• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTEMPURAN MAUT - III

Dalam dokumen Bulan Jatuh Di Lereng Gunung 11-20 (Halaman 129-149)

Dengan langkah gagah, Tampar melintasi pekarangan. Ternyata ia menuju ke bukit buatan. Setelah berbatuk-batuk dua kali, ia memanggil dengan suara nyaring :

- Kentir ! Suling ! -

Itulah nama dua penjaga yang sedang dinas jaga di bukit buatan. Tetapi mereka berdua tidak menjawab. Tampar mengulangi sampai dua tiga kali. Tetap saja sepi tiada jawaban.

Tampar jadi tercengang dan timbullah rasa curiganya. Segera tangannya memegang sebuah batu dan diputarnya. Mungkin sekali, itulah batu rahasia sebagai alat membuka pintu bukit buatan yang tertutup.

- Kiranya mereka mengurung Niken di dalam bukit buatan ini. - pikir Gemak Ideran yang menguntit Tampar dari belakang. -Kalau saja tidak secara kebetulan aku mendengar kata-kata Cing Cing Goling lalu menguntit orang ini, ubek-ubekan sampai satu bulanpun tidak akan dapat kutemukan. -

Tepat pada saat pintu goa dalam bukit buatan itu terbuka oleh putaran sebuah batu yang di putar Tampar tadi, terdengar bunyi kentong bertalu. Lalu disusul dengan teriakan nyaring :

- Guruuuuu... guruuuuu... awas ada maling. Anak Sawunggaling mengacau di siniiii...-

Itulah suara teriakan orang yang tadi kena digempur satu gebrakan oleh Gemak Ideran. Sebenarnya ia bernama Kadung. Diapun berkedudukan sebagai kepala jaga tidak beda seperti Tampar.

Gemak Ideran tidak tahu, bahwa kepala jaga-kepala jaga sebenarnya memiliki kepandaian yang tinggi. Kalau dia tadi roboh dalam satu gebrakan, lantaran tidak berjaga-jaga. Waktu diseret Gemak Ideran ke belakang bukit buatan, sengaja ia berpura-pura tidak berdaya.

Tetapi kemudian dengan diam-diam ia menghimpun tenaga saktinya. Itulah sebabnya dia dapat bergerak seperti sediakala lebih awal dari perhitungan Gemak-Ideran. Terus saja lari masuk ke dalam hendak lapor kepada Cing Cing Goling dengan berteriak-teriak kalap.

Gemak Ideran sadar akan bahaya. Sebat luar biasa ia mencegat Tampar sebelum sempat memasuki goa yang sudah terbuka pintunya.

Dengan ilmu pukulan Ki Hajar Karangpandan ia dapat merobohkan Tampar satu kali gebrakan saja dan merampas cambuk mustika Cing Cing Goling. Lalu Tampar didupaknya menghantam dinding sehingga terjengkang pingsan.

Baru saja Gemak Ideran membereskan Tampar, terdengar suara berisik. Itulah suara langkah dan suara penjaga-penjaga. Sebenarnya perbuatan Indung dan temannya, Mereka berdua diketemukan penjaga-penjaga Iain yang sedang melakukan perondaan. Segera mereka ditolong dan mengabarkan tentang masuknya anak Sawunggaling.

Namun mereka tidak mengira, bahwa Gemak Ideran berada di bukit buatan tempat Niken Anggana dipenjarakan Kecuali memang tidak tahu, pikir mereka pasti sedang melakukan pengacauan di kediaman gurunya. Itulah sebabnya mereka semua mengarah ke gedung batu tempat Cing Cing Goling berada. - Yang paling penting harus membebaskan Niken dulu. - pikir Gemak Ideran cepat.

Menduga bahwa di balik pintu goa pasti terdapat beberapa penjaga yang akan menyerang nya, ia memutar cambuk rampasan untuk melindungi diri. Tetapi ternyata di balik ambang pintu tiada terdapat seorangpun. la maju dua langkah dan melihat dua orang tergeletak di atas tanah seperti mayat Tentunya merekalah yang tadi dipanggil-panggil dengan nama Kentir dan Suling. Hati-hati ia memeriksanya. Ternyata benar-benar mereka tidak bernafas lagi.

- Hai! - Gemak Ideran terkejut. - Siapa yang membunuhnya ?-

Tidak dapat diragukan lagi. Pasti sudah ada seseorang yang mendahuluinya. Cepat ia berdiri tegak dan menajamkan penglihatannya. la seperti melihat sesososk bayangan yang sangat dikenalnya. la heran berbareng girang. Selagi hendak membuka mulutnya, bayangan itu mendahuluinya :

- Aku tahu, kau pasti datang. -

Hampir berbareng dengan ucapannya, Gemak Ideran merasa tangannya tersambar dan tahu-tahu sudah tercengkeram. Memang di dalam goa itu gelap pekat. Namun bahwasanya dirinya dapat tercengkeram dalam satu gebrakan saja, membuat hatinya terkejut .

- Bukankah ayunda...-

- Ya. - potong yang menyambarnya. Sesungguhnya dialah Diah Windu Rini. - Hari sudah mendekati pagihari. Cepat ke luar dari perkampungan ini ! -

- Apakah ayunda yang membunuh mereka ? -

- Benar. Ingat-ingatlah, dalam keadaan begini ini engkau harus bertindak cepat ! Sebab engkau menghadapi hanya dua pilihan. Dibunuh atau membunuh. Lihatlah, aku jauh mendahului dirimu padahal aku hanya menyusulmu setelah melihat tanda sandi. Itu suatu bukti, tindakanmu amat lambat -

- Ya, ya. - Gemak Ideran mengangguk dengan hati bersedia mengalah. - Tetapi bagaimana dengan Niken ? -

- Dia sudah kubebaskan. Sekarang mari kita berpisah secepat mungkin sebelum mereka tiba. Cing Cing Goling bukan manusia sembarangan. Kita berjumpa di luar hutan. Menyusur sungai sampai bertemu. Kau mengerti ? - - Mengerti. -

Memang pada saat itu, hari sudah mendekati terang tanah. Lewat beberapa saat lagi, fajarhari akan tiba. Artinya, semua yang gelap akan menjadi terang. Diah Windu Rini bergerak sangat sebat la mendahului Gemak Ideran ke luar goa.

Sebentar saja bayangannya telah lenyap dari penglihatan. Gemak Ideran tidak mau ketinggalan pula. Segera ia keluar goa. Akan tetapi Cing Cing Goling sudah ke luar dari kediamannya. la diikuti oleh Geringging, Tambal Pitu dan empatbelas muridnya.

Celakanya dari segenap penjuru muncul pula para penjaga malam dengan pakaian seragamnya. Gemak Ideran merasa tidak mempunyai pilihan lain kecuali harus bersembunyi pada suatu tempat yang aman. Maka ia memilih gedung berdinding tinggi yang mempunyai dua serambi. Cepat luar biasa ia mengarah ke sana. Selagi memasuki serambi belakang, untuk kedua kalinya tangannya kena tersambar bayangan seseorang yang terus menyeretnya masuk ke dalam ruang tertutup.

- Siapa ? - ia menghardik.

- Aku tahu, kau bakal tidak mempunyai kesempatan lolos dari rumah kediaman Cing Cing Goling. - jawab bayangan.

Ternyata itulah suara seorang gadis yang terdengar merdu.

Dengan menyalakan matanya, Gemak Ideran mencoba menembus tirai kegelapan. la berbimbang-bimbang. Menilik perawakan tubuhnya, seperti gadis bertopeng atau yang mengena-kan kerudung warna hitam. Pakaian yang dikenakan sama pula.

- Hm, jadi kau ! - Gemak Ideran menggerutu.

- Benar. Memang aku. Jangan coba mendekati aku ! Sedikit bergerak aku akan melepaskan bandringanku. Tanganmu akan hancur dan seumur hidupmu bakal cacad. - ujar gadis itu dengan suara dingin luar biasa.

Seumurnya, baru kali ini Gemak Ideran kena dibokong musuh, selain Diah Windu rini sebentar tadi. la mendongkol bukan kepalang Sebelum sempat ia melampiaskan rasa mendongkolnya, gadis berkerudung yang kini sudah melepaskan topeng, mendahului berkata :

- Bukankah engkau datang dengan tujuan hendak menolong membebaskan gadis yang cantik puteri Haria Giri ? -

Gemak Ideran tidak melayani. Diam-diam ia mengerahkan tenaga saktinya. Lalu berkata dengan tertawa :

- Kepandaianmu masih jauh berada di bawahku. Engkau mau main gila denganku ? - dan setelah berkata demikian, tangan yang kena tercengkeram benar-benar terlepas dari cengkeraman gadis itu.

Gadis itu terperanjat, akan tetapi sudah kasep. Diam-diam ia mengakui kehebatan Gemak Ideran. Tetapi hanya sejenak. Setelah itu ia tertawa merdu sekali. Sahutnya :

- Kepandaianku memang masih rendah. Akan tetapi ke-pandaianmu juga belum mahir. Tahukah engkau, bahwa dirimu sudah terkena suatu racun namun kau tidak merasa ? -

Hati Gemak Ideran tercekat Teringatlah dia betapa gadis itu semalam menyerangnya dengan senjata berkabut. Pada detik itu pula, tangannya terasa

agak gatal. Tatkala ia mencoba mengerah-kan tenaga, rasa nyeri luar biasa menyerang lengannya. Kembali ia terkejut Gadis itu benar-benar tidak berdusta. Pastilah senjata bendringannya tadi membawa racun dan sedikit melukainya tatkala kena cengkeram.

Hm, bukan main rasa penasaran Gemak Ideran serasa hatinya hendak meledak. Namun ia berusaha menahan diri. Sahutnya dengan suara datar: - Sebelum mati aku akan membunuhmu dengan cara yang sama pula. Kau percaya atau tidak ? -

Ucapannya disusul dengan suatu gerakan kilat Tahu-tahu dia sudah berada di depan hidung si gadis itu dan berhasil meringkus kedua tangannya. Dengan wajah merah padam ia menatap wajah gadis itu yang nampak samar-samar. Gadis itu ternyata insan istimewa. Sebenarnya kalau dia tadi mau mengelak, pasti dapat Andaikata mau melawan, setidak-tidaknya masih dapat bertahan beberapa gebrakan. Sebaliknya dia membiar kan kedua tangannya kena ringkus. Sama sekali ia tidak mengerahkan tenaga perlawanan. Wajahnyapun tidak berubah. Bahkan mulutnya menyungging senyum.

- Kau hendak membunuh diriku ? - ia bertanya. - Aku percaya engkau memang mempunyai kepandaian untuk membunuhku. Hanya saja mengapa kita berdua harus mengalami malapetaka begitu ? Bukankah kedatanganmu kemari hendak menolong membebaskan puteri Haria Giri ? Jawablah ! Kau belum menjawab pertanyaanku. -

- Benar. Tetapi sekarang, tidak. - Jawab Gemak Ideran. Itulah jawaban diluar dugaan Dengan perasaan heran terloncatlah kata-kata gadis itu :

- Lo ! Apa maksudmu ? -

- Karena dia sudah ada yang membebaskan. - jawab Gemak Ideran pendek. Hatinya masih mendongkol terhadap gadis itu.

Akan tetapi karena ia berbicara dekat sekali, bau harum dara itu beberapa kali terhirup pernafasan nya. Dan tiba-tiba berkuranglah rasa marahnya. Bahkan sejenak kemudian ia merasa tak enak hati karena jawabannya agaknya mengecewakan hati gadis itu. Gadis itu memang kecewa mendengar jawaban Gemak Ideran. la menundukkan kepalanya sejenak. Tetapi pada detik berikutnya mulutnya menyungging senyum lagi. Katanya seperti kepada dirinya sendiri :

- Tak apalah, tetapi aku telah berhasil memancingmu datang kemari. Sebenarnya aku bermaksud hendak mengajakmu bekerja sama. Tetapi engkau terlalu baik hati. Beberapa kali engkau mengam puni orang-orang yang sebenarnya dapat membunuhmu mati. Aku tahu pula, engkau telah men dengarkan pembicaraan Cing Cing Goling. Baiklah, apakah engkau bersedia bekerja sama dengan ku untuk membunuh Cing Cing Goling. Dia manusia berbahaya. -

- Sama sekali aku tidak ingin bekerja sama denganmu, meskipun andaikata aku ingin membunuh Cing Cing Goling. -

- Ah ! Masakan engkau benar-benar menolak permintaanku ? Apakah engkau tidak mengharapkan obat pemunah racun yang sudah merayap dalam dirimu ? -

Hati Gemak Ideran tercekat. Diam-diam ia mencoba mengerahkan tenaga saktinya untuk mengusir racunnya. Ternyata rasa sakit yang luar biasa menyengat seluruh tubuhnya.

- Kalau kau menolak, kita akan mati bersama. - gadis itu meneruskan ucapannya. - yang senang Cing Cing Goling. Rupanya besar juga rejeki Cing Cing Goling. Jadi engkau benar-benar menolak ? -

- Seumur hidupku belum pernah aku dipaksa orang. Aku anak Sawunggaling. Belasan tahun aku dikejar-kejar Kompeni Belanda dan musuh-musuh ayahku. Masakan aku menyerah kalah hanya oleh gertakanmu ? Memang kau telah berhasil membokong diriku. Tetapi itu bukan alasan untukku harus patuh kepada kehendakmu. Tak kuduga, hatimu buruk. -

- Hai, tak pantas kau berkala begitu kepadaku. - tegur gadis itu dengan suara lembut. - Hm ... tahulah aku. Kau berputar-putar karena takut menghadapi Ilmu sakti Batu Panas, bukan ? -

Gemak Ideran tertawa. Sahutnya :

- Kau bermaksud meinbakar hatiku, kan ? Jangan harap ! -

- Kalau begitu kau benar-benar hendak membunuhku ? Apakah masih sanggup ? -

- Mengapa tidak ? Dengan sisa himpunan tenaga saktiku, masih dapat aku bertahan salu atau dua jam. - sahut Gemak Ideran dengan suara gemas. - Tetapi rupanya engkau bernafsu benar hendak membunuh Cing Cing Goling. Baiklah, kuberi waktu engkau untuk membunuhnya. Andaikata gagal sehingga engkau dibunuhnya, jangan khawatir ! Aku akan bertempur dan membunuhnya. Tetapi bila kau berhasil membunuhnya, aku akan memburiuhmu. Nah, bukankah adil ? -

Gadis itu tercengang. la tidak percaya bahwa Gemak Ideran yang berkesan lembut bisa berkata seliar itu. Apakah karena terpengaruh oleh racunnya ? Memang tidak biasanya Gemak Ideran dapat berbicara seaneh itu. Rupanya hatinya tegang semenjak memasuki perkampungan Cing Cing Goling sehingga membuat sepak-terjangnya jadi beringas. Demikian pula kata-katanya. Bukan mustahil pula, karena terdorong oleh rasa mendongkolnya terhadap gadis itu. Karena masing-masing berdiam diri, suasana dalam kamar itu sunyi mencekam. Lalu saling memandang. Agaknya, karena masing-masing merasa berlaku aneh, tiba-tiba mereka tertawa berbareng dengan perlahan-lahan. Justru demikian, suara tertawanya terdengar oleh penjaga-penjaga yang sedang mencari mereka ubek-ubekan .

- Samiran! Indung! Aku mendengar suara orang! Mana guru ? - teriak seseorang.

- Jangan takut! Guru bersama kita. - sahut orang dari kejauhan. Dialah Kadung yang berhasil membawa Cing Cing Galing ke luar dari kediamannya. Pada saat itu terdengar pula tindakan kaki dan suara menggeledek di tengah suasana yang berisik :

- Hai anak Dipayuda! Anak Sawunggaling! Keluarlah! Kalian keturunan orang jempolan. Mengapa bersembunyi seperti tikus takut kena tangkap ? -

Itulah suara Cing Cing Goling yang berkesan gegap gempita. Gemak Ideran tidak melayani. la memutuskan membiarkan dirinya direndahkan atau dihina sekalipun, karena teringat akan pesan Diah Windu Rini agar secepat-cepatnya ke luar dari lembah Cing Cing Goling. Sebaliknya, gadis yang berada di depannya nampak resah. Lalu berkata :

- Baiklah. Karena tidak bersedia bekerjasama denganku, aku akan membunuh Cing Cing Goling seorang diri. Mengapa engkau masih saja menggenggam tanganku ? -

Diingatkan begitu, Gemak Ideran makin jadi tak enak hati. Karena takut dibokong gadis itu, setelah berhasil meringkus kedua tangannya, ia tidak berani melepaskannya. Sekarang ia kena tegur. Cepat-cepat ia melepaskannya. Sebenarnya ini termasuk perbuatan bodoh juga. Bukankah ia sedang berhadapan dengan seorang gadis yang cerdik, licin dan ganas ? Dengan tetap menggenggam kedua tangannya, dapatlah ia menuntut balas pada sembarang waktu. Tetapi setelah masing-masing berbicara berkepanjangan, tiba-tiba saja Gemak Ideran mempunyai kesan lain terhadap gadis itu.

Pada detik itu rasanya ia rela apabila gadis itu tiba-tiba menyerangnya kembali. Tetapi ternyata tidak demikian. Diluar dugaan gadis itu berkata :

- Aku berjanji tidak akan minta bantuanmu. Inilah obat pemunahnya. Terimalah ! Kau boleh beristirahat di sini. Sebentar lagi aku akan bertempur melawan Cing Cing Goling. Aku berjanji sebelum mati, aku akan membunuh Cing Cing Goling dengan caraku sendiri. Dan pada saat itu, engkau akan sempat meloloskan diri. -

Setelah berkata demikian, gadis itu mengangsurkan dua butir obat pemunah dengan tersenyum. Waktu itu fajarhari sudah tiba. Suasana dalam kamar kebagian sinarnya, sehingga wajah gadis itu kelihatan agak jelas. Ternyata ia seorang gadis yang cantik sekali. Gemak Ideran hanya melihat sesaat saja. Setelah menerima obat pemunah, dengan tidak ragu-ragu segera ditelannya. Terasa segumpal hawa merayap masuk ke dalam perutnya. Tidak lama kemudian, lenyaplah semua rasa nyerinya.

- Syukur, kau tidak mengira obat yang mengandung racun. -kata gadis itu dengan tertawa geli.

Gemak Ideran tidak menyahut. Tetapi tatkala melihat gadis itu hendak melompat keluar pintu, ia mencegahnya. Entah apa sebabnya dia berbual begitu. Katanya :

- Jangan ! Ilmu Batu Panasnya sangat berbahaya. - - Eh, sebenarnya apa kehendakmu ? - gadis itu heran.

- Jangan tergesa-gesa ! Dengan seorang diri engkau tidak akan dapat merobohkan Cing Cing Goling. -

- Kau takut ilmu saktinya ? Aku tidak. Sebab Ilmu Sakti Batu Panas adalah hasil curian. Dia mencuri ilmu sakti kakekku. -

- Apakah kakekmu masih hidup ? Kudengar, guru Cing Cing Goling sudah menguasai tataran kesembilan. -

- Memang dialah yang mencuri. Sekarang diwariskan kepada Cing Cing Goling. Bukankah dia harus bertanggung jawab ? Dan aku mengerti caranya mengalahkannya. -

- Tidak. - Gemak Ideran menggelengkan kepalanya. la tetap tidak percaya mengingat kepandaian gadis itu masih rendah.

-Lebih baik kita tunggu saja sampai malamhari tiba. Pada saat itu, kita bisa mulai bekerja dengan mengandal akalmu. Kalau ada orang yang berani mencoba-coba masuk kemari, mari kita bunuh. Kukira ini lebih aman daripada engkau main untung-untungan. -

- Eh ! - seru gadis itu terheran-heran. - Kalau begitu, artinya engkau mau membantu diriku. Mengapa ? -

- Jauh berbeda. Tadi, kau memaksa diriku. Sekarang, aku mau sendiri. Sebenarnya apa sih permusuhanmu dengan Cing Cing Goling ? - Gemak Ideran menegas.

- Sebenarnya, Guru Cing Cing Goling adalah pelayan kakekku. Karena berbakat, kakek mengajarkan Ilmu Sakti Batu Panas. Tetapi hanya sampai tingkat tiga saja, karena melihat guru Cing Cing Goling terlalu bersemangat - - Kenapa ? Apakah karena kakekmu terlalu pelit ? - potong Gemak Ideran. - Bukan begitu. Tetapi khawatir kalau dia tersesat -jawab gadis itu. - tidak tahunya, dia malahan mencuri kitab ilmu sakti itu dan menghilang belasan tahun lamanya. Tiba-tiba pada suatu hari dia muncul kembali di depan kakek. Seperti dugaanmu, dia menuduh kakek terlalu pelit. Waktu itu guru Cing Cing Goling sudah mencapai tingkat sembilan. Jelas, bahwa dia sesat. Terbukti tingkah-lakunya aneh dan boleh dikatakan hampir tidak mengenal kakek. Dan dengan kejam, kakek dibunuhnya. -

Kata-kata gadis itu diucapkan dengan susunan kalimat yang sederhana. Akan tetapi bagi pendengaran Gemak Ideran sangat mengejutkan dan terlalu ngeri. Ujarnya setengah berseru :

- Ah, masak sampai begitu ? Bukankah ilmu sakti kakekmu tentunya jauh lebih tinggi daripadanya ? -

- Tldak. Sebab menurut ayah, kakek hanya berhenti sampai tingkat tujuh saja. Menurut ayah, kakek takut tersesat meskipun Ilmu Sakti Batu Panas sebenarnya berjumlah sampai empatbelas tingkat Hal itu terbukti dan

dibuktikan oleh sepak-terjang guru Cing Cing Goling. Menurut ayah, guru Cing Cing Goling berbudi halus semasa masih menjadi abdi kakek. Tetapi begitu tersesat, sedikit-sedikit ia main bunuh. Pendek kata, dia tidak dapat menguasai diri. Itulah sebabnya selain kedatanganku bertujuan hendak menuntut dendam keluarga sekalian merampas kembali kitab kakek, juga demi menyelamatkan orang lain. -

Gemak Ideran memanggut-manggut. Sekarang ia berkesan lain lerhadap gadis itu. Tiba-tiba suatu ingalan menusuk benaknya. Berkata :

- Kau kenal namaku. Dari siapa ? -Gadis itu tertawa merdu. Sahutnya :

- Tentunya berkat penyelidikanku sendiri. Sebab selamanya aku tidak pernah percaya tutur-kata orang. -

Wajah Gemak Ideran lerasa panas. Berkata lagi setengah memaksa diri : - Kau kenal namaku, tetapi...-

Gadis itu memotong dengan tertawanya lagi yang berbunyi merdu. Tungkasnya :

- Panggil saja aku Rawayani. -

Sebenarnya gadis itu yang suda menyebutkan namanya masih ingin berbicara iagi, mendadak terpotong oleh suara gemuruh Cing Cing Goling :

- Anak Dipayana dan kau anak Sawunggaling ! Kalian mau keluar atau tidak ? Kuhitung sampai hitungan tujuh. Kalau tetap membandel, gedung ini akan kubakar habis. Ingin kutahu bagaimana rupanya kalian menjadi bandeng asap... -

Tetapi baik Gemak Ideran maupun Rawayani sama sekali tidak menghiraukan. Bahkan Gemak Ideran masih sempat minta keterangan. Katanya :

- Satu hal ingin kudengar keteranganmu. Apakah kau ber-sedia ? - - Bersedia apa ? -

- Menjawab dengan sejujurnya. -

- Tetapi kasep sedikit saja, kita bakal mati terpanggang sebelum sempat menuntut dendam. - Rawayani tertawa. - Apakah benar-benar bersedia mati bersama diriku ? -

- Asal saja kau bersedia menjawab pertanyaanku. - sahut Gemak Ideran dengan tersenyum. Dan melihat senyum Gemak Ideran, Rawayani tercengang. Inilah untuk yang pertama kalinya, pemuda itu tersenyum kepadanya.

- Baik, asal aku tahu saja. -

- Apakah engkau pernah berada di Pasuruan ? -

- Pasuruan ? Buat apa ? -

- Terima kasih. Mari kita. pusatkan perhatian kita kepada ancaman Cing Cing Goling. Kita tetap mendekam di sini atau menerobos ke luar ? -

Selagi Rawayani hendak menyahut, sekonyong-konyong terdengar suara siulan tajam melengking menembus lembah perkampungan. Siulan itu datang dari

empat penjuru. Dan mendengar siulan itu, Gemak Ideran tercengang. Inilah siulan ilmu sakti menembus awan. Apakah ada pendatang-pendatang baru yang memasuki perkampungan Cing Cing Goling ? Bisiknya kepada Rawayani : - Mengapa dalam waktu satu malam saja, perkampungan Cing Cing Goling dimusuhi. pula oleh orang-orang berkepandaian tinggi ? -

Rawayani tahu pula, bahwa yang bersiul panjang bukan manusia sembarangan. Tetapi belum sempat menjawab, lagi-lagi terdengar suara berisiknya murid-murid Cing Cing Goling yang datang berlarian.

- Anak Sawunggaling datang! Anak Sawunggaling datang ... ! -

Gemak Ideran tertawa geli di dalam hati. Namun sejenak kemudian, baik suara siulan maupun sura berisiknya anak-murid Cing Cing Goling sirep. Gemak Ideran mengintip dari celah pintu.

Rawayani tidak mau ketinggalan pula. Dengan demikian, mereka berdua saling berdempetan. Masing-masing sempat mencium bau keringatnya.

Mereka mclihat datangnya enam orang yang muncul dengan tiba-tiba saja bagaikan siluman. Merekalah Surajaya, Surengrana, Tanggul Tuban dan isterinya yang disebut orang Urang Ayu dan dua pemuda bernama PUrusa dan Sagopa. Orang yang menarik pehatian Gemak Ideran adalah Surajaya, karena matanya hanya sebuah. Tetapi diantara keenam pendatang itu, rupanya Cing Cing Goling hanya menaruh hormat kepada Surengrana dan Tanggul Tuban suami isteri. Sambil mengangkat kedua tangannya ia memberi hormat kepada mereka bertiga. Lalu berkata :

- Kiranya tuanku Surengrana, Tanggul Tuban dan nyonya Urang Ayu. Selamat datang ! -

Gemak Ideran tercekat hatinya. Nama Surengrana itu seperti pernah didengarnya. Apakah dia bukan bupati Surabaya yang melarikan diri ke pihak V.O.C ? Karena dia melarikan diri, maka ayahnyalah yang harus meneruskan

Dalam dokumen Bulan Jatuh Di Lereng Gunung 11-20 (Halaman 129-149)

Dokumen terkait