• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 86

Dalam dokumen Buku Analisa (Halaman 131-137)

Buku Analisa

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 88

3.8. Analisis Kecenderungan Perkem bangan Kegiatan Ekonom i

3.8.1. Kedudukan Provinsi NAD Dalam Kerangka Perekonom ian Kaw asan Koridor Jalur Lintas Tim ur (Jalintim ) Sum atera

Kedudukan Provinsi NA D dalam kerangka perekonomian kaw asan koridor Jalur Lintas Timur Sumatera menunjukkan keterkaitan kegiatan ekonomi antar w ilayah pada kaw asan koridor tersebut, terutama dalam proses aliran barang dan jasa antar w ilayah. Untuk mendukung interaksi perekonomian pada w ilayah ini diperlukan kelengkapan sarana dan prasarana pendukung dan kondisi prasarana w ilayah yang baik, terutama di bidang transportasi. Keterkaitan internal dalam Provinsi NAD sebesar 8.259.302 ton/tahun. Sedangkan pergerakan barang antar provinsi yang tertinggi adalah dari Pr ovinsi NAD menuju Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 20.687.797 ton/tahun, diikuti oleh pergerakan barang dari Provinsi NAD menuju Provinsi Riau sebesar 5.529.431 ton/tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahw a posisi Provinsi NA D dalam kaw asan koridor ini cenderung sebagai daerah produksi dan menjadi salah satu penyuplai utama ke Provinsi Sumatera Utara.

3.8.2. Kedudukan Provinsi NAD Sebagai Wilayah Perbatasan

Prov. NAD sebagai w ilayah yang berbatasan langsung dengan laut sebagai bagian dari potensi pengembangan ekonominya serta berbatasan dengan Negara Thailand, Malaysia dan India, perlu untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan batas w ilayah laut yang ada. Penetapan dan penegakan batas w ilayah merupakan hal yang sangat krusial karena menyangkut kedaulatan w ilayah dan aspek perekonomian seperti per ikanan tangkap dan budidaya, industri bioteknologi, pariw isata bahari, transportasi laut, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan konservasi, serta aspek hankam serta stabilitas kaw asan.

3.8.3. Struktur Perekonom ian

Kontribusi sektor pertanian dan pertambangan sebagai sektor primer sebesar 48,63% pada tahun 2000 dan mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi 45,39%. Sektor industri pengolahan, listrik dan bangunan memberikan kontribusi total sebesar 29,24% pada tahun 2000 dan menurun menjadi 22,85% pada tahun 2005. Sektor perdagangan, pengangkutan, keuangan dan jasa memberikan kontr ibusi total sebesar 22,13% pada tahun 2000 dan 31,76% pada tahun 2005. Sektor pertambangan pada tahun 2000 merupakan sektor yang terbesar peranannya dalam pembentukan PDRB Provinsi NAD yaitu sebesar 30,95% dari total PDRB, diikuti oleh sektor industri pengolahan sebesar 24,70%, kemudian sektor pertanian menduduki urutan ketiga yaitu sebesar 17,68%. Pada tahun 2004 struktur ini berubah. Peranan sektor pertanian terhadap PDRB Prov. NAD sekitar 24,76%, sekaligus menjadikan sektor ini untuk pertama kalinya dalam per iode tahun 2000-2005 sebagai sektor penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB Prov. NAD. Sedangkan kontribusi sektor pertambangan menurun menjadi sekitar 24% sehingga menempati urutan kedua terbesar. Peranan sektor non migas pada tahun 2000 mencapai 49,69% dari total PDRB dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 61,14%. Perubahan ini terjadi karena penurunan peranan sektor pertambangan migas dan industri pengilangan gas disertai dengan peningkatan peranan sektor pertanian serta perdagangan dan jasa.

3.8.4. Perkembangan Ekonomi Menurut Penggunaan

Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB) dilihat dari penggunaan terdiri dari pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga, konsumsi akhir lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, serta perdagangan antar w ilayah (ekspor netto).

1. Konsumsi Rumah Tangga

Tingkat konsumsi rumah tangga dari tahun 2004 sebesar 12.191,77 milyar rupiah meningkat menjadi 17.488,77 milyar rupiah pada tahun 2005. Peningkatan terbesar pada konsumsi bukan makanan yaitu sebesar 6,07% dari tahun 2004 - 2005 menjadi 8.255,72 milyar rupiah.

2. Konsumsi Pemerintah

Pada tahun 2005 konsumsi pemerintah mencapai 7667,85 milyar rupiah (15% dari total PDRB) atau meningkat sebesar 0,97% dari tahun 2004. hal ini dikarenakan adanya otonomi daerah sehingga terjadi pemekaran secara pesat hingga di tahun 2004 menjadi 21 kabupaten/kota. Secara fiskal meningkatkan total nilai anggaran baik yang bersumber dari APBD kabupaten/ kota atau dari Provinsi NA D. Sehingga total nilai konsumsi pemerintah dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari besarnya konsumsi pemerintah pada tahun 2000 sebesar 1.472,35 milyar rupiah atau sebesar 3,73% dari total PDRB.

3. Pembentukan Modal Tetap Bruto

Pembentukan modal tetap bruto ( PMTB) pada tahun 2005 mencapai 6.512,17 milyar rupiah atau sekitar 12,74% dari total PDRB. Secara keseluruhan PMTB dari tahun 2000 sampai tahun 2005 cenderung meningkat dari angka 1.859,27 milyar rupiah tahun 2000 menjadi 6.512,17 milyar rupiah pada tahun 2005.

4. Perubahan Inventori

Inventori NA D diperkirakan naik menjadi 1.853,27 milyar rupiah atau sebesar 3,63% dari total PDRB. Hal ini disebabkan luasnya w ilayah yang tidak terkena bencana yang juga merupakan lokasi sentra-sentra ekonomi sektor tertentu.

5. Ekspor Netto

Nilai ekspor tahun 2005 meningkat hingga mencapai 24.011,58 milyar rupiah (46,97% dari total PDRB), atau meningkat dari tahun 2004 (20.659,18 milyar rupiah). Peningkatan in disebabkan meningkatnya nilai ekspor yang diperoleh dan penurunan nilai impor. Ekspor meningkat dari 22.136,86 milyar rupiah (2004) menjadi 24.011,58 milyar rupiah pada tahun 2005. Sedangkan impor turun dari 1477,68 milyar rupiah menjadi 536,45 milyar rupiah. 6. Perdagangan Antar Provinsi

Secara umum kondisi rill di lapangan hampir semua komoditi terutama barang yang dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari seperti gula pasir, minyak goreng, pakaian jadi dan BBM serta barang kebutuhan lainnya didatangkan dari luar Aceh. Hal ini menyebabkan nilai perdagangan antar provinsi mengalami minus 5.879,45 milyar rupiah pada tahun 2005. 3.8.5. Indeks Pem bangunan Ekonom i

Kota Lhokseumaw e merupakan w ilayah yang mempunyai nilai IPE tertinggi (100) disusul oleh Kab. Bireuen (85,67), Kota Banda Aceh (84,96) dan Kabupaten Aceh Besar (72,48). Sedangkan Kab. Simeulue (0), Kab. Aceh Jaya (19,14) dan Kab. Aceh Barat Daya (28,37) memiliki nilai IPE paling rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Prov. NA D (Sumber : Perhitungan dan Analisis Human Development Indeks (HDI) Kab./Kota yang dilandai Tsunami, Bappeda NA D, 2006 dan Indikator Makro Perencanaan dan Pengembangan Ekonomi Sosial-Budaya, Dinas Per kotaan dan Per mukiman, 2006). Indeks Pembangunan Ekonomi (IPE) tersebut memberikan informasi tentang adanya indikasi terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi antar w ilayah di Provinsi NAD, antara lain :

1. Indikasi ketimpangan pembangunan ekonomi w ilayah yang terjadi antara kabupaten/kota yang terletak di w ilayah Pantai Utara - Timur Provinsi NA D dengan Pantai Barat - Selatan dan Tengah (pedalaman Provinsi NAD), serta antar kota-kota dan antara kota - desa.

2. Indikasi ketimpangan pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam ketidakseimbangan perkembangan pusat-pusat pertumbuhan yang terletak di w ilayah pesisir timur yang dilintasi jalan nasional lintas timur seperti : Kota Banda Aceh, Sigli, Bireuen, Lhokseumaw e, Langsa dan Kuala Simpang yang pertumbuhannya relatif lebih cepat dibandingkan dengan pusat-pusat pertumbuhan yang terletak di w ilayah pedalaman (jalur lintas tengah) seperti: Takengon, Blangkejeren, Kutacane dan Jeuram serta w ilayah pesisir barat seperti: Calang, Meulaboh, Tapaktuan, dan Singkil yang relatif lebih lambat.

Buku Analisa

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 90

3.8.5.1. Analisis Pertum buhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Pr ovinsi NAD menurut lapangan usaha pada tahun 2000-2005 menunjukkan tingkat pertumbuhan yang cenderung menurun. Pertumbuhan ekonomi Prov. NAD (dengan migas) tahun 2002 sebesar 20,07% dan berturut-turut mengalami penurunan hingga angka pertumbuhan tersebut menjadi -13,45% pada tahun 2005. Sedangkan pertumbuhan PDRB tanpa migas juga menunjukkan peningkatan yang semakin kecil, dari 7,96% pada tahun 2002; 3,70% tahun 2003; 1,76% tahun 2004 dan 1,20% tahun 2005. Kondisi ini dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor migas yang cenderung mengalami pertumbuhan yang negatif, sedangkan kontribusi yang diberikan sektor ini sangat besar dibandingkan dengan sektor lain sehingga sangat mempengaruhi angka pertumbuhan ekonomi di Provinsi NA D.

Berdasarkan analisa data indek pembangunan ekonomi, dapat diketahui bahw a Kota Banda Aceh memiliki angka pertumbuhan ekonomi sekitar 6,95% per tahun, Kota Lhokseumaw e 6,87% per tahun dan Kab. Aceh Besar 5,38% per tahun. Kabupaten/kota yang memiliki angka pertumbuhan lebih rendah yaitu Kab. Simeulue yang pertumbuhannya hanya 2,53% per tahun, Kab. Bener Meriah (bukan di w ilayah pesisir) 3,01% per tahun dan Kab. Aceh Timur 3,08% per tahun.

3.8.5.2. Analisis Pendapatan Per Kapita

Produk domestik regional bruto per kapita atas harga berlaku Provinsi NAD pada tahun 2005 meningkat menjadi 12,68 juta rupiah per penduduk per tahun dibanding tahun 2004 yang hanya mencapai sekitar 11,91 juta rupiah per tahun per penduduk.

3.8.5.3. Analisis Laju Inflasi

Laju inflasi Provinsi NA D sebesar 5,18%. Kabupaten/kota yang memiliki laju inflasi diatas laju inflasi Provinsi NA D adalah Kota Lhokseumaw e dengan inflasi sebesar 6,08%, selanjutnya diikuti oleh Kab. Aceh Tenggara (5,30%), Kab. Aceh Jaya (5,56%), Kab. Aceh Tamiang (5,82%), Kab. Aceh Barat Daya (5,67%), Kota Sabang (6,06%), Kab. Simeulue (5,98%), dan Gayo Lues (5,97%). Sementara kabupaten/kota yang laju inflasinya lebih rendah dari laju inflasi provinsi adalah Kab. Aceh Selatan dan Kab. Bireuen dengan laju inflasi masing-masing 4,53% dan 4,54%, selanjutnya diikuti Kab. Aceh Barat (4,92%), Kab. Aceh Utara (4,88%), Kab. Nagan Raya (5,03%), Kab. Aceh Tengah (4,98%), Kab. Bener Meriah (5,03%), Kab. Aceh Timur (4,75%), Kab. Aceh Besar (4,74%), Kab. Pidie (4,65%), Kota Banda Aceh (4,62%), Kota Langsa (4,72%), dan Kab. Aceh Singkil (5,05%). Kabupaten/kota yang laju inflasinya di atas laju inflasi provinsi adalah kabupaten/kota yang perekonomiannya kurang stabil, sebaliknya daerah dengan laju inflasi di baw ah laju inflasi provinsi adalah daerah yang lebih stabil perekonomiannya dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi NAD.

3.8.5.4. Analisis Produktifitas Perikanan

Peran sub sektor perikanan dalam pembentukan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB ternyata masih sangat kecil, berkisar antara 2 - 3%. Minimnya kontribusi yang diberikan sektor perikanan dapat memberikan indikasi bahw a potensi perikanan Provinsi NA D yang sangat besar belum dikelola dengan optimal sehingga belum mampu member ikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian daerah. Besarnya kontribusi sub sektor per ikanan dalam struktur perekonomian Provinsi NAD cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, kontribusi yang diberikan adalah 1.035,23 milyar rupiah, selanjutnya tiap tahun mengalami peningkatan menjadi 1.138,98 milyar rupiah (Th 2001), 1.278,13 ( Th 2002), 1.413,13 ( Th 2003), dan 1.570,56 milyar rupiah ( Th 2004). Kecenderungan perkembangan ini tidak bertahan lama terkait dengan bencana gempa dan tsunami sehingga pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 1.413,51 atau turun sekitar 10% dari tahun 2004.

Dari tahun 2000-2005, kontribusi sektor perikanan mengalami peningkatan rata-rata 133,83 milyar rupiah per tahun. Penurunan kontribusi sub sektor perikanan sangat terkait dengan bencana gempa dan tsunami yang menyebabkan kerusakan infrastruktur di w ilayah pantai barat terutama yang terkait dengan infrastruktur penunjang perikanan tangkap seperti : PPI, TPI, dan prasarana lainnya seperti hilangnya kapal dan berkurangnya sumber daya manusia yang bekerja pada sektor perikanan.

3.8.5.5. Analisis Industrialisasi

Nilai tambah industri pengolahan di Provinsi NAD sebagian besar berasal dari pengolahan gas. Peranan industri pengolahan di Provinsi NA D dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 terus menurun, meskipun pada tahun 2005 ada sedikit peningkatan dibanding tahun 2004. Pada tahun 2001 peranan sektor industri mencapai 25,68%. Kemudian perlahan menurun hingga mencapai 19,46% pada tahun 2004. Meningkat sedikit pada tahun 2005 menjadi 20,04%.

Pada tahun 2001 peranan industri migas sekitar 21,92% kemudian pada tahun-tahun berikutnya terus menurun secara hingga mencapai 16,41% pada tahun 2004. Kemudian di tahun 2005 peranan sektor industri sedikit meningkat hingga mencapai 17%. Peranan industri bukan migas berfluktuasi antara 3 - 5% dari tahun 2000 sampai tahun 2005. Dalam kelompok industri tanpa migas, industri pupuk, kimia dan barang dari karet memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB. Sumbangan sub sektor ini berfluktuasi antara 1 - 4% selama kurun w aktu 2000-2005. Sedangkan peranan sub sektor industri pengolahan lainnya relatif kecil dalam PDRB, yaitu kurang dari 1% setiap tahun.

3.8.5.6. Analisis Efisiensi Investasi (ICOR)

Secara umum tingkat efisiensi investasi di seluruh Provinsi NA D relatif sama, kecuali Kota Lhokseumaw e yang investasinya jauh lebih efisien dibandingkan daerah lain (nilai ICOR=4,60), sedangkan investasi yang tidak efisien adalah di Kab. Simeulue yang ditunjukkan dengan nilai ICOR 6,01 atau lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten/kota lain di Prov. NAD. Jika dibandingkan dengan angka ICOR Nasional, maka tingkat efisiensinya masih rendah dibandingkan dengan efisiensi investasi Nasional. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut ini : 6.01 5.97 5.95 5.82 5.74 5.73 5.70 5.60 5.48 5.48 5.40 5.38 5.37 5.34 5.31 5.26 5.12 5.09 5.03 5.01 4.60 5.51 4.00 0.00 3.00 6.00 9.00 Simeul ue Aceh Ten gga ra Ben e r Mer iah Aceh Bara t Da ya Aceh Jay a Aceh U tara Pidie Gayo Lues Aceh Selat an Aceh Bar at Lang sa (K ota) Aceh T ami a ng Aceh Besa r Aceh Sin gkil Aceh T enga h Nagan Ra y a Bireu en Ban da A ceh (Kot a) Sab a ng ( Kota) Aceh Tim ur Lhok sum awe ( Kota) Prov insi NAD Nasional

Kab up ate n/Kot a

A n g ka IC O R

Su mber : Hasil Analisa Tim Penyusun RUTRW Pesisir NAD, 2007

Buku Analisa

RUTRW Pesisir Provinsi NAD Pasca Tsunami III - 92

Dalam dokumen Buku Analisa (Halaman 131-137)