• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 124

Dalam dokumen Buku Analisa (Halaman 169-175)

No Alat tangkap Rata-rata Produksi

(kg)/trip Fishing Power Index

23. Bubu 4,78 0,01

24. Perangkap lain 2,68 0,01

25. Alat pengumpul kerang - 0,00

26. Alat pengumpul rumput Laut - 0,00

27. Muroami 358,63 1,00

Sumber: Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Tabel 3.13.11. Standarisasi Kemampuan Daya Tangkap (Fishing Power Index = FPI) Alat Tangkap yang Dipergunakan Dalam Perikanan Tangkap di Pantai Timur Provinsi NAD

No Alat tangkap Rata-rata Produksi (kg)/trip Fishing Power Index

1. Pukat Udang 40,57 0,35

2. Payang 110,83 0,96

3. Dogol 38,10 0,33

4. Pukat pantai 60,88 0,53

5. Pukat cincin 100,03 0,86

6. Jaring insang hanyut 37,65 0,32

7. Jaring lingkar 57,03 0,49

8. Jaring klitik 53,98 0,47

9. Jaring insang tetap 28,36 0,24

10. Tramel net 37,56 0,32

11. Bagan perahu 94,86 0,82

12. Bagan tancap 4,09 0,04

13. Serok 14,46 0,12

14. Jaring angkat Lain-lain 14,06 0,12

15. Rawai tuna 22,33 0,19

16. Rawai hanyut 14,58 0,13

17. Rawai tetap 25,77 0,22

18. Huhate 2,41 0,02

19. Pancing yang lain 12,05 0,10

20. Pancing tonda 24,10 0,21

21. Sero 16,95 0,15

22. Jermal 115,87 1,00

23. Bubu 22,26 0,19

24. Perangkap lain 12,97 0,11

25. Alat pengumpul kerang 22,59 0,19

26. Alat pengumpul rumput Laut 47,27 0,41

27. Muroami 63,12 0,54

Sumber: Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Tabel 3.13.12. Analisis Perkembangan Nilai CPUE di Pantai Barat NAD Tahun 2000-2005

Tahun Produksi (Ton) Upaya (Trip) (Ton/ Trip) Cpue

2000 52.321,30 432.843,23 0,4664 2001 52.815,00 310.995,92 0,6519 2002 49.380,60 396.551,47 0,4785 2003 68.322,70 617.007,51 0,4261 2004 49.958,90 260.233,99 0,7347 2005 33.550,00 3.265.144,90 0,0673 Rata-rata 51.058,08 403.526,43 0,5515

Sumber: Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Tabel 3.13.13. Analisis Perkembangan Nilai CPUE di Pantai Timur NAD Tahun 2000-2005

Tahun Produksi (Ton) Upaya (Trip) Cpue (Ton/ Trip) 2000 55.341,60 186.619 0,2965 2001 50.009,00 261.534 0,1912 2002 42.843,10 483.422 0,0886 2003 65.753,70 770.698 0,0853 2004 52.762,50 482.805 0,1093 2005 47.612,70 441.972 0,1077 Rata-rata 52.387 437.016 0,1465

Sumber: Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Gambar 3.13.1. Analisis Perkembangan Nilai CPUE Pantai Barat dan Pantai Timur Provinsi NAD Periode Tahun 2000-2005

Perkembangan CPUE Pantai Barat dan Timur NAD 2000- 2006

-0.1000 0.2000 0.3000 0.4000 0.5000 0.6000 0.7000 0.8000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tah un CPUE Barat Timur

2005 2003 2002 2000 2001 2004 y = -1E-06x + 0,6938 R2 = 0,8581 -0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800 - 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 Effort (trip) CP U E -20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 P roduk s i ( ton)

Gambar 3.13.2. Hubungan Antara Upaya Penangkapan (Effort dalam Trip) dengan Produksi di Pantai Barat yang Menunjukkan Posisi Upaya (Trip) Optimum (Fopt = Garis Panah) pada 346.900 Trip dengan MSY pada Tingkat Produksi 120.339,61 Ton Per Tahun

Lebih lanjut tentang analisis dan keterangan grafik dapat dilihat pada lampiran Halaman Lampiran-13.

Gambar 3.13.3. Hubungan Antara Upaya Penangkapan (Effort dalam Trip) dengan Produksi di Pantai Timur yang Menunjukkan Posisi Upaya (Trip) Optimum (Fopt = Garis Panah) pada 489.833 Trip dengan MSY pada Tingkat Produksi 71.981 ton Per Tahun

Berdasarkan hasil analisa regresi yang dilakukan, dimana variabel bebasnya (x) adalah Upaya (trip) dan variabel tidak bebasnya (y) adalah CPUE dari Tabel 3.13.15 diperoleh nilai koefisien korelasi adalah a = 0,1641 dan b = 0,00000005 untuk Pantai Barat dan untuk Pantai Timur a =

0,2939 dan b = 0,0000003. Dari nilai koefisien tersebut dapat dihitung nilai produksi maksimal yang lestari (MSY) untuk Pantai Barat sebesar 134.644,05 ton/tahun dan untuk Pantai Timur 71.981,01 ton/tahun. Nilai tersebut menunjukkan tingkat produksi perikanan tangkap yang optimal tanpa mengancam kelestarian sumber daya perikanan pada suatu perairan. Potensi sumber daya perikanan pantai keseluruhan Provinsi NA D sebesar 206.625,06 ton/tahun terdapat di perairan Pantai Barat maupun Pantai Timur, tetapi dalam pemanfaatannya sumber daya perikanan di Pantai Timur sudah dieksploitasi lebih intensif mendekati nilai maksimal yang lestari yaitu pada tingkat pemanfaatan 73 % pada periode tahun 2000 – 2005. Sedangkan di pantai barat tingkat pemanfaatannya masih sangat memungkinkan untuk ditingkatkan karena baru diekploitasi pada tingkat pemanfaatan 42 % seperti pada Tabel 3.13.14.

Tabel 3.13.14. Potensi Sumber Daya Perikanan dan Tingkat Pemanfatan di Provinsi NAD

Produksi (Ton) Tingkat Pemanfaatan

Tahun

Pantai Barat Pantai Timur Pantai Barat Pantai Timur

2000 52.321,30 55.341,60 43,48% 76,88% 2001 52.815,00 50.009,00 43,89% 69,48% 2002 49.380,60 42.843,10 41,03% 59,52% 2003 68.322,70 65.753,70 56,77% 91,35% 2004 49.958,90 52.762,50 41,51% 73,30% 2005 33.550,00 47.612,70 27,88% 66,15% Rata-rata 51.058 52.387 42% 73%

Sumber: Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Tabel 3.13.15. Potensi Sumber Daya Perikanan di Pantai Barat dan Pantai Timur Provinsi NAD Parameter Pantai Barat Pantai Timur

a 0,1641 0,2939

b 1,00E-06 3,00E-07

MSY (ton) 120.339,61 71.981,01 Fopt (Trip) 346.900,00 489.833,33

Sumber: Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Berdasarkan CCRF tentang TA C, maka sumber daya perikanan yang bisa dimanfaatkan (JTB) sebesar 80 % dari sumber daya yang tersedia sehingga kondisi perikanan di Pantai Timur sudah tidak memungkinkan untuk dikembangkan atau dalam keadaan Full Exploited dan masih ada peluang untuk mengembangkan produksi perikanan tangkap di Pantai Barat Provinsi NAD. Berdasarkan fenomena tersebut, sudah mendesak dilakukan upaya untuk mempertahankan/ mengendalikan tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan tangkap pada tingkat maksimal yang lestari dengan tujuan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan dan peningkatan produksi perikanan tangkap yang optimal. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1. Mengatur beban intensitas perikanan tangkap, dapat dilakukan dengan :

a. Pengaturan jumlah kapal sesuai daya dukungnya (JTB) khususnya untuk pantai Timur Provinsi NAD.

b. Per luasan fishing ground dari perairan pantai (coastal) yang bersifat horisontal ke wilayah vertikal yaitu lepas pantai, laut dalam hingga Z EE / Relokasi Nelayan dari wilayah yang sudah jenuh ke daerah lain yang belum jenuh (dari Pantai Timur ke Pantai Barat).

2. Memperbaiki dan menjaga habitat vital (tempat berpijah ikan, pembesaran, berlindung dan tempat mencari makan ikan ), dapat dilakukan dengan cara :

2005 2000 2001 20 04 20 02 200 3 y = -3E-07x + 0.2939 R2 = 0.6879 -0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 0.3000 0.3500 - 100 ,0 00 2 00,000 300,000 400 ,0 00 500,00 0 60 0,000 7 00,000 800,00 0 900 ,0 00 1,00 0,00 0 Effort (trip) CP U E 0 .0 0 1 0000 .0 0 2 0000 .0 0 3 0000 .0 0 4 0000 .0 0 5 0000 .0 0 6 0000 .0 0 7 0000 .0 0 8 0000 .0 0 P rodu k s i ( to n )

Buku Analisa

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 126

a. Peraw atan, perbaikan/rehabilitas Terumbu Karang

b. Peraw atan dan perbaikan Hutan Mangrove. c. Habitat lainnya seperti padang lamun, estuaria. 3. Mengendalikan degradasi lingkungan (pencemaran)

a. Pengendalian pencemaran b. Penanganan pencemaran c. Pengaw asan

4. Menghindar i penangkapan ikan yang masih muda, matang telur & illegal fishing a. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada stake holder

b. Membangkitkan kear ifan-kearifan lokal. c. Pengaw asan

5. Kaw asan Lindung (konservasi)

Daerah lindung salah satunya ditujukan memberikan kesempatan pada biota laut khususnya ikan untuk dapat melakukan perkembang biakan dan mempertahankan kelestariannya.

6. Lainnya

a. Meningkatkan mutu ikan pasca panen dan teknologi pasca panen mulai dari saat ikan baru ditangkap oleh nelayan hingga sampai konsumen.

b. Menekan biaya produksi

c. Menggalakkan pariw isata bahari/ laut. d. Budidaya tambak/ budidaya laut. 3.13.2. Penyebaran Jalur Potensi Ikan

Laut lepas dan samudera yang terletak di sebelah barat Provinsi NAD mempunyai peranan yang sangat penting sebagai jalur migrasi tahunan Ikan Tuna dan Cetacean (mamalia laut). Pola migrasi Ikan Tuna terkait erat dengan pola pergerakan arus laut, dimana pada bulan Februari – Juni Ikan Tuna bergerak mengikuti arus dari Laut Banda melintas Aceh menuju laut lepas India dan Srilangka. Pada bulan September – Oktober Ikan Tuna kembali memasuki Samudera Hindia dengan melintasi perairan Provinsi NAD (sebelah barat Perairan Simeulue). Sehingga Ikan Tuna dapat ditangkap di laut lepas di sekitar Aceh Singkil dan Simeulue hampir sepanjang tahun, kecuali bulan November – Januari (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2003). Sedangkan jalur migrasi Cetacean adalah Laut Andaman – Samudera Hindia - Laut Banda – Laut Timor - Samudera Pasifik (National Geografi, 2007). Sedangkan di sebelah ujung pulau Sumatera (di sekitar P. Weh dan P. Rondo) merupakan daerah pertemuan tiga massa air yang berasal dari Samudera Hindia, Selat Malaka dan Laut Andaman, mengakibatkan daerah tersebut menjadi subur dan banyak terdapat sumber daya ikan dan menjadi daerah penangkapan ikan.

Lokasi terumbu karang di Pantai Timur Provinsi NA D terbentang mulai dari pesisir Kabupaten Aceh Utara - Bireuen - Pidie - Aceh Besar. Sedangkan di Pantai Barat tersebar di pesisir Aceh Besar hingga Aceh Singkil terutama di Kepulauan Banyak, pulau-pulau kecil di Kabupaten Simeulue. Di dalam kaw asan terumbu karang tersebut banyak terkandung potensi ikan-ikan karang dan udang-udangan ter masuk lobster. Selain itu juga kaw asan terumbu karang dan mangrove digunakan oleh spesies laut sebagai Spawning Ground, Nursery ground dan Feeding Ground. Kaw asan mangrove yang masih relatif baik mulai dari Aceh Tamiang – Langsa – Aceh Timur sangat mendukung kehidupan crustacea (udang dan kepiting), sehingga banyak udang dan induk udang w indu yang tertangkap di sekitar Perairan Peureulak dan Seruw ay. Sumber daya perikanan yang dapat dimanfaatkan tersebut terdapat di daerah penangkapan ikan (fishing ground), yang dapat dilihat pada Peta Fishing Ground (Peta 59).

Jalur Pelayaran Kapal Perikanan (APP), adalah jalur pelayaran bagai kapal perikanan dari dan ke fishing-base (pelabuhan perikanan) menuju ke daerah penangkapan (fishing-ground). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392 Tahun 1999, jalur ini dibagi menjadi 3 jalur menurut ukuran kapal dan jenis alat tangkap. Jalur I (0–6 mil laut) diperuntukan bagi Kapal perikanan tanpa motor atau ber motor tempel ukuran ≤ 12 m atau ≤ 5 GT, Jalur II (6– 12 mil laut) diperuntukan bagi kapal perikanan motor dalam, maksimum 60 GT dan Jalur III (12 mil laut – Z EE) diperuntukan bagi kapal perikanan besar yang tidak diperbolehkan di jalur I dan II dengan alat tangkap dan fishing ground yang sudah ditentukan. Dalam operasi penangkapan juga sudah ada aturannya baik secara hukum ataupun kebiasaan nelayan ( Tabel 3.13.16).

Tabel 3.13.16. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392 Tahun 1999

Jalur Penangkapan Alat Tangkap / Kapal Perikanan Yang Diperbolehkan

Jalur penangkapan ikan I : (A)0 sampai dengan 3 mil laut

Perairan pantai diukur dari permukaan air laut pada surut terendah pada setiap pulau sampai dengan 6 mil laut ke arah laut

• Alat penangkap ikan yang menetap

• Alat penangkap ikan tidak menetap yang tidak dimodifikasi

• Kapal perikanan tanpa motor ≤ 10 m (B)3 sampai dengan 6 mil laut:

• Alat penangkap ikan tidak menetap yang dimodifikasi • Kapal perikanan tanpa motor atau bermotor tempel

ukuran ≤ 12 m atau ≤ 5 GT

• Pukat cincin (purse seine) ≤ 150 m • Jaring insang hanyut ≤ 1000 m Jalur penangkapan ikan II :

Perairan di luar jalur penangkapan ikan I

sampai dengan 12 mil laut ke arah laut • Kapal perikanan motor dalam, maksimum 60 GT

• Pukat cincin, maksimum 600 m (1 kapal) maksimum 1000 m (2 kapal)

• Jaring insang hanyut, maksimum 2500 m Jalur penangkapan ikan III :

Perairan di luar jalur penangkapan ikan II sampai batas Zona Ekonomi Eklusif Indonesia (ZEEI)

• Kapal perikanan berbendera Indonesia maksimum 200 GT, kecuali purse seine pelagis besar di Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu dilarang,

• ZEEI Selat malaka boleh untuk kapal perikanan berbendera Indonesia, maksimum 200GT, kecuali pukat ikan minimal berukuran 60 GT,

• ZEEI di luar Selat Malaka, boleh dibagi :

1. Kapal perikanan Indonesia dan asing ≤ 350 GT, 2. Kapal purse seine > 350 GT – 800 GT, diluar 100 mil

dari garis pankal kepulauan Indonesia

3. Kapal purse seine sistem group hanya boleh diluar 100 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia.

Buku Analisa

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 128

3.14. Analisis Kegiatan Industri dan Kebutuhan Industri

3.14.1. Jenis dan Kapasitas Industri dan Hubungannya dengan Kegiatan Lain serta Im plikasinya terhadap Keberlanjutan (Sustainability) Pesisir

Jumlah perusahaan di Provinsi NAD pada tahun 2000 – 2004 cenderung mengalami penurunan tiap tahunnya, dari 101 unit usaha pada tahun 2000 menjadi 45 unit usaha pada tahun 2004. Tingkat penyerapan tenaga kerja pada sektor industri paling besar di Kabupaten Aceh Timur, Kab. Aceh Utara, Kab. Aceh Besar dan Kab. Aceh Barat. Jenis industri perikanan yang berkembang di w ilayah pesisir cenderung bersifat industri kecil dengan jenis komoditas berupa terasi, ikan asin, ikan kayu, garam dan pengolahan ikan. Industri yang menyerap banyak tenaga kerja adalah industri pembuatan garam, pengasinan dan pembuatan ikan kayu, hal ini disebabkan karena teknologi yang dibutuhkan bersifat tradisional, membutuhkan SDM yang tidak terlalu tinggi dan dapat dikerjakan dalam bentuk industri rumah tangga.

Industri yang saat ini berkembang dapat diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir terutama masyarakat nelayan melalui pengembangan pola kemitraan dan peningkatan SDM untuk mendorong pertumbuhan industri sejenis serta mendorong perkembangan industri tersebut agar mampu menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja.

3.14.2. Kebutuhan Industri Untuk Mengembangkan Potensi Kelautan

Untuk mengetahui pengembangan industri perikanan di w ilayah pesisir, maka dilakukan perhitungan aw al yang didasarkan pada:

1. Nilai produksi maksimal yang lestari ( MSY) perikanan tangkap di pesisir barat dan pesisir timur NAD.

2. Potensi pengembangan perikanan budidaya baik di w ilayah pesisir NAD maupun potensi budidaya di w ilayah tengah NAD. Hal ini dilakukan untuk mengetahui potensi perikanan yang dapat diolah di NAD.

3. Proyeksi jumlah penduduk Provinsi NAD, baik di w ilayah pesisir maupun di w ilayah tengah. 4. Tingkat konsumsi penduduk di w ilayah pesisir NAD serta surplus dari kegiatan konsumsi yang

dapat diolah untuk kegiatan industri.

5. Tingkat pemanfaatan potensi perikanan tangkap di w ilayah barat saat ini adalah 40%, sehingga pemanfaatan potensi perikanan tangkap di w ilayah pesisir barat NAD sampai akhir tahun perencanaan diasumsikan sebagai berikut :

a. Tingkat pemanfaatan tahun 2012 sebesar 50% dari MSY b. Tingkat pemanfaatan tahun 2017 sebesar 60% dari MSY c. Tingkat pemanfaatan tahun 2022 sebesar 80% dari MSY

6. Tingkat pemanfaatan potensi perikanan tangkap di pesisir Pantai Timur saat ini adalah 73%, sehingga pemanfaatan potensi perikanan tangkap di w ilayah pesisir timur NAD sampai akhir tahun perencanaan diasumsikan sebagai berikut:

a. Tingkat pemanfaatan tahun 2012 sebesar 75% dari MSY b. Tingkat pemanfaatan tahun 2017 sebesar 75% dari MSY c. Tingkat pemanfaatan tahun 2022 sebesar 80% dari MSY

7. Tingkat konsumsi masyarakat terhadap ikan adalah 21 kg/ KK/ bulan.

Dihitung berdasarkan asumsi bahw a konsumsi ikan dihitung dari tingkat konsumsi ikan per keluarga (KK)

Proyeksi potensi perikanan Provinsi NAD dan tingkat konsumsi penduduk sampai tahun 2022 dapat dilihat pada tabel ber ikut:

Tabel 3.14.1. Potensi Perikanan Provinsi NAD dan Tingkat Konsumsi Penduduk Sampai Tahun 2022

Kriteria Pantai Barat Pantai Timur Total Pesi sir W ilayah

Tengah Total NAD Satuan

MSY 134.644, 05 71. 981,01 206.625 - 206.625 Ton Peri kanan Tangkap Tingkat Pemanfaatan Rata-rata 2001-2005 40% 73% 106.403, 76 - 106.403, 76 Ton Asumsi Ti ngkat Pemanfaatan 2012 67. 322,03 53. 985,76 121.307, 78 - 121.307, 78 Ton 2017 80. 786,43 53. 985,76 134.772, 19 - 134.772, 19 Ton 2022 107.715, 24 57. 584,81 165.300, 05 - 165.300, 05 Ton Peri kanan Budidaya Potensi Produksi

Pant ai Barat NAD

2012 4.876, 18 27. 730,90 32. 607,08 28. 744,69 61. 351,77 Ton 2017 5.922, 13 32. 059,90 37. 982,03 40. 011,14 77. 993,17 Ton 2022 6.968, 08 36. 388,90 43. 356,98 51. 277,59 94. 634,57 Ton Jumlah Penduduk 2012 1.493. 007 2.342. 427 3.835. 434 531.502 4.366. 936 Orang 2017 1.579. 617 2.478. 417 4.058. 034 551.102 4.609. 136 Orang 2022 1.666. 227 2.614. 407 4.280. 634 570.702 4.851. 336 Orang Tingkat Konsumsi penduduk 2012 75. 247,55 118.058, 32 193.305, 87 26. 787,70 220.093, 57 Ton 2017 79. 612,70 124.912, 22 204.524, 91 27. 775,54 232.300, 45 Ton 2022 83. 977,84 131.766, 11 215.743, 95 28. 763,38 244.507, 33 Ton

Su mber : Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Selanjutnya untuk menghitung proyeksi pengembangan industri perikanan, digunakan pendekatan berikut:

1. Pada dasarnya konsumsi ikan oleh penduduk tidak seluruhnya dalam bentuk ikan segar, melainkan sebagian dalam bentuk ikan olahan, sehingga digunakan asumsi:

a. Konsumsi ikan segar 60% dari total konsumsi b. Konsumsi ikan olahan 40% dari total konsumsi

2. Pabrik es yang akan dikembangkan berkapasitas 15000 ton/tahun tiap unit.

3. Produksi ikan yang akan diolah untuk kegiatan industri (total kapasitas untuk industri) diperoleh dari selisih total potensi yang ter manfaatkan dikurangi tingkat konsumsi ikan segar. 4. Total kapasitas yang akan diproduksi diupayakan terserap dalam sektor industri kecil dan

sedang dengan asumsi :

a. Produk olahan industri kecil 30% dari total kapasitas industri; kapasitas industri kecil 6,6 ton per tahun

b. Produk olahan industri sedang 70% dari total kapasitas industri, kapasitas industri sedang 26,4 ton pertahun.

5. Asumsi kapasitas produksi baik industri kecil maupun sedang diperoleh dari kecenderungan penggunaan bahan baku untuk industri kecil dengan asumsi harga bahan baku ikan Rp 20.000,- per kilogram.

Berdasarkan analisa diatas maka dapat diperoleh hasil perhitungan proyeksi pengembangan perikanan di w ilayah pesisir Provinsi NAD sebagai berikut :

Tabel 3.14.2. Proyeksi Pengembangan Industri Perikanan di Wilayah Pesisir NAD Keterangan Pantai Barat Pantai Timur Total Pesisir Wilayah

Tengah Total NAD Satuan

Total kapasitas untuk kegiatan industri

2012 27.049,67 10.881,67 37.931,34 39.460,27 77.391,61 Ton 2017 38.940,94 11.098,33 50.039,27 51.121,96 101.161,23 Ton 2022 64.296,62 14.914,04 79.210,66 62.783,74 141.994,40 Ton

Proyeksi Jumlah Industri

Industri Kecil 2012 615 247 862 897 1.759 Unit 2017 885 252 1.137 1.162 2.299 Unit 2022 1.461 339 1.800 1.427 3.227 Unit Industri Sedang 2012 359 144 503 523 1.026 Unit 2017 516 147 663 678 1.341 Unit 2022 852 198 1.050 832 1.882 Unit

Sumber : Analisis Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Berdasarkan kondisi perkembangan industri di Provinsi NA D serta analisis kebutuhan pengembangan industri yang mendukung pengembangan kegiatan perikanan dan kelautan di w ilayah pesisir, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Pada tahun 2004 terdapat 45 industri besar dan menengah, 8 diantaranya adalah industri besar. Dari jumlah tersebut tidak satupun bergerak di bidang pengolahan hasil perikanan, namun terdapat satu industri yang menunjang kegiatan sektor perikanan (industri galangan kapal). 2. Industri menengah yang saat ini ber kembang adalah industri pendukung kegiatan pengolahan

hasil-hasil perikanan, terutama industri cold storage dan pabrik es.

3. Pada tahun 2022 dengan asumsi tidak ada industri besar yang bergerak di bidang pengolahan hasil perikanan, maka industri kecil dan menengah yang bisa dikembangkan dan masih ditopang oleh ketersediaan potensi perikanan masing- masing sebesar 3.227 unit usaha dan 1.882 unit usaha.

4. Beberapa kebijakan yang perlu diperhatikan berkaitan dengan potensi pengembangan industri kecil dan menengah di sektor perikanan adalah sebagai ber ikut:

a. Kebijakan untuk memper mudah perijinan dan membantu per modalan.

b. Kebijakan penyediaan infrastruktur yang menunjang industri kecil dan menengah. c. Kebijakan pendampingan dalam pengembangan industri kecil dan menengah.

Pengembangan industri pengolahan produk perikanan diarahkan pada kaw asan industri Blang Ulam Kecamatan Masjid Raya (Aceh Besar), kaw asan industri perikanan di kaw asan Pelabuhan Per ikanan Samudera ( PPS) Lampulo yang pembebasan tanahnya sudah tersedia, Kabupaten Bireuen serta di pusat-pusat pengembangan w ilayah pesisir (Aceh Timur, Aceh Selatan dan Singkil).

3.15. Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Prasarana dan Sarana Kelautan 3.15.1. Prasarana dan Sarana Perikanan

1. PPI/Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdir i dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang Pelabuhan Perikanan (KepMen Kelaut an dan Perikanan No. 10 Tahun 2004). Pelabuhan Per ikanan dibagi menjadi :

a. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)

Pelabuhan Per ikanan Samudera adalah Pelabuhan Perikanan Klas A, yang skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan di w ilayah laut teritorial, Z EEI dan w ilayah laut internasional. Syarat PPS adalah sebagai berikut :

(1) Malayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di w ilayah laut teritorial, Z EEI, dan perairan internasional.

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh kapal perikanan berukuran minimal 60 GT.

(3) Panjang der maga kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m.

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 buah kapal perikanan (jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT).

(5) Jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 60 ton/hari. (6) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan eksport. (7) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 30 ha. (8) Terdapat Industri Perikanan.

b. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

Pelabuhan Perikanan Nusantara ( PPN) adalah Pelabuhan Perikanan Klas B, yang skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan di w ilayah laut teritorial, Z EEI. Syarat PPS adalah sebagai berikut :

(1) Malayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di w ilayah laut teritorial, Z EEI.

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh kapal perikanan berukuran minimal 30 GT.

(3) Panjang der maga sekurang- kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam minimal minus 3 m.

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 buah kapal perikanan (jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT).

(5) Jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 30 ton/hari. (6) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan eksport. (7) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 15 ha. (8) Memiliki laboratorium pengujian mutu hasil perikanan. (9) Terdapat Industri Perikanan.

c. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) adalah Pelabuhan Perikanan Klas C, yang skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan di w ilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritor ial, Z EEI. Syarat PPP yaitu :

(1) Melayani kapal perikanan yang melkukan kegiatan penangkapan ikan di w ilayah laut teritorial, Z EEI, perairan pedalaman, dan perairan kepulauan.

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh kapal perikanan berukuran minimal 10 GT.

(3) Panjang der maga kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m.

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 buah kapal perikanan (jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT).

(5) Jumlah ikan yang didaratkan rata-rata 20 ton/hari. (6) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan eksport. (7) Memiliki lahan sekurang-kurangnya seluas 3 ha. (8) Terdapat Industri Perikanan.

d. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

Pangkalan Pendaratan Ikan ( PPI) adalah Pelabuhan Perikanan Klas D, yang skala layanannya sekurang-kurangnya mencakup kegiatan usaha perikanan di w ilayah pedalaman, perairan kepulauan. Syarat PPI adalah sebagai berikut :

Buku Analisa

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 130

Dalam dokumen Buku Analisa (Halaman 169-175)