiasi yaitu harga terjangkau, kesegaran buah, rasa buah yang manis, warna buah hijau kekuningan, kemasan yang unik, serta buah yang berfungsi untuk kesehatan.

Brand perceived quality secara keseluruhan menunjukkan bahwa apel Manalagi

memiliki performance-importance. Atribut yang perlu dibenahi oleh pihak perusahaan adalah atribut rasa buah dan karakteristik daging buah. Atribut tersebut potensial untuk dijadikan nilai jual apel Manalagi karena dinilai responden sebagai atribut paling baik.

Dokumen terkait