• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpajakan Untuk Pemegang saham

Sesuai dengan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan jika semua kondisi di bawah ini dipenuhi:

(i). Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

(ii). Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25,0% dari jumlah modal yang disetor.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 234/PMK.03/2009 tanggal 29 Desember 2009 tentang Bidang-bidang Penanaman Modal Tertentu yang Memberikan Penghasilan kepada Dana Pensiun yang Tidak Termasuk sebagai Obyek Pajak Penghasilan, maka penghasilan yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dikecualikan sebagai obyek Pajak Penghasilan apabila penghasilan tersebut diterima atau diperoleh dari penanaman modal antara lain dividen dari saham pada Perseroan Terbatas yang tercatat di Bursa Efek di Indonesia.

Dividen yang diterima atau diperoleh pemegang saham Wajib Pajak Dalam Negeri selain dari pihak-pihak yang memenuhi syarat di atas dan bentuk usaha tetap dari Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Perusahaan yang membayar dividen harus memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto sesuai dengan Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif pajak yang seharusnya dikenakan. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan kredit pajak untuk pajak penghasilan tahunan yang terhutang oleh pemegang saham Wajib Pajak Dalam Negeri dan bentuk usaha tetap.

Besarnya tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2c) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat inal. Penetapan mengenai besarnya tarif tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (2d) diatur dengan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.

Berdasarkan Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, dividen yang dibayar atau disediakan untuk dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar Negeri akan dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. Kepada mereka yang merupakan penduduk dari suatu negara yang telah menandatangani suatu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (“P3B”) dengan Indonesia, dengan memenuhi ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER-61/ PJ/2009 dan PER-62/PJ/2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-24/PJ/2010 dan PER- 25/PJ/2010, dapat memperoleh fasilitas tarif pajak yang lebih rendah dengan ketentuan penerima penghasilan: (i) merupakan beneicial owner dari dividen tersebut, (ii) telah menyerahkan Sertiikat

Indonesia, diisi dengan lengkap oleh penerima penghasilan, dan disahkan oleh pejabat berwenang dari negara dimana penerima penghasilan merupakan wajib pajak, dan (iii) tidak menyalahgunakan P3B terkait. Sertiikat Domisili umumnya hanya berlaku selama satu tahun dari tanggal diterbitkan dan harus diperbaharui secara berkala. Sertiikat Domisili asli yang dimaksud harus diserahkan kepada Perseroan untuk kemudian diberikan kepada Kantor Pajak yang berwenang.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1994 juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 1997 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek telah ditetapkan sebagai berikut:

a. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dan badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut Pajak Penghasilan sebesar 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto nilai transaksi dan bersifat inal. Pembayaran Pajak Penghasilan terutang dilakukan dengan cakra pemotongan oleh penyelenggara bursa efek melalui Perantara Pedagang Efek pada saat pelunasan transaksi penjualan saham;

b. Pemilik saham pendiri dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat inal sebesar 0,5% (lima per seribu) dari nilai saham perusahaan pada saat Penawaran Umum Perdana.

c. Penyetoran Pajak Penghasilan yang terutang yang dimaksud dalam butir a diatas dapat dilakukan oleh perusahaan atas nama masing-masing pemilik saham pendiri dalam jangka waktu selambat- lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa efek. Namun apabila pemilik saham pendiri tidak memilih ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 di atas, maka perhitungan Pajak Penghasilannya dilakukan berdasarkan tarif Pajak Penghasilan yang berlaku umum sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Peraturan Pemerintah atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek di atas juga berlaku untuk dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Wajib Pajak Luar Negeri dapat dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan inal sebesar 0,1% dan 0,5% dalam hal adanya fasilitas P3B dan apabila memenuhi PER-61/PJ/2009 dan PER-62/PJ/2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PER-24/PJ/2010 dan PER-25/PJ/2010 yang telah dijelaskan di atas.

Pada praktiknya, Pajak Penghasilan inal 0,1% tersebut tetap diberlakukan tanpa memperhatikan keberadaan fasilitas P3B. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-40/ PJ/2010, Wajib Pajak Luar Negeri dapat meminta pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan inal dalam hal adanya fasilitas P3B terkait.

Pemenuhan Kewajiban Perpajakan oleh Perseroan

Sebagai Wajib Pajak, Perseroan memiliki kewajiban perpajakan untuk Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Perseroan telah memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan perpajakan yang berlaku.

CALon PeMBeLI sAHAM DALAM PenAWArAn UMUM PerDAnA InI DIHArAPKAn UnTUK BerKonsULTAsI DengAn KonsULTAn PAJAK MAsIng-MAsIng MengenAI AKIBAT PerPAJAKAn YAng TIMBUL DArI PeMBeLIAn, PeMILIKAn MAUPUn PenJUALAn sAHAM YAng DIBeLI MeLALUI PenAWArAn UMUM InI.