• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Pembahasan

4.2.1 Persepsi anak usia 12 tahun terhadap film animasi Nussa dan Rara

Anak-anak merupakan salah satu kategori audiens pada masyarakat yang banyak menyukai tontonan film animasi. Secara kognitif, anak usia 12 tahun juga mampu memberikan persepsi dari suatu informasi yang telah diakses.

Berdasarkan hal tessebut maka anak mampu untuk melihat dari sudut pandangnya sehingga dapat memberikan penilaian secara kritis terhadap tayangan film.

Persepsi didahului oleh proses pengindraan, menerima stimulus melalui alat reseptor yaitu indra. Menurut Robbins (dalam Aslamiah dan Aruan, 2020) mendefinisikan persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti apa yang diindera.

Menurut Bimo Walgito (dalam Rudin dan Elfiandi, 2021) proses terjadinya persepsi diawali dengan adanya objek yang menimbulkan stimulus, kemudian stimulus tersebut mengenai alat indera individu. Stimulus yang telah diterima akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak kemudian terjadilah proses di otak sebagai proses kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, apa yang didengar, atau apa yang diraba, proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya. Kemudian respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.Walgito dalam (dalam Rudin dan Elfiandi, 2021) mengungkapkan indikator-indikator persepsi ada tiga yaitu penerimaan rangsang atau objek, pemahaman dan penilaian.

41

4.2.1.1 Persepsi anak Desa Klecoregonang terhadap nama tokoh pada film Animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai

Gambar 4.1 Kegiatan anak menonton film Sumber: dokumentasi peneliti, 11 September 2021

Tahap pertama untuk membentuk persepsi, terdapat proses yang dialami individu. Fokus penelitian ini adalah pada persepsi film maka informan dipersyaratkan pernah atau menonton film animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai terlebih dahulu sehingga anak dapat memberikan penilaian terhadap film yang telah dilihatnya. Proses awal terjadinya persepsi yaitu terdapat objek yang menimbulkan stimulus. Stimulus ini diterima oleh alat indera. Pada tahap awal, narasumber diberikan pertanyaan mengenai tokoh yang terdapat pada episode ini. Seperti wawancara yang dilakukan dengan Takul sebagai berikut.

“Tokohnya ada empat yaitu Nussa, Rara, Umma, dan Setan yang suka mengganggu Nussa dan Rara”. (Wawancara dengan Takul, 11 September 2021)

Seokanto (dalam Syahputra, 2020) menjelaskan bahwa dalam modalitas pengamatan dalam berpersepsi yaitu penglihatan. Melihat adalah menangkap suatu informasi melalui penglihatan. Melihat bukan hanya melibatkan unsur jasmaniyah, namun melibatkan seperti perhatian, interpretasi, dan penyimpanan.

Pada mempersepsikan nama tokoh melibatkan indra penglihatan. Dari indra penglihatan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat empat tokoh pada episode ini yang terdiri dari Nussa, Rara, tokoh setan, dan Umma.

42

4.2.1.2 Persepsi anak Desa Klecoregonang terhadap isi cerita pada film Animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai

Tahapan yang kedua yaitu, pemahaman. Setelah terjadi gambaran serta kesan oleh otak, maka gambaran tersebut diproses sehingga terbentuk pemahaman. Proses terjadinya pemahaman tersebut tergantung pada gambaran sebelumnya yang telah dimiliki oleh individu. Film merupakan cerita yang bertutur audio visual. Film animasi Nussa dan Rara merupakan sebuah film yang menceritakan kehidupan sehari-hari dari kakak beradik sehingga memiliki ceria yang mengalir dan mungkin pernah dialami oleh individu. Setelah menonton film anak memahami isi dari film Nussa dan Rara episode libur jangan lalai. Hesti menjelaskan mengenai isi cerita sebagai berikut.

“Di film ini menceritakan tentang Nussa dan Rara yang disuruh ibunya mengerjakan tugas tapi tidak dilaksanakan.” (Wawancara dengan Hesti, 12 September 2021 )

Pendapat Hesti memiliki persamaan dengan keempat anak yang laiannya yang menyatakan bahwa Nussa dan Rara tidak patuh, tidak menurut, tidak segera melaksanakan atau menunda melaksanakan kewajibannya, seperti beribadah dan mengerjakan tugas. Seperti wawancara pada Wahyu sebagai berikut.

“ Nussa dan Rara tidak patuh perintah ibunya untuk sholat dan mengerjakan PR karena menonton tv.” (Wawancara dengan Wahyu, 12 September 2021 )

Mifta berpendapat,

“Isi cerita film ini tentang di hari libur Nussa dan Rara di goda setan sehingga males” (Wawancara dengan Mifta, 11 September 2021 )

Seokanto (dalam Syahputra, 2020) mengemukakan salah satu modalitas pengamatan dalam berpersepsi yaitu pendengaran. Mendengar adalah menangkap bunyi-bunyi suara dengan indera pendengaran. Dari hasil bunyi suara yang didengar akan diteruskan ke otak kemudian terjadilah proses di otak sebagai proses kesadaran sehingga individu menyadari apa yang di dengar dan membentuk suatu pemahaman dari isi cerita film. Berdasarkan hasil pendengaran anak mengenai dialog pada film dapat memahami isi cerita film. anak berdasarkan

43

isi cerita yang telah diungkapkan anak dapat disimpulkan bahwa pada episode libur jangan lalai menceritakan tentang Nussa dan Rara yang lalai dan malas dalam melaksanakan ibadah karena asyik menonton televisi dan mengerjakan tugasnya karena beralasan hari libur.

4.2.1.3 Persepsi anak Desa Klecoregonang terhadap gambaran fisik para tokoh pada film Animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai

Selain isi cerita, tokoh pada film menjadi salah satu unsur dalam film dan mampu menarik perhatian penonton. Dengan memperhatikan tokoh yang bermain dengan karakternya masing-masing dapat membawa cerita dalam film. Seperti yang telah diketahui pada episode ini terdapat empat tokoh dengan penggambaran fisik yang berbeda. Penggambaran fisik yang berbeda sebagai ciri dari suatu tokoh sehingga penonton dapat membedakan masing-masing tokoh Seperti wawancara yang dilakukan dengan Shafara sebagai berikut.

“Nussa anak laki-laki, memakai peci, berbaju hijau, dan celana coklat.

Rara anak perempuan memakai baju berwarna kuning, Umma ibu Nussa dan Rara yang memakai baju berwarna ungu. Setan berwarna ungu bentuknya bulat dan bisa terbang”. (Wawancara dengan Shafara, 15 September 2021)

Rehan dan Mifta menambahkan ciri dari tokoh Nussa memakai kaki palsu.

“Disalah satu kakinya Nussa memakai kaki palsu.” (Wawancara dengan Rehan, 15 September 2021)

Takul menambahkan ciri pada tokoh setan yaitu berbentuk bulat berwarna ungu, memiliki sayap seperti kelelawar dan terbang berada disamping Nussa dan Rara.

“Tokoh setan bentuknya bulat, punya sayap kaya kelelawar, warnanya ungu dan suka terbang disamping Nussa dan Rara untuk mengganggu”.

(Wawancara dengan Takul, 11 September 2021).

. Persepsi terhadap penggambaran fisik tokoh lebih menggunakan indra penglihatan. Seokanto (dalam Syahputra, 2020) menjelaskan bahwa melihat adalah menangkap suatu informasi melalui penglihatan. Dari proses melihat masing-masing tokoh, anak dapat mempersepsikan gambaran fisik sesuai apa yang dilihatnya. Berdasarkan persepsi yang diungkap oleh anak dapat

44

disimpulkan bahwa semua anak setuju bahwa Nussa identik dengan anak laki-laki dengan baju hijau dan memakai peci. Rara adalah adik perempuan dari tokoh Nussa yang identik dengan gamis berwarna kuning. Umma seorang ibu dari Nussa dan Rara yang memakai baju berwarna ungu. Sementara itu tokoh setan digambakan seperti bentuk bulat berwarna ungu dan terbang.

4.2.1.4 Persepsi anak Desa Klecoregonang terhadap karakter para tokoh pada film Animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai

Tidak hanya penggambaran fisik yang berbeda namun karakter atau watak tokoh berbeda pula. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, penokohan yang terdapat pada film animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai meliputi: (a) baik; (b) tidak baik; (c) jahat; (d) cerewet; (d) tidak penurut/patuh; (e) pemalas; (f) tidak bertanggung jawab, (g) kurang disiplin.

Adapun hasil wawancara sebagai berikut.

“Nussa dan Rara tidak penurut karena disuruh sholat dan belajar masih menunda-nunda. Nussa dan Rara menunda sholat dan belajar karena mendapatkan bisikan dari setan yang jahat. Umma cerewet tapi untuk hal kebaikan. Memberi nasehat kepada Nussa dan Rara.” (Wawancara dengan Shafara, 15 September 2021).

Sementara itu, Rehan mempersepsikan watak tokoh sebagai berikut.

“Nussa dan Rara pemalas karena tidak mengerjakan tugas. Setan tidak baik karena mempengaruhi Nussa dan Rara. Umma baik karena memperhatikan dan mengingatkan anaknya”. (Wawancara dengan Rehan, 15 September 2021)

Hesti menambahkan bahwa Nussa dan Rara tidak bertanggung jawab karena menunda kewajibannya, Setan jahat, dan Umma baik. Selain itu mifta menambahkan bahwa Nussa dan Rara tidak disiplin karena tidak mengerjakan tugasnya dihari libur, Setan jahat dan Umma baik.

Dari beberapa persepsi anak menganai penokohan dapat disimpulkan bahwa penokohan Nussa dan Rara pada episode libur jangan lalai yaitu sebagai anak yang tidak penurut, pemalas, tidak patuh, tidak disiplin dan tidak bertanggung jawab. Umma dipersepsikan oleh anak sebagai ibu yang cerewet,

45

baik, dan sabar. Tokoh Setan dipersepsikan sebagai tokoh yang jahat dan tidak baik. Izzaty (2008: 109-121) menjelaskan bahwa anak usia 12 tahun pada kemampuan pekembangan kognitifnya termasuk ke dalam operasional formal, kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informassi yang tersedia. Pada hasil penelitian, anak mampu memberikan kesimpulannya mengenai karakter tokoh berdasarkan dialog yang didengar dan adegan film yang telah dilihatnya.

4.2.1.5 Persepsi anak Desa Klecoregonang terhadap penilaian sikap para tokoh pada film Animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai

Proses tahapan terakhir yaitu Penilaian. Penilaian terjadi setelah terbentuk pemahaman oleh individu. Pengertian atau pemahaman yang baru diperoleh tersebut dibandingkan dengan kriteria serta norma yang dimiliki individu. Dari proses pemahaman maka anak dapat menilai mengenai film yang telah dilihat.

Gambar 4.2 Kegiatan anak ketika proses wawancara Sumber: dokumentasi peneliti, 11 September 2021

Dari penokohan yang telah dideskripsikan oleh anak, anak memberikan penilaian atas karakter atau watak tokoh dalam cerita. Semua anak tidak menyukai Nussa dan Rara karena lalai dan tidak penurut terhadap ibunya. Anak-anak lebih menyukai terhadap umma yang sabar dan tetap menasehati Nussa dan Rara.

Seperti wawancara dengan Shafara sebagai berikut.

“Tidak suka Nussa dan Rara karena di episode ini karena Nussa dan Rara tidak penurut terhadap perintah Umma. Suka tokoh Umma meskipun cerewet tapi dalam hal kebaikan.” (Wawancara dengan Shafara, 15 September 2021).

46

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti mengamati bahwa anak-anak sudah bisa memahami perilaku yang baik dan kurang baik. Dari tokoh Nussa dan Rara seluruh informan menilai bahwa tidak menyukai penokohan Nussa dan Rara pada episode ini. Berbeda saat memberikan penilaian terhadap tokoh Umma.

Semua anak menyukai tokoh Umma yang mencerminkan sikap yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian anak usai 12 tahun dapat memberikan penilaiannya mengenai sikap para tokoh. Sesuai dengan pendapat Bajuri (2018) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pada usia 12 tahun ke atas memasuki ranah kognitif C5 (mengevaluasi/menilai) dan C6 (mencipta) yang lebih baik.

4.2.1.6 Persepsi anak Desa Klecoregonang terhadap penilaian sikap yang dapat diteladani pada film Animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai

Karakter atau penokohan pada film dimainkan sessuai dengan skenario film baik tokoh yang memiliki karakter baik dan kurang baik. Sama halnya pada film Nussa dan Rara episode libur jangan lalai, informan telah memberikan persepsinya mengenai karakter pada episode tersebut yang mana seluruh informan kurang menyukai karakter Nussa dan Rara yang dinilai anak memiliki karakter yang kurang baik. Meskipun begiru, terdapat pula sikap yang dapat dicontoh pada tokoh Nussa dan Rara seperti, meminta maaf ketika melakukan kesalahan, menyesal dan menyadari kesalahan, serta meminta tolong ketika membutuhkan bantuan. Seperti yang diungkapkan pada wawancara sebagai berikut.

“Sikap yang dapat dicontoh dari tokoh Nussa dan Rara yaitu meminta maaf pada Umma karena tidak mengerjakan tugas yang sudah disuruh Umma”. (wawancara dengan Mifta, 11 September 2021).

Sementara itu, sikap yang dapat dicontoh dari Nussa dan Rara yang diungkapnkan oleh Takul sebagai berikut.

47

mengingatkan dan mengajarkan hal baik kepada Nussa dan Rara. Seperti yang diungkapkan pada wawancara sebagai berikut.

“Sikap yang dapat dicontoh dari tokoh Umma yaitu selalu mengajarkan hal baik”. (wawancara dengan Shafara, 15 September 2021).

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa anak dapat membedakan karakter yang baik maupun kurang baik dan berdasarkan hal tersebut anak dapat menilai karakter tokoh yang perlu diteladani atau dicontoh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Havighurst (dalam Jannah, 2015) yang menyatakan bahwa pada masa Tamyiz dimulai dari usia 10 tahun, pada fase ini anak sudah mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan nalarnya sendiri.

4.2.1.7 Persepsi anak Desa Klecoregonang terhadap pesan yang terdapat pada film Animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai

Film merupakan media massa yang didalamnya terdapat pesan. Pesan atau biasa disebut sebagai amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan penulis atau pembuat cerita baik secara langsung maupun tidak langsung. Pesan pada film berisikan tentang ajaran tentang baik buruknya perbuatan atau tingkah laku yang disampaikan melalui para tokoh pada cerita film. Dari pesan dari sebuah film dapat memberikan pelajaran hidup bagi penontonnya. Begitu pula dengan pada film animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai terdapat pesan yang terkandung dalam film. Pesan yang dapat diambil oleh anak-anak sebagai berikut.

“Pesannya yaitu kita tidak boleh lupa beribadah dan mengerjakan PR”.

(Wawancara dengan Takul, 11 September 2021).

Hesti berpendapat sebagai berikut.

“Pesan dalam film ini yaitu jika disuruh oang tua untuk mengerjakan sesuatu maka harus dikerjakan.” (Wawancara dengan Hesti, 12 September 2021).

Wahyu berpendapat sebagai berikut.

“Pesan yang didapatkan dari episode ini yaitu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, ada waktu yang digunakan untuk menonton tv dan juga waktu untuk mengejakan tugas sekolah (Wawancara dengan Wahyu, 12 September 2021).

48

Episode libur jangan lalai memiliki hubungan dengan pemanfaatan waktu dengan baik, sehingga dalam episode ini memiliki pesan agar tidak menunda waktu. Kemampuan anak-anak dalam menangkap pesan yang terkandung pada film animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai cukup baik. Anak dapat menangkap pesan melalui ilustrasi adegan dan dialog yang terdapat pada film.

Anak usia 12 tahun pada tingkatan usia ini sudah dapat berpikir secara logis dan memahami sesuatu yang dilihat. Hal ini sesuai dengan perkembangan bahasa anak usia dasar yang diungkapkan oleh Allen & Marotz (dalam Malik, 2021) yang mengemukakan bahwa pada usia 11 hingga 12 tahun anak senang berargumentasi untuk mendukung pernyataannya, mampu menggunakan struktur bahasa dengan kompleks, dan mampu memahami makna tersirat.

4.2.1.8 Persepsi anak Desa Klecoregonang terhadap hal menarik yang terdapat pada film Animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai

Berbagai macam film kartun menjadi suatu hal yang tidak asing bagi anak-anak. Pada masa sekarang anak cukup mengetahui beberapa nama-nama film kartun yang ada, dikarenakan film kartun tersebut cukup menarik untuk ditonton anak-anak. Sama halnya dengan tayangan film animasi Nussa dan Rara memiliki hal yang menarik perhatian penonton sehingga penonton tersebut menyukai film tersebut. Anak- anak di Desa Klecoregonang menyukai film Nussa dan Rara dikarenakan terdapat hal yang menarik pada film tersebut. Seperti pendapat informan sebagai berikut.

“Hal menarik pada film ini yaitu terdapat pesan kebaikan pada episodenya”. (wawancara dengan Rehan, 15 September 2021).

Sedangkan shafara memberikan persepsinya sebagai berikut

“Hal menarik pada film ini yaitu ceritanya bagus”. (wawancara dengan Shafara, 15 September 2021).

Purwanto (2002:71) menjelaskan bahwa terdapat motif yang menjadi austau dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Sama halnya dengan tayangan film. Terdapar berbagai macam jenis film termasuk film animasi. Namun, dari berbagai jenis film animasi, anak di Desa Klecoregonang menyukai salah satu film animasi Nussa dan Rara. Film animasi Nussa dan Rara

49

memiliki hal yang menarik untuk ditonton Berdasarkan wawancara informan mengungkapkan hal menarik seperti, dari tokohnya, cerita, episodenya dan pesan yang terkandung pada film.

4.2.1.9 Persepsi anak Desa Klecoregonang terhadap respon tayangan film animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai

Setelah selesai menonton film animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai, anak usia 12 tahun memberikan respon dari film yang terlah ditontonnya. Semua anak menikmati dan menyukai film ini. Seperti yang diungkapkan pada wawancara sebagai berikut.

“Filmnya bagus, mengajarkan kebaikan dan mengingatkan tentang agama”. (Wawancara dengan Mifta, 11 September 2021)

Sementara itu Takul memberikan penilaian sebagai berikut.

“Filmnya bagus karena mengajarkan hal baik dan tidak bosan saat menonton.”. (Wawancara dengan Takul,11 September 2021)

Hesti memiliki penilaian sebagai berikut.

“Filmnya bagus mengingatkan supaya menjadi lebih rajin.”. (Wawancara dengan Hesti,12 September 2021)

Sementara itu Wahyu memberikan persepsinya sebagai berikut.

“Filmnya bagus karena mengajarkan agar ingat waktu dan melakukan hal yang harus dilakukan.”. (Wawancara dengan Wahyu,12 September 2021).

Respon merupakan kesan atau reaksi setelah mengamati aktivitas mengindra, menilai terhadap suatu objek. Respon dapat berupa respon yang positif ataupun negatif. Menurut Lasnsky (2003) respon positif terjadi ketika anak merasa senang atau bahagia. Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa persepsi anak usia 12 tahun Desa Klecoregonang terhadap film animasi Nussa dan Rara episode libur jangan lalai merupakan tayangan yang bagus dan mendapat respon positif dari seluruh informan. Film nussa dan Rara dapat menjadi tayangan yang mengedukasi anak-anak karena mengajarkan hal kebaikan dan dapat mempelajari ilmu agama secara tidak langsung. Selain itu durasi film yang

50

berkisar 3-8 menit dan cara penyampaiannya yang ringan tidak akan membuat anak-anak menjadi bosan, bahkan membuat anak mudah memahami isi film.

Dokumen terkait