• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 130 (1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di w ilayah laut

Dalam dokumen Buku Analisa (Halaman 175-179)

pedalaman dan perikanan kepulauan.

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh kapal perikanan berukuran minimal 3 GT.

(3) Panjang der maga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam minimal minus 2 m.

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 buah kapal perikanan (jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT).

(5) Jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 6 ton/har i. (6) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 2 ha.

Pelabuhan perikanan mempunyai tugas sebagai fasilitas produksi, fasilitas penanganan dan pengolahan, fasilitas pengendalian, pengaw asan mutu, pemasaran hasil perikanan dan fasilitas pembinaan masyarakat nelayan. Rencana pembangunan pelabuhan perikanan w ajib mempertimbangkan, potensi sumber daya ikan dan pengelolaannya, potensi sumber daya manusia dan dukungan terhadap pengembangan ekonomi w ilayah baik regional maupun nasional, RUTRWN dan RUTRW provinsi, kabupaten/kota.

Agar dapat beroperasi dengan optimal maka harus ada fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Fasilitas Pelabuhan Perikanan meliputi :

a. Fasilitas pokok : fasilitas pelindung (breakwater, revetment dan groin), fasilitas tambat (dermaga dan jetty), fasilitas kolam dan alur pelayaran, fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan dan fasilitas lahan.

b. Fasilitas Fungsional : fasilitas pemasaran (TPI, pasar ikan), fasilitas navigasi, komunikasi, rambu-rambu, lampu suar dan menara pengaw as, fasilitas es, BBM, listrik, failitas pemeliharaan kapal (dock/slipw ay, bengkel dan tempat perbaikan jaring), fasilitas pengolahan, laboratorium dan pembinaan mutu, fasilitas kantor administrasi pelabuhan dan kantor sw asta, serta fasilitas IPAL.

c. Fasilitas Penunjang : fasilitas balai pertemuan nelayan, MCK, Pelayan terpadu, kios dan kios IPTEK.

Jumlah pelabuhan perikanan selama enam tahun terakhir periode tahun 2002 hingga 2007 mengalami peningkatan dari 9 unit menjadi 26 unit terdiri dari penambahan pelabuhan di pantai barat sebanyak 7 unit dan pantai timur sebanyak 10 unit (Tabel 3.15.1). Jumlah pelabuhan perikanan di pantai barat sebanyak 12 unit dan di pantai timur 14 unit, Apabila dilihat dari uraian Sub Bab 3.13 diatas maka tingkat kebutuhan akan pelabuhan perikanan di Pantai Barat lebih banyak karena potensi perikanan tangkap yang dimiliki pantai barat lebih besar. Hampir semua 17 kabupaten pesisir di Provinsi NAD mempunyai fasilitas pelabuhan perikanan kecuali Kabupaten Nagan Raya. Apabila dilihat dari klasifikasi pelabuhan perikanan, Provinsi NA D mempunyai satu Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) yang terletak di Kota Banda Aceh, dua Pelabuhan Perikanan Pantai ( PPP) yang terletak di Kabupaten Aceh Timur dan Kota Banda Aceh serta 23 Pangkalan Pendaratan Ikan ( PPI) (Tabel 3.15.2).

Tabel 3.15.1. Jumlah Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan Menurut Kabupaten/Kota (Unit) Tahun

No Kabupaten/Kota

2002 2003 2004 2005 2007*

Jumlah Total 9 11 14 16 26

Pantai Barat 5 5 7 7 12

1 Kabupaten Aceh Selatan 1 1 2 2 3

2 Kabupaten Aceh Singkil 1 1 1

3 Kabupaten Aceh Barat 1 1 1 1 1

4 Kabupaten Simeulue 1

Tahun

No Kabupaten/Kota

2002 2003 2004 2005 2007*

5 Kabupaten Aceh Besar 1 1 1 1 1

6 Kabupaten Aceh Jaya 1

7 Kabupaten Nagan Raya

8 Kabupaten Aceh Barat Daya 1

9 Kota Banda Aceh 1 1 1 1 2

10 Kota Sabang 1 1 1 1 1

Pantai Timur 4 6 7 9 14

11 Kabupaten Pidie 1 1 1 2 3

12 Kabupaten Bireuen 1 1 1

13 Kota Lhokseumawe 1 4

14 Kabupaten Aceh Utara 1 2 2 2 2

15 Kabupaten Aceh Timur 2 3 3 3 2

16 Kota Langsa 1

17 Kabupaten Aceh Tamiang 1

Keterangan: *) = Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. NAD, 2007.

Su mber : Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. NAD, 2006

Tabel 3.15.2. Jumlah Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan Menurut Klas Pelabuhan dan Kabupaten/ Kota (Unit)

KLAS

No Kabupaten/Kota

PPS PPN PPP PPI

Jumlah Total 1 - 2 23

Pantai Barat 1 - 1 10

1 Kabupaten Aceh Selatan - - - 3

2 Kabupaten Aceh Singkil - - - 1

3 Kabupaten Aceh Barat - - - 1

4 Kabupaten Simeulue - - - 1

5 Kabupaten Aceh Besar - - - 1

6 Kabupaten Aceh Jaya - - - 1

7 Kabupaten Nagan Raya - - -

8 Kabupaten Aceh Barat Daya - - - 1

9 Kota Banda Aceh 1 - 1

10 Kota Sabang - - - 1

Pantai Timur - - 1 13

11 Kabupaten Pidie - - - 3

12 Kabupaten Bireuen - - - 1

13 Kota Lhokseumawe - - - 4

14 Kabupaten Aceh Utara - - - 2

15 Kabupaten Aceh Timur - - 1 1

16 Kota Langsa - - - 1

17 Kabupaten Aceh Tamiang - - - 1

Buku Analisa

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 132

Sesuai dengan Kep. Men. No. 10 Tahun 2004 tentang Pelabuhan Per ikanan, apabila dilihat dar i

jumlah kapal ( Tabel 3.15.3) maka pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang berfungsi saat ini di beberapa Kabupaten/Kota pesisir belum mencukupi untuk menampung jumlah kapal yang ada, untuk itu perlu dikembangkan atau direhabilitasi fasilitas dasar dan fasilitas fungsional di pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan dan tempat pelelangan ikan yang masih membutuhkan.

Tabel 3.15.3. Perkembangan Jumlah Kapal di Provinsi NAD Tahun 2002 – 2005 (Unit) Kapal

No Kabupaten/Kota

2002 2003 2004 2005

Jumlah Total 13.548 16.070 15.578 15.703

Pantai Barat Sumatera 8.128 8.265 8.158 8.659

1 Kabupaten Aceh Selatan 2.227 2.365 2.404 2.252

2 Kabupaten Aceh Singkil 618 1.096 597 862

3 Kabupaten Aceh Barat 386 1.714 1.207 845

4 Kabupaten Simeulue 3.042 734 527 2.517

5 Kabupaten Aceh Besar 94 895 1.109 241

6 Kabupaten Aceh Jaya - - 274 208

7 Kabupaten Nagan Raya - - 261 128

8 Kabupaten Aceh Barat Daya 1.238 871 965 1.123

9 Kota Banda Aceh 128 229 410 108

10 Kota Sabang 394 361 404 375

Pantai Timur Sumatera 5.420 7.805 7.420 7.044

11 Kabupaten Pidie 755 1.282 1.497 833

12 Kabupaten Bireuen 1.645 2.033 2.137 1.716

13 Kota Lhokseumawe - - 595 659

14 Kabupaten Aceh Utara 2.409 1.444 1.762 2.088

15 Kabupaten Aceh Timur 496 1790 423 417

16 Kota Langsa 574 725

17 Kabupaten Aceh Tamiang 115 1256 432 606

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. NAD, 2006

2. Pabrik Es

Untuk menjaga kualitas kesegaran ikan dari hasil penangkapan diperlukan es. Berdasarkan hasil observasi di lapangan diperoleh bahw a penanganan ikan diatas kapal masih menggunakan teknologi yang sederhana dan belum memperhatikan aspek sanitasi dan faktor higienis. Untuk itu di sebagian kabupaten/kota di Provinsi NAD dibangun pabrik es, jumlah pabrik es yang ada di Provinsi NAD dapat dilihat pada Tabel 3.15.5. Sebagian besar ikan yang didaratkan di PPI Provinsi NAD adalah ikan segar. Kondisi ini dikarenakan sebagian besar nelayan w aktu operasi penangkapan ikan adalah satu hari trip/one day fishing, kecuali untuk ar mada purse seine yang melakukan operasi penangkapan ikan antara dua minggu sampai satu bulan. Penanganan ikan di atas kapal umumnya dilakukan dengan menggunakan es. Jumlah pabr ik es di Provinsi NA D tidak merata di setiap kabupaten/kota bahkan ada beberapa kabupaten/kota yang tidak memilikinya. Provinsi NAD memiliki pabrik es sebanyak 40 unit pada tahun 2005, yang mengindikasikan terjadi peningkatan sebanyak 15 unit dari tahun 2002 – 2005. Dari jumlah tersebut pada tahun 2005 Kabupaten Aceh Selatan memiliki pabrik es paling banyak (7 unit) atau 17,5 % dari jumlah total pabrik es di Provinsi NAD.

Tabel 3.15.4. Jumlah Pabrik Es Menurut Kabupaten/Kota (Unit) Tahun

No Kabupaten/Kota

2002 2003 2004 2005

Jumlah Total 26 38 41 40

Pantai Barat Sumatera 16 24 24 24

1 Kabupaten Aceh Selatan 2 7 7 7

2 Kabupaten Aceh Singkil 1 1 1

3 Kabupaten Aceh Barat 4 4 4 4

4 Kabupaten Simeulue - - - -

5 Kabupaten Aceh Besar 5 3 3 3

6 Kabupaten Aceh Jaya - - - -

7 Kabupaten Nagan Raya - - - -

8 Kabupaten Aceh Barat Daya - 4 4 4

9 Kota Banda Aceh 4 4 4 4

10 Kota Sabang 1 1 1 1

Pantai Timur Sumatera 10 14 17 16

11 Kabupaten Pidie 3 3 3 3

12 Kabupaten Bireuen - 2 2 2

13 Kota Lhokseumawe 2 1

14 Kabupaten Aceh Utara 5 5 5 5

15 Kabupaten Aceh Timur 2 2 2 2

16 Kota Langsa - 2 3 3

17 Kabupaten Aceh Tamiang - - - -

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. NAD, 2006

3. Cold Storage

Selain menggunakan es untuk menjaga kualitas kesegaran ikan hasil tangkapan dapat juga dengan cold storage. Cold storage digunakan apabila ikan hasil tangkap setelah diturunkan dari kapal tidak langsung dimanfaatkan atau diolah menjadi produk industri yang lain misalnya industri pengalengan ikan, ikan segar beku, fish finger, bakso ikan. Provinsi NAD pada tahun 2005 memiliki 8 cold storage, dimana untuk w ilayah pantai barat terdapat 3 cold

storage yaitu di Kab. Aceh Selatan 1 unit, Kota Banda Aceh 1 unit dan Kota Sabang 1 unit,

sedangkan di w ilayah pantai timur terdapat 5 cold storage yaitu di Kab. Aceh Timur 2 unit dan Kota Langsa 3 unit. Jumlah cold storage pada tahun 2005 menurun sebanyak 3 unit di Kabupaten Aceh Besar karena adanya tsunami ( Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NAD 2006).

4. Hatchery

Jumlah hatchery di Provinsi NAD sebanyak 111 unit, tetapi yang beroperasi hanya 29 unit (26 %), sedangkan 82 unit (74%) tidak operasional. Kabupaten yang mempunyai fasilitas Hatchery terbanyak adalah Bireuen sebanyak 68 Unit (61%) disusul oleh Kabupaten Pidie sebanyak 23 unit. Apabila semua pertambakan di Provinsi NAD dioperasikan dua kali produksi dalam satu tahun, dimana luas tambak Tradisional adalah 30.441,6 ha, Semi Intensif 9.681,6 ha dan Intensif 1.232,4 ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi. NAD Tahun 2006), maka dalam satu tahun kebutuhan bibit udang sebanyak 5.473.440.000 ekor/tahun. Sedangkan kapasitas Hatchery apabila beroperasi penuh adalah 1.281.400.000 ekor. Pada saat ini hatchery yang operasional hanya menghasilkan bibit udang 10.500.000 ekor. Terdapatnya Bibit Udang Windu di pesisir sekitar Syiah Kuala, Seruw ay dan Peureulak (Survey Potensi Sumberdaya Induk Udang Windu Pasca Tsunami, DKP Provinsi NA D, 2006), ikut mendukung keberadaan hatchery di Provinsi NAD.

5. Galangan Kapal

Ketersediaan adanya fasilitas galangan kapal adalah sangat penting mengingat galangan kapal berfungsi sebagai pembuatan dan perbaikan sarana apung dalam perikanan tangkap. Lokasi galangan kapal biasanya berada satu areal dengan pelabuhan perikanan. Untuk itu dalam merencanakan suatu pelabuhan per ikanan, luas areal harus memenuhi untuk penempatan lokasi galangan kapal. Penempatan galangan kapal dirancang sedemikian sehingga aman dan mudah untuk melakukan pengangkatan guna perbaikan dan perluncuran kapal setelah selesai pengerjaan. Aman berarti penempatan galangan kapal harus terlindung dari bencana banjir dan gelombang serta angin laut, dengan demikian perlu perencanaan yang tepat dan terencana dalam penempatan galangan kapal tersebut. Beberapa galangan kapal dapat ditemui di Kabupaten Aceh Timur (Idie), Kota Langsa (Kuala Langsa), Aceh Besar, dan Aceh Selatan (Bakongan, Labuhan Haji), w alaupun beberapa nelayan melakukan aktivitas perbaikan/pembuatan kapal di tempat dimana mereka melakukan pendaratan yang hampir terdapat di setiap Kabupaten/Kota seperti di Banda Aceh (Lampulo), Pidie (Trieng Gading) dan juga tempat lain.

6. SPDN (Solar Paket Dealer Nelayan)

Untuk mendukung aktivitas perikanan di Propinsi NAD beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk nelayan telah tersedia di Pusong (Kota Lhokseumaw e), Lampulo (Kota Banda Aceh), Peudada (Kab. Bireuen), Kuala Idi (Kab. Aceh Timur), Simeulue, Kab. Pidie, Abdya, Tapaktuan (Kab. Aceh Selatan), Aceh Selatan, dan Kota Sabang.

7. Pengolahan Ikan

Berdasarkan data Departemen Perikanan dan Kelautan Provinsi NAD tahun 2006 dan hasil observasi di lapangan produksi ikan hasil olahan (pasca panen) hampir di semua kabupaten/kota pesisir jenis pengolahan yang dominan adalah pengasinan, kecuali Kabupaten Aceh Jaya dan Kota Lhokseumaw e tidak dijumpai aktivitas pengasinan ikan. Pengolahan yang lain adalah pembuatan terasi di Kabupaten Aceh Timur, pengasapan di Kabupaten Aceh Barat Daya. Di Kecamatan Pante Raja dan Kecamatan Sigli proses pengolahan pengasinan ikan masih menggunakan teknologi yang sederhana dan belum memperhatikan aspek sanitasi dan higienis. Bila dilihat dari kapasitas produksi, maka usaha pengasinan ini dapat dikategorikan usaha rumah tangga. Usaha pengolahan ikan ini dapat dikembangkan menjadi industri menengah sampai besar apabila ada modal yang cukup dan pembinaan dari pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan, mengingat jumlah produksi yang mencukupi untuk pengembangan pengolahan produksi perikanan, asal produksi perikanan dari suatu daerah tidak dibaw a kedaerah lain. Jumlah hasil olahan ikan asin tahun 2005 sebesar 2.732,2 ton, terasi 247 ton, ikan asap 2,8 ton dan peda 0,7 ton. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahw a proses pengolahan (diversifikasi) produksi per ikanan laut masih sedikit dan belum banyak bervariasi.

3.15.2. Prasarana dan Sarana Pariw isata

Pengembangan pariw isata di w ilayah pesisir Provinsi NAD lebih baik menerapkan konsep ekow isata karena potensi w isata yang terdapat di w ilayah pesisir dan laut cukup banyak. Ekow isata bukan hanya sebagai salah satu corak kegiatan pariw isata khusus, melainkan suatu konsep pariw isata yang mencer minkan w aw asan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian. Oleh karena itu pengembangan ekow isata harus dapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan. Secara konseptual ekow isata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariw isata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaannya, ekow isata dapat didefinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan w isata yang

bertanggung jaw ab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka konsep pengembangan pariw isata terutama w isata bahari di w ilayah pesisir Provinsi NAD meliputi :

1. Proses persiapan, pengembangan pariw isata bahari harus sesuai dengan arahan pembangunan berkelanjutan dan berw aw asan lingkungan.

2. Pengembangan pariw isata bahari harus sudah mengantisipasi kemungkinan terjadinya dampak lingkungan yang negatif.

3. Studi pra rencana pengembangan diper lukan guna mendukung pariw isata bahari yang akan memberikan data dasar berupa potensi bahari.

4. Pengembangan pariw isata bahari akan lebih diarahkan dan dipacu guna menuju upaya pengembangan ekow isata/ramah lingkungan.

5. Dalam rangka mengendalikan dampak sosial ekonomi dan budaya, pengembangan pariw isata bahari harus ditujukan pada upaya meningkatkan pemerataan kesempatan, pendapatan, peran serta dan tanggung jaw ab masyarakat setempat.

Obyek w isata yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah w isata di w ilayah pesisir Provinsi NAD terdapat di beberapa kabupaten/kota antara lain :

• Kota Banda Aceh : Museum Aceh, Masjid Raya Banda Aceh, Kherkhof. • Kota Sabang : Pantai Gapang, Taman Laut Pulau Rubiah, Pantai Iboih • Kabupaten Aceh Besar : sepanjang jalur antara Banda Aceh – Aceh Jaya (Pantai

Lampuuk, Pantai Lhok Nga, Pantai Ujung Batee, P.Rusa dan P. Kluang)

• Kabupaten Aceh Jaya : Pantai Calang

• Kabupaten Aceh Barat : di sepanjang jalur antara Calang dan Aceh Barat • Kabupaten Aceh Selatan : di sepanjang jalur antara Labuhan Haji dan Tapaktuan • Kabupaten Aceh Singkil : Kepulauan Banyak, Pantai Pulau Sarok

• Kabupaten Aceh Selatan : Taman Laut Pulau Pelambak Besar • Kabupaten Pidie : Pantai Sigli

• Kota Lhokseumaw e : Pantai Ujung Blang • Kota Langsa : Pantai Kuala Langsa

Karena telah tersedianya objek w isata di w ilayah pesisir Provinsi NAD, maka pengembangan terhadap penyedian fasilitas dan utilitas kegiatan pariw isata diarahkan pada penambahan dan pembangunan objek w isata beserta fasilitas dan utilitas pendukungnya. Pengembangan prasarana-sarana yang disediakan dengan seefektif dan seefisisen mungkin dengan tetap memperhatikan kebutuhan dan rencana penataan kaw asan w isata, sedangkan jenis sarana yang perlu disediakan dibedakan menjadi fasilitas utama dan fasilitas penunjang yang juga akan disesuaikan dengan atraksi w isata yang ada.

Fasilitas dan utilitas yang perlu dipersiapkan dengan baik untuk mendukung kegiatan par iw isata, sarana tersebut meliputi fasilitas bandara, pelabuhan, jalan, listrik, telekomunikasi dan hotel. Kesiapan masing- masing Kabupaten/Kota di provinsi NAD dalam menyediakan fasilitas tersebut cukup beragam. Beberapa Kabupaten/Kota telah mempunyai fasilitas yang baik seperti Banda Aceh, Sabang dan Lhokseumaw e (Tabel 3.15.6).

Buku Analisa

Dalam dokumen Buku Analisa (Halaman 175-179)