IV. GAMBARAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN DAERAH
4.1 Tata Kelola Pemerintahan di Indonesia 37
4.1.2 Perizinan Usaha 41
Saat ini masalah perizinan usaha adalah salah satu masalah utama yang dihadapi seseorang ketika akan memulai usaha. Izin usaha merupakan bentuk pendaftaran perusahaan kepada pemerintah untuk mendapatkan formalitas status usaha. Formalitas usaha diperlukan agar perusahaan bersangkutan bisa mengakses modal dari lembaga keuangan formal dengan lebih mudah. Pengurusan perizinan di Indonesia secara umum masih lama dan mahal. Hal ini tercermin dari laporan Doing Business (2010) yang dikeluarkan Bank Dunia, untuk memulai sebuah usaha baru di Jakarta seorang pengusaha harus melewati 9 prosedur, memerlukan 47 hari kerja, dan membutuhkan biaya sampai 22 persen pendapatan per kapita. Masalah-masalah ini dapat menghambat aktivitas komersial, mempersulit perkembangan perusahaan-perusahaan kecil, menghambat pendirian usaha-usaha baru, dan membuat para usahawan menghindari formalisasi.
Penerbitan izin di daerah dikelola oleh instansi teknis atau PTSP. Di tingkat daerah, instansi yang berwenang menyelenggarakan pelayanan perizinan adalah instansi teknis (Satuan Kerja Pemerintahan Daerah atau SKPD) yang diberi wewenang. Salah satunya adalah Dinas Perdagangan/Perindustrian untuk izin- izin yang terkait dengan perindustrian dan perdagangan, seperti SIUP, TDP dan TDI. Pelayanan perizinan juga bisa dilaksanakan oleh pejabat yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) setempat sesuai dengan yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 24/2006. PTSP adalah institusi yang mendapatkan wewenang dari kepala daerah untuk menerbitkan berbagai izin usaha. Sebelum PTSP terbentuk, proses perizinan diselenggarakan di beberapa tempat yang terpisah.
Dengan adanya PTSP perizinan menjadi lebih sederhana, banyak prosedur yang dapat dikurangi, selain pengurangan waktu dan biaya pengurusan izin.
Berikut adalah beberapa jenis perizinan usaha yang menjadi kewenangan daerah yaitu:
1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
Perusahaan ―perdagangan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan kegiatan usaha di sektor perdagangan yang bersifat tetap, berkelanjutan, didirikan, bekerja dan berkedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba (Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 36/M-Dag/Per/9/2007).
2. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
Pada tahapan selanjutnya, setelah mendapatkan SIUP. Dalam kurun waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah perusahaan beroperasi, perusahaan tersebut wajib segera mendaftarkan perusahannya.
3. Tanda Daftar Industri (TDI)
Tanda Daftar Industri (TDI) adalah izin yang harus dimiliki oleh perusahaan yang melakukan kegiatan industri dengan nilai investasi seluruhnya antara Rp5.000.000,00 - Rp200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan. Proses pengurusan ini membutuhkan waktu kurang lebih selama 14 hari kerja. 4. Izin Gangguan (HO)
Setiap kegiatan usaha yang berpotensi menimbulkan bahaya atau ancaman bagi masyarakat luas diwajibkan memiliki izin gangguan (HO). Untuk perusahaan yang wajib memiliki amdal atau berada dalam kawasan industri yang telah memiliki AMDAL dikecualikan untuk memiliki HO. Sebagai syarat untuk memperoleh HO, terlebih dahulu harus memiliki IMB.
5. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Undang-undang Bangunan mempertegas kewajiban atas izin terhadap setiap aktifitas pembangunan (konstruksi) dengan berbagai fungsinya. Sedangkan untuk dasar hukum HO yang masih menggunakan peraturan pada masa penjajahan hingga saat ini belum ada pembaharuan lagi.
Aspek perizinan usaha digambarkan dengan enam variabel penilaian, yaitu: 1. Persentase perusahaan yang memiliki TDP.
2. Persepsi kemudahan perolehan TDP. 3. Rata-rata waktu perolehan TDP.
4. Persepsi tingkat biaya tidak memberatkan usaha.
5. Persepsi bahwa pelayanan izin usaha adalah bebas KKN. 6. Persepsi bahwa pelayanan izin usaha yang efisien.
7. Persepsi bahwa pelayanan izin usaha yang bebas pungutan liar. 8. Pengetahuan mengenai keberadaan mekanisme pengaduan.
9. Persepsi tingkat keseluruhan kemudahan izin usaha terhadap usahanya. Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum kepemilikan TDP masih cukup rendah, yaitu hanya sekitar 20 persen pelaku usaha yang sudah memilikinya. Berdasarkan wiilayah administrasi tidak ada perbedaan jumlah kepemilikan TDP di kota dan kabupaten. Sedangkan berdasarkan letak geografisnya pelaku usaha di Jawa justru lebih sedikit yang memiliki TDP dibandingakan pelaku usaha di luar Jawa, walaupun untuk pengurusan TDP masih lebih mudah di Jawa dibandingkan luar Jawa. Hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran pelaku usaha di Jawa untuk mengurus perizinan,.
Secara rata-rata lama pengurusan TDP adalah 12 hari, tidak ada perbedaan antara kota dan kabupaten, serta daerah di Jawa dan daerah luar Jawa. Di tingkat kabupaten/kota, waktu yang dibutuhkan untuk mengurus TDP sangat lama di Ketapang (Kalbar) dan Kota Malang ( Jatim). Waktu pengurusan TDP terlama di antara seluruh kabupaten/kota yang disurvei adalah di Ketapang. Menurut pengakuan pelaku usaha di Ketapang, waktu yang dibutuhkan untuk mengurus TDP adalah 49 hari. Waktu pengurusan di Kota Malang juga termasuk yang terlama, mencapai 36 hari. Jauh lebih lama daripada tetangganya, Kota Batu, dengan waktu pengurusan TDP hanya 11 hari.
Secara umum biaya pengurusan TDP tidak terlalu memberatkan, lebih dari 85 persen pelaku usaha menilai biaya pengurusan TDP tidak memberatkan. Biaya pengurusan TDP di kota lebih mahal dibandingkan di kabupaten dan di luar Jawa lebih mahal dibandingkan di Jawa.
Sekitar 8 persen pelaku usaha menilai bahwa perizinan usaha sudah bebas KKN. Perizinan di luar Jawa dinilai pelaku usaha lebih efisien dan bebas pungli dibandingkan di Jawa.
Variabel Wilayah Statistik Deskriptif
Tabel 3 Perbandingan variabel-variabel perizinan usaha menurut wilayah administrasi dan geografisnya tahun 2010
Uji beda rata-rata
N Mean Std. Dev. t p-value
Q50: Kepemilikan TDP (%) Q51cR1: Kemudahan dapat TDP (%) Q51dR1: Waktu perolehan TDP (hari) Q52cR1: Biaya tidak memberatkan (%) Kab. 170 20,32 16,59 -0,89 0,37 Kota 42 22,87 16,35 Luar Jawa 167 21,81 17,23 1,96 0,05 Jawa 45 17,16 13,17 Kab. 201 87,96 15,06 1,53 0,13 Kota 43 84,15 13,53 Luar Jawa 198 86,31 15,65 -2,83 0,01 Jawa 46 91,47 9,80 Kab. 201 11,95 15,15 -0,36 0,72 Kota 43 12,81 6,58 Luar Jawa 198 12,08 15,10 -0,05 0,96 Jawa 46 12,19 7,97 Kab. 201 89,82 13,95 1,84 0,07 Kota 43 85,63 11,40 Luar Jawa 198 88,15 14,35 -2,99 0,00 Jawa 46 93,10 8,83 Q54R1: Bebas KKN (%) Kab. 202 81,78 15,06 0,28 0,78 Kota 43 81,10 11,49 Luar Jawa 199 81,41 14,37 -0,57 0,57 Jawa 46 82,75 15,02 Q54R2: Efisien (%) Kab. 202 71,36 18,20 1,42 0,16 Kota 43 67,06 17,51 Luar Jawa 199 72,22 16,35 2,37 0,02 Jawa 46 63,62 23,30 Q54R3: Bebas pungli (%) Q57: Mekanisme pengaduan (%) Q59: Keseluruhan izin usaha (%) Kab. 202 72,15 18,91 1,16 0,25 Kota 43 68,55 16,47 Luar Jawa 199 73,09 16,96 2,30 0,02 Jawa 46 64,73 23,20 Kab. 202 23,51 24,22 -4,21 0,00 Kota 43 40,52 23,20 Luar Jawa 199 22,85 22,98 -5,00 0,00 Jawa 46 42,25 26,74 Kab. 202 94,20 8,87 0,78 0,43 Kota 43 93,09 5,85 Luar Jawa 199 93,48 9,02 -3,04 0,00 Jawa 46 96,28 4,48
Hal tersebut cukup ironis karena keberadaan TPST yang diharapkan akan mempermudah dan mempermurah perizinan justru sudah lebih banyak dimiliki daerah di Jawa dibandingkan di luar Jawa. Secara umum keberadaan TPST masih rendah. Daerah kota dan Jawa sekitar 41 persen sudah memiliki TPST, sedangkan di kabupaten dan luar Jawa baru sekitar 22 persen atau sekitar setengahnya.