• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Nasabah KPR Terhadap Kenaikan Tingkat Suku

Dalam dokumen Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dan Inve (Halaman 102-106)

A. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Kredit Pemilikan Rumah

4.1. Perlindungan Hukum Preventif

4.1.4. Perlindungan Hukum Nasabah KPR Terhadap Kenaikan Tingkat Suku

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Dengan adanya ketentuan hukum ini, maka kuatlah setiap perjanjian yang dibuat itu untuk mengikat para pihaknya, dan

87

Lihat Pasal 52 Pe raturan OJK No mor 1/POJK.07/ 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

bahkan kekuatan hukumnya dipersamakan dengan undang- undang. Demikian pula perjanjian yang terjadi di dalam industri perbankan khususnya perkreditan, dimana banyak diketahui bentuknya berupa perjanjian kredit tertulis. Meskipun juga banyak diketahui bahwa perjanjian tersebut berupa perjanjian baku atau perjanjian standar yang dibuat/ditentukan oleh salah satu pihak, terutama ditentukan oleh pihak yang memiliki posisi dominan atau kuat dalam segi ekonomi, yaitu oleh pihak Bank terhadap Nasabah Debitur. Bank telah memiliki format sendiri, sehingga para pihak dalam perjanjian kredit hanya perlu mengisi data pribadi dan data tentang pinjaman yang diambil, sedangkan data-data lain yang diperlukan sudah tercetak secara baku.88

Dengan adanya standar perjanjian yang telah disiapkan oleh bank tersebut dalam Perjanjian Kredit maka akan menimbulkan keadaan posisi para pihak yang tidak seimbang dalam isi perjanjiannya. Dalam hal Penjanjian Kredit Pemilikan Rumah serta ketentuan syarat, biaya, dan juga aturan-aturan lain seperti halnya bunga kredit menimbulkan masalah di kemudian hari ketika penetapan suku bunga kredit pada awal kredit memang sudah diketahui oleh debitur. Namun dalam perjalanan kredit tersebut dapat berubah dan penetapannya ditentukan secara sepihak oleh pihak Bank diluar ketentuan yang tercantum dalam klausula perjanjian pada awal perjanjian kredit. Hal ini tentunya menimbulkan kerugian bagi Nasabah Debitur sebagai Konsumen Sektor Jasa Keuangan apabila suku bunga kredit tersebut dapat berubah semakin naik dalam jangka waktu tertentu.89 Dari adanya tindakan secara sepihak tersebut menyebabkan tanggungjawab yang

88

Did it Saltriwiguna, Perlindung an Hukum Ter hadap pihak De bitur Akibat Kenaikan Suku Bunga Kre di t Bank (Tinjauan Hukum Perlindungan Konsume n), Legal Officer departemen Kesekretariatan Kantor Pusat BPD Ka limantan Timur. Tanpa Tahun. hlm. 5.

89

menjadi beban Debitur semakin berat. Klausula tersebut disebut sebagai klausula eksemsi. Secara yuridis teknis, syarat eksemsi dalam suatu perjanjian biasanya dapat dilakukan melalui tiga metode yaitu sebagai berikut:90

1) Metode pengurangan atau penghapusan terhadap kewajiban-kewajiban hukum yang hanya dibebankan kepada salah satu pihak saja.

2) Metode pengurangan atau penghapusan terhadap akibat hukum karena pelaksanaan kewajiban yang tidak benar.

3) Metode menciptakan kewajiban-kewajiban tertentu kepada salah satu pihak dalam kontrak.

Dalam Peraturan OJK tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan juga telah menyebutkan dalam Pasal 22 bahwa Pelaku Usaha Sektor Jasa Keuangan yang menggunakan perjanjian baku haruslah disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan. Dimana dalam pembuatan perjanjian baku oleh Pelaku Usaha diberikan batasan-batasan larangan menurut Pasal 22 ayat (3) sebagai berikut:

a) Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menyatakan pengalihan tanggungjawab atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen;

b) Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak pengembalian uang yang telah dibayar oleh Konsumen atas produk dan /atau layanan yang dibeli;

c) Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik secara langsung

90

Munir Fuady, Hukum Per bankan Modern (Buku Kesatu), Bandung: Citra Adtya Bakt i. 1999. hlm. 98-99.

maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang digunakan oleh Konsumen kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang- undangan;

d) Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang mengatur tentang kewajiban pembuktian oleh Konsumen, jika Pelaku Usaha Jasa Keuangan menyatakan bahwa hilangnya kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh konsumen, bukan merupakan tanggungjawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan;

e) Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang memberi hak kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan untuk mengurangi harta kekayaan Konsumen yang menjadi objek perjanjian produk dan layanan;

f) Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menyatakan bahwa konsumen tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam masa konsumen memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya;

g) Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.91

Terdapat tiga kemungkinan klausula eksemsi yang dapat dirumuskan ke dalam syarat-syarat perjanjian yaitu meliputi:92

91

Lihat Pasal 22 Peraturan OJK No.1/POJK.07/ 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

92

Abdulkadir Muhammad, Per janji an B aku Dal am Pr aktek Per dagang an, Bandung: Citra Aditya Bakt i. 1992. Hlm. 21-22.

1) Eksemsi dikarenakan terdapat keadaan memaksa (force majeure);

2) Eksemsi dikarenakan terdapat kesalahan pengusaha yang merugikan pihak kedua dalam perjanjian;

3) Eksemsi dikarenakan terdapat kesalahan pengusaha yang merugikan pihak ketiga.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, klausula eksemsi ini hanya dapat digunakan apabila tidak dilarang oleh peraturan perundang-undangan serta tidak bertentangan dengan keadaan kesusilaan dalam masyarakat. Jika terdapat pelanggaran dan sengketa tentang tanggungjawab yang dibebankan kepada debitur akibat adanya kenaikan tingkat suku bunga kredit yang tidak disampaikan sebelumnya dan dilakukan secara sepihak oleh bank, maka debitur dapat mengajukan permohonan kepada lembaga penyelesaian sengketa sektor jasa keuangan yang telah diatur dalam mekanisme pelayanan dan penyelesaian sengketa pengaduan konsumen untuk kemudian ditindak lanjuti.

Di dalam klausul perjanjian kredit akan selalu terdapat klausul yang mengatur tentang hukum yang berlaku serta metode penyelesaian yang dapat dilakukan apabila di kemudian hari terdapat sengketa ataupun perselisihan yang terjadi. Dimana para pihak akan sepakat menyelesaikannya dengan cara musyawarah terlebih dahulu sebelum menempuh jalur hukum lainnya.

4.2. Perlindungan Hukum Represif Terhadap Nasabah KPR

Dalam dokumen Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dan Inve (Halaman 102-106)