• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan Produktivitas

Dalam dokumen Jurnal Volume 2 No. 2 2014 (Halaman 82-86)

FARMING AND TECHNOLOGY PROFILE STATUS OF COCOA IN PADANG PARIAMAN

3. Produksi dan Produktivitas

Dengan luas tanaman kakao seluas 101.014 ha pada tahun 2010 (perkebunan rakyat dan perkebunan swasta nasional), dan produksi sebesar 49.769 ton, maka

rata-rata produktiitas tanaman kakao di

Sumatera Barat hanya sebesar 0,49 ton/ ha/th, sementara secara teoritis potensi

produktiitas tanaman kakao adalah lebih

kurang 2 ton/ha/tahun. Perkembangan Luas dan produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2006 – 2013 dapat dilihat pada (Gambar 1 dan 2).

Perkembangan luas dan produksi tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman sangat segniikan yaitu dari 4.641

ha tahun 2006 menjadi 31.522 ha pada tahun 2013 (naik 679 %) dengan melibatkan 8.853

KK petani kakao karena adanya perluasan areal tanaman kakao.

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Lu

a

s

(H

a

)

Tahun

Gambar 1. : Perkembangan Luas Tanaman Kakao di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2006-2013

Gambar 2. : Perkembangan produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2006-2013

0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 P ro d u ks i ( T o n ) Tahun

Perkembangan produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2006 sebesar 1.920 ton dan produksi pada tahun 2013 sebesar 15.243 ton, dengan kenaikan sebesar 794%. Terjadinya peningkatan produksi yang signiikan, karena adanya peluasan areal tanam kakao. Pada tahun

2009 terjadi penurunakan produksi menjadi 2.656 ton yang disebabkan karena banyak tanaman kakao yang terserang oleh hama Penggerek Buah Kakao (PBK) sebesar 299 ha, dan pada waktu itu juga terjadi peremajaan tanaman kakao yang tidak produktif dengan sistem sambung samping.

Perkembangan produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman belum mengembirakan hanya berkisar antara 806 – 989 kg/ha/tahun (Gambar 3), pada hal potensi produktivitas tanaman kakao bisa mencapai 2000 kg/ha/tahun. Rendahnya

produktivitas kakao ini disebabkan karena belum banyaknya petani menggunakan varietas unggul, dan pemeliharaan yang kurang baik, terutama pemupukan dan pemangkasan. 0 200 400 600 800 1,000 1,200 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 P ro d u kt iv it a s (K g /h a ) Tahun

Gambar 3. : Perkembangan produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2006-2013.

Sistem Usahatani Kakao

Ada dua model Sistem Usahatani (SUT) kakao yang berkembang yaitu sekitar 80% merupakan usahatani campuran dengan pengertian tanaman utama kelapa berfungsi sebagai pelindung. Usaha tani campuran tersebut adalah (1) kelapa + kakao; (2) kelapa + kakao + pisang. Sisanya (20%) merupakan usahatani monokultur.

Perkebunan kakao rakyat sebagian besar merupakan tanaman tumpang sari di antara tanaman kelapa. Kelapa/kakao + pisang merupakan pola usaha tani yang dominan di wilayah ini. Kakao adalah tanaman perkebunan yang memerlukan naungan, karena itu pengembangan kakao di kawasan perkebunan kelapa rakyat

ini sangat cocok, dan sekaligus untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang tersedia.

Umur panen tanaman kakao sekitar 3,0 tahun setelah tanam. Kakao yang dipelihara dengan baik pada tahun I panen, memberikan hasil 400-500 kg/ha biji kering, umur 7 tahun hasil mencapai 0,50 ton/ha/thn. Diperkirakan tahun berikutnya terus meningkat sampai umur 14-15 tahun, setelah itu hasil mulai menurun. Frekuensi panen 1 kali 15 hari dan dalam setahun panen 24 kali. Panen terendah rata-rata 0,50 ton/ha/thn, tertinggi 1,10 ton/ha/thn dibawah pohon kelapa. Buah yang dipetik dikumpulkan pada suatu tempat dan disini buah dibelah melintang miring atau dipotong

dua, agar mudah mengeluarkan biji. Biji bersama daging biji dimasukkan kedalam karung plastik untuk proses lebih lanjut, atau langsung dijemur. Perolehan hasil kakao

yang ditanam secara monokultur rata-rata 1,15 t/ha/tahun dan secara tumpangsari 0,65 t/ha/tahun (Tabel 5).

Tabel 5. : Keragaan hasil kakao per hektar ada dua tipe sistem usahatani (SUT) di Sumatera Barat.

Uraian Satuan Kakao+kelapa Monokultur

Hasil tertinggi t/ha 1,10 1,30 Hasil terendah t/ha 0,50 0,90 Hasil rata-rata t/ha 0,65 1,15

Rendahnya produktiitas tanaman kakao ini, mendorong pemerintah untuk melakukan upaya agar produktiitas bisa mencapai angka 1,2 ton/ha/tahun. Jika angka produktiitas ini tercapai maka mulai tahun 2015 produksi biji kakao di Sumat- era Barat akan mencapai angka 121 ribu ton. Jumlah ini tentu jauh meningkat dari produksi kakao yang ada saat ini yang han- ya sebesar 66.588 ton.

Luas pertanaman kelapa pada tahun 2012 di Sumatera Barat mencapai 91.965 ha. Sebagian besar lahan, peman- faatannya belum optimal, yang ditunjukkan oleh rendahnya populasi kelapa yaitu 50-80 batang/ha. Keadaan ini merupakan potensi untuk pengembangan kakao dengan sistem tumpangsari di antara kelapa. Potensi lahan untuk pengembangan kakao dengan sistem tumpang sari (kelapa+kakao) di Kabupaten Padang Pariaman, cukup luas yaitu menca- pai 13 ribu hektar.

Ada beberapa hal yang diduga se- bagai penyebab rendahnya produktiitas tanaman kakao di Provinsi Sumatera Barat antara lain :

1. Bibit kakao yang digunakan oleh se- bagian besar petani adalah merupa- kan bibit asalan yang dikembangan sendiri oleh petani, bukan merupakan bibit dari klon unggul.

2. Sebagian besar tanaman kakao di- tanam sebagai tanaman tumpang sari dengan berbagai jenis tanaman pohon, namun tidak tertata dengan baik, sehingga tanaman kakao tidak mendapatkan pencahayaan sinar ma- tahari yang cukup. Disisi lain ada juga petani yang mengembangkan tanaman kakao sebagai tanaman mo- nokultur, tapi tidak disediakan tana- man pelindung yang baik, sehingga juga menyebabkan tidak berproduk- sinya tanaman kakao dengan baik. 3. Sebagian besar petani tidak melaku-

kan pemupukan tanaman kakao den- gan benar, sehingga tanaman kakao tidak mempunyai cukup hara untuk makanannya.

4. Sebagian besar petani tidak melaku- kan pemangkasan tanaman kakao dengan benar, sehingga tanaman tum-

buh seperti tanaman hutan. Kondisi ini menyebabkan tidak terdistribus- inya penyinaran matahari dengan baik pada pokok tanaman dan mudah berkembang biaknya hama dan pe- nyakit pada tanaman kakao.

5. Masih rendahnya sistem pengendalian hama penyakit yang dilakukan oleh petani, sehingga hama dan penyakit disamping menyerang buah juga ada yang menyerang pokok tanaman se- hingga menyebabkan tanaman men- jadi mati. Disamping itu buah atau bakal buah tanaman kakao kemudian tidak berkembang dengan baik dan tidak menghasilkan biji atau kalaupun menghasilkan biji, kualitas biji men- jadi sangat rendah.

Penerapan teknologi ditingkat petani relatif sederhana. Teknologi dimaksudkan disini adalah teknologi budidaya yang me- liputi persiapan lahan, tanam, pemupukan, pemangkasan, pemeliharaan dan pember- antasan hama/penyakit. Teknologi pascap- anen kakao adalah fermentasi dan penger- ingan. Umumnya petani kakao mengerti teknik fermentasi. Namun praktek yang dilakukan pemeraman biji kakao dalam karung plastik yang disusun berlapis-lapis. Kualitas biji kakao yang dihasilkan, aroma dan warna suram. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari se- lama ± 3 hari. Sebagian besar petani tidak melakukan fermentasi. Sementara bila di- lakukan fermentasi memakan waktu 3-4 hari. Proses fermentasi tergantung dari per- mintaan kualitas biji oleh pedagang. Ser-

ing pedagang memberlakukan harga sama antara biji kering hasil fermentasi dengan tanpa fermentasi.

Dalam dokumen Jurnal Volume 2 No. 2 2014 (Halaman 82-86)