• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS ( INFORMED CONCENT ) 1 Latar belakang

MANAJEMEN PASIEN

G. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS ( INFORMED CONCENT ) 1 Latar belakang

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan selain bersifat azasi kemanusiaan dan azasi pemeliharaan kesehatan, juga diharapkan tercipta hubungan yang lancara antara pasien dan tenaga kesehatan terutama dokter ataupun perawat harus terjadi secara kolaboratif. Akan tetapi bisa terjadi masalah bila terbentur pada dilema dua prinsip yaitu prinsip memberikan kebaikan pada pasien yang bertolak dari sudut pandang nilai etika dan ilmu kesehatan berdasarkan pengetahuan keterampilan dan pengalaman dokter atau perawat, bertolak belakang dengan prinsip menghormati hak menentukan diri sendiri dari sudut pandang pasien. Kedua prinsip tersebut dapat menimbulkan konflik.

Memberikan penjelasan kepada pasien dalam rangka memperoleh ijin persetujuan pasien untuk melakukan tindakan medik, kadang kala terdapat pertimbangan dengan maksud memperingan penderitaan pasien atau dengan maksud tidak menakutkan perasaan pasien, supaya tidak menjadi guncang, sehingga penjelasan tidak lengkap karena ada bagian yang sengaja disimpan untuk menghindari akibat buruk pada pasien. Pertimbangan tersebut terjadi biasanya dalam kasus yang berisiko besar, yang sebelumnya tidak terduga, didasari oleh rasa tanggung jawab etika kedokteran memperlakukan hal yang terbaik terhadap pasien.

Dengan demikian, atas dasar adanya konflik yang dilematis tersebut, maka diperlukan persetujuan tindakan medis (informed concent) sebagai tanggung jawab moral dalam profesi kedokteran.

2. Pengertian

Informed concent dalam Permenkes No.589 th 1989 diterjemahkan dengan istilah persetujuan tindakan medik. Menurut Beauchamp dalam

informed concent harus ada lima unsur pendukungnya yaitu (1) pemberian informasi atau disclosure (2) pemahaman informasi yang menyeluruh (3) kesukarelaan atau volunteeriness (4) kemampuan atau competence (5) izin atau concent.

Berdasarkan kelima unsur di atas, maka informed concent dapat diartikan sebagai izin atau otorisasi yang diberikan secara suka rela oleh seorang penderita yang kompeten kepada dokter untuk melakukan suatu tindakan medis terhadap dirinya yang dianggap baik setelah penderita itu mendapat informasi yang jelas dan dapat dipahami.

Menurut Komalawati, informed concent dapat diartikan sebagai suatu kesepakatan persetujuan pasien atas upaya medis oleh dokter terhadap dirinya setelah mendapat informasi dari dokter mengenai medis yang dapat dilakukan

untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala risiko yang mungkin terjadi.

3. Tujuan

Informed concent bertujuan untuk (1) perlindungan pasien untuk segala tindakan medis (2) perlindungan tenaga kesehatan dokter atau perawat terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga serta dianggap merugikan pihak lain. (3) perlindungan terhadap pasien dari segala medis yang ditujukan pada jasmani dan rohaninya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien dari prosedur medis yang sebenarnya tidak perlu. (4) perlindungan terhadap dokter dokter atau perawat yang telah melakukan tindakan medis atas dasar standar profesi medis tetapi menghadapi akibat yang tidak terduga dan dianggap merugikan pihak lain, maka tindakan medis yang bermasalah tersebut memperoleh jaminan perlindungan berdasarkan risk of treament dan error of judgement untuk kepentingan kesehatan.

4. Unsur Materi dan Cakupan

Materi dan cakupan dalam informed consent meliputi : 1. diagnosis termasuk prosedur pemeriksaannya 2. status penyakit : ringan, sedang , atau berat

3. berbagai macam alternatif terapi dengan keuntungan dan kerugiannya masing-masing, termasuk jenis terapi yang ditawarkan beserta alasannya.

4. Quality of life (QoL), apakah setelah terapi QoL nya akan lebih baik, sama saja, atau mungkin menjadi lebih buruk. QoL disini lebih ditekankan kepada nilai fungsional dibandingkan dengan nilai fisiknya, dalam artian hal apa yang masih bisa dilakukan oleh dirinya dalam sisa kehidupan selanjutnya. Apakah dia masih bisa menolong dirinya sendiri dan berkarya, ataukah dia harus tergantung kepada orang lain selama masa sisa kehidupannya. 5. Model

Menurut Arnold, RM., ada dua cara yang dikenal untuk menyampaikan informed consent yaitu :

a. A proforma approach : an event model of informed consent.

Di beberapa klinik, permintaan izin dimulai beberapa saat dan risiko dari suatu jenis terapi oleh dokter atau perawat, dan permintaan agar penderita mau menandatangani dan mengijinkan untuk melaksanakan terapi tersebut.

Walaupun waktu penyampaian isi sangat terbatas tetapi metode ini secara hukum masih memenuhi syarat minimal untuk mendapatkan informed consent. Sebaliknya dilihat dari tujuan etika yang lebih tinggi, metode ini tidak memenuhi syarat, karena tidak memperkaya penderita dengan

pengetahuan tentang penyakitnya , juga tidak mengajak penderita untuk ikut serta memutuskan rencana terapi. Metode ini sepertinya sangat

menyederhanakan masalah, padahal seringkali masalah klinik itu bersifat kompleks, yang memerlukan pengulangan dan penambahan informasi. b. A dialogical approach The process of Informed Consent

Model ini beranggapan bahwa baik dokter maupun penderita mempunyai sesuatu yang ingin disampaikan , yang dapat membantu proses pengambilan keputusan. Dokter membawa pengetahuan, teknik, dan pengalaman dalam mengobati penderita dengan keluhan yang sama, sedangkan penderita menceritakan keadaan hidupnya dan kemampuannya untuk menilai efek terapi terhadap dirinya. Model ini ingin menggambarkan bahwa pengambilan keputusan itu tidak bisa dibuat hanya satu kali pada satu waktu saja, melainkan merupakan rentetan keputusan, mulai dari kecurigaan adanya penyakit, keharusan adanya terapi terhadap penyakit tersebut sampai penderita pulang dari rumah sakit. Satu keputusan mungkin dibuat pada pertemuan pertama sedangkan keputusan lainnya pada kesempatan yang lain. Model ini juga mengakui keharusan adanya kontak antara penderita dengan berbagai ahli kesehatan lainnya. Misalnya , penderita kanker payudara perlu dengan Onkolog dan ahli bedah tentang risiko dari berbagai terapi dengan perawat tentang efek samping serta dengan pekerja sosial tentang masalah keuangan.

6. Bentuk

Sampai dengan saat ini, terdapat dua bentuk persetujuan yaitu :

1. Expressed consent , dalam hal ini, persetujuan diberikan dalam bentuk tulisan dan lisan. Persetujuan tulisan biasanya diberikan dalam kasus- kasus, dimana dokter harus melakukan tindakan invasif, baik untuk diagnosis maupun terapi, seperti endoskopi, operasi, kemoterapi, dan radiasi. Sedangakan untuk kasus-kasus ringan seperti USG, EKG, atau suntikan dapat diberikan secara lisan.

2. Implied consent, adalah izin yang diberikan tanpa diekspresikan baik tertulis maupun lisan. Adanya izin dari penderita diartikan oleh dokter dengan melihat sikap yang tidak negatif ataupu antagonis. Misalnya pada saat penderita datang berkonsultasi sebetulnya dia sudah membawa sikap positif, yaitu bahwa dia sudah mempunyai niat untuk

memberi izin kepada dokter untuk mewawancarai dan memeriksanya secara fisik. Inilah yang terjadi di semua ruang praktek dokter. Semua penderita yang datang berkonsultasi, dianggap telah memberikan izinnya. Proses demikian tidak dianggap melanggar proses informed consent, baik dilihat dari segi hukum legal maupun etik.

Makin tinggi kepercayaan seorang penderita kepada dokter makin besar kemungkinan bahwa informed consent nya dalam bentuk Implied consent. Tetapi untuk kasus-kasus yang besar terutama yang berkaitan dengan tindakan invasif yang mungkin mempengaruhi quqlity of Life (QoL) sebaiknya persetujuan diberikan secara tertulis. Menurut Appelbaum, yang dimaksud dengan invasif adalah tindakan yang menggunakan alat yang dimasukkan ke dalam tubuh. Menurut Permenkes 585 tahun 1989, tindakan invasif adalah semua tindakan yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh.

BAB XI

MANAJEMEN PEMASARAN TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti perkulihan mahasiswa dapat mengetahui : 1.1 Prinsip-prinsip pemasaran

1.2 Unsur-unsur dalam pemasaran 1.3 Analisis aspek pemasaran 1.4 Bauran pemasaran

1.5 Konsep pemasaran dalam pelayanan kesehatan gigi A. PENDAHULUAN

Pemasaran adalah meneliti kebutuhan dan keinginan konsumen, menghasilkan barang atau jasa, menentukan harga dan mendistribusikan barang dan jasa. Menurut Kotler (2002) pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Untuk defenisi manajerial pemasaran sering digambarkan sebagai ”seni menjual produk” tapi bagian terpenting dari pemasaran bukan penjualan. Tujuan pemasaran : menghasilkan barang dan jasa, agar disukai, dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen.