• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Konservasi Aru Tenggara

2.1.5 Sistem zonasi kawasan konservas

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pasal 1 ayat (11) mendefinisikan Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.

Selanjutnya pada ayat (12) dinyatakan bahwa Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Sedangkan Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin (ayat 13).

Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007, terdiri atas:

a) Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RSWP3K;

b) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RZWP3K;

c) Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP3K; dan

d) Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RAPWP3K.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02/Men/2009 Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan pasal 1 ayat (1) mendefinisikan kawasan konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal 2 ayat (1), dimana pelaksanaan penetapan kawasan konservasi perairan dilaksanakan dengan tujuan:

a) Melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya; b) Mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistem serta jasa

c) Melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya ikan di dalam dan/atau di sekitar kawasan konservasi perairan dan

d) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi perairan.

Sedangkan sasaran kawasan konservasi sendiri pada ayat (2) adalah pemanfaatan berkelanjutan sumber daya ikan dan ekosistemnya, serta jasa lingkungan yang ada didalamnya, dengan tetap menjaga kearifan lokal yang ada, sehingga dapat menjamin ketersediaan, kesinambungan dan peningkatan kualitas nilai serta keanekaragamannya, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di sekitar kawasan konservasi perairan. Penataan zonasi kawasan merupakan pembagian kawasan (zona) yang mencerminkan adanya suatu perlakuan tertentu di masing-masing zona tersebut. Penataan zonasi bertujuan untuk optimalisasi fungsi dan peruntukkan potensi sumber daya alam hayati dan ekosistem pada setiap bagian kawasan (Sriyanto A, 1998).

Aspek negatif dari suatu perencanaan zonasi yaitu kelihatan sangat kaku dalam menyederhanakan kompleksnya masalah konservasi. Hal yang tidak mudah dalam perencanaan zonasi adalah menentukan batas-batas di laut tetapi hal ini dapat ditunjukkan oleh titik terluar dari setiap kegiatan yang diatur dan dibatasi secara jelas untuk menegaskan batasnya (Laffoley, 1995). Untuk memahami peranan zonasi dalam pengelolaan kawasan konservasi adalah dengan memahami fungsinya. Suatu kawasan yang dilindungi harus dapat menggambarkan tiga fungsi dasar yang biasanya dijelaskan ke dalam tiga peran (Laffoley, 1995), yaitu peran konservasi (konservasi terhadap genetik dan ekosistem), peran logistik (partisipasi dalam penelitian dan monitoring), dan peran pembangunan (kerjasama dengan masyarakat lokal di sekitar kawasan konservasi untuk mempromosikan bentuk pembangunan berkelanjutan yang cocok dengan tujuan konservasi). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sistem zonasi yang digunakan dalam kawasan konservasi harus mengandung ketiga peranan tersebut, yang dijelaskan sebagai: zona inti

(core area), yaitu wilayah dengan tujuan utama konservasi; zona penyangga

(buffer zone), yaitu wilayah yang membatasi maksud dari pengelolaan; dan zona

transisi (transition area), yaitu wilayah kerjasama dengan masyarakat sekitar (Gambar 3).

Gambar 3 Zonasi kawasan konservasi (Laffoley, 1995)

Sedangkan sistem zonasi yang dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1990, terdiri dari zona inti dan zona pemanfaatan serta zona lain sesuai dengan keperluan. Zona lain yang sesuai dengan keperluan adalah zona rimba atau perlindungan, zona pemulihan, zona rehabilitasi, zona budaya, dan lain-lain, meliputi (DEPHUT, 1995):

1. Zona Inti adalah kawasan dimana keadaan flora dan fauna atau keindahan khaliknya dan ekosistem mutlak untuk dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.

2. Zona Perlindungan adalah kawasan yang berfungsi sebagai peralihan, dimana dalam batas-batas tertentu proses alami tetap menjadi prioritas perlindungan dan pelestarian.

3. Zona Pemanfaatan adalah kawasan yang memiliki keanekaragaman dan keindahan flora dan fauna laut, maupun keindahan alamnya mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam.

4. Zona Penyangga merupakan kawasan pemanfaatan sumber daya alam secara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat setempat dan merupakan daerah penahan gangguan dari luar terhadap kawasan taman nasional.

5. Zona Lainnya adalah kawasan yang ditetapkan sesuai dengan kepentingannya, seperti: zona pemulihan adalah kawasan untuk kepentingan pemulihan habitat atau ekosistem dan populasi hidupan liar, zona rehabilitasi adalah kawasan yang pernah rusak akibat sesuatu hal dan dapat dilakukan kegiatan pemulihan untuk dikembalikan ke zona yang sesuai dengan peruntukkannya, dan zona kultural-budaya merupakan suatu wilayah yang di dalamnya terdapat tempat perkembangan sejarah budaya manusia.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.30/Men/2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Pasal 9 ayat (1) menetapkan zonasi dalam kawasan konservasi perairan terdiri dari:

a) Zona Inti;

b) Zona Perikanan Berkelanjutan; c) Zona Pemanfaatan; dan/atau d) Zona Lainnya.

Zona kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penataan berdasarkan fungsi dengan mempertimbangkan potensi sumber daya, daya dukung, dan proses-proses ekologis. Zona Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dimiliki setiap kawasan konservasi perairan dengan luasan paling sedikit 2% (dua persen) dari luas kawasan. Selanjutnya dikatakan bahwa setiap kawasan konservasi perairan dapat memiliki satu atau lebih zona sesuai dengan luasan karakter fisik, bio-ekologis, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.

Zona Inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a ditetapkan dengan kriteria:

a) Merupakan daerah pemijahan, pengasuhan dan/atau alur ruaya ikan;

b) Merupakan habitat biota perairan tertentu yang prioritas dan khas/endemik, langka dan/atau kharismatik;

c) Mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya; d) Mempunyai ciri khas ekosistem alami, dan mewakili keberadaan biota

e) Mempunyai kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;

f) Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis- jenis ikan tertentu untuk menunjang pengelolaan perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses bio-ekologis secara alami; dan

g) Mempunyai ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi Kawasan Konservasi Perairan.

Zona Perikanan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b ditetapkan dengan kriteria:

a) Memiliki nilai konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;

b) Mempunyai karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan; c) Mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya; d) Mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk mendukung

kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem aslinya;

e) Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan budidaya ramah lingkungan, perikanan tangkap berkelanjutan, dan kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat; dan

f) Mempunyai karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan bernilai ekonomi.

Zona Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c ditetapkan dengan kriteria:

a) Mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan beserta ekosistem perairan yang indah dan unik;

b) Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi;

c) Mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang mendukung kepentingan konservasi; dan

d) Mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem aslinya.

Zona lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d merupakan zona di luar Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, dan Zona Pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu. Zona tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa antara lain zona perlindungan dan zona rehabilitasi.

Pada pasal 14 dijelaskan bahwa Zona Inti dalam kawasan konservasi perairan diperuntukkan bagi:

a) Perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan; b) Penelitian; dan

c) Pendidikan.

Zona Perikanan Berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan diperuntukkan bagi:

a) Perlindungan habitat dan populasi ikan;

b) Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan; c) Budidaya ramah lingkungan;

d) Pariwisata dan rekreasi;

e) Penelitian dan pengembangan; dan f) Pendidikan.

Zona Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c diperuntukkan bagi:

a) Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan; b) Pariwisata dan rekreasi;

c) Penelitian dan pengembangan; dan d) Pendidikan.