• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 94

Dalam dokumen Buku Analisa (Halaman 139-143)

Buku Analisa

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 96

3.8.6. Indeks Pem bangunan Manusia (IPM)

Secara umum, indeks pembangunan manusia di Provinsi NAD mengalami peningkatan dari 68,7 (2004) menjadi 69,5 (2005). Indikasi peningkatan nilai IPM menunjukkan bahw a terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat di Pr ov. NA D yang direpresentasikan berdasarkan peningkatan kesehatan, pengetahuan dan peningkatan kualitas hidup yang lebih layak.

Jika dibandingkan dengan nilai IPM di tingkat nasional, dapat diketahui bahw a IPM di Prov. NA D pada tahun 2004 sama dengan rata-rata IPM nasional, yaitu 68,7. Nilai IPM di Prov. NAD tersebut mengalami kenaikan menjadi 69,5 pada tahun 2005, namun nilai tersebut dibaw ah rata-rata nilai IPM nasional yang mencapai 69,6 pada tahun 2005 (dibaw ah 0,1 IPM nasional). Provinsi NA D terdapat beberapa kabupaten/kota dengan nilai IPM diatas rata-rata nilai IPM Provinsi dan IPM Nasional, yaitu : Kab. Aceh Tenggara, Kab. Aceh Tengah, Kab. Aceh Besar, Kab. Bireuen, Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Kota Langsa dan Kota Lhokseumaw e. Dengan demikian dapat dikatakan bahw a pembangunan yang dilakukan di kota-kota tersebut telah menghasilkan dampak yang positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.

65.2 66.5 67.7 70.2 68.4 70.8 67.4 71.4 69.5 71.5 69.7 66.9 66.1 68.3 66.3 66.8 67.4 74.7 73.3 70.4 73.1 69.5 69.6 69.1 60.0 64.0 68.0 72.0 76.0 Sim eul u e Aceh S ing kil Aac e h Se latan Aceh Ten gara Aceh Tim ur Aceh Teng ah Aceh Ba rat Aceh Bes ar Pidie Bire uen Aceh Utar a Aceh Bar at D aya Gayu Lues Aceh Tam iang Naga n Ra ya Aceh Jay a bene r Me riah Kota Band a Ac eh Kot a Sab ang Kot a Lan gsa Kot a Lhok seuma we Prov insi N AD I ndo nesi a Rata -rata I PM Kab/K ota di NAD IP M

Su mber : Hasil Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Gambar 3.8.2. Perbandingan IPM Kabupaten/ Kota di Provinsi NAD, Provinsi NAD dan Indonesia. Asumsi yang digunakan untuk menghitung target peningkatan IPM sampai tahun 2027 adalah: bahw a untuk meningkatkan IPM masyarakat dilakukan melalui upaya peningkatan pendidikan masyarakat dengan prioritas indikator lama sekolah masyarakat. Melalui peningkatan lama sekolah masyarakat diharapkan akan dapat meningkatkan SDM masayarakat dan secara langsung bisa berpengaruh pada peningkatan pendapatan masyarakat/ daya beli masyarakat. Selanjutnya tingkat pendapatan masyarakat diharapkan akan meningkat disertai dengan adanya nilai tambah yang dihasilkan dari implementasi rencana pemanfaatan ruang.

Indikator yang digunaan untuk mengukur peningkatan nilai IPM adalah : 1. Peningkatan Indeks Tingkat Pendidikan ( TP)

a. Angka Melek Huruf (AMH)

b. Asumsi Rata-rata Lama Sekolah (LS) 2. Angka Harapan Hidup.

3. Indeks Pendapatan dan Nilai Tambah 3.8.7. PDRB

1. Sub Sektor Perikanan

Sub sektor perikanan menjadi salah satu sektor ekonomi pesisir yang memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDRB tiap kabupaten/kota dan Provinsi NAD. Daerah yang sektor

perikanannya paling besar memberikan kontr ibusi terhadap PDRB provinsi adalah Kab. Aceh Utara (400.016,12 juta rupiah), Kab. Bireuen (224.310,84 juta rupiah), Kab. Aceh Timur (286.136,83 juta rupiah), Kota Lhokseumaw e (165.481,88 juta rupiah) dan Banda Aceh (70.411,86 juta rupiah). Sedangkan yang terkecil adalah Kab. Simeulue (6.547,62 juta rupiah) dan Kota Sabang (8.544,85 juta rupiah).

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kontribusi sektor pertambangan di Prov. NA D sangat tergantung pada kontribusi migas yang hanya diperoleh di beberapa daerah, yaitu : Kab. Aceh Utara dan Kab. Aceh Timur. Sementara sub sektor penggalian dan penggaraman yang paling tinggi kontribusinya adalah di Kab. Aceh Besar, Kab. Bireuen, Kab. Pidie dan Kab. Aceh Tamiang. Daerah yang sektor pertambangan dan penggalian paling besar memberikan kontribusi terhadap PDRB provinsi adalah Kab. Aceh Utara (10.640.007,14 juta rupiah).

3. Sub Sektor Pengangkutan Laut, Sungai dan Danau

Kontribusi yang diberikan sub sektor ini terhadap pembentukan PDRB Prov. NAD masih sangat kecil, namun demikian dengan mengetahui besarnya PDRB pada sub sektor ini maka dapat dilihat daerah-daerah mana yang potensial berkembang pada sektor transportasi lautnya. Dari data PDRB pada sektor ini menunjukkan bahw a kontribusi terbesar diperoleh dari Kab. Aceh Besar (74.852,87 juta rupiah), Kota Lhokseumaw e (21.497,79 juta rupiah), Kab. Aceh Utara (15.966,08 juta rupiah), dan Kab. Nagan Raya (21.140,93 juta rupiah). 3.8.8. Pem biayaan Pembangunan

3.8.8.1. Pendapatan Asli Daerah

Pada tahun 2005 terjadi penurunan target PAD Prov. NAD sebesar Rp 30,78 milyar menjadi Rp 151,47 milyar (16,90%). Namun demikian, realisasi penerimaan PA D mencapai Rp 203,22 milyar (134,16% dari target). Peningkatan realisasi PA D ini disebabkan oleh meningkatnya penerimaan daerah dari retribusi daerah dan lain-lain pendapatan yang sah, ter masuk peningkatan PA D yang bersumber dar i zakat sebesar Rp 231,38 juta.

3.8.8.2. Sum ber Penerim aan

Jumlah pendapatan daerah di Provinsi NA D tahun 2005 sebesar Rp. 5.055,15 milyar rupiah dimana penerimaan terbesar berasal dari bagian hasil pajak/ bukan pajak sebesar Rp. 2.300,16 milyar rupiah. Sedangkan penerimaan dari PAD hanya sebesar Rp. 211,19 milyar rupiah dari penerimaan keseluruhan (4%). Selain dari hasil pajak daerah, sumber penerimaan terbesar berasal dari dana otonomi khusus (30%) yaitu sebesar 1.523,99 milyar rupiah serta dari sisa perhitungan tahun lalu sebesar 733,18 milyar rupiah, atau sekitar 15 % dari total penerimaan. 3.8.8.3. Realisasi Pengeluaran Keuangan

Jumlah pengeluaran keuangan di Prov. NAD tahun 2004 lebih kecil bila dibanding dengan pendapatannya, yaitu hanya sebesar Rp. 1.610.542.639.743,00. Sebagian besar pengeluaran keuangan daerah Prov. NA D dialokasikan untuk bantuan keuangan sebesar Rp. 894.626.974.058,00 (55,4%), belanja pegaw ai Rp 467.478.858.706,00 (29%) dan belanja barang Rp. 155.682.385.202,00 (9%).

3.8.8.4. Posisi Fiskal

Rata-rata derajat desentralisasi fiskal Provinsi NAD masih sebesar 2,14%, sedangkan rata-rata derajat desentralisasi fiskal kabupaten/kota selama periode tersebut berada pada interval 0,95 - 4,93%. Mengacu kepada skala interval derajat desentralisasi fiskal yang telah ditemukan sebelumnya, maka dapat diketahui bahw a rata-rata, baik derajat desentralisasi fiskal Prov. NAD maupun derajat desentralisasi fiskal kabupaten/kota masih berada pada interval derajat 0 - 10%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahw a kemampuan desentralisasi fiskal baik di tingkat provinsi maupun pada level kabupaten/kota masih sangat kurang atau dapat dikatakan bahw a kemampuan keuangan daerah sangat rendah.

Buku Analisa

Dalam dokumen Buku Analisa (Halaman 139-143)