• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSIAL ESTIMASI DEMAND

Dalam dokumen Jurnal Volume 2 No. 2 2014 (Halaman 74-77)

YANG DILAYANI (%) PENUMPANG / HARI (1) (2) (3) (4=2X3) BIM – Padang 1420 80 % 1134

BIM – Bukittinggi – Payakumbuh 927 52 % 486

BIM – Pariaman 267 61 % 162

BIM – Solok 293 74 % 216

Tabel 14 : Jumlah Penumpang per Hari Masing-Masing Rute

d. Jumlah Armada

Untuk menghitung kebutuhan armada yang akan melayani masing-masing rute Bus Bandara, perlu ditetapkan frekuensi pelayanan, jarak waktu antar keberangkatan (headway), waktu tempuh (Travel Time), waktu singgah di terminal/pangkalan (Lay Over Time), waktu perjalanan pulang pergi (Round Trip Time), waktu

operasi dalam 1 hari dan kapasitas armada. Tabel 6.4 menampilkan hasil perhitungan rencana operasi untuk masing-masing rute APM dan kebutuhan armadanya. Terlihat bahwa kebutuhan armada APM untuk rute BIM – Padang sebanyak 6 unit, BIM – Bukittinggi – Payakumbuh 7 unit, BIM – Pariaman 1 unit dan BIM – Solok 2 unit. Rute Pelayanan Pnp / hari Kapa- sitas Rit / hari TT LO RTT Waktu operasi (jam) Pnp / jam Frek- uensi Head- way (menit) Armada

(a) (b) (c) (d=b:c) (e) (f) (g=2x(e+f)) (h) (i=b:h) (j=i:c) (k=60:j) (l=g:k)

Rute Bim - Padang 1134 27 42 60 30 180 10 122 2,0 30 6

Rute Bim – Bkt –

Payakumbuh 486 27 18 180 30 420 10 65 1,0 60 7

Rute Bim - Pariaman 162 27 6 60 30 180 10 23 0,4 150 1

Rute Bim - Solok 216 27 8 120 30 300 10 25 0,4 150 2

Tabel 15 : Rencana operasi untuk masing-masing rute Bus Bandara dan kebutuhan armada

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013

Didalam kriteria pengembangan jaringan trayek baru dimana jumlah batasan jumlah armada yang dioperasionalkan adalah minimal 5 unit kendaraan, maka jaringan trayek/rute yang layak dikembangkan selain rute Rute BIM – Padang (rute eksisting), rute BIM - Bukittinggi – Payakumbuh juga layak untuk dikembangkan.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

 Daerah asal tujuan perjalanan ke Bandara Internasional Minangkabau (BIM) tersebar pada beberapa Kabupaten/Kota di wilayah Sumatera

Barat dimana penumpang yang paling besar jumlah perjalanan dari/ ke Bandara adalah penumpang yang berasal dari Kota Padang sebesar 48,40% dari total jumlah sampel 1002 responden. Dilanjutkan dengan daerah Bukittinggi sebesar 13,27%, Solok sebesar 7,98%, Kota Pariaman Padang Pariaman sebesar 7,78% dan Payakumbuh/50 Kota sebesar 7,49%.  Karakteristik responden penumpang udara cendrung captive (tidak beralih kemoda lain) dimana ada 50,29% penumpang udara tidak mau beralih dari moda yang biasa yang digunakan sedangkan responden yang mau beralih dari moda (Choice User) yang biasa yang digunakan adalah sebesar 49,41%.

Rekomendasi

 Berdasarkan potensi demand

penumpang Angkutan Bus

Bandara, lintasan trayek yang layak dikembangkan adalah rute BIM – Bukittinggi – Payakumbuh dengan jumah armada 7 unit kendaraan sedangkan trayek BIM – Padang masih tetap beroperasi dengan kebutuhan armada sebanyak 6 unit kendaraan  Isu sistim layanan yang terintegrasi

merupakan salah satu aspek yang diutamakan dalam perencanaan fasilitas sarana dan prasarana transportasi. Termasuk dalam hal ini adalah layanan angkutan umum, seperti Bus Bandara, yang terintegrasi dengan layanan angkutan umum yang lainnya di kota Padang khususnya dengan rencana pemerintah kota Padang untuk mengoperasikan Bus Rapid Transit (BRT).

 Penyebaran informasi lokasi-lokasi pembelian tiket terintegrasi melalui media massa serta menyediakan informasi rute dan jadwal (time table) berupa lealet secara gratis untuk masyrakat

 Perlunya informasi (papan petunjuk) yang menunjukkan tempat-tempat pemberhentian Bus Bandara.

 Perlunya menerapkan regulasi

perijinan pengoperasian Bus Bandara melalui mekanisme tender untuk memilih operator/perusahaan yang mempunyai manajemen yang baik dalam pengoperaian Bus Bandara.

 Pada koridor 1, perlunya kajian lebih lanjut untuk menentukan

rute yang potensial diantara 3 rute yang ada (BIM – Padang via Khatib Sulaiman, BIM – Padang via S. Parman, BIM – Padang via ByPass) dengan melihat asal tujuan yang lebih rinci berdasarkan kelurahan

DAFTAR PUSTAKA

, 2009, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angku- tan Jalan, Jakarta

, 2003, Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM.35 tahun 2003 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan

dengan Kendaraan Umum, Jakarta Dinas Perhubungan Kominfo. Provinsi

Sumatera Barat, 2012, Statistik Per- hubungan, Padang

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat , 2002, Pedoman Teknis Penyelenga- raan Angkutan Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, Jakarta

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat , 2007, Perencanaan Rinci/Detail De- sain Untuk Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) di Semarang, Jakarta Miro, F., 2005. Perencanaan Transportasi,

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Pearmin, D. and Kroes, E., 1990, Stated Preference Techniques, A Guide To Practice,

Abstract

Cocoa plants ( Theobroma cacao L ) are commodities that play important role in West Sumatra economic and has been developed into trade commudities and also us a source of foreign exchange in one region, providing jobs and sources of income for farmers . This research are aimed for : ( 1

) Identify the proile of cocoa farming in Padang Pariaman ( 2 ) Seeing the status of technology in

Padang Pariaman Cocoa ; ( 3 ) Seeing the efforts and policies adopted by the local government in the

development of cocoa in Padang Pariaman . Farmers proile of Cocoa commodity in Padang Pariaman

which average age 45 years , while the average length of school owned by cocoa farmers is a range

of more than 12 years and proiles cocoa farming area of 1.5 to 2.0 ha , with productivity of 600-900

kg / ha . Therefore developing activities and the Model Village Founding of Cacao in a Kenagarian known by the name : “Nagari Model Cocoa (NMK)” with the aim that cocoa could be an economic powerhouse in the village . Pattern / model Dissemination Multi Channel ( DMC ) can increase the adoption of technological innovations cocoa cultivation and post harvest from 19.44 percent to 45.56 percent , so the cocoa productivity also increased from 450.71 kg / ha / year to become 702.50 kg / ha / year .

Key words: farming , proiles , cocoa , technology , villages

Abstrak

Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan komoditi yang berperan penting dalam perekonomian Sumatera Barat dan telah berkembang menjadi komoditas perdagangan dan juga sumber devisa daerah, penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani. Penelitian ini bertujuan:

(1) Mengidentiikasi proil usahatani kakao di Padang Pariaman (2) Melihat status teknologi Kakao

di Padang Pariaman; (3) Melihat upaya dan kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah dalam

pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Proil Petani komoditi Kakao di Kabupaten

Padang Pariaman rata-rata ber-umur 45 tahun, sedangkan rata-rata lama sekolah yang dimiliki oleh

petani kakao adalah berkisar lebih dari 12 tahun dan proil usahatani komoditi kakao seluas 1,5 – 2,0 ha, dengan produktiitas 600 – 900 kg/ha. Kegiatan Pengembangan dan Pembinaan Nagari Model

Kakao pada suatu kenagarian yang dikenal dengan nama: “Nagari Model Kakao (NMK)” dengan tujuan agar komoditi kakao bisa menjadi motor penggerak ekonomi di nagari. Pola/model Diseminasi Multi Channel (DMC) dapat meningkatkan adopsi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen kakao dari 19,44 persen menjadi 45,56 persen, sehingga produktivitas kakao juga meningkat dari 450,71 kg/ ha/th menjadi 702,50 kg/ha/tahun.

Kata kunci: usahatani, proil, kakao, teknologi, nagari

PROFIL USAHATANI DAN STATUS TEKNOLOGI KAKAO DI

Dalam dokumen Jurnal Volume 2 No. 2 2014 (Halaman 74-77)