• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota Makassar sebagai Waterfront City adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009 Nurfaida A 251060021

ABSTRACT

NURFAIDA. Development and Landscape Management Plan of Makassar Coastal as a Waterfront City. Under supervision of HADI SUSILO ARIFIN and

ARIS MUNANDAR.

Makassar with 36.1 km seashore length lies has lots of potential on the terrestrial and aquatic landscapes, e.g. recreation spot, mangrove forest, fisheries and coral areas. However, due to rapid population growth and the need of different urban facilities, various environmental change was occurred. The objects of this research are 1) to evaluate coastal landscape based on biophysical, social economy factors, its natural beauty and amenity in order to gain the best land use, and 2) to draw recommendations for development and management coastal area as waterfront city. The methods were applied on this research was exponential comparison method to evaluate cost-benefit, evaluation of land suitability with geographical information system (GIS) approach, aesthetical analysis with scenic beauty estimation (SBE) and amenity analysis. The result showed that Makassar coastal area is a potential region to develop as a waterfront city with the priority for recreational waterfront. Development consideration was drawn by zoning, which are tourism zone of 369.9 ha (15%) that is used for tourism activities, multi-purpose zone of 1627.6 ha (66%) which is aimed to various activities such as settlement resort, trading center, transportation facilities, etc., and conservation zone of 468.5 ha (19%) to preserve ecosystem of coastal, marine area and adjacent islands. Landscape management effort should be done with the concept of responsible city strategy. The management program covers management of tourism area, management of multi-purpose area, and management of conservation area.

RINGKASAN

NURFAIDA. Pengembangan dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota Makassar sebagai Waterfront City. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN dan

ARIS MUNANDAR.

Kota Makassar dengan panjang pantai sekitar 36,1 km memiliki potensi yang tinggi baik di darat maupun di laut, antara lain, obyek rekreasi, hutan mangrove, kekayaan perikanan, tambak, dan terumbu karang. Akan tetapi, akibat pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan berbagai fasilitas kota telah menimbulkan berbagai perubahan lingkungan, seperti perubahan tata guna lahan, perubahan morfologi pantai, penurunan kualitas perairan, dan kerusakan hutan mangrove. Kawasan pantai dan laut yang merupakan sumber daya milik bersama yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang telah menjadi “halaman belakang” tempat membuang segala macam limbah dari berbagai aktivitas manusia. Tujuan penelitian adalah 1) mengevaluasi lanskap pantai Kota Makassar berdasarkan aspek biofisik, sosial, ekonomi, keindahan, dan kenyamanan sehingga diperoleh penggunaan lahan terbaik, dan 2) menyusun rekomendasi pengembangan dan pengelolaan kawasan pantai Kota Makassar sebagai waterfront city.

Penelitian dilakukan di kawasan pantai Kota Makassar mencakup tiga kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Mariso, dan Kecamatan Tamalate yang dimulai dari Pantai Losari hingga Pantai Barombong. Penelitian di lapang dilaksanakan mulai Maret sampai Mei 2008. Metode yang digunakan adalah metode perbandingan eksponensial (MPE) untuk mengetahui manfaat dan biaya, evaluasi kesesuaian lahan dengan pendekatan analisis spasial sistem informasi geografi (SIG), analisis keindahan dengan metode scenic beauty estimation (SBE), dan analisis kenyamanan.

Hasil analisis manfaat biaya menunjukkan bobot dari pengembangan kawasan rekreasi memiliki nilai paling besar (0,274) dibandingkan dengan alternatif pengembangan lainnya, sedangkan pengembangan kawasan pertanian/tambak memiliki nilai paling kecil (0,008). Berdasarkan perhitungan selisih manfaat dan biaya yang akan diperoleh, urutan pertama adalah kawasan rekreasi yang memiliki nilai manfaat paling besar (2,1098), sedangkan kawasan permukiman memiliki nilai manfaat paling kecil (0,0071). Namun, urutan kedua dan seterusnya dari kedua perhitungan tersebut menunjukkan perbedaan urutan. Selanjutnya berdasarkan analisis urutan prioritas manfaat menghasilkan aktivitas rekreasi sebagai prioritas pertama, sedangkan atraksi budaya sebagai prioritas terakhir. Analisis urutan prioritas biaya menghasilkan pemeliharaan infrastruktur sebagai prioritas pertama, sedangkan perubahan nilai sosial budaya sebagai prioritas terakhir.

Berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan sebagai kawasan wisata pantai, diperoleh hasil luas kawasan yang cukup sesuai adalah 470,8 ha (2,7%), sesuai marginal seluas 1.255,5 ha (7,2%), dan tidak sesuai dengan luas 15.710,7 ha (90,1%). Kualitas lahan yang menjadi faktor pembatas untuk pengembangan wisata pantai adalah kecerahan perairan. Kesesuaian lahan sebagai kawasan konservasi mangrove menunjukkan hasil kawasan pantai yang sangat sesuai untuk

penanaman mangrove seluas 959,1 ha (5,5%), cukup sesuai seluas 488,2 ha (2,8%), sesuai marginal seluas 2.127,3 ha (12,2%), dan tidak sesuai seluas 13.862,4 ha (79,5%), dengan faktor pembatas adalah kondisi drainase. Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman diperoleh hasil yang sangat sesuai seluas 6.661,4 ha (38,2%), cukup sesuai seluas 3.975,6 ha (22,8%), sesuai marginal seluas 192,5 ha (1,1%), dan tidak sesuai seluas 6.607,5 ha (37,9%). Faktor pembatas untuk pengembangan kawasan permukiman adalah kondisi drainase dan kerawanan banjir. Evaluasi kesesuaian untuk kawasan tambak menunjukkan hasil yang sangat sesuai untuk tambak seluas 645,2 ha (3,7%), cukup sesuai seluas 383,6 ha (2,2%), sesuai marginal seluas 2.127,3 ha (12,2%), dan tidak sesuai mencakup hampir seluruh Kota Makassar seluas 14.280,9 ha (81,9%). Kualitas lahan yang menjadi faktor pembatas adalah pengairan atau drainase.

Pantai Kota Makassar memiliki kualitas keindahan lanskap dengan nilai SBE berkisar antara -151 sampai dengan 154. Lanskap yang memiliki nilai SBE paling tinggi adalah Anjungan Bahari, sedangkan lanskap dengan nilai SBE paling rendah adalah Dermaga Tata Maddong. Berdasarkan analisis indeks tingkat kenyamanan (ITN) diperoleh luas kawasan yang memiliki ITN tinggi adalah 297,153 ha (12,05%), ITN sedang seluas 1.846,787 ha (74,89%), dan ITN rendah seluas 322,060 ha (13,06%).

Berdasarkan pertimbangan manfaat dan biaya lingkungan, kesesuaian lahan, aspek keindahan, kenyamanan, dan daya dukung, kawasan pantai Kota Makassar memiliki potensi dikembangkan sebagai waterfront city dengan prioritas utama pengembangan sebagai kawasan rekreasi. Rekomendasi pengembangan dan pengelolaan dilakukan dengan strategi the responsible city atau kota berwawasan bijak. Zona pengembangan kawasan pantai Kota Makassar terbagi atas tiga zonasi, yaitu (a) zona pemanfaatan wisata seluas 369,9 ha (15%), (b) zona multi- pemanfaatan seluas 1.627,6 ha (66%), dan (c) zona konservasi seluas 468,5 ha (19%). Program pengelolaan yang direkomendasikan meliputi (a) pengelolaan kawasan pemanfaatan wisata, (b) pengelolaan kawasan multi-pemanfaatan, dan (c) pengelolaan kawasan konservasi.