• Tidak ada hasil yang ditemukan

ROMBONGAN BERTOPENG

Dalam dokumen Bulan Jatuh Di Lereng Gunung 11-20 (Halaman 149-186)

17. ROMBONGAN BERTOPENG

TERINGAT AKAN janji Diah Windu Rini agar bertemu kembali di luar hutan. Tentunya petak hutan yang berada di seberang menyeberang sungai Berantas. Karena had sudah pagi, maka tak beram ia berkhayal lagi. Bukankah Rawayani akan menemui dirinya di pesanggrahan ? Maka tentang dirinya tidak perlu ia memikirkan berkepanjangan. Dia harus cepat-cepat bertemu dengan Diah Windu Rini dan melaporkan penglihatan-nya yang hebat dan menyeramkan. Lebih-lebih tentang kesannya terhadap Rawayani.

- Ayunda dan Niken tentunya sudah lama menunggu. -Pikiraya. Terbayanglah wajah Niken Anggana yang lembut dan cantik. Hatinya memang berada padanya. Diapun menaruh hormat padanya. Tingkah-lakunya tiada celanya. Budi-bahasanya memiliki pancaran pengaruh tersendiri.

Dan begitu terbayang wajah Niken Anggana, lenyaplah sebagian besar kesan peribadi Rawayani.

Kira-kira matahari sudah sepenggalah tingginya, sewaktu tiba-tiba terdengar suara tanda sandi Diah Windu Rini. Bergegas ia mengarah kepada bunyi

mencicit di udara. Di atas sebuah batu yang terlindung semak belukar berdiri Diah Windu Rini dan Niken Anggana.

- Kemana saja engkau ? - Diah Windu Rini memberengut.

- Ayunda ! - seru Gemak Ideran menghampiri. - Dengarkan dulu. Aku tidak dapat segera ke luar dari perkampungan Cing Cing Goling. Begitu aku melintasi serambi belakang, tanganku kena disambar oleh seorang gadis bertopeng yang tadi malam muncul pula di pekarangan rumah Cing Cing Goling. -

- Gadis bertopeng ? - kedua alis Diah Windu Rini berdiri. Gemak Ideran kemudian menceritakan semua pengalaman dan penglihatannya. Diapun mengesankan bahwa gadis bertopeng itu bukan gadis yang muncul di rumah penginapan di Pasuruan.

- Lalu siapa ? -

- Menurut Cing Cing Goling, diperkirakan anak Dipajaya. -

- Baiklah ! Hari sudah terlalu siang. Berbicaralah sambil berjalan. - Diah Windu

Rini memutuskan.

- Tetapi...bagaimana dengan Niken ? -

- Bukankah engkau bisa minta keterangan dari mulutnya sendiri ? - damprat Diah Windu Rini.

Memang karena takut kena salah, buru-buru ia menceritakan semua pengalaman dan penglihatan nya kepada Diah Windu Rini sehingga melupakan tegur sapanya kepada Niken Anggana yang justru menjadi penyebabnya. Tetapi Niken Anggana yang berperasaan halus berkata :

- Kau lanjutkan saja penuturanmu, kakang ! Aku tidak kurang suatu apa. Hanya sedikit lapar dan haus. -

Gemak Ideran menatap wajah Niken Anggana. Meskipun tidak kurang suatu apa, namun dia nam pak agak pucat dan kuyu. Tiba-tiba ia merasa iba terhadap gadis muda belia yang masih hijau dalam hal pengalaman. Barangkali itulah pengalamannya yang paling pahit semenjak dirinya dilahirkan. Sedang begitu, terdengar Diah Windu Rini berkata :

- Kau tadi menyebut-nyebut tentang Ilmu Batu Panas. Kau maksudkan Ilmu sakti yang berhawa panas ? -

- Benar. -

Diah Windu Rini mendongak ke udara. Matahari sudah tepat di tengah-tengah. Tak terasa cerita pengalaman Gemak Ideran sudah memakan waktu empat jam lamanya.

- Guru dahulu pernah bercerita tentang ilmu sakti yang berhawa panas. Muncul untuk yang pertama kali pada jaman Shri Maha Buddha memerintah pulau Jawa. Dan yang memiliki ilmu itu Empu Ramayadi Dialah pencipta senjata-senjata sakti yang kita sebut kini dengan nama pusaka. Seperti Kunta, Pasupati, Sarutama, Cakra, Nanggala, Trisula, Limpung, Keris, Tombak dan lain-lainnya. Caranya bukan seperti yang dilakukan empu-empu pada jaman ini. Sama sekali Empu Ramayadi tidak menggunakan alat apapun. Dia hanya

menggunakan kedua tangannya untuk mencairkan logam-logam pilihan. Besi, baja atau batu meteor diluluhkan dengan kedua tangannya yang ampuh. Bisa dibayangkan betapa dahsyat hawa panas yang keluar dari pernafasannya. Sebab panasnya kedua tangannya adalah akibat dari Olah nafas. Setelah dia wafat, tiada penerusnya. Puteranya sendiri yang beraama Empu Sekadi hanya mewarisi tujuh atau delapan bagian. Selanjutnya kita mengenal nama orang-orang sakti seperti Brama kendhali, Jakapituruh, Tundhung Mungsuh, Kedher, Cakang, Janggita dan lain-lainnya. Sampai muncullah putera Empu Dewayasa yang beraama Ki Purbageni. Ki Purbageni menyebut ilmu sakti itu dengan nama Batu Panas. Tetapi itu terjadi pada sekian abad yang lalu Mengapa tiba-tiba bisa muncul kembali pada jaman ini ? -

- Menurut keterangan gadis bertopeng yang bernama Rawayani, ilmu sakti itu milik keluarganya. Kalau ia benar-benar puteri Ki Dipajaya, maka Ki Dipajaya yang memiliki ilmu sakti itu. Tetapi kitabnya kena dicuri oleh guru Cing Cing Goling. -

Sampai disini tiba-tiba mereka mendengar suara kentung bertalu. Gemak Ideran menghentikan tutur-katanya. Begitu juga Diah Windu Rini. Dengan suara sungguh-sungguh, Diah Windu Rini berkata :

- Gemak Ideran dan kau Niken,ambil kudamu secepatnya.Lalu segera pulang ke pesanggrahan ! -

Setelah berkata demikian, Diah Windu Rini lari ke arah barat. Gemak Ideran tahu, Diah Windu Rini tentunya mengambil kudanya pula yang disembunyikan ditempat tertentu sebelum menyusul dirinya memasuki perkampungan Cing Cing Goling.

Sebenarnya masih banyak yang ingin diceritakan Gemak Ideran kepadanya. Umpamanya perkara tutur-kata Tameng tentang mimpi Ratu Ayu Sumanarsa. Belum lagi minta keterangan bagaimana cara Diah Windu Rini tiba di perkampungan Cing Cing Goling dan cara membebaskan Niken Anggana. Tetapi bunyi kentung itu rupanya sangat menarik perhatian Diah Windu Rini,

sehingga Gemak Ideran tidak berkesempatan lagi menyampaikan

keinginannya.

- Bunyi kentung yang sambung-menyambut ini mengingatkan aku semasa kanak-kanak. Inilah kentung tanda bahaya. Mungkin sekali terjadi suatu pemberontakan. Paling tidak ada peristiwa perampokan besar-besaran. - ujar Gemak Ideran kepada Niken Anggana yang berjalan di samping nya. - Tetapi siapa yang berontak ? Siapa yang sedang melakukan perampokan ? Inilah masalah nya. Ah ya, Niken! Bagaimana engkau sampai bisa masuk ke perangkap Cing Cing Goling ? -

- Itulah kesalahanku sendiri. - jawab Niken Anggana agak malu. - Tak dinyana pemuda itu salah seorang anggauta rombongan bertopeng yang sedang dicari ayunda Windu Rini. Sama sekali tak kuduga, dia anak Cing Cing Goling. Tetapi aku diperlakukan baik sekali. Hanya saja karena aku tidak mau makan dan minum, aku dimasukkan ke dalam penjaranya. -

Sederhana saja keterangan Niken Anggana. Memang kata-katanya tidak pernah mengandung prasangka terhadap siapapun. la lebih banyak menyalahkan dirinya sendiri.

- Lalu bagaimana cara ayunda Diah Windu Rini membebaskanmu ? -

- Menurut ayunda hanya secara kebetulan saja. Dia dituntun seorang gadis berpakaian hitam yang bertopeng hitam pula. Gadis itu lari ke arah bukit buatan yang dibuat menawan diriku. Dia membuat gaduh sehingga salah seorang penjaganya menjenguk ke luar Sampai di luar goa, tiada sesuatu. Karena itu si penjaga balik masuk kembali setelah memutar batu pesawatnya. Rupanya semuanya itu dilihat dengan jelas oleh ayunda. Terus saja ia masuk ke dalam goa dan membebas kan aku setelah membunuh kedua penjaganya. Menurut ayunda, kedua penjaga itu harus dibunuh secepat-cepatnya. Percaya bahwa kakang berada di perkampungan itu pula, aku diperintahkan mendahului. Aku tidak tahu jalan. Kecuali malam sangat gelap, belum pernah aku mengambah wilayah Cing Cing Goling. Tiba-tiba kulihat sesosok bayangan berkerobong melintas di depan mataku. Segera aku mengejarnya. Pikirku, bukankah bayangan berkerobong itu yang sedang dicari ayunda ? Tetapi ia menghilang dengan tiba-tiba saja. Sebagai gantinya, di atas batu tergeletak pedangku yang dirampas anak murid Cing Cing Goling atas perintah majikannya. -

Mendengar tutur-kata Niken Anggana, Gemak Ideran terlongong-longong. Bayangan peribadi Rawayani kembali muncul di benaknya. Berbagai kesan berkelebatan di dalam dirinya. Rawayani sama sekali tidak menyinggung-nyinggung tentang Diah Windu Rini. Padahal, menurut tutur-kata Niken Anggana, justru dialah yang menuntun Diah Windu Rini ke bukit buatan. Juga sama sekali tidak menyinggung tentang Niken Anggana, selain menegur dirinya seolah-olah mengejek.

Diapun berpura-pura kccewa begitu mendengar kabar bahwa Niken Anggana sudah ada yang membebaskan. Pada hal, semuanya itu dialah yang mengaturnya. Juga masih sempat menuntun Niken Anggana ke luar dan perkampungan dan mengembalikan pedangnya pula yang terampas Cing Cing Goling. Ah, ah ! Sebenarnya bagaimana dia ini, pikir Gemak Ideran bolak-balik. la jadi meremang sendiri.

- Ih ! - ia berkata kepada dirinya sendiri di dalam hati. - Benar-benar aku mirip semacam boneka yang bisa dipermainkan sekehendaknya sendiri. Kalau dipikir, diriku bersama keenam orang pendekar itu dapat lolos dari cengkeraman Cing Cing Goling berkat jasanya pula. Sebenarnya dia ini lawan atau kawan ? -

Teringat akan janji Rawayani bahwa dia akan datang mencari-nya di pesanggrahan, jantungnya berdegup berdebaran. la merasa seperti akan berhadapan dengan malaikat atau siluman besar. Dia' ibarat berada di tempat terang, sedang dirinya di dalam kegelapan. Kalau dipikir memang mengherankan bagaimana caranya dia mengetahui, bahwa dirinya menginap di pesanggrahan. Pada detik itu pula teringatlah dia akan peringatannya, bahwa rombongan orang bertopeng akan datang memusuhinya.

- Kakang! Apakah ada keteranganku yang kurang jelas ? - Suara Niken Anggana mematahkan pikirannya yang merumun benaknya.

- Tidak, tidak. - sahut Gemak Ideran dengan gugup.

- Mengapa kakang diam saja ? -

- Aku...aku heran akan tindakan ayunda Windu Rini yang begitu cepat dan tepat. - ia berbohong.

Niken Anggana tertawa perlahan. Katanya : - Memang ayunda Windu Rini amat hebat. -

Gemak Ideran mengangguk dengan kepala kosong. Mengalihkan pembicaraan :

- Bukankah kita harus cepat kembali ke pesanggrahan ? -

Niken Anggana berpikir sejenak. Menyahut :

- Saatnya memang kurang tepat. -

- Apanya yang kurang tepat ? - Gemak Ideran tercengang.

- Bukankah aku sudah terlanjur memanggil Ki Gunacarita ? Biarlah kubatalkan dulu agar dia tidak menunggu-nunggu beritaku. -

Gemak Ideran tertawa geli mendengar ucapan Niken Anggana. Gadis ini benar-benar masih polos. Lalu memutuskan:

- Baiklah kita atur begini saja. Pergilah kau ke rumah penginapan Aku akan menyelidiki makna talu kentung yang bersambung-sambung ini. -

Demikianlah mereka berdua kemudian berpisah di luar kota Ngawi. Niken Anggana menuju ke rumah penginapan sambil mengambil kudanya. la bertemu dengan Gunacarita dan kawan-kawan nya untuk membatalkan perjanjian. Kemudian balik kembali dan menerjang laskar yang membunuh pengurus Rumah Penginapan.

Gemak Ideran waktu itu berlawanan arah. Dari tutur-kata orang, ia mendengar tentang berita penyerbuan laskar Garundi ke Kartasura. Teringat akan Niken Anggana, buru-buru ia kembali masuk kota. Masih sempat ia melindungi Niken Anggana tatkala melawan laskar pemberontak. Lalu mendahului balik ke barat. Di tengah jalan ia berpapasan dengan Jakun dan Endang Maliwis. Sengaja ia memancing mereka berdua memasuki wilayah pesanggrahan. Kedua-duanya akhirnya dapat dibuat lari terbirit-birit oleh Diah Windu Rini. Lalu mulailah mereka berdua membicarakan pemberontakan Laskar Garundi yang berhasil memasuki Ibu Negara.

DIAH WINDU RINI akan cepat terangsang perhatian-nya, apabila mendengar berita tentang urasan negara. Barangkali karena dia anak seorang Adipati yang terkenal ber-juang menantang fihak penguasa. Baik penguasa Kompeni Belanda maupun Kartasura. Mungkin sekali karena ia merasa ikut terlibat di dalamnya.

Demikian pula, tatkala terjadi pemberontakan Adipati Surabaya akibat gosokan Pa-tih Danureja. Ayahnya mengangkat senjata dan menumpas pemberontakan. Sebab betapapun juga, ayahnya adalah menantu Raja Amangkurat IV.

Kini ia mendengar kabar dari mulut Gemak Ideran, bahwa PB. II tergeser kedudukannya akibat serangan laskar Garundi Dan Sri Baginda dilarikan orang ke luar kota. la di-kawal Residen Surakarta Hogendorf, Sebagai salah seorang yang termasuk warga kalangan Istana, Diah Windu Rini merasa ikut bertanggung jawab. Itulah sebabnya dengan agak gopoh ia membawa Gemak Ideran duduk di ruang tengah, sedangkan Niken Anggana berada di sampingnya Terus saja ia menegas :

- Kau tadi berkata, Pangeran Mangkubumi merampas tombak Kyahi Pleret dan Raden Mas Said memperoleh tom-bak Baruklinting. Dari siapa engkau memperoleh kabar berita ini? -

Waktu Gemak Ideran hendak membuka mulutnya, dua orang pelayan datang membawakan makanan dan minuman. Mereka menunggu sampai dua pelayan itu mengundurkan diri kemudian mulailah Gemak Ideran menjawab pertanyaan Diah Windu Rini. Katanya :

- Malam itu, sewaktu aku berusaha mencari Niken, aku tersesat sampai ke tepi sungai Di sana aku berjumpa dengan seorang yang mengaku pedagang kehling Namanya Tameng dan ia dapat mengabarkan perkara mimpi Ratu Sumanarsa. -

- Mimpi apa? - Diah Windu Rini tertarik.

Gemak Ideran kemudian menceritakan pertemuannya dengan Tameng dan tutur-katanya perkara mimpi Ratu Sumanarsa. Pedagang itu sudah dapat menebak dengan tepat, bahwa makna mimpi itu akan berpengaruh luas. Ternyata tebakannya tidak meleset jauh Pangeran Mangkubumi dengan berani merampas Tombak Kyahi Pleret pusaka leluhur Kartasura. Peristiwa itu tidak susah untuk ditebak.

- Maksudmu dia berani memperlihatkan giginya? tungkas Diah Windu Rini. - Benar. Bukan mustahil terjadi suatu kekalutan dalam Ibu Negara, sehingga masing-masing dapat bertindak sendiri sendiri. - Gemak Ideran yakin.

- Sebentar ! Apakah Tameng menyaksikan sendiri ? -

- Bukan ! Bukan dia. - Gemak Ideran membetulkan. Berita ini kuperoleh dari Kepala Desa yang membunyikan kentung tanda bahaya. -

- Kapan?-

- Tadi siang sewaktu Niken Anggana mengambil kuda-nya di rumah penginapan dan aku mengarah ke barat. — Gemak Ideran memberi keterangan.

Memang, Gemak Ideran membiarkan Niken Anggana mengambil kudanya seorang diri. Diapun bergegas mengambil kudanya yang ditambatkan di tepi sungai tatkala mengejar Rawayani. Kasihan kuda itu. Hampir dua malam satu hari tidak terurus Untung kudanya termasuk kuda jempolan. Meskipun cukup

lama tidak makan dan minum. masih saja tegar. Namun di tengah jalan ia membiarkan kudanya menggerumiti rerumputan. la sendiri lari ke atas bukit un-tuk memperoleh penglihatan yang lebih luas.

Samar-samar ia melihat gerakan beberapa kawanan orang berkuda Sebagian mengenakan pakaian seragam hitam dan sebagian tidak. Pada suatu persimpangan jalan mereka berpisah. Dan sambil terus-menerus berteriak menyerukan tanda bahaya, mereka melanjutkan perjalanan.

Menyaksikan gerakan mereka rasa naluri Gemak Ideran terbangun Terus saja ia menghampiri kudanya. Sambil mehepuk nepuk leher kudanya ia melompat di atas pelananya. Berkata mem-bujuk :

— Rebooo....tahan lapar dulu, ya ! Hayo bawalah aku ke perkampungan depan itu ! -

Binatang itu seperti memahami makna bujukan majikan-nya. Dengan tegar ia menegakkan lehemya dan lari kencang mengarah ke barat. Tetapi nafasnya cepat sekali memburu. Gemak Ideran yang perasa segera melambatkan larinya. Kemudian memasuki perkampungan yang berkesan gelisah oleh suara kentung yang bertalu tiada hentinya.

- Tuan ! Mau ke mana? Jangan ke barat dulu ! Perampokan terjadi di mana-mana. - seru seorang penjaga kampung.

Gemak Ideran tertawa ramah Sahutnya : - Kang ! Sebenarnya apa yang terjadi? -

- Menurut pak Lurah, di Ibu negara terjadi pemberontakan Sri Baginda terpaksa dibawa koman dan Belanda ke luar kota. -

Gemak Ideran terkejut la menghentikan kudanya. Minta keterangan :

- Ini kampung apa? -

- Kedungtirta. -

- Apakah pak Lurah ada di rumah? -

- Silahkan ! Eh...tuan sendiri dari mana? -

- Aku dari jauh. Dari Madura. Sebenarnya mau ke Kartasura - Gemak Ideran memberi keterangan.

Terhadap penduduk setempat tak pemah ia menaruh curiga - Biarlah aku menemui pak Lurah untuk minta keterangan yang jelas.-

- Silahkan ! Beliau ada di tempat. Itu rumahnya - orang itu berkata sambil menuding. Lalu berteriak kepada se orang anak berumur duablasan tahun. - Hei Paimin ! Antarkan tuan ini menghadap pak Lurah ! -

Anak itu yang bemama Paimin dengan bangga menganggukkan kepalanya. Gemak Ideran jadi teringat pada masa kanak-kanaknya. Diapun dulu merasa bangga, manakala di tunjuk untuk mengantarkan seorang tetamu. Paimin begitu juga. Terus saja ia lari mendahului. Sewaktu tiba di depan sebuah rumah besar berhalaman luas, ia berhenti dan menudingkan telunjuknya.

Gemak Ideran turun dari kudanya sambil merogoh saku-nya. Dengan tertawa ramah ia mengangsurkan serenceng uang sambil berkata :

- Maukah engkau memberi kudaku minum dan men carikan rumput? Nih, terima ! Sisanya boleh kau ambil.-

Pada dewasa itu, harga rumput tiap tumpuknya satu sampai dua sen. Sedang uang yang diterimanya dari Gemak Ideran seharga duapuluh lima sen. Keruan saja wajah Paimin girang luar biasa. Terus saja ia menyambar kendali kuda dan menuntunnya ke seberang jalan. Hati-hati ia menambatkan nya pada sebatang pohon, lalu lari ke rumahnya mengambil sepikul air dan setumpuk rumput. Karena dia anak seorang petani, maka di rumahnya selalu terdapat timbunan rumput persediaan ternaknya.

Dalam pada itu, Gemak Ideran memasuki halaman rumah pak Lurah. Lima orang berdiri mendam pingi pak Lurah yang berkumis tebal. Dengan ramah pak Lurah mempersila-kannya naik ke tangga serambi depan. Menyapa :

- Raden*), apakah ada yang perlu kami bantu? - (*Ra-den = tuan. Selanjutnya akan disebut dengan tuan).

- Maaf pak Lurah. - sahut Gemak Ideran seraya mem bungkuk hormat. - Namaku Gemak Ideran. Aku datang dari Madura. Tujuan perjalanan ke Kartasura. -

- Kartasura? - lima orang yang mendampingjl pak Lurah mengulang ucapan Gemak Ideran hampir berbareng .

- Memangnya, kenapa? -

Kelima orang itu seperti merasa kelepasan omong. Dengan wajah berubah mereka melemparkan pandang kepada pak Lurah. Gemak Ideran lantas saja tahu, betapa wibawa pak Lurah terhadap sekalian penduduknya. Kalau saja tidak memiliki kepandaian tinggi mustahil ia disegani Memang pada dewasa itu, tidak mudah menjadi Kepala Kampung. Dia harus sakti Paling tidak, kebal dari senjata tajam. Syukur bila dirangkapi dengan mantera-mantera ampuh. Bila tidak memiliki kepandaian demikian, tidak bakal seseorang dipilih rakyatnya menjadi Kepala Kampung yang biasa disebut dengan panggilan : pak Lurah. - Tuan ! Kedatangan tuan memang tidak menguntung-kan pada saat ini. — kata pak Lurah. - Silahkan duduk. Ba-rangkali masih ada waktu untuk menerangkan terjadinya peristiwaitu. -

Gemak Ideran duduk di depan pak Lurah dan yang lain menempati tempatnya masing-masing. Seorang pelayan datang mengantarkan air hangat dan tiga piring makanan dusun. Setelah dipersilahkan untuk meneguk dan mencicipi hidangannya pak Lurah menarik nafas agak panjang.

Pandangnya keruh dan seperti kehilangan semangat. Lalu berkata :

- Meskipun aku ini Kepala Kampung, tetapi demi Tu-han, aku tidak mengerti permainan orang-orang atasan. Ada yang mengabarkan, terjadinya peristiwa ini karena olah Patih Danurejo. Sekarang dilanjutkan oleh penggantinya. Tapi buat orang dusun, yang menarik adalah yang mudah-mudah saja. Salah seorang

permaisuri Raja Amangkurat IV....atau... eh begini saja. Raja Amangkurat IV mempunyai kekasih puteri Cina. Dialah Ibunda Pangeran Garundi. Merasa diperlakukan tidak adil oleh ayahandanya dia berontak. Rupanya disokong oleh rakyat sekitar Pekalongan dan dibantu orang-orang Cina pelarian dari Betawi (baca : Jakarta). Sekarang Pangeran Garundi diangkat menjadi raja dengan gelar Sunan Garundi. Kami menyebutnya Sunan Kuning. Lalu menyerbu Kartasura. -

- Apakah bapak menyaksikan peristiwa itu? - Gemak Ideran memotong.

- Secara langsung, tidak. - jawab pak Lurah cepat. - Seperti bunyi kentung tanda bahaya ini. Sebenarnya sudali terjadi tiga hari yang lalu. Aku perlu yakin dulu. Maka kami berangkat bersama-sama mencari keterangan sampai memasuki wilayah Ibu Negara. Setelah yakin, segera kami balik pulang. Tetapi...sungguh ! Aku jadi tidak tahu lagi, siapa majikanku yang benar. -

- Maksudmu akan berbalik mengabdi kepada Sunan Kuning? -

- Oh bukan ! Sama sekali bukan ! - sahut pak Lurah dengan suara garang. - Tetapi sekarang timbul perpecahan yang membingungkan. Perpecahan antara Pangeran Mangkubumi, Patih Pringgalaya dan Sri Baginda yang membiarkan dirinya dibawa ke luar kota oleh Kompeni Belanda. Sementara itu, laskar Sunan Kuning sudah mulai merembes ke wilayah ini. Karena itu, lebih baik tuan balik

kembali ke Madura. -

- Apakah mereka laskar yang terdiri dari orang-orang pelarian dari Jakarta?

Maksudku yang merembes ke wilayah Madiun? -

- Tidak selamanya. Pemimpin-pemimpinnya mengena-kan topeng. Mereka yakin, Sri Baginda akan dibawa Kompeni Belanda ke Surabaya. -

Mendengar istilah orang-orang yang mengenakan topeng, beberapa bayangan berkelebat dalam benak Gemak Ideran. Apakah mereka yang muncul di Pandaan? Rawayanipun mengenakan topeng. Apakah dia salah seorang pengikut Sunan Garundi?

- Pak Lurah ! Apakah laskar kasunanan kini terpecah menjadi tiga bagian? Pengikut Pangeran Mangkubumi, Sri Baginda dan Garundi? -

- Itu yang pasti. Bukan mustahil muncul pula siluman-siluman yang lain. - ujar pak Lurah dengan suara mengutuk.

- Pak Lurah yakin? -

Menghadapi pertanyaan Gemak Ideran, pak Lurah ber-bimbang-bimbang Tiba-tiba seperti diingatkan :

- Ah ya. Sebenarnya tuan siapa? -

Gemak Ideran berpikir beberapa detik. Lalu memutuskan : - Aku putera Adipati Cakraningrat. -

Terus saja ia berdiri tegak dan menyernbah. Wajahnya tiba0tiba nampak cerah. Sekarang ia memerintahkan sekalian anak-buahnya untuk bersikap lebih

Dalam dokumen Bulan Jatuh Di Lereng Gunung 11-20 (Halaman 149-186)

Dokumen terkait