• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkara-perkara Kepailitan yang Memenuhi Unsur Pembuktian Bersifat Complicated

PENGADILAN NIAGA

A. Perkara-perkara Kepailitan yang Memenuhi Unsur Pembuktian Bersifat Complicated

Ada beberapa perkara kepailitan yang putusan akhirnya menyatakan bahwa pembuktiannya tidak bersifat sederhana (complicated), walaupun pada tingkat judex factie atau kasasi hal itu dipandang bersifat sederhana.

1. Putusan Perkara No. 02/PAILIT/2007/PN.JKT.PST tanggal 19 Pebruari 2007, jo. No. 09 K/N/2007 tanggal 25 April 2007, jo. No. 012 PK/Pdt.Sus/2008 tanggal 23 Juni 2008 antara KIM SUNG GON (Pemohon/Termohon Kasasi/Pemohon Peninjauan Kembali). vs. JUNG SUNG WON (Termohon/Pemohon Kasasi/Termohon Peninjauan Kembali).

Duduk Perkaranya : Bahwa Pemohon adalah warga negara Korea Selatan yang merupakan pemegang sebanyak 1700 (seribu tujuh ratus) saham PT. JAElL INDONESIA berdasarkan Pernyataan Keputusan Rapat PT. JAElL INDONESIA tanggal 26 Nopember 2004. Bahwa Kepemilikan saham Pemohon dalam PT.

JAEIL INDONESIA diperoleh Pemohon berdasarkan Perjanjian Jual Beli Saham tanggal 13 November 2003 antara Pemohon dengan Kurator PT. GSP Dalam Pailit (GSP CO. LTD). Bahwa GSP CO. LTD merupakan nama baru dari JElL ENGINEERING CO., LTD. yang mana perubahan nama tersebut dilakukan pada tanggal 1 Juli 2001 dan didaftarkan pada tanggal 3 Juli 2001 dan dilegalisir oleh Kantor Notaris Incheon, Law and Notary Office Inc., di Korea pada tanggal 18 Agustus 2006, Register No.2006-3771. Bahwa sebagai kelanjutan dari Perjanjian

Jual Beli Saham tanggal 13 Nopember 2003 tersebut di atas, dibuatlah Perjanjian antara Pemohon dengan Termohon dan Sdr. Park Seong In yaitu Perjanjian Pembagian Kepemilikan Saham tertanggal 19 Agustus 2004. Adapun Susunan Pemegang Saham PT. Jaeil Indonesia tertanggal 19 Agustus 2004 sebagai berikut :

a. Jung Sung Won 60% (W 900,000,000,) b. Kim Sung Gon 20% (W 300,000,000,) c. Park Seong In 20% (W 300,000,000,)

Sebagai syarat untuk melaksanakan hal tersebut di atas pemegang saham Jung Sung Won harus telah membayar sebesar W 493,000,000 kepada pemegang saham Kim Sung Gon sampai dengan tanggal 30 September 2004 dan harus melunasi sisa utang sebesar W 200,000,000 dengan cara mengangsur sebesar W 8,000,000 setiap bulan mulai bulan Agustus 2005. Selanjutnya Perjanjian Pembagian Kepemilikan Saham tertanggal 19 Agustus 2004 tersebut di atas diubah atau ditindaklanjuti menjadi Perjanjian Jual Beli Saham tanggal 19 Oktober 2004 antara Kurator PT. GSP dalam Pailit, Pemohon dan Termohon.

Dalam Perjanjian Jual Beli Saham tersebut, posisi Termohon selaku Pembeli dan Pemohon selaku Penjual dimana telah ditegaskan bahwa Termohon berkewajiban untuk membayar sebesar Won 729.100.000, kepada Pemohon sebagai harga atas saham PT. JAEIL INDONESIA tersebut di atas. Kewajiban Termohon sebesar Won 729.100.000, kepada Pemohon sebagai harga atas saham PT. JAEIL INDONESIA tersebut di atas baru dilakukan pembayaran oleh Termohon sebesar

119

Won 443.000.000, sehingga Termohon tetap masih mempunyai sisa hutang hingga saat ini sebesar Won 286.100.000. Kemudian, pada tanggal 10 Juli 2006 telah mengalihkan sebagian piutang Pemohon dari total piutang sebesar Won 286.100.000, di atas yaitu sebesar Won 143.000.000, kepada Tuan Adner Sirait, swasta, beralamat di Jalan Let. Jend. Suprapto N0. 21 D, Jakarta Pusat, sehingga dengan demikian piutang Pemohon kepada Termohon tinggal sebesar Won 143.000.000.

Pertimbangan Hukum Judex Facti : Walaupun Termohon pernah melakukan penolakan atas penagihan dan/atau pengabaian somasi yang dilakukan oleh Pemohon, tetapi Termohon tidak pernah melakukan bantahan atas bukti-bukti utang yang diajukan oleh Pemohon. Setelah dilakukan penagihan dan disomasi beberapa kali, sampai dengan permohonan pernyataan pailit ini diajukan, Termohon tetap tidak melunasi hutang sebesar Won 143.000.000, kepada Pemohon. Berdasarkan bukti-bukti di atas, maka telah terbukti secara sederhana sesuai fakta atau keadaan adanya utang Termohon kepada Pemohon dan kepada kreditor lainnya dan tidak membayar lunas sedikitnya 1 (satu) utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU.

Putusan Hakim Judex Facti : Menerima dan mengabulkan permohonan pernyataan pailit Pemohon KIM SUNG GON untuk seluruhnya; dan menyatakan Termohon berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.

Pertimbangan Hukum Kasasi : Mahkamah Agung menilai bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum

Putusan Kasasi : Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : JUNG SUNG WON tersebut; dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 19 Februari 2007 Nomor : 02/PAILlT/2007/PN.JKT.PST.

Pertimbangan Hukum PK : Bahwa alasan-alasan yang dikemukakan oleh Pemohon PK/Pemohon tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena bukti-bukti P.PK1 dan P.PK2 berupa rekaman pembicaraan antara Termohon PK/Termohon dengan Pemohon PK/Pemohon yang diajukan oleh Pemohon PK tidak merupakan bukti baru yang bersifat menentukan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 295 ayat (2) huruf a Undang-Undang No. 37 Tahun 2004.

Bahwa dalam putusan Mahkamah Agung yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut dipertimbangkan bahwa fakta atau keadaan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 telah terpenuhi, tidak dapat dibuktikan secara sederhana (Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004), sehingga penyelesaian sengketa antara Pemohon PK/Pemohon dengan Termohon PK/Termohon harus diselesaikan melalui suatu gugatan perdata di Pengadilan Negeri.

Putusan PK : Menolak permohonan PK dari Pemohon PK : KIM SUNG GON.

121

2. Putusan Perkara No. 61/Pailit/2009/ PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 14 Desember 2009 jo. No. 66 K/Pdt.Sus/2010 tanggal 24 Februari 2010 antara PT. Hanil Bakrie Finance Company (Pemohon Pailit/pemohon Kasasi), vs. Argo Intan Griyatama, Benny Lucman, John Lucman, James Lucman, PT.

Asindoindah Griyatama (Termohon Pailit/ Termohon Kasasi).

Duduk Perkaranya : Pada tanggal 12 Desember 1996 di Jakarta di hadapan Agus Madjid,SH, Notaris di Jakarta, Pemohon pailit PT. Bakrie Finance Corporation (PT.Swadinamika Bakri Finance), bersama PT.Gajah Surya Finance dan PT. Koexim BDN Finance (PT.Koexim Mandiri Finance) dengan PT.Argo Intan Griyatama Termohon pailit I, telah sepakat menandatangani Akta perjanjian Sindikasi pembiayaan sewa guna usaha No.81, dan setuju memberikan pinjaman berupa fasilitas sewa guna usaha dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan total sebesar US$ 15.000.000.000 dalam rangka pengembangan kegiatan usaha pengambil-alihan Mal Diamon, yang berlokasi di Jalan Raya Cikokol, Tangerang, Banten, dimana PT.Bakrie Finance Corporation bersedia memberikan pinjaman sejumlah US$ 6.500.000,00. Selain memberikan pinjaman kepada Termohon Pailit I, Pemohon Pailit juga telah mengambil alih kewajiban utang Termohon Pailit I kepada PT. Bakrie Finance Corporation yang kemudian berubah nama menjadi PT.Swadinamika Bakrie Finance, sehingga kewajiban utang Termohon Pailit I kepada PT. Bakrie Finance Corporation (PT.Swadinamika Bakrie Finance) tersebut telah beralih menjadi kewajiban utang Termohon pailit I kepada Pemohon Pailit dan telah menambah jumlah kewajiban utang Termohon Pailit I kepada Pemohon Pailit. Sesuai dengan akta perjanjian No.10, tertanggal 6 September 2004, yang dibuat dihadapan Agus

Madjid,SH, Notaris di Jakarta tersebut, ditetapkan bahwa jumlah kewajiban utang Termohon Pailit I adalah sebesar Rp.45.974.994.571 dengan cara 15 (lima belas) kali pembayaran dengan menyerahkan 15 (lima belas) buah bilyet giro dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, yaitu sampai dengan tanggal 1 Oktober 2005.

Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya ternyata dari Bilyet Giro yang akan diserahkan oleh Termohon Pailit I yang dapat dicairkan sebagai pembayaran kewajiban adalah Bilyet Giro untuk pembayaran pertama sampai pembayaran ketujuh, sedangkan Bilyet Giro yang untuk pembayaran kedelapan dan pembayaran kesembiIan mulai bermasalah. Dalam perkembangan selanjutnya Termohon Pailit I menjadi tidak kooperatif dan juga telah mempermainkan Pemohon Pailit karena Bilyet Giro yang diserahkan kepada Pemohon Pailit tersebut sebagian besar tidak ada dananya sehingga ditolak oleh Bank. Dalam rangka penyelesaian kewajiban utang Termohon Pailit I, berkali-kali Pemohon Pailit telah mengupayakan agar kewajiban utang PT. Argo Intan Griyatama segera dibayar namun tidak mendapatkan tanggapan sebagaimana mestinya. Pada kenyataannya Kewajiban Utang atas nama Termohon Pailit I kepada Pemohon Pailit telah macet/tidak dibayar dan telah jatuh tempo pada tanggal 1 Oktober 2005, dan ternyata Termohon Pailit I, Termohon Pailit II, Termohon Pailit III, Termohon Pailit IV dan Termohon Pailit V, tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban utangnya, meskipun telah dilakukan berbagai pendekatan maupun Somasi/teguran.

123

Pertimbangan Hukum Judex Facti : Bahwa pada pola modus pembiayaan sewa guna usaha dan kelaziman praktek (normal business practice) yang juga diikuti dengan seksama di Indonesia bahwa karena setiap pembayaran angsuran uang lease sudah terkandung pembayaran harga barang modal yang menjadi obyek lease, maka sekiranya lessee (i.c. Termohon I) mengalami kegagalan dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian Leasing maka Lessor i.c. Pemohon terlebih dahulu menjual barang modal yang menjadi obyek pembiayaan untuk memperhitungkan hasil penjualan itu dengan kewajiban keuangan lessee kepada lessor, jika setelah diperhitungkan dengan tunggakan uang lease ternyata hasil penjualan obyek lease itu masih ada sisa kewajiban keuangan lessee, maka lessor berhak menagih kekurangannya itu kepada lessee, tetapi sebaliknya jika hasil penjualan itu lebih besar dari jumlah kewajiban keuangan lessee kepada lessor, maka lessor wajib mengembalikan kelebihannya itu kepada lessee. Dengan demikian prosedur penjualan barang modal yang menjadi obyek pembiayaan menjadi keharusan mendahului tuntutan hukum atas tagihan uang lease.

Bahwa dalam hal ini Pemohon sebagai lessor belum memperhitungkan harga barang modal yang dibiayai dalam perjanjian Leasing tersebut terhadap tagihan uang lease yang diklaim dalam permohonan ini. Hal ini bertentangan dengan pola pembiayaan leasing dan karena itu permohonan a quo bersifat prematur sehingga patut ditolak.

Bahwa terdapat fakta hukum yang diabaikan (Iebih tepat, disembunyikan) oleh Pemohon mengenai keberadaan Kesepakatan Penyelesaian utang uang lease antara Termohon I dan Pemohon pada tanggal 13 Juli 2009, tetapi kemudian Pemohon telah lalai memenuhi kewajibannya dalam Kesepakatan tersebut, oleh karena itu tuntutan Pemohon seharusnya didasarkan atas kesepakatan tersebut diajukan kemuka Pengadilan Negeri dan bukan ke Pengadilan Niaga.

Putusan Hakim Judex Facti : Menolak Permohonan Pemohon Pailit untuk seluruhnya dan menghukum Pemohon Pailit untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1.841.000,- (satu juga delapan ratus satu ribu rupiah).

Pertimbangan Hukum Kasasi : Mahkamah Agung menilai bahwa Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, Judex Facti telah tepat menolak permohonan pailit seluruhnya, tetapi alasan hukum putusan tersebut perlu diperbaiki yaitu dengan alasan bahwa kedua unsur untuk pernyataan pailit berdasarkan ketentuan Pasal 2 (1) jo Pasal 8 (4) Undang-Undang Kepailitan tidak terpenuhi sehingga perkara ini bukan dalam kewenangan Pengadilan Niaga, dan bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka permohoan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi tersebut harus ditolak.

Putusan Kasasi : Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : PT.

Hanil Bakrie Finance Company dan para pemohon kasasi ii : 1. PT.Argo Intan Griyatama, 2. Benny Lucman, 3. John Lucman, 4. James Lucman, 5.

Asindoindah Griyatama tersebut.

125

3. Putusan Perkara No. 20/Pailit/2008/PN.Niaga.Sby., tanggal 13 Februari 2009 jo. No. 199 K/PDT.SUS/2009, tanggal 16 April 2009, jo. No. 087 PK/Pdt.Sus/2009 tanggal 15 Desember 2009, antara PT. Trigana Air Service (Pemohon/Pemohon Kasasi/Pemohon PK) vs. PT. Kalstar Nusantara (Termohon/Termohon Kasasi/Termohon PK).

Duduk Perkaranya : Pemohon adalah Kreditur dari PT. Kalstar Nusantara berdasarkan Perjanjian Kerjasama Pengoperasian Pesawat Udara, tanggal 31 Desember 2004 No. 003-Perj/TAS-KAL/XII-04 (selanjutnya disebut

"Perjanjian"). Perjanjian tersebut kemudian dilakukan perubahan dengan Addendum Nomor 004-ADD/TAS-KAL/II/05 tertanggal 21 Februari 2005, selanjutnya disebut "Addendum I", yang kemudian dirubah dan ditambah lagi dengan Addendum Nomor 045-ADD/TASKAL/ IX/05 tertanggal 28 September 2005, selanjutnya disebut "Addendum 2". Berdasarkan perjanjian, Termohon menyewa 3 (tiga) pesawat udara dari Pemohon dan kewajiban dari Termohon yaitu untuk membayar uang sewa pesawat udara, Pajak Pertambahan Nilai atas sewa pesawat udara (selanjutnya disebut sebagai "PPn") dan biaya Fuel Surcharge (selisih beban harga bahan bakar pesawat udara). Berdasarkan tagihan (invoice) sebagaimana telah disebutkan di atas, Pemohon telah mengirimkan seluruh tagihan tersebut kepada Termohon. Maka berdasarkan tagihan-tagihan tersebut jumlah hak tagih Pemohon kepada Termohon adalah sebesar US$

279,590.63 dan Rp.376.814.117,- Hingga saat ini seluruh kewajiban Termohon belum dibayar kepada Pemohon, meskipun berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh Pemohon dan Termohon, Termohon telah diwajibkan untuk membayar kewajibannya kepada Pemohon dalam jangka waktu yang telah

ditentukan. Disamping terhadap Pemohon, Termohon juga memiliki hutang-hutang lagi kepada Kreditur lain yaitu setidaknya kepada : PT. Pelita Air Service, suatu perseroan yang berkedudukan di Jakarta, beralamat kantor di Jalan Abdul Muis No. 52-56, Jakarta Pusat 10160, Indonesia.

Pertimbangan Hukum Judex Facti : Majelis Hakim mendapati bahwa, timbulnya utang Termohon Pailit kepada Pemohon Pailit maupun sebaliknya timbulnya utang Pemohon Pailit kepada Termohon Pailit pada dasarnya merupakan suatu prestasi hukum timbal balik yang timbul dari perjanjian kerjasama pengoperasian Pesawat udara antara Pemohon Pailit dengan Termohon Pailit dan masih dipermasalahkan oleh kedua belah pihak. Hal ini terbukti dari adanya tuntutan balik dari Termohon Pailit akan kewajiban Pemohon Pailit untuk membayar utang yang timbul dari perjanjian tersebut.

Karenanya, dalam menentukanya apakah Termohon Pailit telah berkedudukan sebagai Debitur dari Pemohon Pailit dinilai mengandung suatu sengketa keperdataan. Oleh karena itu, apakah Termohon Pailit berkedudukan sebagai Debitor dari Pemohon Pailit tidak dapat dibuktikan secara sederhana. Adanya fakta bahwa Termohon Pailit juga memiliki tagihan kepada Pemohon Pailit menimbulkan permasalahan hukum tentang: 1. Apakah Termohon Pailit berkedudukan sebagai Debitor dari Termohon Pailit, dan; 2. Apakah utang Termohon Pailit pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan melalui prosedur kepailitan."

127

Putusan Hakim Judex Facti : Menolak permohonan Pemohon Pailit yang diajukan oleh Pemohon Pailit; dan membebankan biaya permohonan kepailitan kepada Pemohon Pailit sebesar Rp 7.000.000,-

Pertimbangan Hukum Kasasi : Bahwa Judex Facti telah benar di dalam memberikan pertimbangan hukum dan menerapkan hukum. Oleh karenanya, pertimbangan hukum Judex Facti (sebagaimana dijelaskan di atas) tidak bertentangan dengan hukum.

Putusan Hukim Kasasi : Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi:

PT. TRIGANA AIR SERVICE tersebut; dan menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 5.000.000,-

Pertimbangan Hukum PK : Bahwa alasan peninjauan kembali tentang adanya kekeliruan nyata dari Hakim tidak dapat dibenarkan sebab setelah diteliti dan diperiksa dengan seksama putusan kasasi Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi, ternyata tidak terdapat kekeliruan nyata dari Hakim dimaksud baik kekeliruan Hakim pada tingkat kasasi maupun dari Hakim Pengadilan Niaga Surabaya, melainkan hanya merupakan pengulangan dari hal-hal yang telah dipertimbangkan oleh judex juris maupun judex facti yang pada dasarnya hanya perbedaan pendapat antara Pemohon Peninjauan Kembali dengan judex juris maupun judex facti dalam menafsirkan dan menilai fakta yang terungkap di persidangan maupun bukti-bukti yang diajukan di persidangan, hal mana bukan merupakan alasan untuk

mengajukan peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam Pasal 67 huruf a s/d f Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 jo.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009. Dengan kata lain, alasan yang dikemukakan oleh baik judex juris maupun judex facti bahwa perkara ini mengandung suatu sengketa keperdataan adalah benar, dan oleh karena itu, apakah Termohon Pailit berkedudukan sebagai Debitor dari Pemohon Pailit tidak dapat dibuktikan secara sederhana. Berdasarkan hal-hal yang dipertimbangkan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT.

Trigana Air Service tersebut harus ditolak.

Putusan Hakim PK : Menolak permohonan Peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan kembali: PT. Trigana Air Service tersebut, dan menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp 10.000.000,-

4. Putusan Perkara Nomor : 40/PAILIT/2009/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 03 September 2009, jo. No. 734 K/Pdt.Sus/2009, tanggal 18 November 2009, antara PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia (Pemohon Pailit/Pemohon Kasasi) vs. PT. Nurman Avia Indopura (Termohon Pailit/Termohon Kasasi).

Duduk Perkaranya : Pemohon merupakan suatu perusahaan terbatas yang bergerak melaksanakan bidang jasa perawatan, reparasi dan overhaul pesawat terbang serta pendukungnya yang berkantor pusat di Kotamadya Tangerang dan didirikan dengan nama PT. GARUDA MAINTENANCE FACILITY AERO ASIA atau singkat PT. GMF Aero Asia yang Anggaran Dasarnya telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir berdasarkan Akta Pernyataan

129

Keputusan para Pemegang Saham tertanggal 31 Juli 2008, Nomor : 308 yang dibuat di hadapan Arry Supratno, SH. Notaris di Jakarta, perubahana mana telah memperolah persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia Republik Indonesia nomor : AHU-53074.AH.01.02. Tahun 2008, tertanggal 20 Agustus 2008 dan terdaftar pada Daftar Perusahaan dengan nomor Tanda Daftar Perusahaan 30.06.1.51.01196 tertanggal 17 April 2009. Pemohon dan Termohon membuat dan menandatangani Perjanjian Pengakuan Hutang dan Penyelesaiannya Nomor : GMF/PEJ./TA-3014/2003, 023/PERJ./NAI-GMF/I/2003 tertanggal 10 Februari 2003 (selanjutnya disebut sebagai

“Perjanjian Pengakuan hutang”), di mana Termohon mengakui telah berhutang kepada Pemohon sebesar USD 1,310,363.29 (Jumlah Pokok Terhutang). Waktu pelunasan Hutang tersebut adalah 18 Februari 2004, waktu pelunasan mana telah berakhir, karenanya telah jatuh waktu dan sesuai Pasal 5 Perjanjian Pengakuan Hutang, Jumlah Pokok Terhutang ditambah denda atas penundaan pembayaran Jumlah Pokok Terhutang sebesar USD 65,532.81 (Jumlah Denda Terhutang).

Pada tanggal 17 Maret 2005, Ref. nomor : GMF/TAC-2049/05 Pemohon telah menegur Termohon untuk melunasi Jumlah Pokok Terhutang kepada Pemohon dan terhadap teguran Pemohon kepada Termohon seharusnya Termohon segera melakukan pembayaran atas Perjanjian Pengakuan Hutang, akan tetapi permintaan tersebut tetap tidak terpenuhi oleh Termohon. Kemudian Pemohon melalui suratnya tertanggal 18 September 2008, nomor GMF/TS-2032/08, perihal Somasi kepada Termohon yang pada pokoknya meminta Termohon untuk

melakukan kewajiban Termohon, akan tetapi permintaan tersebut tetap tidak dipenuhi oleh Termohon. Atas kelalaian Termohon untuk melunasi kewajibannya tersebut Pemohon telah membenarkan bunga sebesar USD 393,108.95 berikut biaya-biaya hukum yang dihadapi oleh Pemohon sebesar USD 20,000.00, sehingga keselurahan utang selain yang telah diakui berdasarkan Perjanjian Pengakuan Utang dan denda setiap penundaan pembayaran ditambah bunga serta biaya-biaya hukum Termohon kepada Pemohon hingga didaftarkannya permohonan pernyataan pailit ini total sebesar USD 1,789,0004.05. Bahwa Termohon juga mempunyai, paling tidak 1 (satu) utang lain selain utang kepada Pemohon yaitu : PT. Indopelita Aircraft Service (selanjutnya disebut “IAS”) berkedudukan di Pondok Cabe, Tangerang, Indonesia, berkantor di Pondok Cabe, Tangerang, Indonesia.

Pertimbangan Hukum Judex Facti : Bahwa di dalam surat permohonan Pemohon telah mendalilkan selain Pemohon, Termohon mempunyai hutang kepada Kreditur lain, namun Pemohon tidak menguraikan secara jelas berapa jumlah hutan Termohon kepada PT Indopelita Aircraft Service (Kreditur lain).”

Bahwa disamping itu bukti-bukti dari kreditur lain yang diajukan oleh Pemohon di persidangan tidak ada aslinya (P – 10 ) Pemohon tidak dapat menunujukkan aslinya juga Pemohon tidak dapat menghadirkan kreditur lain di persidangan, dengan demikian berarti Pemohon tidak dapat membuktikan dalil permohonannya, yang menyatakan Debitur mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur tidak terpenuhi oleh Pemohon.” Karena syarat-syarat untuk dinyatakan

131

Pailit tidak terpenuhi karena permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum maka dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.

Putusan Hakim Judex Facti : Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya, dan membebankan biaya perkara kepada Pemohon yang hingga putusan ini diucapkan diperhitungkan sebesar Rp.841.000,-

Pertimbangan Hukum Kasasi : Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti tidak salah menerapkan hukum karena tidak terbukti adanya kreditur lain. berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia tersebut harus ditolak.

Putusan Hakim Kasasi : Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PT. Garuda Maintenance Facility Aero Asia tersebut, dan menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.5.000.000,-

5. Putusan Perkara No. 04/Pailit/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 23 Maret 2010, jo. No. 389 K/Pdt.Sus/2010, tanggal 25 Mei 2010, antara PT. Buana Finance, Tbk, (Pemohon Pailit/Pemohon Kasasi) vs. Sajan Naraindas Vaswani, dan Sweeta S. Vaswani, alias Ny. Sajan (Termohon Pailit/Termohon Kasasi).

Duduk Perkaranya : Bahwa Termohon I telah mengadakan hubungan hukum dengan Pemohon berupa Perjanjian Pembiayaan Konsumen dalam hal ini sebagaimana dimaksud pada Perjanjian Nomor 800CFN0600278 tanggal 30 Agustus 2006 dan Perjanjian Nomor 800CFN0600282 tanggal 1 September

2006. Adapun sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Nomor 800CFN0600278 tanggal 30 Agustus 2006, Pemohon telah membiayai pembelian kendaraan roda 4 (empat) untuk kepentingan Termohon I berupa 1 (satu) unit Ferrari Maranello 575, tahun pembuatan 2006 dengan Nomor Rangka ZFFBT55C000130972, Nomor Mesin F133E73063 warna Merah metalik. Disamping itu, berdasarkan perjanjian Nomor 800CFN 0600282 tanggal 1 September 2006, Pemohon juga telah membiayai pembelian kendaraan roda 4 (empat) lainnya untuk kepentingan Termohon I berupa 1 (satu) unit Mercedes Benz S Class 5500, tahun pembuatan 2006 dengan Nomor Rangka WDD2211712A060125, Nomor Mesin 27396130040447 warna Hitam Metalik. Selama berlangsungnya ke-2 (kedua) Perjanjian Pembiayaan Konsumen sebagaimana dimaksud di atas, Termohon I telah pernah mengajukan restrukturisasi dan/atau penjadwalan ulang kewajiban-kewajiban pembayarannya yang terhutang kepada Pemohon. Berdasarkan hai ini tersebut, Pemohon selaku Kreditur telah mengabulkan pengajuan restrukturisasi hutang yang dilakukan Termohon I tersebut, dimaksudkan agar Termohon I dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban pembayarannya secara baik kepada Pemohon. Dalam mengadakan hubungan hukum dengan Termohon I, Pemohon telah mendapatkan persetujuan dari Termohon II yang merupakan Isteri Termohon I. Termasuk dalam hai ini, Termohon II juga telah memberikan persetujuannya bagi Termohon I untuk mendapatkan restrukturisasi hutang dari Pemohon. Adanya persetujuan yang telah diberikan oleh Termohon II selaku Isteri Termohon I, membuktikan bahwasanya terdapat persatuan harta kekayaan

133

dalam rumah tangga Termohon I dan Termohon II dan oleh karenanya berlaku ketentuan Hukum Perdata sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 119 KUHPerdata dan Pasal 121 KUHPerdata. Kewajiban pembayaran Termohon I yang terhutang kepada Pemohon berdasarkan Perjanjian Nomor 800CFN600278 sejak tanggal 28 Mei 2007 saat Restrukturisasi dilakukan adalah sebesar Rp. 1.994.472.000,-Sedangkan terhadap Perjanjian Nomor 800CFN0600282 jumlah kewajiban pembayaran Termohon I yang terhutang kepada Pemohon, pada tanggal 28 Mei 2007 saat Restrukturisasi dilakukan adalah sebesar Rp. 1.374.456.000,-.

Walaupun Pemohon telah mengabulkan permintaan Termohon I untuk merestrukturisasi hutang-hutangnya tersebut, nyatanya Termohon I tetap tidak

Walaupun Pemohon telah mengabulkan permintaan Termohon I untuk merestrukturisasi hutang-hutangnya tersebut, nyatanya Termohon I tetap tidak