• Tidak ada hasil yang ditemukan

C) pada bulan Januari, Maret, Agustus dan Oktober 2010 di perairan Kabupaten Kepulauan Aru.

5. KARAKTERISTIK MASYARAKAT PERIKANAN KAWASAN

5.3.1 Potensi masyarakat kawasan 1) Dimensi sosial

Secara administratif, penduduk yang mengakses kawasan ini berasal dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Aru Selatan Timur dan Kecamatan Aru Tengah Selatan. Kecamatan Aru Selatan Timur terdiri atas 12 desa yaitu Desa Karey, Desa Batugoyang, Desa Beltubur, Desa Dosimar, Desa Erersin, Desa Gomar Meti, Desa Gomar Sungai, Desa Jorang, Desa Juring, Desa Meror, Desa Salarem, dan Desa Siya. Sementara Kecamatan Aru Tengah Selatan terdiri atas tujuh desa yaitu Desa Apara, Desa Bemun, Desa Gomo-Gomo, Desa Jambu Air, Desa Longgar, Desa Mesiang dan Desa Warabal.

Untuk Kecamatan Aru Selatan Timur, Desa Karey merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak mencapai 831 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) mencapai 199. Sementara Desa Dosimar merupakan desa dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu hanya 136 jiwa dengan jumlah KK 44. Desa Meror merupakan ibukota Kecamatan Aru Selatan Timur namun hanya berpenduduk 161 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 48. Ditunjang dengan ketersediaan ruang yang masih memungkinkan untuk dikembangkan, Desa Meror sangat berpotensi untuk pengembangan kota kecamatan ke depan. Sedangkan untuk Kecamatan Aru Tengah Selatan, Desa Longgar merupakan desa berpenduduk terbanyak yaitu 1.282 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 277. Desa Longgar dapat dimaklumi sebagai desa dengan penduduk terbanyak karena merupakan ibukota kecamatan ini. Secara keseluruhan, total penduduk yang bermukim pada wilayah dua kecamatan ini berjumlah 10.285 jiwa dengan jumlah KK mencapai 2.433. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Data Jumlah Jiwa per Jenis Kelamin dan Jumlah KK di Kecamatan Aru Tengah Selatan dan Kecamatan Aru Selatan Timur

Desa Jenis kelamin Jumlah jiwa KK L P Karey 425 406 831 199 Batugoyang 257 229 486 127 Beltubur 280 276 556 126 Dosimar 67 69 136 44 Erersin 172 171 343 67 Gomar meti 261 276 537 122 Gomar sungai 169 179 348 84 Jorang 233 259 492 108 Juring 287 254 541 119 Meror 88 73 161 48 Salarem 260 248 508 141 Siya 162 160 322 84 Apara 523 472 995 226 Bemun 253 232 485 100 Gomo gomo 239 217 456 102 Jambu air 219 182 401 114 Longgar 642 640 1 282 277 Mesiang 599 521 1 120 276 Warabal 153 132 285 69 Total 5 289 4 996 10 285 2 433

a) Rasio jenis kelamin Kecamatan Aru Selatan Timur

Rasio kelamin penduduk yang mendiami suatu kawasan menjadi penting untuk diketahui sebagai informasi dalam pengelolaan dalam mempertimbangkan kontribusi maupun manfaat yang akan diperoleh masyarakat, secara gender. Dari Tabel 21, terlihat bahwa rasio jenis kelamin Desa Karey adalah 105. Hal ini berarti bahwa dalam setiap 100 perempuan terdapat 105 laki-laki. Jumlah laki-laki lebih banyak 5% daripada jumlah perempuan yang tentunya akan berkontribusi linier dengan tingkat partisipasi secara gender dalam pengelolaan kawasan konservasi ini. Untuk Desa Batugoyang, rasio jenis kelaminnya adalah 112 yang berarti bahwa partisipasi laki-laki akan lebih menonjol secara jumlah dibandingkan perempuan di desa ini.

Rasio jenis kelamin yang cukup berimbang ditemukan di Desa Beltubur dan Desa Erersin dimana jumlah penduduk laki-lakinya hanya lebih 1% dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Rasio kelaminnya adalah 101. Berbeda dengan desa-desa di atas, Desa Dosimar memiliki jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang berjenis kelamin laki-laki. Rasio kelaminnya 97 yang berarti untuk setiap 100 penduduk perempuan, terdapat 97 penduduk laki-laki. Pendekatan pengelolaan

kawasan konservasi untuk Desa Dosimar pun diharapkan akan berbeda dengan desa-desa lainnya karena kontribusi jumlah penduduk perempuannya yang lebih banyak. Hal yang sama berlaku juga untuk Desa Gomar Meti, Desa Gomar Sungai, Jorang dengan rasio jenis kelaminnya masing-masing 95, 94, 90.

Untuk Desa Juring, rasio jenis kelaminnya adalah 113. Hal ini berarti jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki akan lebih mendominasi kontribusi jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Realitas yang cukup menonjol ditemukan pada Desa Meror. Sebagai pusat kecamatan, Desa Meror memiliki jumlah penduduk laki-laki yang cukup menonjol dibandingkan jumlah penduduk perempuannya dengan rasio jenis kelamin 121. Sementara untuk Desa Salarem dan Desa Siya, walaupun tidak semenonjol Desa Meror, penduduk laki- lakinya masih lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan dengan rasio kelamin masing-masing 105 dan 101.

b) Rasio jenis kelamin Kecamatan Aru Tengah Selatan

Rasio jenis kelamin penduduk Desa Apara adalah 111. Hal ini berarti bahwa penduduk laki-laki di Desa Apara lebih dominan secara jumlah, dibandingkan penduduk perempuannya. Hal yang sama juga ditemukan di Desa Bemun dengan jumlah penduduk laki-laki yang 9% lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuannya.

Untuk Desa Gomo-Gomo, rasio jenis kelaminnya adalah 110. Sementara untuk Desa Jambu Air, nilai rasio yang cukup mencolok terlihat yaitu 120. Fakta menarik terlihat pada rasio kelamin di Desa Longgar yang menjadi pusat kecamatan, rasio jenis kelaminnya adalah 100 yang berarti jumlah penduduk laki- laki dan perempuannya sebanding. Hal ini berimplikasi pada kesetaraan peluang berkontribusi dalam upaya pengelolaan di kecamatan ini. Sementara rasio jenis kelamin di Desa Mesiang dan Desa Warabal tidak jauh berbeda yaitu masing- masing 116 dan 115. Hal ini berarti pada kedua desa ini, jumlah laki-lakinya lebih banyak daripada jumlah perempuannya.

Kondisi rasio jenis kelamin penduduk di kedua kecamatan ini memberikan gambaran bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuannya. Agak berbeda dengan rasio jenis kelamin daerah-daerah pada

umumnya, dimana biasanya yang mendominasi komposisi penduduk suatu wilayah adalah perempuan. Hal ini berimplikasi bahwa penduduk laki-laki perlu mendapat perhatian, namun tetap tidak mengesampingkan peran penduduk perempuan, dalam pengelolaan kawasan.

Kondisi penduduk laki-laki yang lebih mendominasi di kedua kecamatan ini akan memberikan dampak ataupun tekanan kepada kawasan konservasi. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat setempat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut. Secara gender, kaum perempuan biasanya lebih banyak beraktivitas pada kawasan pantai dengan aktivitas utamanya yaitu “bameti”. Hal ini senada dengan yang ditulis oleh Satria (2002) bahwa umumnya, selain bergelut dengan urusan domestik rumah tangga, wanita/istri nelayan tetap menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dalam penangkapan ikan pada perairan dangkal. Sementara kaum laki-laki biasanya akan beraktivitas pada perairan yang lebih dalam atau jauh. Oleh karena itu, jangkauan aktivitas yang memungkinkan sampai ke kawasan konservasi hanyalah akan mungkin dilakukan oleh kaum laki-laki, yang dalam data penelitian ini lebih mendominasi kawasan.

c) Tingkat pendidikan di Kecamatan Aru Selatan Timur

Meskipun bukan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan seseorang, tingkat pendidikan cukup memberikan kontribusi positif kaitannya dengan tingkat logika berpikir seseorang. Penduduk Desa Karey umumnya hanya tamatan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 55,11% diikuti dengan yang belum/tidak sekolah sebanyak 21,66%. Sementara walaupun cuma sekitar 0,12%, penduduk desa ini ada yang sudah melewati pendidikan sampai ke jenjang pendidikan tinggi dan memperoleh ijazah D3 dan S1. Kondisi yang tidak jauh berbeda ditemukan di Desa Batugoyang namun persentase penduduk yang belum/tidak sekolah menempati proporsi paling tinggi yaitu 25,72% dan diikuti oleh penduduk yang merupakan tamatan SD sebanyak 24,28%. Lulusan pendidikan tinggi di desa ini lebih banyak dibandingkan pada Desa Karey yaitu sebanyak 12 orang yang merupakan tamatan D1-S1.

Sejalan dengan dua desa sebelumnya, Desa Beltubur juga berpenduduk dengan jenjang pendidikan terakhir paling banyak yaitu berasal dari tamatan SD

(46,22%) dan diikuti oleh mereka yang tidak/belum sekolah dengan persentase 21,76%. Sementara jenjang pendidikan tinggi D3 dan D4/S1 menyumbangkan lulusan terendah yaitu masing-masing satu orang. Kualifikasi masyarakat Desa Dosimar, sebagai desa dengan kepadatan penduduk paling rendah pada kecamatan ini, menempatkan lulusan SD masih sebagai yang teratas persentasenya yaitu sekitar 38,97%, diikuti oleh penduduk yang tidak tamat SD (25,74%). Sementara di Desa Erersin, sama sekali tidak ada penduduknya yang merupakan lulusan pendidikan tinggi. Persentase terbanyak berada pada lulusan SD dengan persentase 42,27%. Sementara yang terendah (5,54%) diwakili oleh penduduk dengan jenjang pendidikan terakhirnya pada jenjang SMA.

Lebih dari setengah atau sekitar 50,65% penduduk Desa Gomar Meti merupakan lulusan SD, diikuti oleh penduduk yang tidak tamat SD sebanyak 20,30%. Sementara yang bersekolah sampai ke jenjang pendidikan tinggi jumlahnya berada di bawah persentase 1%. Kondisi yang sama ditemukan pada Desa Gomar Sungai dengan persentase penduduk yang melanjutkan pendidikan sampai ke pendidikan tinggi tercatat kurang dari 1%. Sementara masih mencirikan kondisi jenjang pendidikan terakhir penduduk desa-desa di Kecamatan Aru Tengah Selatan pada umumnya, penduduk Desa Gomar Sungai juga sebagian besar hanya berpendidikan tamatan SD (53,16%). Kondisi pendidikan penduduk Desa Jorang juga sangat didominasi oleh tamatan SD. Data yang diperoleh memperlihatkan dominansi penduduk dengan latar belakang pendidikan SD sebanyak 64,02%. Sementara agregasi penduduk yang bersekolah sampai jenjang SMA dan pendidikan tinggi tercatat kurang dari 5%.

Penduduk Desa Juring dan Desa Meror juga mengalami kondisi yang sama dimana distribusi penduduk tamatan SD lebih mendominasi tamatan jenjang pendidikan lainnya. Dari total penduduk Desa Juring yang berjumlah 541 jiwa, sebanyak 247 jiwa atau 45,66% merupakan tamatan SD. Demikian juga untuk Desa Meror yang 34,16% merupakan penduduk dengan jenjang pendidikan terakhir SD, dari total penduduk 161 jiwa. Sementara tamatan jenjang pendidikan tinggi di kedua desa ini juga masih merupakan tamatan dengan komposisi

penduduk terendah. Namun untuk Desa Meror agak lebih tinggi yaitu sekitar 8,07% sementara untuk Desa Juring hanya sekitar 0,74%.

Penduduk Desa Salarem dan Desa Siya juga dominan terdiri atas kelompok penduduk tamatan SD dengan nilai persentase sekitar 33,60% dan 41,30%. Sementara yang bersekolah sampai ke jenjang SMA pada kedua desa ini juga berada di bawah 10% yaitu 6,10% untuk Desa Salarem dan 4,35% pada Desa Siya. Data yang unik terlihat bahwa ada satu penduduk Desa Salarem tercatat telah menempuh pendidikan sampai jenjang pendidikan paling tinggi atau lazimnya dikenal dengan Strata 3 (S3). Orang ini penting untuk dirangkul dalam pengelolaan karena akan menjadi orang kunci dalam pengambilan keputusan di tingkat desa. Selain itu pandangan dan pertimbangan ilmiahnya juga akan sangat diperlukan dalam penentuan arah pengelolaan ke depan, bukan saja di desa ini tetapi juga pada Kecamatan Aru Tengah Selatan.

d) Tingkat pendidikan di Kecamatan Aru Tengah Selatan

Desa Apara dan Desa Bemun sama-sama memiliki lulusan S1 sebanyak satu orang. Jenjang ini juga yang menjadi jenjang pendidikan tertinggi yang pernah ditempuh oleh penduduk kedua desa tersebut, setidaknya sampai penelitian ini dilaksanakan. Sementara kelompok terbesar berdasarkan jenjang pendidikan terakhir, diwakili oleh penduduk dengan lulusan SD, pada kedua desa di atas. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa di Desa Apara, sebanyak 43,32% penduduk yang lulusan SD mendominasi lulusan jenjang pendidikan lainnya. Sedangkan untuk Desa Bemun, 44,33% mendominasi jenjang yang lain.

Sedikit berbeda dengan kedua desa di atas, jenjang pendidikan tertinggi yang dijumpai pada penduduk Desa Gomo-Gomo dan Desa Jambu Air, terdapat pada jenjang D1 sampai D3. Namun persentasenya masih di bawah 1% dari total penduduk. Sementara masih mencirikan jenjang pendidikan terakhir kecamatan ini secara umum, lulusan SD tetap mendominasi. Desa Gomo-Gomo memiliki proporsi penduduk lulusan SD sebanyak 45,18% sedangkan Desa Jambu Air bahkan lebih dari setengah atau lebih tepatnya 53,12%.

Untuk Desa Longgar, Desa Mesiang dan Desa Warabal, sebagian besar penduduknya juga merupakan tamatan SD. Persentasenya juga tidak jauh berbeda

untuk masing-masing desa yaitu 41,97% untuk Desa Longgar, 46,07% untuk Desa Mesiang dan 47,02% untuk Desa Warabal. Sementara untuk tamatan SMA sampai perguruan tinggi pada ketiga desa tersebut, ketika diagregasi pun masih berada di bawah persentase 5% untuk tiap desa (Tabel 22).

Tabel 22 Data jumlah penduduk berdasarkan tingkatan pendidikan terakhir di Kecamatan Aru Tengah Selatan dan Aru Selatan Timur

Keterangan:

I : Tidak/belum Sekolah II : Tidak tamat SD/sederajat III : Tamat SD/sederajat IV : SLTP/sederajat V : SLTA/sederajat VI : Diploma I/II

VII : Akademi/Diploma II/ Sarjana Muda Mo-VIII : Diploma IV/Strata I

IX : Strata II X : Strata III

Kondisi tingkatan pendidikan terakhir pada Kecamatan Aru Tengah Selatan, sebagaimana Kecamatan Aru Selatan Timur, menunjukkan proporsi tamatan SD dan yang tidak/belum sekolah begitu dominan. Satria (2002) juga mengemukakan bahwa secara sosial, posisi nelayan memang sangat rendah dan dipandang sebelah mata. Tingkat pendidikan merupakan salah satu pemicu rendahnya posisi nelayan tersebut. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian serius pemerintah di dalam pengembangan program-program pemberdayaan sehingga

dapat memberikan pengetahuan dan informasi bagi pengembangan kapasitas masyarakat. Pendekatan-pendekatan yang ditempuh hendaknya memperhatikan kearifan lokal dan nilai budaya setempat sehingga dapat “mendarat” untuk menjawab kebutuhan. Pelibatan setiap unsur masyarakat dengan memperkenalkan metode-metode pengelolaan sumber daya dan kawasan yang sudah disederhanakan ataupun yang diangkat dari nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri, akan lebih ampuh dalam menggerakan masyarakat kepada target yang ingin dicapai dalam pengelolaan.

e) Agama dan penganut kepercayaan

Kepemelukan agama dan kepercayaan yang dianut dalam suatu masyarakat hendaklah jangan dilihat sebagai sesuatu yang dapat membedakan atau memisahkan. Dalam pengelolaan sumber daya alam, nilai-nilai dalam agama dan kepercayaan dapat menjadi jalan masuk bagi pemahaman dan penerapan arahan- arahan pengelolaan sumber daya alam. Hal ini dikarenakan nilai-nilai agama dan kepercayaan itu juga memiliki sinkronitas dengan nilai-nilai dalam pengelolaan dengan tujuan yang sama yaitu kesejahteraan dan kebaikan manusia serta keberlanjutan sumber daya.

Setidaknya ada tiga agama yang dianut oleh masyarakat Kecamatan Aru Selatan Timur. Agama-agama tersebut yaitu Islam, Kristen Protestan dan Katholik. Agama Islam terlihat menonjol pada empat desa yaitu Desa Beltubur, Desa Gomar Meti, Desa Gomar Sungai dan Desa Jorang. Secara jumlah jiwa, Desa Beltubur paling banyak penduduknya yang memeluk Agama Islam dengan jumlah jiwa 305 jiwa sedangkan yang terendah pada Desa Jorang dengan jumlah jiwa 221 jiwa. Secara persentase, Desa Gomar Sungai memiliki persentase tertinggi yaitu sekitar 64,37% sementara yang terendah juga Desa Jorang dengan persentase 44,92% (Tabel 23).

Sementara untuk desa-desa lainnya, mayoritas penduduk memeluk Agama Kristen Protestan. Desa Juring dan Desa Karey merupakan desa-desa dengan jumlah penduduk pemeluk Agama Kristen Protestan terbanyak di kecamatan ini. Desa Juring menyumbangkan 536 jiwa sementara Desa Karey terdiri atas 533 jiwa yang memeluk Agama Kristen Protestan. Namun secara persentasi, Desa Dosimar

dan Desa Erersin menjadi desa-desa dengan prosentasi penduduk beragama Kristen Protestan tertinggi. Desa Dosimar secara keseluruhan penduduknya (100%) memeluk Agama Kristen Protestan sementara Desa Erersin terdiri atas 99,71%.

Tabel 23 Data jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut di Kecamatan Aru Selatan Timur dan Kecamatan Aru Tengah Selatan

Pemeluk Agama Katolik pada desa-desa di kecamatan ini cukup variatif. Ada yang sama sekali tidak ada penduduk yang memeluk agama ini namun ada juga mendekati 50% seperti pada Desa Salarem dimana jumlah penduduk yang memeluk Agama Katolik sebesar 43,70% dari total penduduk desa tersebut.

Sama seperti penduduk Kecamatan Aru Tengah Selatan, penduduk Kecamatan Aru Tengah Selatan juga memeluk Agama Islam, Kristen Protestan dan Katolik. Pemeluk Agama Islam dominan di Desa Gomo-Gomo (98,03%), Desa Jambu Air (99%) dan Desa Warabal (100%). Sementara yang paling sedikit persentasinya yaitu di Desa Bemun dengan data pemeluk Agama Islam yang hanya 2 orang (0,41%). Sementara Desa Apara (77,69%), Desa Longgar (73,09%) dan Desa Mesiang (42,74%) lebih banyak dihuni oleh penduduk yang beragama

Kristen Protestan. Sedangkan jumlah pemeluk Agama Kristen Protestan yang paling sedikit yaitu di Desa Jambu Air yang hanya sekitar 1% dari total penduduk yang ada.

Informasi tentang agama yang dianut oleh penduduk masing-masing desa pada kecamatan ini akan sangat berdampak dalam pengelolaan sumber daya. Pada sebagian besar desa-desa di Provinsi Maluku, umumnya kegiatan pengelolaan yang berbasiskan kearifan lokal (sasi) tidak dilakukan lagi pada tingkatan desa/negeri tetapi sebagian besar aktif pada tataran Agama (Gereja/Mesjid). Hal ini didasari pada aturan/sanksi yang berlaku pada pengelolaan di tataran ini lebih nyata atau dapat dikatakan lebih memberikan efek jera dibandingkan dengan aturan/sanksi pengelolaan sumber daya di tataran pemerintah desa. Hal ini juga dikarenakan fungsi daripada perangkat desa (negeri) belum berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, masyarakat desa umumnya akan lebih taat kepada pemuka agama dibandingkan kepada pemerintah desa. Oleh karenanya, sangat penting untuk melibatkan pemuka-pemuka agama dalam setiap proses pengelolaan sumber daya/konservasi. Berjalannya pengelolaan sumber daya pesisir dan laut berbasis Agama juga dilaporkan efektif terjadi di Ambalau (Adrianto dkk, 2011). Setidaknya tiga desa di Pulau Ambalau yaitu Desa Siwar, Desa Ulima dan Desa Masawoy cukup sukses melaksanakan pengelolaan sumber daya pesisir/sasi laut berbasis Mesjid.

f) Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan

Dalam kaitan dengan berbagai aktivitas yang mungkin akan memberikan dampak ataupun terkena dampak dari pengelolaan kawasan konservasi Aru Tenggara, maka informasi mengenai jenis pekerjaan yang menjadi tumpuan masyarakat kedua kecamatan yang paling dekat dengan kawasan konservasi perlu untuk diketahui. Hal ini menjadi penting, karena aktivitas-aktivitas yang timbul sebagai konsekuensi dari pekerjaan yang dilakoni oleh masyarakat dapat menjadi pendukung maupun penghambat berjalannya pengelolaan kawasan konservasi. Setidaknya terdapat delapan jenis pekerjaan yang digeluti oleh penduduk berusia produktif pada kedua kecamatan kajian ini. Profesi pekerjaan yang dimaksud yaitu

belum bekerja, nelayan, guru, karyawan, wiraswasta, peternak, paramedis dan TNI/Polri (Tabel 24).

Tabel 24 Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Kecamatan Aru Selatan Timur dan Kecamatan Aru Tengah Selatan

Keterangan: I : Belum Bekerja II : Nelayan III : Guru IV : Karyawan V : Wiraswasta VI : Peternak VII : Paramedis VIII : Petani/Perambah IX : TNI/Polri

Sebagian besar penduduk di desa-desa pada kedua kecamatan ini, merupakan penduduk yang belum bekerja (jobless) dan nelayan. Untuk Kecamatan Aru Selatan Timur sendiri, kisaran persentasi penduduk yang belum bekerja berkisar pada 35,09% di Desa Meror sampai yang paling tinggi yaitu 55,82% di Desa Batu Goyang dari total keseluruhan penduduk usia produktif. Sementara persentasi penduduk yang berprofesi sebagai nelayan berada pada kisaran 39,38% di Desa Batu Goyang hingga 54,76% di Desa Dosimar.

Kisaran persentasi penduduk yang belum bekerja di Kecamatan Aru Tengah Selatan berkisar pada 25,25% di Desa Longgar sampai 60,26% di Desa

Gomo-Gomo. Sedangkan persentasi penduduk yang berprofesi sebagai nelayan berada pada kisaran 31,31% di Desa Longgar sampai 66,52% di Desa Apara.

g) Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur produktif

Kriteria kelompok umur produktif dan non-produktif dalam penelitian ini mengacu pada Data Statistik Penduduk Kabupaten Kepulauan Aru yang dikeluarkan oleh Dinas Pencatatan Sipil Kabupaten Kepulauan Aru. Kelompok umur produktif dikelompokkan pada usia 20 - 64 tahun. Sementara usia 0 - 4 tahun dikelompokkan dalam kelompok umur balita, usia 5 - 19 tahun dimasukkan dalam kelompok umur sekolah sementara kelompok umur lainnya yaitu > 64 tahun. Ketiga kelompok umur ini merupakan kelompok umur non-produktif.

Untuk Kecamatan Aru Selatan Timur, kelompok umur produktif terbanyak terdapat di Desa Karey dengan jumlah jiwa 445 jiwa, diikuti oleh Desa Gomar Meti dengan jumlah jiwa 255 jiwa. Sementara desa dengan jumlah penduduk produktif paling sedikit yaitu Desa Dosimar dengan jumlah penduduk produktif sebanyak 70 jiwa. Sementara pada Kecamatan Aru Tengah Selatan, Desa Mesiang dan Desa Longgar merupakan desa-desa dengan jumlah penduduk produktif terbanyak yaitu masing-masing 574 jiwa dan 561 jiwa. Sementara penduduk produktif paling sedikit di kecamatan ini berada di Desa Warabal dengan jumlah jiwa 147 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 25.

Nilai Rasio Ketergantungan (DR) tertinggi dijumpai di Kecamatan Aru Selatan Timur terdapat di Desa Beltubur dengan nilai DR = 2,24. Hal ini berarti setiap seorang penduduk produktif Desa Beltubur akan bertanggungjawab atau menanggung penghidupan sekitar 2 - 3 orang. Nilai DR paling rendah ditemukan di Desa Meror dengan nilai 1,61 yang berarti setiap penduduk usia produktif akan bertanggungjawab terhadap penghidupan 1 - 2 orang.

Tabel 25 Sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Aru Selatan Timur dan Kecamatan Aru Tengah Selatan

Desa Jenis kelamin Kelompok umur (thn) Total

L P 0-4 5-19 20-64 >64

Karey 425 406 101 253 445 32 831

Batugoyang 257 229 59 172 232 23 486

Dosimar 67 69 15 44 70 7 136 Erersin 172 171 37 142 156 8 343 Gomar meti 261 276 68 183 266 20 537 Gomar sungai 169 179 39 127 175 7 348 Jorang 233 259 48 180 249 15 492 Juring 287 254 71 195 255 20 541 Meror 88 73 17 44 100 0 161 Salarem 260 248 62 179 245 22 508 Siya 162 160 49 108 156 9 322 Apara 523 472 139 354 470 32 995 Bemun 253 232 80 176 217 12 485 Gomo gomo 239 217 75 154 205 22 456 Jambu air 219 182 42 107 240 12 401 Longgar 642 640 202 491 561 28 1 282 Mesiang 599 521 138 371 574 37 1 120 Warabal 153 132 33 100 147 5 285 Total 5 289 4 996 1 345 3 597 5 011 332 10 285

Nilai DR yang hanya berkisar dari 1,61 sampai 2,29 memang cukup memberikan pengaruh pada komposisi penduduk kedua kecamatan yang sebagian besar belum bekerja sebagaimana terlihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Nilai rasio ketergantungan (DR) penduduk Kecamatan Aru Selatan Timur dan Kecamatan Aru Tengah Selatan

Tanggungan hidup yang masih sangat rendah tersebut disinyalir akan memberikan dampak secara psikologi kepada penduduk kedua kecamatan untuk tidak terlalu terbeban dalam mencari pekerjaan tetap. Selain itu nilai-nilai sosial yang masih begitu terpelihara serta kemampuan alam dalam menyediakan sumber

daya bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari juga menjadi ciri lain dari kehidupan sosial dan lingkungan desa-desa kedua kecamatan tersebut.

2) Dimensi ekonomi

a) Tingkat pendapatan

Masyarakat di Kabupaten Kepulauan Aru, umumnya bermukim di pesisir pantai. Hal ini disebabkan karena kawasan perairan laut di kepulauan ini kaya akan berbagai sumber daya hayati laut yang bernilai ekonomis tinggi, seperti : siput mutiara, teripang, hiu, lola dan bia mata tujuh. Hal ini menyebabkan