• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERMASALAHAN DAN ISU STRATEGIS

4.1.6 Permasalahan Kesehatan

Permasalahan kesehatan di Kota Yogyakarta terkait dengan kesehatan ibu hami, kesehatan balita, makanan pendamping ASI balita, kasus pneumonia balita (penderita penyakit paru-paru pada usia balita), rujukan yang diberikan PUSKESMAS untuk masyarakat umum dan khusus bagi keluarga miskin serta Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan kesehatan lingkungan.

1) Kesehatan ibu hamil.

Selama masa kehamilan ibu hamil semestinya mendapatkan perawatan secara teratur, baik melalui bagian kebidanan di puskesmas, dokter umum atau bidan. Hal ini untuk memastikan bahwa ibu hamil dan bayi dalam keadaan sehat dan untuk mengetahui sedini mungkin jika terdapat masalah berkenaan dengan kandungan. Berdasarkan data dari dinas kesehatan, pemeriksaan yang dilakukan ibu hamil di Kota Yogyakarta belum secara rutin dilakukan pada tiap tri semester.

Perlunya pendampingan dan pemberian pengertian kepada ibu hamil agar rutin melaksanakan pemeriksaan kandungan harus ditingkatkan, membangun kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan ibu hamil dan bayi dalam kandungan.

Pada pelayanan pemeriksaan, kunjungan pertama mayoritas ibu hamil mendapatkan pemeriksaan pra-kelahiran mereka yang pertama dan terlama pada usia kehamilan sekitar 8 hingga 12 minggu. Semakin awal ibu hamil melakukan pemeriksaan, semakin baik. Kunjungan berikutnya, setelah kunjungan pra-kelahiran pertama, pengecekan biasanya dilakukan setiap 4 minggu selama 28 minggu, tiap 2 minggu selama 36 minggu, dan setiap minggu hingga sang bayi lahir.

Kesadaran bagi masyarakat, khususnya dukungan dari keluarga pada ibu hamil sangat diperlukan demi tercapainya kesehatan ibu dan bayi. Pemeriksaan kehamilan begitu penting bagi ibu hamil karena dalam pemeriksaan tersebut akan dilakukan monitoring secara menyeluruh baik mengenai kondisi ibu maupun janin yang sedang dikandungnya. Dengan pemeriksaan kehamilan maka dapat diketahui perkembangan kehamilan, tingkat kesehatan kandungan, kondisi janin, dan bahkan penyakit atau kelainan pada kandungan yang diharapkan dapat dilakukan penanganan secara dini.

2) Kesehatan balita

Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna. Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik wajib maupun lanjutan penting bagi mereka untuk membangun pertahanan tubuh. Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang membahayakan jiwanya. Teknik pemberian imunisasi pada umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara disuntik atau ditelan. Setelah bibit penyakit itu masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit itu dengan membentuk antibodi. Selanjutnya, antibodi itu akan terus ada di dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk kemudian melawan penyakit yang mencoba menyerang.

Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah.

Temuan yang terjadi di Kota Yogyakarta adalah imunisasi drop out/tidak kembali dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan kegunaan dan manfaat dari imunisasi bagi balita. Selain itu pengetahuan ibu tentang imunisasi memang diperlukan agar meningkatkan kesadaran bagi orang tua terhadap anaknya tentang pencegahan penyakit dan kesehatan anak. Meskipun demikian keterlibatan pamong/pihak pemerintah dalam memotivasi ibu dalam upaya preventif cukup berpengaruh.

Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan kesehatan yang memadai tentang hal itu diberikan. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting.

Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.

3) Makanan pendamping ASI balita

Penggalakan pemberian Air Susu Ibu (ASI) terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan sejak 1990 dijadikan sebagai gerakan nasional. Setelah bayi berumur 6 bulan, mutu dan jumlah ASI berkurang sehingga bayi perlu mendapat makanan. Kecukupan konsumsi makanan dalam jumlah dan mutu yang memadai sangat diperlukan oleh bayi. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), selain cukup jumlah dan mutunya, perlu diperhatikan pula kebersihannya karena dapat menyebabkan anak menderita infeksi.

Asi merupakan makanan yang ideal secara fisiologis dan biologis bagi bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi pada usia 4-6 bualn pertama. Pemberian MP ASI sebelum bayi berusia 4 bauln mengakibatkan kenaikan berat badan yang lebih rendah dan kurang gizi dibandingakn dengan bayi yang tetap diberi ASI eksklusif samapi usia 3- 4 bualn. Masih dijumpai kebiasaan salah dalam pembeian ASI dan MP ASI diberikan terlalu dini sehingga berdampak pada status gizi.

Pengetahuan orang tua, khususnya ibu sangat penting dalam menjaga kesehatan dan gizi anak. Peran pemerintah dalam penyuluhan kesehatan juga diperlukan bagi masyarakat di Kota Yogyakarta.

Kasus yang ditemukan di Kota Yogyakarta salah satunya adalah belum terpenuhinya makanan pendamping untuk balita untuk keluarga miskin. Masalah yang ditemui ini disebabkan oleh tidak lancarnya makanan pendamping ASI balita makanan pendamping ASI balita yang berasal dari pusat hanya diterima pemerintah Kota Yogyakarta. Pemenuhan makanan pendamping ASI balita bagi keluarga miskin terkendala/tergantung kiriman dari pusat.

4) Kasus pneumonia balita (penderita penyakit paru-paru pada usia balita)

Selama beberapa tahun ini penyakit ISPA selalu menempati urutan pertama dalam 10 Besar Penyakit di Puskesmas se Kota Yogyakarta. Hingga bulan Oktober 2010, berdasarkan laporan LB1 (Laporan Bulanan Data Kesakitan) jumlah penderita ISPA mencapai 48.351 orang (20,8 % dari seluruh penderita baru yang berkunjung ke puskesmas) dan jumlah penderita Pneumonia sebanyak 747 orang (0,3 %). Kegiatan Pengendalian Penyakit ISPA, pengamatan perlu dilakukan lebih intensif terutama penderita Pneumonia pada usia balita, karena penyakit ini secara nasional masih sering menimbulkan kematian. Jumlah penderita yang ditemukan cukup tinggi walaupun tidak setinggi perkiraan yang ditetapkan secara nasional.

Menurut perkiraan (nasional) 10 % dari jumlah balita akan menderita pneumonia setiap tahunnya. Bila angka itu diterapkan di Yogyakarta maka diperkirakan dalam tahun 2010 ini terdapat lebih dari 2500 penderita.

Data kasus pneumonia balita yang dimiliki dinas kesehatan masih terbatas.

Untuk kasus pneumonia ini data yang berasal dari PUSKESMAS maupun dengan pelayanan kesehatan lain (seperti RS dan layanan dokter praktek), data belum di share antar instasi kesehatan.

5) Rujukan yang diberikan PUSKESMAS untuk masyarakat umum dan khusus bagi keluarga miskin.

Data rujukan yang diberikan PUSKESMAS untuk keluarga miskin saat ini masih menjadi satu dengan data rujukan untuk masyarakat umum. Terjadinya missing data untuk kasus rujukan bagi keluarga miskin dikarenakan perbedaan pemahaman indikator capaian data rujukan. Bagi keluarga miskin, rujukan dari PUSKESMAS ke Rumah Sakit dibebaskan biaya. Akan tetapi kurangnya pengetahuan masyarakat terkadang justru menjadi kendala dalam pengurusan/proses rujukan.

Puskesmas, termasuk dengan petugas Surveilans Kelurahan yang setiap hari melakukan survei di wilayah kerjanya, dalam tahun ini hanya berhasil menemukan penderita pneumonia sebanyak 548 penderita usia balita. Penemuan penderita di Kota Yogyakarta sudah diupayakan secara aktif maupun pasif, namun hasilnya masih menunjukkan rendahnya jumlah penderita yang ada. Penemuan secara aktif dilakukan ke setiap wilayah RT setiap hari oleh petugas surveilans

kelurahan, sedangkan penemuan secara pasif dilakukan dengan cara menunggu kedatangan penderita berobat ke puskesmas.

Sosialisasi tentang tanda-tanda dan gejala pneumonia pada balita perlu selalu digiatkan, demikian juga dengan penatalaksanaan penemuan dan pengobatan kasus pneumonia. Di samping tanda/gejala umum pada penderita infeksi pernafasan, nafas cepat merupakan tanda yang perlu diwaspadai sebagai pneumonia, apalagi bila disertai dengan adanya tarikan dinding dada. Penderita perlu segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit bila ada tanda-tanda pneumonia.

6) PHBS dan Kesehatan lingkungan

Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah tindakan yang dilakukan oleh perorangan, kelompok atau masyarakat yang sesuai dengan norma-norma kesehatan, menolong dirinya sendiri dan berperan aktif dalam pembangunan kesehatan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Banyak penyakit dapat dihindari dengan PHBS, mulai dari Diare, DBD, flu burung, atau pun flu babi yang akhir-akhir ini marak. Salah satu faktor yang mendukung PHBS adalah kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan perawatan komunitas. Maka guna tercapainya keberhasilan intervensi perawatan komunitas perlu adanya pembahasan khusus mengenai PHBS kesehatan lingkungan.

PHBS dalam tatanan rumah tangga yang masih perlu diperhatikan pemerintah Kota Yogyakarta adalah indikator tidak merokok, Indikator Olahraga dan kepesertaan JPKM. Masih banyak masyarakat Kota Yogyakarta yang merokok sehingga diasumsikan semua anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut mempunyai kemungkinan terpapar asap rokok yang dapat menimbulkan berbagai penyakit akibat asap rokok baik aktif maupun pasif. Sedangkan untuk kasus JPKM, masyarakat Kota Yogyakarta yang belum sadar akan pentingnya ikut menjadi anggota JPKM/Asuransi Kesehatan bagi dirinya sendiri maupun anggota keluarganya. Namun kemungkinan yang lain adalah karena adanya Jamkesos/Askeskin/KMS yang diberikan kepada masyarakat miskin sehingga mereka merasa sudah difasilitasi oleh Pemkot Yogyakarta dan tidak perlu menjadi anggota JPKM di wilayahnya. Sedangkan pada kasus olah raga, masyarakat Kota

Yogyakarta masig cukup banyak yang belum sadar akan pentingnya melakukan olahraga setiap hari.