• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBUDAYAAN ETNIK LAUT DI DESA TANJUNG PASIR

2.5. Sistem Kemasyarakatan dan Organisasi Sosial 1. Organisasi Sosial

2.5.4. Adat Pernikahan yang Sudah Punah

Pernikahan adat masyarakat Laut yang ada saat ini bisa dikatakan sudah sangat berbeda dengan pernikahan pada jaman dahulu. Pelaksanaan adat perkawinan mereka pada masa lalu hanya menggunakan songkok topi hitam dan sedikit emas. Emas tersebut akan diselipkan untuk menghias songkok topi hitam, setelah itu pihak laki-laki harus menggunakan kain selendang yang diselempangkan ke badannya. Kemudian dalam prosesi pernikahan diarak keliling kampung diiringi gong, yang berfungsinya untuk menandai bahwa ada perkawinan.

Syarat atau seserahan dalam pernikahan masyarakat Etnik Laut pada masa lalu adalah dengan hanya memberikan kain baju dan tidak ada jujuran (pemberian uang). Fungsi dari pemberian

kain baju ini adalah sebagai bukti atau tanda sebuah ikatan perkawinan. Dengan menggunakan songkok hitam yang dihiasi emas dan kain selendang orang tua kedua belah pihak langsung melaksanakan pengikraran dengan membaca dua kalimat syahadat yang disaksikan keluarga dari pihak pengantin laki-laki dan pihak pengantin perempuan.

Dalam perkembangannya di era modern sekarang ini terjadi perubahan adat pernikahan. Adat pernikahan masa lalu sudah mulai punah diganti dengan adat perkawinan yang hampir menyerupai adat Etnik Melayu, apabila masih ada yang melaksanakan adat yang lama mereka akan merasa malu. Proses pernikahan masyarakat Etnik Laut kini sudah berubah. Kecocokan antara kedua belah pihak menentukan kelanjutan pernikahan.

Prosesi perkawinan masyarakat Etnik Laut dapat digambarkan sebagai berikut, diawali dengan prosesi lamaran oleh pihak laki-laki ke pihak perempuan, yang biasanya ditandai dengan pemberian cincin. Setelah proses lamaran diterima maka kedua pihak harus berjanji untuk tidak saling selingkuh sampai akad nikah dan pesta dilaksanakan. Apabila terjadi perselingkuhan dari salah satu di antara mereka, pihak yang selingkuh akan dikenakan sanksi berupa denda. Jika pihak perempuan yang berselingkuh maka cincin yang diberikan pihak laki-laki harus dikembalikan dan ditambah lagi dengan dua cincin yang sama bentuknya. Jika pihak laki-laki yang berselingkuh pihak wanita tidak harus mengembalikan cincin pemberian. Sanksi ini tidak berlaku untuk seluruh kalangan masyarakat Etnik Laut yang ingin menikah, ini semua hanya berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak ketika waktu proses lamaran.

Kemudian dilanjutkan dengan proses antaran mengantar

jujuran kepada pihak wanita. Sebelum melakukan proses

pengantaran ke rumah pihak wanita, pada saat itu pihak laki-laki terlebih dahulu sejenak melakukan pembacaan doa selamat yang

bertujuan agar dalam perjalanan menuju ke rumah pihak wanita berjalan dengan lancar, setelah itu baru pihak laki-laki beserta keluarga keluar rumah dan menuju ke rumah pihak wanita. Dalam perjalanan ke rumah calon pengantin perempuan, pihak laki-laki diiringi dengan alat musik rebana beserta nyanyian Islam menandakan sebentar lagi ada pernikahan dan pesta perkawinan. Setelah sampai di rumah pihak wanita pihak, keluarga calon pengantin laki-laki langsung menjumpai keluarga dan kedua orang tua pihak wanita. Dalam antaran ini pihak laki-laki memberikan berbagai macam barang di antaranya adalah kue, sandal, sepatu, alat mandi, pakaian dalam, baju, celana dan banyak yang lainnya, sekaligus penyerahan uang jujuran, yaitu uang untuk pesta perkawinan dan uang isi kamar. Proses ini juga membicarakan tentang tanggal pernikahan dan pestanya.

Dalam acara pernikahan pihak laki-laki dan pihak wanita Etnik Laut tetap melaksanakan akad nikah secara syariah Islam, biasanya akad nikah dilaksanakan di kantor KUA dengan dihadiri dan disaksikan oleh keluarga dari pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan. Mahar yang diberikan berupa seperangkat alat shalat dan uang sesuai kemampuan masing-masing. Biasanya pelaksanaan pesta pernikahan dilaksanakan tidak bersamaan dengan hari saat akad nikah. Biasanya ada rentang waktu seminggu bahkan bisa sampai sebulan setelah akad nikah tergantung kemampuan ekonomi masing-masing keluarga.

Dua hari sebelum pelaksanaan pesta berlangsung ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pihak wanita yaitu pemasangan inai ke seluruh jari tangan dan jari kaki. Pembuatan

inai dibuat dari bahan daun inai dengan campuran air teh.

Prosesi selanjutnya adalah dengan bekasai, yaitu satu sebelum hari pesta dilaksanakan. Bekasai bertujuan untuk membersihkan kotoran yang ada pada tubuh perempuan agar badannya terlihat bersih, cerah dan mengeluarkan aura. Bahan yang digunakan

dalam berkasai adalah pulut putih dan pulut hitam yang belum dimasak kemudian digiling halus dicampur jeruk nipis dan asam. Bahan-bahan tersebut lalu dicampur dengan bedak kuning dan dioleskan ke seluruh tubuh perempuan dan digosok hingga bersih. Untuk pemasangan inai dan bekasai ini harus dipakaikan ke pengantin oleh anak gadis perawan, menurut mereka aura pengantin dianggap lebih bercahaya jika dibandingkan dilakukan oleh perempuan yang sudah menikah.

Selain itu ada pula proses betangas yaitu pembersihan kotoran keringat pada tubuh perempuan yang dilakukan tiga kali dalam satu minggu menjelang pesta dilaksanakan. Bahan

betangas adalah air yang dicampurkan dengan daun pandan,

jahe dan daun wangi-wangian. Bahan dan air tersebut akan direbus dan selama perebusan tutup tidak boleh dibuka sama sekali. Ketika air campuran sudah mendidih tutup panci tersebut dibuka dan pengantin wanita tersebut akan duduk di samping air yang telah direbus tadi. Tubuh pengantin ini tidak boleh mengenakan apapun dan akan digulung dengan daun tikar pandan sampai tertutup semuanya. Uap hasilkan rebusan air akan menyatu ke tubuh mengeluarkan kotoran di dalam tubuh, sehingga setelah betangas ini badan terasa ringan dan bersih, aura pengantin pun terlihat bercahaya.

Proses terakhir adalah pencukuran alis. Fungsi dari cukur alis ini agar biar tambah tampil beda dan terlihat cantik ketika pesta pernikahan nantinya. Syarat proses ini adalah beras, gula putih, gula merah, jeruk nipis, lilin 2 buah, silet, cermin, sisir, kain, minyak makan dan air. Lilin ini akan dihidupkan dan diangkat mengelilingi wajah perempuan selama 3 kali dengan membaca shalawat 3 kali. Sebelum dicukur alis diberi minyak sedikit untuk mempermudah prosesnya. Setelah pencukuran alis dilakukan, wajah perempuan harus ditutupi dengan jilbab dan

tidak boleh diperlihatkan ke semua orang yang ada di sekitar rumah karena menjadi pantangan.

Ada beberapa pantangan yang harus dihindari pengantin perempuan yaitu antara lain:

1) Tidak boleh bercermin selama satu minggu sebelum pesta pernikahan: karena aura wajah akan diambil dan diserap oleh kaca

2) Tidak boleh melihat orang masak: karena bisa berdampak kepada aura wajah si pengantin perempuan yang disebabkan uap atau minyak panas bisa menempel ke wajah.

3) Tidak boleh mamakan nasi lemak hanya boleh memakan nasi putih biasa saja

4) Tidak boleh melintas ke arah belakang rumah karena bisa diganggu oleh orang halus.

Proses pesta pernikahan pun dilaksanakan sesuai dengan kemampuan keuangan masing-masing keluarga. Ada yang mengadakannya hanya waktu beberapa jam saja dalam 1 hari, namun ada juga yang melaksanakannya sampai 1 hari penuh. Untuk makanan yang dihidangkan oleh tamu biasanya dimasak sendiri oleh para keluarga dari para pengantin yang biasanya mulai dilakukan beberapa hari sebelum acara pesta pernikahan dilakukan.

Sekarang ini bisa dikatakan hampir tidak ada lagi acara adat pada saat pesta penikahan ini, seperti adanya tarian atau nyanyian khas Etnik Laut. Untuk hiburan pada saat pernikahan saat ini adalah hiburan berupa keyboard dengan lagu dangdut masa kini yang biasa disewa selama beberapa jam oleh pihak yang punya acara.

Gambar 2.12.

Acara Pesta Perkawinan Masyarakat Etnik Laut Sumber: Dokumentasi Peneliti

Sedikit berbeda dengan pernikahan campuran yang dilakukan jika Etnik Laut menikah dengan Etnik lainnya. Tak jarang karena adanya pernikahan campuran tersebut mengakibatkan ada beberapa adat dari Etnik si pasangan yang akhirnya ikut dilaksanakan oleh si pengantin dari Etnik Laut. 2.6. Bahasa

Bahasa masyarakat Etnik laut di Desa Tanjung Pasir untuk sekarang ini bisa dikatakan sudah mulai terancam punah dikarenakan banyaknya perkawinan campuran yang terjadi antara masyarakat Etnik Laut dengan Etnik lainnya. Sisi lain dari perkawinan campuran ini ternyata menyebabkan salah satu budaya bahasa Etnik Laut mulai punah. Kebanyakan anak-anak dan remaja Etnik Laut tidak mengenali lagi bahasa mereka atau

tidak bisa lagi berbicara menggunakan bahasa Etnik Laut dan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Bahasa Laut hanya digunakan oleh generasi tua saja dan biasa dilakukan hanya di dalam rumah dan diantara keluarga saja.

Salah satu tokoh masyarakat Etnik Laut pun sudah berupaya untuk menyelamatkan bahasa ini dengan cara menerbitkan kamus kecil bahasa Etnik Laut atau Duano ini dengan bantuan Dinas Pariwisata setempat, namun ternyata karena kamus ini pun tidak disebar luaskan ke masyarakat Etnik Laut itu sendiri maka nampaknya tidak membawa pengaruh apapun terhadap masyarakat Etnik Laut itu sendiri.

Alasan malu juga menjadi penyebab bahasa Etnik Laut menjadi hilang. Banyaknya anggapan kurang baik mengenai Etnik Laut di masyarakat umum akhirnya membuat anak muda kurang mau untuk mempelajari bahasa mereka sendiri. Jika mereka menggunakan bahasa Laut maka mereka akan merasa malu atau takut diolok-olok oleh teman dari Etnik lainnya.

Bahasa melayu atau bahasa Indonesia kini menjadi bahasa utama masyarakat Etnik Laut. Hal ini juga dikarenakan banyaknya Etnik lain yang mendiami Desa Tanjung Pasir sehingga kedua bahasa tersebut dianggap merupakan bahasa yang paling umum dan mempermudah komunikasi satu denagn yang lain.

Berikut merupakan beberapa contoh kalimat bahasa Etnik Laut oleh tok kik Nr:

“Jiku piak berket toan, kukum mang menderitu mesken

(jika tidak berkat tuhan, kami pasti sudah menderita kemiskinan)”

“Bantu sebelom membentu desin kikik mesti bentu diri seralu (sebelum membantu orang kita harus membantu

“Kikik mi mesti memperkenelken budayu kik (kita harus

memperkenalkan budaya kita)

2.7. Kesenian

Kesenian masyarakat Etnik Laut yang dikenal untuk saat ini dalah kesenian badenden yang merupakan warisan budaya tetua Etnik Laut terdahulu. Badenden adalah sejenis syair atau pantun yang dinyanyikan. Biasanya badenden ini dilakukan oleh bapak-bapak dan ibu-ibu ketika bekerja mengambil kerang atau

menongkah kerang, dimana dengan badenden akan menimbulkan semangat kerja, sehingga dalam melakukan pekerjaan pun akan terasa lebih ringan. Badenden pun bisa dilakukan untuk menidurkan bayi ataupun balita jika kesulitan tidur.

Masyarakat Etnik Laut juga mempunyai budaya yang sudah terkenal di seluruh Indonesia dan pernah memecahkan Rekor Muri pada tanggal 28 Juni 2008 yaitu sebuah Festival

Menongkah beserta adat dan tradisi lainnya secara

besar-besaran dengan jumlah peserta terbanyak 380 orang untuk pertandingan menongkah. Festival menongkah ini juga salah satu agenda kesenian tahunan yang di laksanakan masyarakat Etnik laut yang berada di Desa Tanjung Pair. Menongkah merupakan adat atau tradisi asli masyarakat Etnik Laut.

Menongkah merupakan suatu adat atau tradisi masyarakat

Etnik Laut dan tetua Etnik Laut terdahulu. Menongkah selain menjadi adat juga menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat Etnik Laut. Tongkah sendiri adalah sebuah alat sederhana yang terbuat dari dua atau tiga keping papan yang

kemudian disambungkan atau digabungkan dengan

papan selancar. Papan tongkah ini akan dimainkan oleh masyarakat di atas lumpur sambil mencari kerang.

Gambar 2.13. Kegiatan Menongkah

Sumber: Dokumentasi Desa Tanjung Pasir 2.8. Pengetahuan Tentang Kesehatan

2.8.1. Pengetahuan Mengenai Sehat dan Sakit Masyarakat