• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN AWAL STUDI HADIS

Di masa Rasul saw. masih hidup, Hadis belum mendapatkan pelayanan dan perhatian sepenuhnya seperti Alquran. Para sahabat yang mempunyai tugas istimewa, selalu mencurahkan tenaga dan waktunya untuk mengabadikan ayat-ayat Alquran di atas alat-alat yang dapat dipergunakan. Tetapi tidak demikian halnya dengan Hadis. Kendatipun para sahabat sangat memerlukan petunjuk dan bimbingan Rasul saw. dalam menafsirkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan di dalam Alquran, namun mereka belum membanyangkan bahaya yang dapat mengancam generasi mendatang selama Hadis belum diabadikan dalam tulisan.

Mengapa Hadis, tidak atau belum ditulis secara resmi pada masa Rasulullah, terdapat berbagai keterangan dan argumentasi yang kadang-kadang, satu dengan lainnya bertentangan. Di antaranya ditemukan Hadis-hadis yang sebagiannya membenarkan atau bahkan mendorong untuk melakukan penulisan Hadis Nabi, di samping ada Hadis-hadis lain yang melarang melakukan penulisannya.95 Untuk memahami keterangan yang saling berlawanan mengenai penulisan Hadis Nabi saw. Berikut ini dikutipkan Hadis-hadis yang berkaitan dengan penulisannya.

1. Larangan penulisan Hadis

94Ibid

, hal. 17.

95Ibid

لﺎﻗ ﻢﻌﻠﺻ ﷲ لﻮﺳر نا ؛ ىرﺪﺨﻟا ﺪﯿﻌﺳ ﻰﺑا ﻦﻋ

" :

ﻰ ﻨ ﻋ ا ﻮ ﺒ ﺘ ﻜ ﺗ ﻻ

.

ﻦ ﻣ و

ﮫﺤﻤﯿﻠﻓ ناﺮﻘﻟا ﺮﯿﻏ ﻰﻨﻋ ﺐﺘﻛ

96

Dari Abi sa’id al-Khudri, bahwa Rasul saw bersabda “ janganlah kamu

menuliskan sesuatu dariku kecuali al-quran, barangsiapa yang menuliskan sesuatu dariku selain al-quran maka hendaklah ia menghapusnya.

2. Perintah (pembolehan) menuliskan Hadis.

لﺎﻗ ﮫﻧا ﺞﯾﺪﺧ ﻦﺑ ﻊﻓار ﻦﻋ

:

ﷲ لﻮﺳر ﺎﯾ ﺎﻨﻠﻗ

، ءﺎﯿﺷا ﻚﻨﻣ ﻊﻤﺴﻧ ﺎﻧا

لﺎﻗ ؟ ﺎﮭﺒﺘﻜﻨﻓا

:

ج ﺮ ﺣ ﻻ و ﻰ ﻟ ا ﻮ ﺒ ﺘ ﻛ ا

) .

ﺐﯿﻄﺨﻟا هاور

(

97

Dari Rafi’ bin Khudaij r.a dia berkata; Kami bertanya kepada Rasulullah ,

wahai Rasul sesungguhnya kami mendengar banyak hadis darimu, apakah (boleh) kami menuliskanya? Rasul menjawab, “ Tuliskan oleh kamu untukku dan tidak ada kesulitan”.

Pada masa kekhalifaan khulafaur Rasyidin, khususnya pada masa Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khattab periwayatan Hadis sedikit dan agak lambat. Dalam hal ini periwayatan Hadis dilakukan dengan cara ketat dan sangat hati-hati. Ini terlihat dari cara mereka menerima Hadis. Hal ini disebabkan kecendrungan mereka secara umum untuk menyedikitkan riwayat (Taqlil ar- Riwayat). Dan kekhawatiran mereka akan terjadi kekeliruan (al-Khata’) dalam meriwayatkan Hadis.

Ada empat cara yang ditempuh para sahabat untuk mendapatkan Hadis dari Nabi saw. yaitu:

1) Mendatangi majis-majlis taklim yang diadakan Rasul saw.

2) Kadang-kadang Rasul saw. sendiri menghadapi beberapa peristiwa tertentu, kemudian beliau menjelaskan hukumnya kepada para sahabat.

96

Muhyiddin Abi Zakaria Yahya bin Syarf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh an-Nawawi

(Kairo: Dar Al-Fajr Li Al-Turast, 1420H/1999H) 9 jilid, jilid 9. hal. 316.

97Ibid

3) Kadang-kadang terjadi sejumlah peristiwa pada diri para sahabat, kemudian mereka menanyakan hukumnya kepada Rasulullah saw. dan Rasul saw. memberikan fatwa atau penjelasan hukum tentang peristiwa tersebut.

4) Kadang-kadang para sahabat menyaksikan Rasulullah saw. melakukan sesuatu perbuatan, dan sering kali yang berkaitan dengan tata cara pelaksanaan ibadah seperti salat, puasa, zakat, haji, dan lainnya.98

Setelah mendapatkan Hadis melalui cara-cara di atas, kemudian para sahabat

menghafal Hadis-hadis tersebut. Dengan perbedaan kekuatan hafalan yang dimiliki para sahabat maka berbeda-beda pula jumlah koleksi Hadisyang mereka miliki.

Setelah Nabi saw. wafat, yakni dalam priode sahabat, para sahabat tidak lagi mengurung diri di Madinah, mereka mulai menyebar ke kota-kota lain selain Madinah. Pada umumnya, ketika terjadinya perluasan daerah Islam, para sahabat mendirikan mesjid di daerah-daerah baru tersebut, dan di tempat-tempat yang baru itu sebagian dari mereka menyebarkan agama Islam dengan cara mengajarakan Alquran dan Hadis Nabi saw. kepada penduduk setempat. Dengan tersebarnya para sahabat ke daerah-daerah disertai dengan semangat menyebarkan ajaran Islam, maka tersebar pulalah Hadis-hadis Nabi saw.99

Sejalan dengan kondisi di atas dan dengan adanya tuntutan untuk mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat yang baru memeluk agama Islam, maka khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memberi kelonggaran dalam periwayatan Hadis, akibatnya para sahabatpun mulai mengeluarkan khazanah dan koleksi Hadis yang selama ini mereka miliki, baik dalam bentuk hafalan maupun tulisan. Mereka saling memberi dan menerima Hadis antara satu dengan lainnya, sehingga terjadilah apa yang disebut dengan iktsar riwayah al- Hadis (peningkatan kuantitas periwayatan Hadis).100 Keadaan yang demikian semangkin menarik perhatian para penduduk setempat untuk datang menemui sahabat yang berdomisili di kota mereka masing-masing untuk mempelajari

98Ibid

, Yuslim, Nawir,Ulumul Hadis, hal. 89-92.

99Ibid

, hal. 114.

100Ibid,

Alquran dan Hadis, dan mereka inilah yang dikenal dengan generasi tabi’in yang berperan dalam menyebarluaskan Hadis pada priode berikutnya.

Sejak masa Nabi saw. kira-kira sampai pertengahan abad ke dua hijriah, pembukuan Hadis masih sederhana. Kesederhanaan ini tampak dalam bentuk dan metodenya. Umumnya kitab-kitab Hadis yang ditulis pada masa itu tidak diberi nama tertentu oleh penulisnya, sehingga kitab-kitab itu popular dengan penulisnya. Misalnya, Shahifah amir al-Mukminin Ali bin Abi Thalib, Shahifah Jabir bin Abdullah al- Anshari,memang ada juga yang di beri nama khusus seperti Shahifah as-Shadiqahditulis oleh Hamman bin Munabbih,As-Shahifah as-Shahihah.101

Kemudian pada priode tabi’in kegiatan penulisan dan pengumpulan Hadis semangkin meluas. Umar bin Abdul Azis (61-101H) adalah salah seorang khalifah dari dinasti Umayah yang mulai memerintah dipenghujung abad pertama hijriyah, merasa perlu mengambil langkah-langkah bagi perhimpunan dan penulisan Hadis secara resmi, yang selama ini berserakan di dalam catatan dan hafalan para sahabat dan tabi’in. serta sebagian besar diantara mereka telah meninggal dunia karena faktor tua dan peperangan.

Ada beberapa factor yang mendorong Umar bin Abdul Azis untuk mengumpulkan dan menuliskan Hadis, antara lain adalah;

1. tidak adanya lagi penghalang untuk menuliskan dan membukukan, yaitu kekhawatiran bercampurnya al-quran dan Hadis.

2. Munculnya kekhawatiran akan hilang dan lenyapnya Hadis.

3. Semangkin maraknya kegiatan pemalsuan Hadis yang dilatar belakangi oleh perpecahan politik dan perbedaan mazhab dikalangan umat Islam.

4. Kerena semangkin luasnya daerah kekuasaan Islam disertai dengan semangkin banyak dan kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam.102

Pada abad ini yaitu abad ke-4 sampai ke-7 Hijriyah adalah masa pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan peghimpunan. Dan penyusunan kitab- kitab juga dengan cara dan metode yang berbeda-beda. Ada yang menyusun kitab

101

Yaqub, Ali Mustafa,Kririk Hadis(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), hal. 75.

102Ibid.

berdasarkan klasifikasi hukum Islam ( abwab Fiqhiyah) seperti kitab Al-Muwatta Imam Malik,al-Musannafkarya Imam Waki’ bin al-Jarrah, dan lain-lain. Ada yang menyusun kitab Hadis berdasarkan nama para sahabat Nabi, metode ini disebut dengan musnad, seperti Al-Musnad karya al-Humaidi, al-Musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain. Ada yang menyusun kitab dengan metode menggabungkan dan menghimpunkan seluruh topik-topik dalam agama, baik aqidah hukum, adab, tafsir dan lain-lain, seperti, al-Jami’ as-Shahih karya Imam Bukhari atau yang dikenal dengan Sahih Bukhari, Sahih Muslim karya Imam Muslim. Dan sebagainya.103