2. KONSEP DAN PENGERTIAN
2.3 Sewa Guna Usaha
2.3.3 Perlakuan Akuntansi bagi Lessor
Perlakuan akuntansi yang akan dibahas pada laporan magang kali ini adalah mengenai sewa pembiayaan dan dari sisi lessor saja. Hal ini dikarenakan sewa pembiayaan adalah jenis jasa sewa yang ditawarkan oleh entitas sebagai lessor. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai perlakuan akuntansi sewa pembiayaan bagi lessor menurut PSAK 30 revisi tahun 2011 antara lain adalah:
a) Pengakuan Awal
Transaksi sewa pembiayaan bagi lessor diakui sebagai piutang sewa pembiayaan atau sebesar investasi sewa neto yang nilainya merupakan present value dari pembayaran sewa minimum ditambah present value nilai residu yang tidak dijamin. Sewa pembiayaan selain yang melibatkan lessor pabrikan atau dealer maka biaya langsung awal diperhitungkan sebagai bagian dari pengukuran awal piutang sewa pembiayaan dan mengurangi penghasilan yang diakui selama masa sewa.
b) Pengukuran setelah Pengakuan Awal
Penerimaan berupa pembayaran dari piutang sewa diperlakukan sebagai pembayaran pokok dan penghasilan pembiayaan yang didasarkan pada suatu pola yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian periodik yang konstan atas investasi bersih lessor dalam sewa pembiayaan. .
c) Pengungkapan
Selain pengungkapan yang dipersyaratkan di dalam PSAK 60 revisi tahun 2010 mengenai pengungkapan instrument keuangan, terdapat beberapa hal yang perlu diungkapkan pada instrumen keuangan sewa pembiayaan oleh lessor yaitu:
- Rekonsiliasi antara investasi sewa bruto dan nilai kini piutang pembayaran sewa minimum pada tanggal neraca. Disamping itu, lessor mengungkapkan investasi sewa bruto dan nilai kini piutang pembayaran sewa minimum pada tanggal pelaporan untuk setiap periode berikut kurang dari satu tahun, lebih dari satu tahun sampai lima tahun, dan lebih dari lima tahun
- Penghasilan pembiayaan tangguhan
- Nilai residu tidak dijamin yang diakui sebagai manfaat lessor
- Akumulasi penyisihan piutang tidak tertagih atas pembayaran sewa minimum
- Rental kontinjen yang diakui sebagai penghasilan dalam periode berjalan
- Penjelasan umum isi perjanjian sewa lessor yang material 2.4 Piutang Usaha
2.4.1 Pengertian Piutang Usaha
Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2011) piutang merupakan janji lisan dari pembeli untuk melakukan pembayaran atas barang dan jasa yang telah diberikan. Piutang usaha diklasifikasikan ke dalam asset lancar di dalam neraca.
Sama halnya pada pendapatan, terdapat dua hal yang menjadi bahan pembahasan dan terkait dengan masalah yang akan dibahas, yaitu masalah pengakuan dan pengukuran piutang usaha serta mengenai penurunan nilai piutang.
2.4.2 Pengakuan dan Pengukuran Piutang Usaha
Transaksi piutang usaha yang ada pada umumnya jumlah piutang usaha yang diakui adalah harga pertukaran antara kedua belah pihak yaitu antara penjual dan pembeli yang dinilai dalam jumlah yang mewakili nilai sekarang dari perkiraan penerimaan kas di masa datang. Piutang usaha diakui dengan metode basis akrual dimana piutang usaha diakui pada saat terjadinya transaksi dan bukan saat diterimanya pembayaran. Piutang diukur pada jumlah realisasi kas yang diharapkan untuk diterima dalam bentuk tunai. Hal ini berarti bahwa piutang dilaporkan dalam jumlah bersih dari estimasi piutang tak tertagih dan diskon usaha. Tujuannya adalah untuk melaporkan piutang sejumlah klaim dari pelanggan yang benar-benar diperkirakan diterima secara tunai atau mencerminkan realitas ekonomi yang sebenarnya sehingga sesuai dengan matching concept.
2.4.3 Penurunan Nilai Piutang Usaha
Berdasarkan PSAK 55 revisi tahun 2011 mengenai instrument keuangan, perusahaan harus menghitung penurunan nilai piutang setiap periode pelaporan.
Penurunan nilai piutang diindikasikan dengan adanya bukti objektif bahwa telah terjadi kerugian yaitu
1. Pelanggan mengalami masalah keuangan yang signifikan 2. Gagal bayar
3. Renegosiasi perjanjian piutang karena kesulitan keuangan pelanggan 4. Penurunan dalam arus kas yang diharapkan dari sejumlah uang
Perhitungan penurunan nilai piutang dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penilaian individual dan tahap penilaian kolektif dimana perusahaan dapat menggunakan presentase penjualan dan presentase piutang. Penjelasan dari tahap perhitungan penurunan nilai piutang sebagai berikut:
1. Piutang individual yang jumlahnya besar harus dihitung penurunannya secara individual juga. Apabila besar penurunan nilai piutang signifikan, perusahaan harus segera mengakuinya. Piutang individual yang jumlahnya kecil boleh dihitung penurunannya secara terpisah, tetapi tidak diharuskan.
2. Piutang yang penurunannya dihitung secara individual, tetapi jumlah penurunannya tidak signifikan harus diikutsertakan ke dalam sekelompok piutang dengan karakteristik risiko kredit yang sama kemudian akan dilakukan penilaian kolektif penurunan piutang.
3. Penurunan piutang yang tidak dihitung secara individual harus dinilai secara kolektif.
2.5 Pengandalian Internal
2.5.1 Pengertian Pengendalian Internal
Pengendalian internal yang didefinisikan oleh AICPA (Sawyer et al, 2005) adalah proses yang dipengaruhi oleh aktivitas dewan komisaris, manajemen, dan pegawai lainnya untuk memberikan keyakinan yang wajar terhadap pencapaian tujuan-tujuan kehandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Sementara menurut SAS 78, pengendalian internal adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh aktivitas dari dewan direksi, manajemen atau personel lainnya yang didesain untuk menyediakan reasonable assurance mengenai pencapaian tujuan-tujuan dalam kategori yaitu keandalan dari laporan keuangan, keefektivitasan dan efisiensi dari operasi, dan kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku
Pengendalian internal dibuat untuk melakukan beberapa fungsi, yaitu mencegah terjadinya hasil yang tidak diinginkan (preventive control), mengidentifikasi hasil yang tidak diinginkan ketika terjadi (detective control), dan memastikan bahwa tindakan korektif dilakukan untuk memperbaiki hasil yang tidak diinginkan atau agar hasil tersebut tidak terjadi lagi (corrective control).
2.5.2 Komponen Pengendalian Internal
Menurut COSO framework (2013), komponen dari pengendalian internal yang saling terkait terdiri dari 5, yaitu:
1. Lingkungan Pengendalian (control environment)
Lingkungan pengendalian adalah seperangkat standar mengenai proses dan struktur yang memberikan dasar pelaksanaan pengendalian internal di seluruh lapisan organisasi. Dewan Direksi dan Senior Manajemen berperan untuk menekankan pentingnya pengendalian internal termasuk standar perilaku yang diharapkan. Lingkungan pengendalian sendiri terdiri dari integritas dan nilai etika organisasi sebagai parameter yang memungkinkan direksi untuk melaksanakan tanggung jawab pengawasan tata kelola perusahaan, struktur organisasi, tugas wewenang dan tanggung jawab, proses perekrutan dan pengembangkan individu yang kompeten, indikator kinerja, insentif, dan penghargaan untuk mendorong performa kinerja. Lingkungan pengendalian yang dihasilkan memiliki dampak yang luas pada sistem secara keseluruhan pengendalian internal.
2. Penilaian Risiko (Risk assessment)
Setiap entitas menghadapi berbagai risiko baik dari sumber eksternal dan internal. Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa suatu peristiwa yang akan terjadi dapat mempengaruhi pencapaian tujuan. Untuk dapat mengidentifikasi dan menilai risiko terhadap pencapaian tujuan, diperlukan suatu proses yang dinamis.
Langkah dalam penilaian risiko diawali dari penetapan tujuan pada
setiap tingkat dari entitas. Manajemen harus menentukan tujuan untuk kategori yang berkaitan dengan operasi, pelaporan, dan kepatuhan dengan cukup jelas agar dapat diidentifikasi dan dianalisa risiko untuk tujuan tersebut. Manajemen juga perlu mempertimbangkan kesesuaian tujuan dengan entitas serta mempertimbangkan dampak dari kemungkinan perubahan dari lingkungan bisnis atau eksternal yang dapat membuat pengendalian internal menjadi tidak efektif.
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Aktivitas pengendalian adalah tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen untuk mengurangi risiko terhadap pencapaian tujuan telah dilakukan. Kegiatan pengendalian dilakukan pada semua tingkat organisasi, tahapan proses bisnis, dan lingkungan teknologi. Aktivitas pengendalian dapat mencegah atau mendeteksi baik secara manual atau otomatis yang berupa otorisasi atau persetujuan, verifikasi, rekonsiliasi, dan pengkajian kinerja bisnis.
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Informasi diperlukan entitas dalam melaksanakan pengendalian internal untuk mendukung pencapaian tujuannya. Manajemen memperoleh atau menghasilkan dan menggunakan informasi yang relevan dan berkualitas dari sumber internal dan eksternal untuk mendukung fungsi komponen dari pengendalian internal. Sedangkan komunikasi adalah proses yang terus-menerus dalam menyediakan, berbagi, dan memperoleh informasi yang diperlukan. Komunikasi terdiri dari komunikasi internal dan eksternal. Komunikasi internal merupakan sarana yang penyebarluasan informasi ke seluruh organisasi, mengalir ke atas, bawah, dan ke seluruh entitas. Hal ini memungkinkan personil untuk menerima pesan yang jelas dari manajemen senior yang mengontrol tanggung jawab. Kemudian komunikasi eksternal yang memberikan informasi kepada pihak eksternal dalam menanggapi
kebutuhan dan harapan serta arah sebaliknya terkait informasi eksternal yang relevan.
5. Aktivitas Pemantauan (Monitoring Activities)
Aktivitas pemantauan merupakan bentuk dari evaluasi yang berkelanjutan, terpisah, atau kombinasi dari keduanya yang digunakan untuk memastikan apakah masing-masing komponen pengendalian internal. Evaluasi yang berkelanjutan dibangun dalam proses bisnis pada setiap tingkat yang berbeda sehingga dapat memberikan informasi secara tepat waktu. Sementara evaluasi terpisah dilakukan secara periodik yang bervariasi dalam lingkup dan frekuensi tergantung pada penilaian risiko, efektivitas evaluasi yang sedang berlangsung, dan pertimbangan manajemen lainnya. Temuan akan dievaluasi terhadap kriteria yang ditetapkan oleh regulator atau lembaga yang menetapkan standar yaitu manajemen dan dewan direksi.
2.5.3 Pihak yang Bertanggung Jawab terhadap Pengendalian Internal Menurut COSO, semua orang dalam organisasi baik manajemen, dewan direksi, komite audit, dan pihak lainnya bertanggung jawab terhadap pengendalian internal. Oleh karena itu pengendalian internal tidak dapat berjalan baik jika ada salah satu anggota yang tidak menjalankan perannya. COSO juga menekankan bawah pihak eksternal juga dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Pihak eksternal yang dimaksud adalah auditor eksternal, pelanggan, analis keuangan, badan regulasi dan legislatif, dan media. Namun pihak ketiga tersebut tidak bertanggung jawab atas pengendalian internal.
2.6 Audit
2.6.1 Definisi Audit
Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2009) auditing adalah pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas suatu informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari informasi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang yang independen dan kompeten. Dan menurut American Accounting Association (AAA), auditing adalah suatu poses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan dan peristiwa ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.6.2 Jenis-jenis Audit
Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2009) terdapat tiga tipe audit, yaitu:
1. Audit Operasional
Audit operasional adalah tinjauan atas bagian tertentu dari prosedur serta metode operasional organisasi tertentu yang bertujuan mengevaluasi efisiensi serta efektivitas prosedur serta metode tersebut yang hasilnya berupa rekomendasi untuk meningkatkan kegiatan operasional perusahaan. Namun disebabkan oleh beragamnya area dimana efektivitas opeasional dapat dievaluasi, maka merupakan hal yang mustahil untuk menstandarisasi panduan bagi suatu audit operasional tertentu.
Dalam audit operasional, tinjauan-tinjauan yang dibuat tidak terbatas pada akuntansi saja tetapi dapat mencakup pula evaluasi atas struktur organisasi, operasi komputer, metode produksi, dan lain-lain.
Evaluasi atas efisiensi serta efektivitas operasi sulit untuk dilakukan secar objektif karena kriteria yang disusun merupakan suatu hal yang bersifat subjektif. Sehingga audit operasional lebih condong dikategorikan sebagai konsultasi manajemen dibandingkan sebagai auditing.
2. Audit Kepatuhan
Audit Kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah klien telah mengikuti prosedur, tata cara, serta peraturan yang dibuat oleh otoritas yang lebih tinggi. Untuk setiap organisasi baik pemerintahan,
swasta maupun nirlaba, terdapat sejumlah kebijakan, perjanjian, serta persyaratan hukum yang menentukan yang berpotensi sebagai penyebab dilaksanakannya suatu audit kepatuhan. Temuan audit kepatuhan umumnya disampaiakan pada seseorang di dalam unit organisasi yang diaudit daripada disampaiakan pada suatu lingkup yang lebih luas.
3. Audit atas Laporan Keuangan
Audit atas laporan keuangan dilaksanakan untuk menentukan apakah seluruh laporan keuangan (informasi yang diuji) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria yang umumnya adalah pernyataan standar akuntasi keuangan. Dalam menentukan apakah laporan keuangan telah sesuai dengan standar, auditor melakukan pengujian yang tepat untuk menentukan adakah kesalahan yang bersifat material dalam laporan keuangn tersebut. Hasil dari audit laporan keuangan tersebut berisi opini atas laporan keuangan.
2.6.3 Standar Audit
Standar audit merupakan panduan umum bagi auditor dalam memenuhi tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan keuangan historis.
Standar ini mencakup pula pertimbangan atas kualitas professional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan, serta bukti audit. Secara umum terdapat 10 standar auditing dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang terbagi menjadi 3 kategori yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan.Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Standar Umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannnya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang memadai harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan hasil audit.
c. Standar Pelaporan
1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Laporan audit harus menunjukkan keadaan di dalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
4. Laporan audit harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab auditor yang bersangkutan.
2.6.4 Asersi Manajemen dan Tujuan Audit
2.6.4.1 Asersi Manajemen
Elder, Beasley, dan Arens (2009) mendefinisikan asersi manajemen sebagai suatu pernyataan oleh manajemen mengenai berbagai kelas transaksi, akun terkait, dan pemgungkapan dalam laporan keuangan. Dalam SA 326, asersi diklasifikasikan menjadi 3 kategori dimana ketiga kategori asersi ini memiliki keterkaitan dengan prosedur audit atas siklus penerimaan.
1. Asersi terkait kelas transaksi dan kejadian dalam suatu periode audit - Keterjadian (occurance)
Asersi ini menekankan apakah transaksi yang tercatat di dalam laporan keuangan benar-benar terjadi selama periode akuntansi.
- Kelengkapan (completeness)
Asersi ini menilai apakah seluruh transaksi yang seharusnya disertakan di dalam laporan keuangan telah dicatat dengan lengkap.
- Akurasi (accuracy)
Asersi ini menilai apakah transaksi telah dicatat pada jumlah yang benar.
- Klasifikasi (classification)
Asersi ini menilai apakah transaksi yang dicatat telah diklasifikasikan pada akun yang benar.
- Pisah batas (cutoff)
Asersi ini menilai apakah transaksi telah dicatat pada periode yang tepat.
2. Asersi terkait saldo akun saat periode berakhir - Keberadaan (existence)
Asersi ini menekankan apakah akun-akun mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas yang dicatat pada neraca benar-benar ada pada tanggal neraca.
- Kelengkapan (completeness)
Asersi ini menilai apakah seluruh akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah benar-benar diikutsertakan.
- Valuasi dan alokasi (valuation and allocation)
Asersi ini menilai apakah akun-akun mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas telah dicatat pada jumlah yang benar termasuk penyesuaiannya mengenai nilai bersihnya.
- Hak dan kewajiban (rights and obligations)
Asersi ini menilai hak atas aset dan kewajiban atas liabilitas.
3. Asersi terkait penyajian dan pengungkapan
- Keterjadian dan hak dan kewajiban (occurrence and rights and obligations) Asersi ini terkait apakah kejadian yang diuangkapkan benar-benar terjadi dan menjadi hak serta kewajiban bagi entitas.
- Kelengkapan (completeness)
Asersi ini terkait apakah seluruh persyaratan pengungkapan telah dipenuhi dan dimasukkan ke dalam laporan keuangan.
- Keakurasian dan valuasi (accuracy and valuation)
Asersi ini terkait apakah informasi keuangan diungkapkan dengan wajar dan jumlah yang sesuai.
- Klasifikasi dan kemudahan dipahami (classification and understandability) Asersi ini terkait apakah jumlah pada laporan keuangan telah diklasifikasikan dengan benar beserta catatan kakinya serta terkait apakah deskripsi dan pengungkapan yang terkait saldo dapat dipahami.
2.6.4.2 Tujuan Audit Terkait Transaksi
Tujuan-tujuan audit terkait transaksi memiliki keterkaitan dengan asersi manajemen. Hal ini tidaklah mengejutkan karena tanggung jawab utama auditor adalah untuk menentukan apakah asersi manajemen mengenai laporan keuangan memang beralasan. Tujuan audit terkait transaksi ini dimaksudkan untuk menjadi kerangka kerja yang dapat membantu auditor mengumpulkan bukti audit yang cukup kompeten. Berikut ini keenam tujuan audit terkait transaksi penjualan.
- Keterjadian (occurrence)
Bertujuan menentukan apakah keseluruhan transaksi penjualan dalam satu periode akuntansi memang benar-banar terjadi.
- Kelengkapan (completeness)
Bertujuan menentukan apakah seluruh transaksi penjualan yang seharusnya dicatat telah lengkap tercantum pada laporan keuangan.
- Keakuratan (accuracy)
Bertujuan menentukan apakah pencatatan transaksi penjualan telah dicatat pada jumlah yang benar.
- Pencatatan ke buku besar dan pengikhtisaran (posting and summarization) Bertujuan menentukan apakah pencatatan transaksi penjualan saat malakukan posting ke dalam buku besar telah dilakukan dengan benar.
- Klasifikasi (classification)
Bertujuan menentukan apakah transaksi penjualan telah diklasifikasikan pad akun yang tepat.
- Waktu (timing)
Bertujuan menetukan apakah pencatatan penjualan dilakukan pada waktu yang tepat.
2.6.4.3 Tujuan Audit Terkait Saldo
Sama halnya dengan tujuan audit terkait transaksi, tujuan audit ini pun mengikuti asersi manajemen serta menjadi kerangka bagi auditor dalam mengumpulkan bukti audit. Terdapat delapan tujuan audit terkait dengan saldo, yaitu:
- Keberadaan (existence)
Tujuan audit ini memastikan apakah jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan memang benar-benar ada. Tujuan audit secara spesifik adalah saldo piutang sewa dan pendapatan bunga yang disajikan dalam laporan keuangan benar-benar ada.
- Kelengkapan (completeness)
Tujuan audit ini memastikan apakah jumlah yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah diikutsertakan seluruhnya. Tujuan audit ini secara spesifik adalah keseluruhan piutang sewa dan pendapatan bunga telah dicantumkan dalam laporan keuangan seluruhnya.
- Keakuratan (accuracy)
Tujuan audit ini memastikan apakah jumlah saldo yang dicantumkan telah akurat. Tujuan audit ini secara spesifik adalah keseluruhan piutang sewa dan pendapatan bunga telah dicantumkan dengan jumlah yang tepat dalam laporan keuangan.
- Klasifikasi (classification)
Tujuan audit ini memastikan apakah item-item yang terdapat dalam daftar detail klien telah dimasukkan dalam buku besar dengan tepat. Tujuan audit ini secara spesifik adalah piutang sewa dan pendapatan bunga yang terklasifikasikan berdasarkan mata uang dollar, rupiah, dan yen telah tercatat dalam buku besar dengan benar.
- Pisah batas (cutoff)
Tujuan audit ini memastikan apakah transaksi telah dicatat dan dicantumkan pada saldo dan periode yang tepat. Tujuan audit ini secara spesifik adalah keseluruhan piutang sewa dan pendapatan bunga telah dicatat pada periode yang tepat.
- Kaitan rinci (detail tie-in)
Tujuan audit ini memastikan apakah rincian dalam daftar disajikan dengan benar dan jika dijumlahkan akan sama dengan jumlah pada buku besar. Tujuan audit ini secara spesifik adalah saldo piutang sewa dan pendapatan sewa pada masing-masing daftar kontrak telah sama dengan buku besar.
- Nilai realisasi (realizable value)
Tujuan audit ini memastikan apakah saldo telah disajikan pada nilai terealisasinya. Tujuan audit ini secara spesifik adalah penyajian saldo piutang sewa telah mempertimbangkan penyisihan piutang tak tertagih.
- Hak dan kewajiban (rights and obligations)
Tujuan audit ini memastikan apakah hak dan kewajiban atas aset dan liabilitas memang benar-benar menjadi milik perusahaan. Tujuan audit ini secara spesifik adalah piutang sewa memang benar-benar milik perusahaan.
2.6.4.4 Tujuan Audit Terkait Penyajian dan Pengungkapan
Tujuan ini untuk memastikan bahwa semua akun yang terdapat pada neraca dan laporan keuangan laba rugi serta informasi lainnya telah disajikan secara benar dan dengan tepat telah diuraikan baik dalam laporan keuangan itu sendiri maupun catatatan atas laporan keuangan tersebut. Terdapat empat tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan, yaitu:
- Keterjadian serta hak dan kewajiban (occurrence and rights and obligations) - Kelengkapan (completeness)
- Valuasi dan alokasi (valuation and allocation)
- Klasifikasi dan kemudahan dipahami (classification and understandability)
2.6.5 Tahapan Audit Laporan Keuangan
Dalam melakukan pekerjaannya melakukan audit umum atas laporan keuangan, auditor haruslah mengerti langkah-langkah audit apa yang akan dilakukannya. Langkah tersebut dilakukan guna mencapai tujuan audit yang menurut SA 110 adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, serta arus kas sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan mengumpulkan berbagai bukti audit yang mendukung. Adapun langkah-langkah atau proses audit menurut Elder, Beasley, dan Arens (2009) terdiri dari empat fase, yaitu:
2.6.5.1 Merencanakan dan Mendesain Pendekatan Audit
Pada setiap proses audit harus dipertimbangkan antara pengumpulan bukti audit yang cukup kompeten serta penggunaan biaya seefisien mungkin. Atas pertimbangan tersebut maka diperlukan perncanaan audit yang dapat menghasilkan suatu pendekatan audit yang efektif pada suatu tingkat biaya yang wajar. Perencanaan audit dipilah menjadi beberapa bagian, yaitu:
a) Memperoleh pemahaman entitas bisnis dan lingkungan industri klien b) Memahami pengendalian internal dan menetapkan risiko pengendalian c) Menetapkan materialitas dan menilai risiko salah saji
a) Memperoleh pemahaman entitas bisnis dan lingkungan industri klien b) Memahami pengendalian internal dan menetapkan risiko pengendalian c) Menetapkan materialitas dan menilai risiko salah saji