• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANTURA KABUPATEN BEKAS

PETA KUALITAS PERAIRAN

WILAYAHPESISIRKAB.BEKASI

Sumber :

1. B akosurtanal Peta Skala 1 : 25.000 2. B PLHD Tahun 2001

3. P eta Laut Nusantara 4. B apedal Da D KI Jakarta N E W S 0.7 0 0.7 1.4 Miles KET E RANG A N

Provinsi Jawa Barat

Kabupaten B ekasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BABELAN BAHAGIA KAB ELAN MARUNDA SETIASIH JAYASAKTI HURIPJAYA BUNIBAKTI LAUT JAWA MUARABAKTI KEDUNGJAYA SETIAMULYA TARUM AJAYA PANTAIBAK TI PANTAIMEKAR PANTAIH URIP SAMUD RAJAYA BAB ELANKOTA PUSAK ARAKYAT SEGARAMAKMURPANTAIMAKMUR MUARAGEM BONG TELUKJAKARTA PANTAIBAHAGIA KEC.CILINCING PAHLAWANSETIA KEDU NGPENGAWAS PANTAISEDERH AN A PANTAIHARAPAN JAYA PANTURA KAB.BEKASI

KAW ASAN HU TAN LIND U NG KAW ASAN IN D UST RI KAW ASAN PARIW ISAT A

KAW ASAN PELAB UHAN PE RIKANAN KAW ASAN PELAB UHAN UMU M KAW ASAN PEMUKIM AN KAW ASAN T AM BAK

KOT A BEKASI LAUT J AW A PROPINSI DKI JAKARTA KAW ASAN BUD IDAYA PER IKANAN KUA LIT AS AIR BAIK

KUA LIT AS AIR BUR UK

Batas Kecamatan Batas Propinsi J alan T ol J alan Pr im er Sungai

KABUPATEN KAR AW ANG

diperkirakan berasal dari alam, limbah industri, atau terbawa arus laut ke muara pada waktu pasang.

Parameter warna yang melampaui baku mutu tercatat di muara Citarum dan muara Kali Bekasi pada waktu surut. Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh tingginya jumlah material terlarut pada lokasi tersebut, sehingga kecerahan menjadi rendah. Zat padat tersuspensi mengakibatkan gangguan penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga proses fotosintesis, biota air, respirasi, dan oksigen terlarut dalam air menjadi terganggu. Parameter lainnya yang melampaui baku mutu adalah zat padat tersuspensi sebagaimana tercatat di muara Kali Bekasi. Pengamatan pada salah satu lokasi menunjukkan bahwa zat padat tersuspensi yang terbawa dari hulu mengendap di sepanjang sungai. Konsentrasi zat padat tersuspensi yang tinggi akan mengganggu penetrasi sinar matahari, proses fotosintesis, kehidupan biota laut, respirasi, dan oksigen terlarut dalam air. Kondisi tersebut mengakibatkan tingkat kecerahan di seluruh lokasi pengukuran menunjukkan kondisi di atas baku mutu.

Di Muara Citarum dan Kali Bekasi, konsentrasi amonia relatif tinggi. Hal ini diduga diakibatkan oleh buangan limbah domestik dan industri. Konsentrasi amonia yang tinggi dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Sedangkan kadar logam timah hitam (Pb) yang tinggi teramati di muara Kali Bekasi, baik pada waktu pasang maupun surut, sedang di S.Ciherang, kali Bendungan dan S.Citarum hanya pada waktu surut. Timah hitam diduga berasal dari alam dan industri. Kandungan timah hitam yang tinggi dapat mengakibatkan kematian atau akumulasi pada hewan ikan.

Di Muara Kali Bekasi dan Citarum kadar logam nikel (Ni) yang tinggi terjadi pada waktu pasang yang diperkirakan berasal dari limbah industri dan terbawa arus laut ke muara. Konsentrasi nikel yang tinggi sebagaimana sifat logam berat lainnya dapat menyebabkan kematian atau pencemaran pada hewan ikan. Di perairan muara dan pantai tercatat bakteri Coliform yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perairan muara dan pantai di Pantura Bekasi Kabupaten merupakan badan penerima buangan

air kotor sebagaimana terlihat dari bangunan WC atau MCK di sepanjang sungai hingga muaranya.

Perairan pantai Pantura Kabupaten Bekasi juga mengandung pestisida jenis Heptachlor yang tercatat di Muara Kali Bekasi dan Muara S.Ciherang , masing-masing sebesar 0,519 ppb dan 0,0382 ppb. Dilihat dari kualitas sedimen di perairan pantai utara Kabupaten Bekasi, pengukuran menunjukkan bahwa sedimen mengandung logam berat, seperti Cu, Pb, Cr, Ni, dan Zn hampir di seluruh lokasi dan di beberapa lokasi mengandung pestisida. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa terjadi pengendapan logam berat dan pestisida di pantai dan muara sungai di Pantura Kabupaten Bekasi yang diprakirakan berasal dari kegiatan di sepanjang sungai bagian hulu hingga ke muara. Kualitas sedimen di perairan tertera pada Tabel 10 berikut.

Dari pengamatan terhadap kualitas perairan di muara sungai dan pantai utara Kabupaten Bekasi dapat dilihat Tabel 9. Disimpulkan bahwa kualitas perairan relatif buruk dan dapat mengganggu aktifitas budidaya hewan perairan atau perikanan laut. Tabel 10 Kualitas Sedimen di Muara dan Pantai Utara Kabupaten Bekasi

Tahun 2007

Parameter Satuan Lokasi

CTRM CHRG CBL Tembaga (Cu) Mg/l 36,30 11,52 17,88 Timah Hitam (Pb) Mg/l 21,13 16,64 11,36 Crhomium(Cr) Mg/l 23,77 37,76 7,17 Nikel (Ni) Mg/l 5,21 3,60 14,94 Cadmium (Cd) Mg/l 0,23 * 0,11 Seng (Zn) Mg/l 215,10 89,60 90,00 Besi (Fe) Mg/l 3453,0 2868,0 2986,0 Mangan (Mn) Gr/kg 886,20 1264,4 1346,0 Mercury (Hg Gr/kg 1,16 1,90 2,16

Sumber : Hasil Analisis Lab. 2007

Analisis Ekosistem Pesisir Mangrove

Komponen biotik dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi dengan

komponen abiotik mangrove seperti tanah, oksigen, nutrisi, angin, arus air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang, dan salinitas.

Secara fisik, hutan mangrove menjaga pantai dari gempuran ombak dan tebing sungai dari abrasi, menahan angin, mengendapkan lumpur, mencegah intrusi air laut, dan sebagai perangkap zat pencemar dan limbah. Secara biologi, hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah asuhan post larva (yuwana), tempat bertelur, tempat memijah, dan tempat mencari makan bagi ikan dan udang. Selain itu, berfungsi juga sebagai habitat burung air, kelelawar, primata, reptil, dan jenis insekta. Fungsi lain adalah sebagai penghasil bahan organik yang merupakan sumber makanan biota, sehingga menjadi penting dalam rantai makanan pada ekosistem perairan.

Jenis vegetasi mangrove wilayah pesisir Kabupaten Bekasi; Avicennia marina (Officinalis dan alba), Delonix regia, Sonneratia caseolaris, Thespesia populnea, Avicennia alba (marina dan officinalis), Rhizophora mucronata, Excoecaria agallocha Avicennia marina ( officinalis dan alba), Rhizophora mucronata, Acasia auriculiformis Delonix regiadengan kerapatan sedikit (kurang dari 5 individu) sampai kerapatan sedang (antara 5 - 10 individu). ( Bappeda Kab.Bekasi, 2006)

Fauna yang terdapat di kawasan mangrove antara lain didominasi oleh burung pantai yang sejenisnya. Berdasarkan informasi Bappeda Kab.Bekasi, 2003, jenis burung yang terdapat di dalam hutan mangrove adalah pecuk ular (Anhinga melanogaster), kowak maling (Nycticorax nycticorax), kuntul putih (Egretta sp), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), cangak abu (Ardea cinerea), blekok (Ardeola speciosa), blibis (Anas gibberrifrons), cekakak (Halcyon chloris), pecuk (Phalacrocorax sp), dan bluwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain burung adalah biawak (Varanus salvator), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular.

Bila dilihat penampilan dari arah darat margasatwa hampir sebagian besar digenangi air, sehingga tumbuhan di kawasan ini merupakan vegetasi rawa yang langsung terkena pengaruh pasang-surut air laut. Dominasi adalah pohon pidada atau

bidara (Sonneratia alba) selain api-api (Avicenia marina), jangkar (Bruguiera sp), api- api (Rhizopora sp), waru laut (Thespesia populnea), buta-buta (Excoecaria agallocha), nipah (Nypa fruticans), dan ketapang (Terminalia catapa). Kondisi mangrove dapat dilihat Tabel 11 berikut :

Tabel 11 Kondisi Ekosistem Mangrove di Kabupaten Kabupaten Bekasi Nama Desa Penutupan Prosentasi

(%)

Kondisi

Mangrove Catatan Kondisi Ekosistem Mangrove Pantai Makmur 20 Buruk Kerusakan berat

Pantai Harapan Jaya 62 Baik Sedikit degradasi lingkungan Pantai Mekar 28 Buruk Kerusakan berat

Pantai Sederhana 46 Sedang Kerusakan ekosistem Pantai Bakti 32 Sedang Kerusakan sedang

Pantai Bahagia 74 Baik Sedikit degradasi lingkungan Pantaihurip 43 Sedang Kerusakan sedang

Huripjaya 62 Baik Sedikit degradasi lingkungan Sumber : Hasil survey lapangan dan analisis, 2007

Dari kondisi ekosistem terumbu karang yang ada, maka saat ini yang mendukung untuk kegiatan wisata bahari adalah Desa Pantai Bhakti dan Pantai Bahagia. Sedangkan lokasi yang kurang sesuai tetapi dapat dipertimbangkan (sesuai bersyarat) adalah Desa yang ada di Kecamatan Tarumajaya dan Mauragembong.

Secara umum, area yang seharusnya didominasi oleh pohon bakau, saat ini terjadi pergeseran dari mangrove menjadi tambak. Pada kawasan ini juga ditemukan lahan rawa terbuka tumbuh vegetasi bukan spesifik penghuni hutan mangrove seperti gelagah (Saccharum spontaneum), putri malu (Mimosa pudica), talas lompong (Colocasia sp), dan kangkungan (Ipomoea sp). Tumbuhan di atas merupakan tumbuhan yang hidup pada kondisi bukan payau.

Terumbu Karang

Di sepanjang pantai utara Kabupaten Bekasi tidak dijumpai adanya karang hidup. Terumbu karang yang berada di pulau-pulau yang terletak di pantura Kabupaten Bekasi (P. Nyamuk, P. Air, P. Bidadari, P. Onsrust dan P. Kelor) menunjukkan adanya gejala degradasi menuju kepunahan. Presentase tutupan

karang hidup yang tersisa berkisar antara (0,8 – 2 %) dengan jumlah jenis sekitar 21 species. Karang yang hidup di pulau-pulau tersebut tidak dapat lagi dikatakan sebagai terumbu karang. Karang yang masih bertahan hidup merupakan koloni-koloni kecil dari jenis-jenis yang mempunyai polip dengan tentakel besar atau jenis karang yang tidak membutuhkan matahari untuk kelangsungan hidupnya, seperti Oulastre crispate dan Turbinaria spp. Dasar tubir berupa karang mati atau pasir bercampur lumpur dengan beberapa pertumbuhan makro algae dari jenis Padina.

Berdasarkan data hasil pemantauan kondisi terumbu karang, maka kondisi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bekasi dapat digolongkan mulai buruk atau sudah hampir tidak ada. Hal tersebut menggambarkan bahwa ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bekasi telah mengalami degradasi mulai dari sangat berat hingga ringan dan sudah tidak adalagi yang sesuai dengan kondisi alaminya. Dengan luas yang relatif sedikit ekosistem terumbu karang lebih cendrung ke wilayah kepulauan seribu. Kondisi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Bekasi dapat dilihat bahwa, ekosisistem terumbu karang yang mengalami rusak berat telah terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Bekasi. Persentase tutupan karang hidup di wilayah perairan pesisir Kabupaten Bekasi berada pada kondisi buruk ( kerusakan ekosistem susah sekali direhabilitasi) sampai dengan sedang ( kerusakan ekosistem yang berat).

Kondisi Sosial Ekonomi

Karakteristik Umum Rumah Tangga Responden Umur Responden

Umur akan mempengaruhi pada fisik untuk bekerja dan kemampuan pola pikir seseorang. Pada umumnya masyarakat, khususnya masyarakat petani dan buruh yang berumur muda dan sehat mempunyai kemampuan fisik lebih kuat dari pada yang berumur tua, umur muda juga mempunyai kecendrungan lebih cepat untuk menerima

inovasi, hal ini disebabkan karena lebih berani untuk menanggung resiko. Untuk mengimbangi keadaan ini, yang berumur lebih muda lebih dinamis sehingga cepat mendapat pengalaman baru yang berharga bagi perkembangan hidup dimasa yang akan datang. Petani dan buruh yang lebih tua memiliki kepastian pengelolaan usaha yang lebih matang dan memiliki banyak pengalaman sehingga berhati-hati bertindak. Keadaan umur responden berkisar dari 21 sampai 65 tahun. Selengkapnya pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12 Karakteristik Responden berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur

Responden Frekuensi ( orang) Persentase

21 – 30 31 - 40 41 - 50 51 – 60 > 60 27 21 34 26 14 22,5 17,5 28,3 21,7 11,6 Jumlah 120 100

Sumber : Data Primer, 2007

Pada Tabel di atas menunjukkan bahwa komposisi umur demikian sangat potensial untuk melaksanakan kegiatan usaha tani dan menunjukkan bahwa responden masih produktif dan sanggup melaksanakan kegiatan usahanya.

Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal. Menurut D. Sundara (1994), bahwa dalam mengukur pendidikan yaitu lamanya seseorang dibangku sekolah yang dinyatakan dalam tahun, dengan kategori antara lain tidak tamat SD, SD, SLTP, dan SLTA sederajat, seperti dapat dilihat pada Tabel 13 berikut :

Tabel 13 : Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi ( orang) Persentase Tidak Sekolah SD SLTP SLTA PT 7 28 47 21 17 5,8 23,3 39,2 17,5 11,7 Jumlah 120 100

Pada tabel tersebut seluruh responden telah memiliki pendidikan formal, sebagian besar yaitu 47 orang atau 39,2.% telah mencapai pendidikan tingkat SLTP. Todaro (1983) mengemukakan bahwa pendidikan formal setidaknya memberikan pengetahuan dan keterampilan masing-masing individu untuk memungkinkan mereka bekerja sebagai kekuatan yang akan mengubah ekonomi mereka. Orang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi mempunyai prospek untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar.

Disektor pertanian penguasaan ilmu pengatahuan dan keterampilan ini selain dapat diperoleh melalui pendidikan formal juga non formal. Tingkat pendidikan menjadi indikator dalam menjalankan suatu usaha, bahkan menentukan pada status mereka bekerja.

Keadaan Anggota Keluarga Responden

Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi peran petani, umumnya ketentuan dalam usahanya masih ditentukan oleh mereka sebagai individu tetapi dia mengambil keputusan atas dasar untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. (Mosher,1979). Selanjutnya keputusan yang diambilnya dari setiap usahanya tidak terlepas dari resiko dan ketidakpastian. Petani yang mempunyai tangungan keluarga besar umumnya sangat berhati-hati dalam pengsambilan keputusan, petani ini lebih suka mengindari resiko dan memilih usaha yang aman. Tanggungan keluarga yang sedikit serta finansial yang lebih besar akan lebih berarti mengambil rresiko walau situasu keputusan tersebut penuh dengan ketidakpastian. Kondisi Anggota keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 14 berikut :

Tabel 14 Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Ukuran Keluarga ( orang ) Frekuensi (keluarga) % 2 – 4 5 – 7 8 – 10 63 47 10 52,5 39,2 8,3 Jumlah 120 100

Pada Tabel 14 tersebut menunjukkan bahwa jumlah ukuran anggota keluarga adalah anggota keluarga paling besar yaitu 2 – 4 orang dengan 63 responden (52,5%). Sedangkan ukuran keluarga antara 8-10 0rang berjumlah 10 orang ( 8,3%) dan merupakan jumlah frekuensi terkecil. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa ukuran keluarga responden relatif kecil. Kecilnya ukuran keluarga akan memperingan biaya hidup, apalagi sebagaian anggota keluarga sudah bekerja.

Jenis Mata Pencaharian Responden

Mata pencaharian respnden wilayah pesisir dapat dilihat Tabel 15 berikut : Tabel 15 : Karakteristik Responden berdasarkan Mata Pencaharian

Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase

Tani Dagang Jasa Nelayan/Tambak Pengolahan hasil 47 9 17 35 12 39,2 7,5 14,2 29,2 10,0 Jumlah 120 100

Sumber : Data Primer, 2007

Tabel 15 diatas menunjukkan bahwa pada umumnya responden memiliki pekerjaan sebagai petani dan nelayan/tambak yaitu 47 (39,2%) responden sebagai petani dan 35 (29,2%) responden sebagai nelayan/tambak. Usaha lainnya berupa dagang, jasa yang meliputi pekerjaan sebagai pegawai aparat pemerintahan, bengkel, kuli bangunan, kuli angkut serta tukang ojeg. Kegiatan non pertanian ini oleh responden dapat dijadikan sebagai pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan.

Bersamaan dengan itu penduduk selalu berusaha menciptakan kesempatan kerja sendiri dengan jalan menjual jasa ataupun pergi ke kota untuk dapat bekerja sebagai buruh atau melibatkan diri dalam kegiatan sektor informal dan pekerjaan- pekerjaan yang tidak membutuhkan modal dan keterampilan. Gejala ini tampak dengan besarnya arus penduduk desa sebagai migran musiman ke kota ( Jakarta, Kota Bekasi dan Kawasan Industri yang ada di Kabupaten Bekasi). Pekerjaan yang

mereka lakukan umumnya memiliki produktifitas yang rendah dengan jam kerja yang panjang sedangkan upah yang diterima rendah.

Pendapatan Rumah Tangga Responden

Rumah tangga responden yang terdiri dari petani dan non petani yang menjadi tanggungannya dapat dilihat Tabel 16 berikut :

Tabel 16 Karakteristik Responden berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan (Rp ) Frekuensi Persentase < 500.000 500.000 – 1.000.000 > 1.000.000 43 47 30 38,8 39,2 25,0 Jumlah 120 100

Sumber : Data Primer, 2007

Tabel 16 diatas dapat dilihat bahwa pendapatan rumah tangga responden besarnya pendapatan responden berkisar antara Rp. 500.000 – Rp.1.000.000 yaitu sebanyak 47 responden ( 39,2%), bila dibandingankan dengan jumlah secara keseluruhan menunjukkan bahwa besarnya pendapatan responden masih berada di bawah pendapatan yang diharapkan. Pendapatan rumah tangga diperoleh dari anggota keluarga responden diantaranya berasal dari hasil tani, jasa, dagang dan jenis usaha sampingan lainnya. Jika diambil rata-rata pendapatan rumah tangga seluruh responden, maka rata-rata pendapatannya adalah Rp.850.000. Kontribusi dalam usaha tani (termasuk nelayan) pendapatan rumah tangga adalah 63,55%. Luas Kepemilikan Lahan

Berdasarkan pada kepemilikan lahan, ternyata responden umumnya memiliki lahan sawah < 0,50 ha yaitu sebanyak 74,2%. Jika memperhitungkan efesiensi penggunaan biaya terhadap lahan dengan luas 0,50 ha maka akan sulit dilakukan. Luas kepemilikan lahan seperti Tabel 17 berikut :

Tabel 17 Karakteristik Responden berdasarkan Luas Kepemilikan Lahan Luas kepemilikan lahan (ha) Frekuensi (keluarga) %

0,50 – 1,00

> 1,00 19 12 15,8 10,0

Jumlah 120 100

Sumber : Data Primer, 2007

Semakin kecilnya luas kepemilikan lahan yang dimiliki oleh para petani dan non petani disebabkan terjadinya alih fungsi lahan yang sangat cepat. Alih fungsi lahan ini pada umumnya disebabkan oleh besarnya pengaruh dari nilai ekonomi lahan yang cendrung digunakan untuk kawasan terbangun ( industri dan permukiman). Rata-rata pemilikannya disamping alih fungsi dalam pemanfaatanya juga kepemilikannya sudah berubah ( atau lahan mereka cendrung untuk dijual).

Kependudukan

Masalah kependudukan dan sosial budaya dalam lingkup perencanaan tata ruang wilayah pesisir Kabupaten Bekasi merupakan salah satu faktor yang penting untuk menggambarkan potensi suatu wilayah. Potensi wilayah pesisir Kabupaten Bekasi dilihat dari aspek penduduk dan sosial budaya meliputi; jumlah dan persebaran penduduk, perkembangan penduduk, kepadatan penduduk, serta sosial budaya.

Jumlah penduduk wilayah pesisir Kabupaten Bekasi adalah 181.683 jiwa, yang tersebar tidak merata di setiap desa/kelurahan. Jumlah penduduk terbesar terdapat pada Kecamatan Babelan tepatnya di Desa Bahagia 20.620 jiwa dengan persebaran 11.35 % dan Desa Babelan Kota 20.335 jiwa dengan persebaran 11.19 % dari seluruh jumlah penduduk wilayah pesisir Kabupaten Bekasi. Jumlah penduduk terendah juga terdapat pada Kecamatan Babelan tepatnya di Desa Huripjaya sebanyak 2.537 jiwa. Jumlah dan persebaran penduduk ini dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini.

Tabel 17 Jumlah dan Persebaran Penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi Menurut Desa Tahun 2007

No. Kecamatan Desa Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Tarumajaya Pusakarakyat 5,927 3.26% 2 Setiaasih 11,790 6.49% 3 Pahlawansetia 7,139 3.93% 4 Setiamulya 4,890 2.69% 5 Segaramakmur 10,057 5.54% 6 Pantaimakmur 6,800 3.74% 7 Segarajaya 7,922 4.36% 8 Samudrajaya 4,029 2.22% 9 Jumlah 58,554 32.23% 10 Babelan Bahagia 20,620 11.35% 11 Kebalen 18,302 10.07% 12 Babelan Kota 20,335 11.19% 13 Kedung Pengawas 8,873 4.88% 14 Kedungjaya 7,328 4.03% 15 Bunibakti 5,731 3.15% 16 Muarabhakti 8,490 4.67% 17 Pantaihurip 4,227 2.33% 18 Huripjaya 2,537 1.40% 19 Jumlah 96,443 53.08% Jumlah 181,683 100%

Sumber : Potensi Desa Kecamatan Tarumajaya, Kecamatan Babelan. 2007

Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Bekasi dan terdiri atas tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Tarumajaya, dan Babelan. Penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi dari 2003 sampai dengan 2007 mengalami perkembangan yang cukup besar, yaitu rata-rata sebesar 9,62 persen pertahun. Pada tahun 2003 jumlah penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi sebanyak 129.954 jiwa. Pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi sebanyak 167.771 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 8,76 persen, sedangkan pertumbuhan penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi pada tahun 2007 sebesar 14,14 persen menjadi sebanyak 180.856 jiwa.

Kontribusi pertumbuhan penduduk terbesar diberikan oleh Kecamatan Tarumajaya yang rata-rata pertumbuhan penduduknya dalam kurun waktu tahun

2003-2007 sebesar 10.21 persen per tahun, sedangkan Kecamatan Babelan merupakan pemberi kontribusi pertumbuhan penduduk terkecil, yaitu sebesar 8,09 persen per tahun pada periode yang sama. Untuk melihat perkembangan penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi Tabel 18 .berikut:

Tabel 18 Jumlah Penduduk Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi Tahun 2003 – 2007

Jumlah Penduduk No. Nama Desa

2003 2004 2005 2006 2007 1 Pusakarakyat 4,246 5,752 5,918 5,918 5,935 2 Setiasih 8,313 11,607 11,594 11,612 11,625 3 Pahlawansetia 4,734 4,955 7,115 7,129 7,139 4 Setiamulya 3,370 4,201 4,240 4,240 4,888 5 Segaramakmur 5,122 5,214 9,493 9,617 10,057 6 Pantai Makmur 4,023 3,602 6,155 6,162 6,162 7 Segarajaya 6,454 6,501 7,724 7,732 7,922 8 Samudrajaya 3,399 4,555 4,028 4,029 4,029 9 Bahagia 12,137 12,209 12,361 18,526 20,620 10 Kebalen 12,617 12,858 13,208 18,203 18,302 11 Babelan Kota 15,550 15,332 16,017 19,302 20,335 12 Kedung Pengawas 6,525 6,721 6,954 7,828 8,873 13 Kedungjaya 6,799 7,009 7,236 7,328 7,328 14 Bunibhakti 4,914 5,098 5,375 5,731 5,731 15 Muarabhakti 7,359 7,569 8,066 8,477 8,490 16 Pantaihurip 3,292 3,404 3,446 3,630 4,227 17 Huripjaya 2,236 2,330 2,378 2,504 2,537 Sumber : Potensi Desa, 2007.

Secara visual, sebaran kepadatan penduduk ini dapat terlihat bahwa penyebaran penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi belum merata. Penduduk terkonsentrasi pada daerah-daerah dengan aktivitas ekonomi yang cukup tinggi seperti Desa Kebalen dan Bahagia.

Jumlah dan distribusi penduduk yang tidak merata akan berimplikasi terhadap pola pemanfaatan ruang dan pemanfaatan sumber daya alam di tiap desa. Penduduk terkonsentrasi pada daerah-daerah dengan aktivitas ekonomi yang cukup tinggi seperti Desa Kebalen dan Bahagia. Sedangkan di daerah lain sebaran penduduk cukup rendah seperti desa-desa di Kecamatan Muaragembong. Hal ini kemungkinan

disebabkan, karena lahan di Kecamatan Muaragembong sebagian besar berupa lahan pertanian (tambak) dan kehutanan, di samping pusat-pusat aktifitas ekonomi di Kecamatan yang masih terbatas. Pusat kegiatan terkonsentrasi di Desa Kebalen, hal ini disebabkan, karena desa ini terletak dekat dengan pusat Kabupaten Bekasi.

Kondisi Ekonomi Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi

Kebijakan penataan ruang dengan prioritas pada peningkatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menunjukkan adanya saling keterkaitan antara kondisi ekonomi di satu sisi dan ekologi disisi lain. Perubahan fungsi penggunaan lahan seperti yang tertuang dalam rencana tata ruang wilayah khusus pantai utara Kabupaten Bekasi berorientasi pada antisipasi pada pertumbuhan wilayah sekitarnya terutama pertumbuhan wilayah DKI Jakarta ( Marunda, Cilincing ) dengan orientasi pada industri dan pelabuhan. Kegiatan industri dan permukiman meningkat secara drastis dan lahan mangrove selalu terjadi penurunan. Laju pertumbuhan lahan industri mencapai 28% dari semula 5%, permukiman dari 10 menjadi 30% disisi lain luas mangrove terjadi penurunan jumlah luas dan kualitasnya namun perubahan tidak signifikan. Disisi lain terjadi penurunan kegiatan pertanian dimana laju pertumbuhan menurun dari 30% menjadi 10%.

PDRB Kabupaten Bekasi tahun 2005 atas dasar harga berlaku, meningkat 5,73 % dari tahun sebelumnya dari Rp 34.834 milyar di tahun 2004 menjadi Rp 37.793 milyar di tahun 2005. Sedangkan atas dasar harga konstan mengalami peningkatan Rp 9.478 milyar di tahun 2004 menjadi Rp 10.022 milyar di tahun 2005.

Distribusi persentase PDRB menurut sektor menunjukkan kontribusi masing- masing sektor dalam pembentukan PDRB. Sektor industri mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB dari 82,24% pada tahun 2002 menjadi 82,87% di tahun 2003. Sektor ini adalah sektor yang paling dominan dalam pembentukan PDRB. Sektor perdagangan memberikan kontribusi sebesar 8,92 %. Sebagai mana layaknya

sektor yang menjadi motor penggerak pembangunan, maka keberadaan sektor Industri yang dominan mengangkat sektor Tersier (Perdagangan, angkutan, bank, lembaga keuangan dan jasa) menjadi sektor ke 2 (dua) yang dominan di Kabupaten Bekasi.

Dilain pihak sektor pertanian adalah sektor ekonomi yang selalu terdesak. Sektor Pertanian di Kabupaten Bekasi sebelum Industri mendominasi Perekonomian adalah sektor yang menjadi andalan di Kabupaten Bekasi

Bila dilihat dari setiap kecamatan yang terletak di wilayah pesisir kabupaten Bekasi sumbangannya terhadap Pendapatan Wilayah Kecamatan Babelan memberikan sumbangan yang terbesar pada pendapatan daerah hal ini seperti terlihat pada Tabel 19 dan Tabel 20 serta Gambar 18 berikut :

Tabel 19 Produk Domestik Regional Bruto Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2004-2007

NO Kecamatan 2004 2005 2006 2007 [1] [2] [3] [4] [5] [6] 1 Babelan 654,807.89 706,608.31 775,615.42 858,183.64 2 Tarumajaya 176,872.64 196,429.83 218,681.60 244,159.30 3 Muara Gembong 243,333.49 276,124.78 311,982.19 362,715.63 KAB. BEKASI 30,356,859.85 32,427,580.64 34,834,117.74 37,793,488.57

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi dan Hasil Analisis 2007

Gambar 18 Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Di Wilayah Pesisir Kab.Bekasi 2004-2007.

Tabel 20 Produk Domestik Regional Bruto Wilayah Pesisir Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Konstan 1993, Tahun 2004-2007

Tahun NO. Kecamatan 2004 2005 2006 2007 [1] [2] [3] [4] [5] [6] 1 Babelan 193,510.10 200,965.98 210,124.16 223,231.08 2 Tarumajaya 68,127.63 70,238.94 72,980.61 77,295.02 3 Muaragembong 74,223.18 75,666.64 77,697.98 80,157.25 % x Kab.Bekasi 8,660,013.18 9,032,158.68 9,478,996.16 10,022,616.18

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi dan Hasil Analisis 2007

Dilihat dari pendapatan wilayah dalam hal ini PDRB, terjadinya peningkatan disebabkan karena terjadinya pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa seperti yang diuraikan pada penjelasan diatas. Dengan dasar peningkatan pendapatan penerimaan daerah menunjukkan pula pada adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yang ada di wilayah pesisir tersebut. Hal yang mendasari adanya peningkatan pendapatan itu adalah juga disebebkan terjedinya