• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rakhmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Tingkat Konsumsi Oksigen Sedimen pada Dasar Tambak Intensif Udang Vaname

(Litopenaeus vannamei). Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi tentang tingkat konsumsi oksigen sedimen tambak dan laju sedimentasi selama pemeliharaan udang vaname serta beberapa variabel-variabel yang berpengaruh.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. D.Djokosetiyanto, DEA

selaku komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA, selaku

penguji luar komisi atas arahan, bimbingan dan masukan dalam penyusunan karya ilmiah ini.

2. Ayahanda Suwoyo dan Ibunda Bunaiya atas doa, kasih sayang dan ketulusan yang tiada terhingga serta saudara-saudaraku Mas Eko , Mba Dwi, Mba Tri, Mas Dian dan Adikku Sri Sulastri atas dukungannya selama ini.

3. Bapak Dr. Rachman Syah, M.S selaku kepala Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Bapak Dr. A.Akhmad Mustafa. M.S, Bapak Drs.Gunato, M.Sc, Bapak Ir. Markus Mangampa, Bapak Ir A.Parenrengi, M.Sc dan Bapak Ir. Usman, M.Si serta staf Peneliti dan Teknisi BRPBAP-Maros atas arahan, dukungan dan bantuan baik moril maupun materiil selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.

4. Isteriku tercinta Sri Redjeki Hesti Mulyanigrum, S.Si atas doa, pengertian, kesabaran dan kesetiaannya selama penulis melaksanakan tugas belajar di IPB Bogor.

5. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan

atas beasiswa pendidikan pascasarjana yang diberikan. Yayasan R.v.G. Van Deventer Maas, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri dan Program Mitra Bahari – COREMAP II atas bantuan studi dan penulisan karya ilmiah yang telah diberikan.

6. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan

mahasiswa program studi Ilmu Perairan angkatan 2006 (Pak Maskur, Bu Tutik Kadarini, Bu Kusdiarti, Bu Irin IK, Bu Lies S, Bu Yosmaniar, Bu Sarifah N, Bu Diana Yolanda S, Mas Adi Sucipto, Pak Azis, Mas Nur Hidayat, Mas Ferdinand HT, Mba Eni K, Bu Yudiana J, Muh Mustakim, Haryo Triajie, Catur Agus,Widi Setyogati, Angeli S, Rini Susilowati, Nurul Hanum, Marlina Ahmad, A. Aliah H, Ahmad Zahid, Yuyun, Nuning V, dan Naning K) atas kebersamaan, kekompakan, kerjasama yang baik serta bantuannya dalam perkuliahan, penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah ini.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan didalamnya sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan hasil penelitian ini dimasa mendatang. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya. Amien.

Bogor, Januari 2009

Hidayat Suryanto Suwoyo

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pinrang, Sulawesi Selatan pada tanggal 10 Juli 1976 dari pasangan Bapak Suwoyo dan Ibu Bunaiya sebagai anak kelima dari enam bersaudara.

Pendidikan sekolah dasar di SDN 16 Pinrang dari tahun 1983 hingga 1989, melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pinrang dari tahun 1989 hingga 1992 dan pendidikan sekolah menengah atas penulis selesaikan di SMAN 1 Pinrang pada tahun 1995. Pendidikan sarjana di tempuh pada Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar dari tahun 1995 dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Terbaik I Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS. Pengalaman kerja di bidang perikanan dimulai pada tahun 1999 saat penulis bekerja di Divisi Budidaya, PT. Mina Transindo Totabuan di Gorontalo, Sulawesi Utara. Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai tenaga honorer di Balai Penelitian Perikanan Pantai, dan diangkat sebagai staf peneliti pada tahun 2002 di tempat yang sama dan sekarang berganti nama menjadi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP), Maros Sulawesi Selatan dengan bidang kajian penelitian keteknikan budidaya udang dan ikan.

Tahun 2006 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan pascasarjana (S2) dengan bantuan beasiswa dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan diterima di Program Studi Ilmu Perairan (AIR), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menikah dengan Sri Redjeki Hesti Mulyaningrum di penghujung tahun 2008. Penulis dinyatakan lulus dan mendapatkan gelar Magister Sains pada bulan Februari 2009.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiv

I PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 3

1.3 Pendekatan Masalah ………. 3

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………. 4

1.5 Hipotesis ………... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ……… 5

2.1 Sistem Budidaya Intensif ……….. 5

2.2 Sedimen ……… 7

2.3 Bahan Organik ……….. 9

2.4 Potensial Redoks ………... 12

2.5 Bakteri ………... 15

2.6 Kualitas Air ………... 18

III METODOLOGI PENELITIAN ………... 24

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………... 24

3.2 Bahan dan Alat ………. 24

3.3 Metode Penelitian ………. 25

3.3.1 Penentuan Titik Amatan ……… 25

3.3.2 Pengambilan Contoh Air dan Sedimen ... 25

3.3.3 Pengambilan Contoh Bakteri pada di tambak ……... 27

3.3.4 Konsumsi Oksigen Sedimen Tambak ………... 27

3.3.5 Laju Sedimentasi ………... 28

3.3.6 Pertumbuhan Mutlak dan Laju Pertumbuhan Harian. 29

3.3.7 Tingkan Kelangsungan Hidup ……….. 29

3.3.8 Produksi Bersih ………. 30

3.3.9 Rasio Konversi Pakan ………... 30

3.4 Analisis Data ……… 31

3.4.1 Analisis Deskriptif ……… 31

3.4.2 Analisis Regresi dan Korelasi ………... 31

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 32

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 32

4.2 Parameter Utama ……….. 32

4.3 Parameter Penunjang ……… 46

4.4 Analisis Regresi dan Korelasi ……….. 60

V SIMPULAN DAN SARAN 76

5.1 Simpulan ………... 76

5.2 Saran ………. 76

DAFTAR PUSTAKA ………... 77

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi sedimen dasar berdasarkan ukuran diameter butiran.. 7

2. Reaksi redoks yang terjadi pada sedimen tambak ... 15 3. Alat pengambilan contoh dan pengumpulan data ... 25 4. Kisaran parameter fisika kimia air selama penelitian ... 47 5. Pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, produksi dan rasio

konversi pakan udang vaname selama 100 hari pemeliharaan ... 57

6. Hubungan konsumsi oksigen sedimen dengan variabel bahan

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema titik pengambilan contoh air dan sedimen ... 26

2. Alat pengambilan contoh sedimen di tambak udang... 26

3. Persentasi fraksi tekstur tanah pada tambak penelitian ... 33 4. Kandungan bahan organik total tanah tambak budidaya

udang vaname selama penelitian ... 34 5. Perubahan potensial redoks tanah tambak ... 36 6. Perubahan nilai pH tanah tambak selama penelitian... 38 7. Total populasi bakteri pada sedimen tambak udang ... 39

8. Laju sedimentasi pada tambak intensif udang vaname... 41

9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Konsumsi oksigen sedimen tambak selama penelitian ... a Pola dinamika oksigen terlarut (mg/L) pada media

budidaya udang vaname selama penelitian ... Pola dinamika amoniak (mg/L) pada media budidaya udang vaname selama penelitian ... Pola dinamika nitrit (mg/L) pada media budidaya

udang vaname selama penelitian ... Pola dinamika padatan tersuspensi total (mg/L) pada media budidaya udang vaname selama penelitian ... Pola dinamika BOD5 (mg/L) pada media budidaya udang vaname selama penelitian ... Pola dinamika bahan organik total (mg/L) pada media Budidaya udang vaname selama penelitian ... Pertumbuhan udang vaname selama penelitian ... Hubungan antara berat udang vaname dan umur ……….... Hubungan konsumsi oksigen sedimen dengan varibel Bahan organik, total bakteri, potensial redoks, pH,umur ....

Hubungan konsumsi oksigen sedimen dengan varibel kualitas air (oksigen terlarut, BOD5, TSSdan amoniak) ... Hubungan konsumsi oksigen sedimen dengan laju

sedimentasi ... Hubungan antara laju sedimentasi dengan padatan

tersuspensi total selama penelitian ... Hubungan antara konsumsi oksigen sedimen dengan berat rata-rata udang vaname selama penelitian ... Hubungan antara konsumsi oksigen sedimen dengan biomassa udang vaname selama penelitian ... Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dan rasio konversi pakan udang vaname selama penelitian ... Hubungan antara rasio konversi pakan (FCR) dengan oksigen terlarut dalam tambak udang vaname selama penelitian ... 45 49 50 51 53 54 55 56 58 62 69 70 71 72 73 74 75

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta lokasi penelitian ... 91 2. Hasil Analisis regresi 5 variabel yang berhubungan dengan

Konsumsi oksigen sedimen tambak ... 92 3. Ringkasan persamaan regresi dalam menentukan variabel-

variabel yang berpengaruh terhadap konsumsi oksigen

sedimen ... 92 4. Analisis ragam dari variabel yang berpengaruh terhadap

konsumsi oksigen sdimen ... 93 5. Konstanta dan koefisien regresi pada persamaan 3 dari

variabel yang berpengaruh terhadap kons.Oksigen sedimen 93

6. Rata-rata dan standar deviasibeberapa variabel kualitas

sedimen tambak udang vaname ... 94 7. Matriks korelasi antara variabel terikat dengan variabel

bebas dan antar variabel bebas sendiri ... 94 8. Hasil pengukuran konsumsi oksigen sedimen, bahan

organik total, potensial redoks, pH dan umur ... 95 9. Analisis ragam bagi persamaan regesi hubungan berat rata-

rata dan umur pemeliharaan ... 97 10. Hubungan antara konsumsi oksigen sedimen dengan

beberapa parameter kualitas air ...

97 11. Analisis ragam bagi persamaan regesi hubungan konsumsi

oksigen sedimen dengan laju sedimentasi ...

98 12. Analisis ragam bagi persamaan regesi hubungan konsumsi

oksigen sedimen dengan berat rata-rata udang ...

98 13.

14.

Analisis ragam bagi persamaan regesi hubungan konsumsi oksigen sedimen dengan berat biomassa udang ... Perhitungan jumlah sedimen (limbah organik) yang

terakumulasi dalam tambak dan beberapa pendekatan

pustaka yang lain ...

99

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis

udang introduksi yang akhir-akhir ini banyak diminati, karena memiliki banyak keunggulan seperti relatif tahan penyakit, pertumbuhan cepat (masa pemeliharaan 100 – 110 hari), tahan terhadap perubahan lingkungan, sintasan selama pemeliharaan tinggi dan FCR-nya rendah. Sejak diperkenalkan udang vaname sebagai salah satu komoditas budidaya unggulan, kinerja perudangan nasional tampak menunjukkan produksi udang yang signifikan. Produksi udang tahun 2003 mencapai 192.666 ton dan tahun 2004 meningkat menjadi 242.650 ton (Anonim 2005). Peningkatan produksi udang vaname dapat dilakukan melalui usaha budidaya secara intensif hingga super intensif dengan penerapan teknologi maju.

Kegiatan budidaya udang vaname yang dilakukan secara intensif memerlukan berbagai input budidaya seperti pakan, pupuk, kapur, benih udang, pestisida dan pergantian air baru akan memberikan pengaruh pada kandungan bahan organik pada air dan sedimen tambak. Kandungan bahan organik ini cukup tinggi, terutama yang berasal dari sisa pakan, sisa metabolisme/urine, organisme yang mati, pemupukan, pengapuran, pestisida yang digunakan serta konstribusi bahan organik dari sumber air yang masuk ke tambak melalui pergantian air. Akumulasi bahan organik di dalam media pemeliharaan tersebut memerlukan oksigen terlarut untuk menguraikannya (Boyd 1991). Hasil monitoring yang dilakukan oleh Primavera (1994) terhadap tambak intensif menyebutkan bahwa 15 % dari pakan yang diberikan akan larut dalam air, sementara 85 % yang dimakan sebagian besar juga dikembalikan lagi ke lingkungan dalam bentuk limbah. Hanya 17 % dari jumlah pakan yang diberikan dikonversi menjadi daging udang, 48 % terbuang dalam bentuk ekresi(metabolisme, kelebihan nutrien), ecdysis (moulting) dan pemeliharaan (energi), 20 % dari pakan yang diberikan dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk limbah padat berupa feses. Kondisi ini berpotensi untuk terjadinya defisit oksigen yang selajutnya dapat menyebabkan kondisi anaerob dalam sistem budidaya. Keadaan ini bertambah berat karena bahan organik yang tersuspensi di

dalam air menyebabkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga akan mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintetik (Ginting 1995; Siregar dan Hasanah 2006).

Akumulasi bahan organik dalam jumlah yang sesuai dengan daya dukung lahan akan berdampak positif, karena dapat dihasilkan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi organisme perairan. Sebaliknya akumulasi bahan organik dalam jumlah yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan akan berdampak negatif karena akan meningkatkan laju penurunan oksigen (oxygen deplesion rate) dalam air dan peningkatan kebutuhan oksigen di sedimen dasar (sedimen oxygen demand) serta menurunkan potensial redoks ke tingkat reduksi (Meagaung 2000). Bila hal ini berlanjut maka akan memperburuk kondisi lingkungan budidaya khususnya lapisan air dasar permukaan tanah dasar dan akan dihasilkan senyawa tereduksi seperti NH3, CH4 dan H2S yang bersifat toksik dan menciptakan habitat yang tidak sesuai bagi udang (Boyd 1992). Sehingga udang mengalami stress, nafsu makan berkurang, mudah terserang penyakit bahkan lebih parah lagi akan menyebabkan kematian (Poernomo 1996).

Di sedimen tambak proses penguraian bahan organik menjadi lebih kompleks karena melibatkan aktivitas tidak hanya bakteri aerob namun juga anaerob dan proses fermentasi. Sedimen tambak kaya akan nutrien dan bahan organik. Konsentrasi nutrien disedimen tambak jauh lebih tinggi dari yang ada di badan air diperkirakan 1 cm ketebalan sedimen tambak umumnya terdapat 10 kali atau lebih jumlah nutrien yang ada pada 1 m kedalaman badan air. Bahan organik yang melimpah di sedimen tambak, menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme sangat pesat, sehingga konsumsi oksigen di sedimen tambak menjadi banyak dan dapat mengakibatkan daerah dasar tambak di bawah permukaan menjadi daerah anoksid (tidak beroksigen).

Kebutuhan oksigen terlarut merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses dan kondisi di perbatasan antara air dan sedimen tambak. Kebutuhan konsumsi oksigen pada sedimen merupakan indikator tingkat intensitas proses mineralisasi dan metabolisme komunitas bentik ( Boyd 1995 ; Gunarto 2006). Menurut Madenjian (1990) bahwa penggunaan total oksigen dalam tambak udang windu didominasi oleh sedimen, air tambak dan udang masing-masing 51,

45 dan 4 %. Tingkat konsumsi oksigen sedimen merupakan petunjuk adanya kegiatan mikroorganisme di dalam substrat dan merupakan gambaran kebutuhan oksigen yang dapat diketahui melalui konsumsi atau proses penggunaan oksigen terlarut di dalam tambak atau badan air.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi oksigen sedimen dan laju sedimentasi pada dasar tambak intensif udang vaname (Litopenaeus vannamei). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tingkat konsumsi oksigen sedimen dasar tambak dan variabel-variabel yang berhubungan sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan lahan tambak yang baik dan menentukan strategi alokasi input budidaya yang optimal dalam sistem budidaya udang vaname secara intensif.

1.2. Perumusan masalah

Banyaknya limbah organik yang terakumulasi dalam tambak yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur pemeliharaan akan menyebabkan menurunnya konsentrasi oksigen dalam perairan tambak. Hal ini terjadi karena oksigen dibutuhkan mikroorganisme (bakteri) aerob yang terdapat di sedimen untuk merombak bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Bila aktivitas bakteri pengurai ini berlangsung intensif, maka tambak akan menjadi anaerob sehingga dapat menyebabkan ketersediaan oksigen dan daya dukung perairan tambak menjadi rendah yang selanjutnya berdampak pada produksi biomassa udang yang rendah melalui penurunan laju pertumbuhan dan tingginya tingkat mortalitas udang.

1.3. Pendekatan Masalah

Dalam sistem budidaya udang vaname secara intensif memerlukan masukan pakan tambahan (pellet) menjadi salah satu komponen utama untuk mencapai target produksi. Tingginya beban masukan bahan organik dari sisa pakan dan hasil ekskresi udang akibat efisiensi pemanfaatan pakan yang rendah, padat penebaran benur yang tinggi serta tidak dapat diimbangi oleh kemampuan pulih diri (self purification) dari tambak itu sendiri sehingga menimbulkan terjadinya penumpukan bahan organik pada sistem tambak.

Dengan meningkatnya bahan organik dalam tambak, maka akan menyebabkan perubahan kualitas fisika-kimia habitat udang, yakni penurunan kandungan oksigen terlarut dan peningkatan kebutuhan oksigen di sedimen dasar karena digunakan untuk menguraikan bahan organik tersebut. Konsumsi oksigen pada sedimen merupakan gambaran kebutuhan oksigen yang dapat diketahui melalui konsumsi atau proses penggunaan oksigen terlarut sehingga informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan lahan tambak yang baik dan menentukan strategi alokasi input budidaya yang optimal dalam sistem budidaya udang vaname secara intensif. Usaha perbaikan mutu lingkungan habitat udang yang disebabkan oleh akumulasi bahan organik dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pengelolaan pakan (feeding management), pergantian air, sistem penyiponan secara periodik, sistem pembuangan tengah, pemanfaatan berbagai jenis bakteri pengurai bahan organik, pengembangan metode tandon yang dikombinasikan dengan biofilter dan resirkulasi .

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi oksigen sedimen dan laju sedimentasi pada dasar tambak intensif udang vaname selama pemeliharaan dan variabel-variabel yang berhubungan dengan tingkat konsumsi oksigen tersebut.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat konsumsi oksigen sedimen tambak, laju sedimentasi dan variabel-variabel yang berhubungan sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan lahan tambak yang baik dan menentukan strategi alokasi input budidaya yang optimal dalam sistem budidaya udang vaname secara intensif.

1.5. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah semakin intensif suatu kegiatan budidaya, akumulasi bahan organik dan laju sedimentasi di dasar tambak akan semakin meningkat dengan bertambahnya umur pemeliharaan, maka tingkat konsumsi oksigen sedimen tambak semakin tinggi, ketersediaan oksigen dan daya dukung perairan tambak menjadi rendah sehingga berdampak pada produksi biomassa udang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Budidaya Intensif

Teknologi budidaya udang dalam tambak dilakukan dengan beberapa tingkatan yaitu : non intensif, semi intensif (madya), dan intensif, bahkan akhir- akhir ini telah berkembang sistem super-intensif. Perbedaan dari sistem tersebut terletak pada penerapan tingkat teknologi pengelolaan yaitu padat penebaran, pola pemberian pakan serta sistem pengelolaan air dan lingkungan (Widigdo 2000, diacu dalam Rahman 2005). Sistem budidaya non intensif dilakukan secara sederhana dengan input dan manajemen yang minimal, sistem semi intensif menggunakan input yang menengah, dan sistem budidaya intensif biasanya membutuhkan input sumberdaya dan manajemen yang lebih banyak (Wyban dan Sweeny 1991).

Perkembangan budidaya udang vaname sudah menyebar di sentra budidaya udang nasional seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jogjakarta, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, NTB, Bali dan Sulawesi Selatan. (Poernomo 2002; Sugama 2002), dengan berbagai tingkatan teknologi budidaya mulai dari teknologi non intensif, semi-intensif, intensif bahkan super intensif. Ciri-ciri teknologi budidaya udang intensif adalah penggunaan padat penebaran tinggi disertai pemberian pakan tambahan dan pengelolaan mutu air. Semakin tinggi produksi yang hendak dicapai dari suatu ekosistem makin besar subsidi energi yang harus diberikan. Energi yang diserap pada tingkat yang lebih tinggi akan lebih rendah dari masukkannya, dimana sebagian akan merupakan limbah sisa. Jika limbah yang dieksresikan lebih besar dari kemampuan penguraian secara alami, maka akan terjadi penurunan mutu lingkungan (Azwar 2001).

Produksi udang di tambak dapat ditingkatkan melalui penerapan teknologi intensif. Sistem ini dilakukan dengan teknik yang canggih dan memerlukan input biaya yang besar. Ciri-ciri sistem budidaya ini adalah memiliki petakan yang kecil berukuran 0,2 – 0,5 ha/petak dengan padat tebar yang cukup tinggi (500.000 – 600.000) ekor/ha, serta pemberian pakan buatan yang tinggi. Pemberian pakan akan menentukan keberhasilan budidaya udang karena pakan buatan merupakan input utama dalam peningkatan pertumbuhan (Suyanto dan Mujiman 2002).

Dilihat dari aspek produksi, daya dukung lahan tambak dapat diartikan sebagai jumlah produksi ikan (biomassa) optimum yang dapat dihasilkan per satuan luas lahan tambak dengan teknologi tertentu pada musim tanam tertentu (Gang et al. 1998). Lebih lanjut dikatakan bahwa daya dukung lahan tambak dapat berubah akibat perubahan input teknologi seperti peningkatan kadar oksigen dalam air dengan aerator, pengolahan air baku (water treatment), pemupukan untuk meningkatkan kadar nitrat dan fosfat, dan penggunaan pakan berkualitas, yang pada akhirnya akan menentukan kualitas dan kuantitas limbah tambak yang dihasilkan.

Pada budidaya tambak udang sistem intensif, input pakan yang tinggi akan meningkatkan kadar nutrien dan kelimpahan fitoplankton dalam air kolam, aerasi mekanis menyebabkan partikel sedimen menjadi tersuspensi, dan melalui pergantian massa air akan terbuang sejumlah nutrien dan padatan tersuspensi dari kolam-kolam budidaya yang pada akhirnya memasuki perairan pesisir di sekitarnya (Hopkins et al. 1993). Boyd (2003) menyatakan bahwa limbah tambak intesif sering memiliki pH, kadar amonia, fosfor, kebutuhan oksigen biologis (BOD) dan padatan tersuspensi (TSS) yang lebih tinggi dibanding perairan alamiah disekitarnya. Pada waktu panen, kadar TSS akan tinggi terutama pada volume 20-25 % limbah akhir tambak (final effluent) dan TSS tersebut sekitar 92 % berasal dari input pakan (Chen et al. 1989).

Menurut Primavera dan Apud (1994) menyatakan, dalam proses budidaya intensif, 35 % dari input pakan akan menjadi limbah berupa padatan tersuspensi dan limbah tersebut akan memasuki perairan pesisir disekitarnya. Soewardi

(2002), mengemukakan bahwa pada luasan tambak udang 5000 m2 dengan

teknologi budidaya intensif (kepadatan udang 210.000 ekor/ha), total pakan 3,6 ton menghasilkan limbah TSS sebesar 1.230 kg selama pemeliharaan 120 hari. Menurut Boyd (1999), beban limbah budidaya udang dapat mencapai 12,6-21 kgN dan 1,8-3,6 kgP per ton produksi udang pada tingkat FCR 1,5 dan akan meningkat seiring dengan meningkatnya produktivitas udang. Teichert- Coddington et al. (1996) melaporkan bahwa buangan limbah nitrogen dari tambak udang komersial meningkat seiring meningkatnya FCR

2.2. Sedimen

Menurut Neufeldt (1988) diacu dalam Haeruddin (2006), yang dimaksud dengan sedimen adalah bahan/materi yang mengendap di dasar cairan atau bahan yang diendapkan oleh angin dan air. Sementara kamus Chamber (1972) diacu dalam Selley (1988) menyatakan bahwa sedimen sebagai sesuatu yang terdapat di dasar cairan, kerukan atau deposit. Sedimen adalah material yang terkontaminasi di dalam suatu massa air, baik berupa bahan organik maupun an organik (Taurusman, 1999). Menurut Sutikno (1984), sedimen adalah material yang diendapkan dan bersifat lunak serta tidak kompak.

Menurut diameter butirannya, Selley (1988) mengklasifikasi sedimen atas batuan (boulders), kerikil (gravels), pasir sangat kasar (very coarse sand), pasir kasar (coarse sand), pasir halus (fine sand), pasir sangat halus (very fine sand), pasir (medium sand), lumpur (silt), liat (clay) dan bahan terlarut (dissolved material). Ada beberapa skala kelas (grade scale) yang biasa digunakan untuk mengklasifikasikan sedimen menurut ukuran butirannya. Skala yang umum digunakan adalah Skala Wenworth dan Skala Phi Krumbein.

Hutabarat dan Evans (1985) telah membagi sedimen berdasarkan ukuran diameter butiran yaitu batuan (Boulders), kerikil (gravels), pasir sangat kasar

(very coarse sand), pasir kasar (coarse sand), pasir haIus (fine sand), pasir sangat haIus (very fine sand), pasir (medium sand), lumpur (silt), liat (ciay), dan bahan terlarut (dissolved material). Klasifikasi sedimen dasar menurut ukuran diameter butiran dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi sedimen dasar berdasarkan ukuran diameter butiran (Hutabarat dan Evans 1985)

No Jenis sedimen Diameter (mm)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Batuan (boulders), Kerikil (gravels),

Pasir sangat kasar (very coarse sand),

Pasir kasar (coarse sand),

Pasir haIus (fine sand),

Pasir sangat haIus (very fine sand),

Pasir (medium sand),

Lumpur (silt),

Liat (ciay)

Bahan terlarut (dissolved material).

> 256 2 – 256 1 – 2 0,5 – 1 0,25 – 0,5 0,125 - 0,25 0,0625 – 0,125 0,0020 – 0,0625 0,0005 – 0,0020 < 0,0005

Wood (1987) mengemukkan bahwa terdapat hubungan antara kandungan bahan organik dan ukuran partikel sedimen. Pada sedimen yang halus, persentase bahan organik lebih tinggi dari pada sedimen yang kasar, hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang sehingga memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan organik ke dasar perairan. Sedangkan pada sedimen yang kasar, kandungan bahan organiknya lebih rendah, karena partikel yang lebih halus tidak dapat mengendap. Lebih lanjut dikatakan