• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Pembangunan

Dalam dokumen RPJMD Revisi Kota Padang terbaru 1472011 (Halaman 68-73)

ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN KOTA

4.1 Permasalahan Pembangunan

Pembangunan kota metropolitan berasaskan konsep modernisasi dan industrialisasi yang didukung oleh reformasi birokrasi dalam kerangka transformasi pembangunan Indonesia. Masalah pembangunan kota metropolitan berlandaskan kepada keempat faktor tersebut, sehingga dalam jangka pendek dapat diupayakan peningkatan kesejahteraan sosial dan dalam jangka panjang untuk mencapai kedaulatan negara dan kemandirian bangsa. Oleh sebab itu persoalan pembangunan kota metropolitan dilihat dari ketimpangan (gap) antara konsep dan realita serta kekuatan dan peluang. Berdasarkan analisis

penyelesaiannya, sehingga dapat dicapai perubahan yang signifikan dalam jangka waktu perencanaan yang disepakati.

Masalah pembangunan dapat digambarkan melalui pemetaan proses pembangunan yang memberi informasi tentang subjek dan objek serta keterkaitan diantara keduanya untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan. Subjek pembangunan yaitu semua lembaga sebagai pelaku pembangunan dan objek yaitu sumber daya yang dikembangkan melalui proses partisipatif. Hubungan dan kaitan melalui penetapan kebijakan dan strategi serta prioritas dan indikator keberhasilannya sehingga proses pembangunan mencapai hasil yang efektif dan efisien. Selalu terdapat kesenjangan antara kemampuan pelaku pembangunan dan ketersediaan sumber daya sehingganya hasil tidak optimal. Oleh sebab itu dikembangkan pendekatan analisis dalam memahami masalah pembangunan dengan pola hubungan atau relasional seperti dinyatakan di atas.

Faktor input dalam pembangunan adalah tanah, manusia, dana, teknologi, sosial budaya dan faktor proses adalah institusi, informasi komunikasi dan jejaring kerja. Kelima faktor input dikembangkan melalui faktor proses untuk mencapai hasil dengan berencana untuk memberikan hasil yang bermanfaat bagi kehidupan dan kelangsungannya di masa depan. Oleh karena itu Pemerintah membuat sistem administrasi dan membentuk regulasi serta memfasilitasi dan menstimulasi dalam rangka mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Mekanisme ini menjadikan pola partisipatif ini dapat dilembagakan melalui institusi yang terlibat dan jejaring kerja dikembangkan untuk memperkuat pola tersebut. Pemerintah berhak mengarahkan dan mengatur penyelenggaraan serta mengendalikan dampaknya dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemakmuran.

Masalah Pembangunan yang dikemukakan di atas dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Masalah tanah atau lahan dalam pembangunan berkaitan dengan ketersediaan dari aspek lokasi dan teknis serta status, sehingga Pemerintah harus meregulasi ketiga faktor ini agar ketersediaan tanah dapat dijamin untuk pembangunan prasarana dan sarana serta pelestarian lingkungan. Tanah ulayat dapat disewakan agar statusnya tidak berubah sehingga kedudukan hukum ulayat dalam kerangka pewarisan budaya termasuk asetnya dapat diupayakan. Ganti rugi lahan masyarakat dapat berupa pembelian, tukar guling, tukar tambah, penyertaan saham dan gabungan ketiganya. Tukar guling lahan milik Pemerintah khususnya TNI/Polri untuk optimalisasi fungsi lahan dan peningkatan nilai produktifnya bagi perbaikan kesejahteraan, sekalipun juga menjamin kelancaran proses penataan ruang. Mekanisme ini belum sepenuhnya dapat diupayakan karena berbagai hambatan organisasi, budaya dan psikologis sehingga perlu pendekatan terpadu dan terkendali. Pendekatan agama, adat, budaya diharapkan dapat mengatasi hambatan struktural, fungsional dan emosional melalui pembinaan dan pendidikan serta komunikasi publik dalam kerangka meningkatkan kompetensi publik.

2. Masalah manusia dalam pembangunan, berkaitan dengan kegiatan produksi dan konsumsi sehingga perlu pendekatan yang memadukan kemampuan produksi dan konsumsi agar keseimbangan ekonomi dapat diwujudkan. Peningkatan kemampuan produksi melalui pengembangan kreativitas dan produktivitas serta tingkat konsumsi melalui peningkatan

pendapatan untuk mendukung daya beli. Peningkatan jumlah penduduk terutama kualitas sangat berpengaruh terhadap kegiatan produksi dan konsumsi, sehingga perlu kebijakan khusus bagi pengendalian urbanisasi melalui kerja sama antar daerah. Operasi justitusi bertujuan memberi prioritas kepada warga kota untuk mengembangkan kegiatan ekonomi produktif bagi peningkatan kesejahteraan melalui pengaturan persaingan usaha sesuai kapasitas ekonomi kota. Pengaturan kependudukan ini sangat menentukan kesejahteraan karena penduduk yang berlebihan dan persaingan berlebihan apalagi tidak produktif akan mengganggu perwujudan visi dan misi serta tujuan dan sasaran pembangunan.

3. Masalah dana dalam pembangunan, berkaitan dengan ketersediaan dan penggunaan atau alokasi dan distribusi sesuai dengan tugas dan fungsi serta peran masing-masing satuan kerja perangkat daerah dalam proses pembangunan. Ketersediaan dana mempengaruhi kelancaran Pemerintah dalam penyelenggaraan administrasi dan fungsi pelayanan umum sehingga perlu dirancang mekanisme penganggaran yang dapat menyeimbangkan antara kemampuan dan kebutuhan. Kemampuan daerah dalam meningkatkan PAD dipengaruhi oleh basis ekonomi kota yang bergantung kepada upaya penyediaan prasarana dan sarana pendukung serta ketertiban umum sebagai faktor terpenting dalam peningkatan investasi swasta selain kemudahan dalam perizinan dan perilaku birokrasi yang pro rente ekonomi. Oleh sebab itu perlu dikembangkan sistem dan mekanisme untuk memacu peningkatan investasi pemerintah dan swasta melalui pendekatan partisipasi masyarakat dalam penyediaan sumber daya pendukungnya.

4. Masalah teknologi dalam pembangunan berkaitan dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pengembangan kreativitas dan produktivitas. Proses ini berkait dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan administrasi dan pelayanan umum yang semakin baik. Kebijakan pelayanan terpadu satu atap (terpadu) dan satu pintu (terkendali) harus didukung dengan pelayanan on line agar kecepatan dan ketepatan pelayanan dapat diupayakan. Public computer untuk pelayanan administrasi umum perlu disediakan di tempat umum seperti pasar besar selain akses langsung masyarakat melalui laman (web) pelayanan publik. Konsekuensi dari pelayanan cepat dan tepat terkait dengan kemampuan penyelenggaraan yaitu kompetensi aparatur pengelola serta terkait dengan pembiayaan sehingga perlu pilihan-pilihan pelayanan yaitu berdasarkan waktu dan tempat serta biaya pelayanan. Masyarakat dapat memilih bentuk layanan sesuai kebutuhan dan kemampuan sehingga berdasarkan pilihan-pilihan tersebut seluruh masyarakat dapat menikmati pelayanan publik yang diperlukannya.

5. Masalah sosial budaya dalam pembangunan, berkaitan dengan sikap dan tindakan masyarakat yang dilandasi oleh faktor sosial budaya baik bersifat positif yang mendukung ataupun sebaliknya yang menghambat proses pembangunan. Sikap dan tindakan masyarakat dipengaruhi latar belakang keyakinan agama dan adat serta budaya yang membentuknya. Oleh sebab itu perlu penyadaran tentang hak dan kewajiban serta tanggung jawab sebagai individu dan bagian dari masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesadaran sebagai individu dalam hubungan antar

manusia telah diatur dalam agama dan adat, sehingga upaya penyadarannya melalui pendekatan agama dan adat. Diharapkan terbangun sikap aspiratif dan tanggap terhadap kebijakan serta mampu bekerja sama dalam membangun kelangsungan kehidupan yang lebih baik secara berkelanjutan.

6. Masalah institusi dalam pembangunan berkaitan dengan kelompok- kelompok yang terlibat dalam proses dan kemampuannya mengembangkan kerja sama dalam pembangunan. Kelompok tersebut mengelola kelima faktor input dalam membangun baik secara mandiri maupun bermitra, sehingga kemampuan organisasi dan kepemimpinan sangat menentukan. Kelompok ini mengembangkan kegiatan ekonomi, agama, sosial, budaya dan cinta lingkungan yang berperan aktif dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. Oleh sebab itu Pemerintah perlu mendata dan membina berbagai kelompok ini sebagai rekan kerja dan mengembangkan pola-pola kemitraan yang saling memperkuat dan menguntungkan. Kerja sama ini dalam kerangka pembangunan partisipatif dimana setiap kelompok sebagai pelaku sekaligus pemangku kepentingan dalam pembangunan sehingga perlu koordinasi agar proses dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

7. Masalah informasi dan komunikasi dalam pembangunan, berkaitan dengan rencana dan regulasi yang perlu diketahui dan dipahami oleh para pelaku pembangunan sehingga mampu meningkatkan partisipasi dalam proses pembangunan. Melalui informasi dan komunikasi dapat dicapai kesepakatan untuk mendukung kegiatan pembangunan dan meningkatkan kerja sama dan kemitraan antar pelaku pembangunan. Informasi tentang program pembangunan dapat disebarluaskan melalui laman Pemerintah dan bekerja sama dengan media massa serta melalui komunikasi politik antara pemimpin dan rakyat, sebab akan berpengaruh terhadap dukungan rakyat dalam pembangunan. Informasi dan komunikasi dapat menggunakan media pendidikan politik bagi rakyat, sehingga daya tanggap dan peduli makin meningkat seterusnya proaktif dalam membangun. Kendala dan hambatan yang dapat mengganggu kelancaran informasi dan komunikasi dapat dihindari dan diatasi jika kompetensi publik makin meningkat sehingga partisipasi dapat ditingkatkan.

8. Masalah jaringan kerja dalam pembangunan, berkaitan dengan penguatan kerja sama dan kemitraan antar pelaku melalui pengembangan pola kerja yang terikat dalam proses yang terarah, terpadu dan terkendali. Jaringan kerja terbangun melalui kesepahaman dan kesepakatan dalam pola yang melembaga, sehingga semua pihak terkait dan terikat dalam proses yang sinergis untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Jaringan kerja dapat meningkatkan kreativitas dan produktivitas untuk memacu proses dan mencapai hasil yang optimal, sehingga dapat memberi rangsangan untuk berprestasi. Pemerintah mengembangkan pola interaksi antar pelaku dalam pembangunan dalam kerangka membangun jaringan kerja, sehingga proses pembangunan yang berkesinambungan dapat dicapai baik antar sektor maupun antar kawasan. Jejaring kerja juga dikembangkan antar daerah bahkan antar negara berkaitan dengan peningkatan investasi swasta pada berbagai proyek yang strategis dalam bidang ekonomi dan sosial budaya serta prasarana sarana dan lingkungan hidup. Oleh sebab itu perlu dikembangkan badan kerja sama pembangunan untuk

mengakomodasi kerja sama dan kemitraan yang berjaringan sekaligus sebagai badan koordinasi pembangunan.

9. Masalah pembangunan infrastruktur kota. Pasca Gempa 30 September 2009 sebagaimana daerah Propinsi Sumatra Barat lainnya, Kota Padang ditimpa musibah cukup besar, yaitu Gempa 7,9 SR. Gempa yang terjadi 30 September 2009 tersebut merupakan rentetan dari gempa-gempa besar sebelumnya, yaitu Gempa 6,9 SR pada tanggal 6 Maret 2007 dan Gempa 7,2 SR tanggal 12-13 September 2007. Rentetan gempa tersebut mengakibatkan dampak yang cukup luas dalam kondisi infrastruktur fisik Kota Padang, terutama prasarana dan sarana pemerintahan, perdagangan, hotel dan restoran, pendidikan dan kesehatan serta prasarana dan sarana lainnya.

Di bidang pemerintahan sebagian besar bangunan fisik kantor-kantor pemerintahan mengalami kerusakan berat, bahkan tidak dapat digunakan lagi dan harus dicarikan solusi agar roda pemerintahan dan pelayanan publik dapat berjalan sebagai mana mestinya. Hal yang sama terjadi pula di bidang perdagangan dan perhotelan dan restoran sebagian besar rusak berat dan tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya serta harus dibangun kembali. Pasar Raya sebagai satu-satunya pusat perdagangan tradisional mengalami kerusakan berat dan pemerintah kota mengambil kebijakan darurat membangun kios-kios darurat untuk menampung para pedagang. Namun pembangunan kios-kios darurat masih tetap menjadi masalah yang rumit diselesaikan.

Kejadian yang juga terjadi di bidang infrastruktur pendidikan dan kesehatan. Sebagian besar sekolah-sekolah dan puskesmas hancur, sehingga fungsi pelayanan publik tidak berjalan seperti yang diharapkan. Di bidang perhubungan menyisakan masalah tersendiri dimana prasarana dan sarana yang ada tidak dapat menampung kebutuhan penduduk yang semakin meningkat. Transportasi dari dan ke tempat-tempat pemukiman penduduk dengan pusat-pusat konsentrasi kegiatan sering terjadi traffic, sehingga menimbulkan kongestion dalam kegiatan ekonomi penduduk. Disamping itu, prasarana dan sarana perhubungan di Kota Padang mempunyai fungsi ganda, yaitu (1) sarana penghubung penduduk antara pusat-pusat pemukiman dengan pusat-pusat konsentrasi kegiatan (tempat bekerja, (2) sebagai jalur evakuasi pada saat isu gempa dan tsunami datang. Kedua isu tersebut merupakan masalah yang rumit diselesaikan. 10. Masalah pembiayaan dan pendanaan pembangunan. Sebagai dampak

Pasca Gempa 30 September 2009 sangat dirasakan dalam upaya peningkatan pendapatan asli daerah ( PAD ) dan penerimaan lainnya yang sah sebagai sumber pendapatan daerah dalam menunjang pelaksanaan pembangunan daerah. Di satu pihak muncul tuntutan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi prasarana dan sarana yang rusak akibat musibah gempa yang mendukung perekonomian rakyat serta peningkatan pelayanan Publik, di lain pihak keterbatasan kemampuan dan kapasitas meningkatkan PAD dan Penerimaan Lain-Lain Yang Sah. Pada gilirannya masalah pembiayaan dan pendanaan akan banyak tergantung kepada APBN (dana dekonsentrasi dan dana perimbangan). Ke depan, masalah ketergantungan pembiayaan dan pendanaan pemerintah daerah kepada APBN ini akan berlangsung cukup panjang.

(1) pertumbuhan ekonomi, (2) perubahan sosial, (3) penyediaan prasarana dan sarana serta pengelolaan lingkungan dan (4) peningkatan kerja sama, kemitraan serta jejaring kerja dalam pembangunan. Masalah lainnya adalah (5) pengendalian bahaya dan bencana serta dampaknya yang dipengaruhi oleh kemampuan dalam penerapan pembangunan berwawasan lingkungan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Kebijakan pro publik ini harus berwawasan lingkungan untuk menghindari biaya dan risiko akibat dari bahaya dan bencana yang dapat berdampak buruk terhadap kesejahteraan masyarakat berupa proses pemiskinan dan penyingkiran. (6) Isu yang menonjol Pasca Gempa 30 September 2009 adalah ketergantungan kepada alokasi dana APBN. Semakin sulitnya pemerintah daerah keluar dari ketergantungan kepada pemerintah (APBN) merupakan suatu isu yang menonjol. Hal ini sangat dirasakan dalam penyusunan RAPBN, dimana terlihat struk APBD kota menjadi tidak seimbang, dimana untuk pendapatan daerah didominasi oleh dana perimbangan dan untuk belanja daerah sangat besar untuk belanja tidak langsung.

Dalam dokumen RPJMD Revisi Kota Padang terbaru 1472011 (Halaman 68-73)