• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Parameter Utama 1 Tekstur Tanah

4.2.4. Total Bakteri Sedimen Tambak

Jumlah total populasi koloni bakteri yang didapatkan pada sedimen dasar tambak dilokasi penelitian berkisar antara 2,02 x 105 hingga 2,37 x 109, dengan rata-rata 5,68 x 107 koloni per gram tanah. Sementara jumlah total populasi koloni bakteri yang didapatkan pada kolom air berkisar antara 1,0 x 105 hingga 7,06 x 107 koloni/mL, dengan rata-rata 4,99 x 106 koloni/mL. Menurut Pantjara et al. (1997) mendapatkan populasi bakteri pada tanah gambut berkisar 4,7 x 102 - 2,0 x

108 CFU/g tanah kering. Mustafa (1997) menggunakan bakteri Pseudomonas

putida untuk menurunkan bahan organik dengan kepadatan 107 CFU/g tanah untuk tanah mineral dan 106 CFU/g tanah untuk tanah gambut. Meagaung (2000) mendapatkan jumlah total populasi koloni bakteri pada sedimen dasar di 50 tambak intensif di Sulawesi Selatan berkisar antara 2,3 x 105 hingga 1,5 x 108, dengan rata-rata 2,6 x 107 CFU/ g tanah. Komposisi genus bakteri yang dominan

terdapat pada sedimen tambak udang intensif adalah Pseudomonas 33,1%,

Bacillus 29,69 %, Actynomyces 23,63 %, Enterobacteriaceae 12,44 % dan Vibrio

0,8 %. Moriaty (1986), diacu dalam Avnimelech dan Rivto (2003) mendapatkan jumlah bakteri pada sedimen tambak udang yang menggunakan pupuk kandang (kotoran ayam) sebesar 4 x 1013 bakteri/m2, yang jumlahnya 2 – 3 kali jumlah bakteri yang terdapat dalam kolom air. Bufford et al. (1998) melaporkan jumlah bakteri sebanyak 15,5 x 109 sel/g tanah pada bagian tengah/pusat tambak udang dimana kotoran/lumpur terakumulasi dan pada bagian tepi /periphery ditemukan sebanyak 8,1 x 109 sel/g tanah. Dan dari penelitian ini ditemukan bahwa jumlah bakteri meningkat dengan peningkatan konsentrasi nutrien dan dengan ukuran butir sedimen yang lebih kecil.

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 10,0 11,0 0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Pemeliharaan (Minggu ke-)

Log Tot a l P opul a s i B a k te ri S e d im e n (c fu /g ) Tambak A Tambak B

Gambar 7. Total populasi bakteri (cfu/g) sedimen tambak udang vaname selama penelitian

Jumlah populasi bakteri lebih banyak ditemukan pada sedimen dasar tambak dibandingkan pada air tambak. Hal ini disebabkan karena terjadinya akumulasi bahan organik (sisa pakan, feses, organisme yang mati dan lain-lain) pada dasar tambak. Menurut Avnimelech dan Rivto (2003) bahwa Sedimen tambak kaya akan nutrien dan bahan organik. Konsentrasi nutrien disedimen tambak jauh lebih tinggi dari yang ada di badan air diperkirakan 1 cm ketebalan sedimen tambak umumnya terdapat 10 kali atau lebih jumlah nutrien yang ada pada 1 m kedalaman badan air. Bahan organik yang melimpah di sedimen tambak, menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme sangat pesat, sehingga konsumsi oksigen di sedimen tambak menjadi banyak dan dapat mengakibatkan daerah dasar tambak di bawah permukaan menjadi daerah anoksid (tidak

beroksigen). Ram et al. (1982) mendapatkan kepadatan bakteri aerob dan

anaerob pada sedimen dasar tambak 2 – 4 kali kepadatan bakteri dari kelompok yang sama dalam kolom air. Ginting (1995) mengemukakan bahwa jumlah

bakteri Vibrio sp yang ditemukan pada sedimen tambak lebih besar

dibandingkan yang terdapat pada kolom air.

4.2.5. Laju Sedimentasi

Pengukuran laju sedimentasi pada tambak intensif udang vaname bertujuan untuk mendapatkan data mengenai limbah sedimen yang berasal dari sisa pakan , hasil metabolisme udang vaname dan partikel lain yang mengendap di

dasar tambak menggunakan perangkap sedimen (sedimen trap). Hasil pengukuran laju sedimentasi pada tambak intesif udang vaname terlihat mengalami peningkatan seiring dengan waktu pemeliharaan udang (Gambar 8). Pada bulan pertama pemeliharaan laju sedimentasi rata-rata yang diperoleh sebesar 0,26

g/m2/hari, kemudian pada bulan kedua pemeliharaan meningkat menjadi 0,40

g/m2/hari, pada bulan ketiga pemeliharaan sebesar 1,86 g/m2/hari dan memasuki

bulan keempat atau periode akhir pemeliharaan mencapai 5,55 g/m2/hari.

Semakin lama waktu pemeliharaan, maka laju sedimentasi semakin cepat demikian pula jumlah sedimen yang terakumulasi di dasar tambak juga semakin besar. Menurut Boyd (1992), bahan organik yang terakumulasi berupa sedimen akan semakin meningkat dengan bertambahnya umur pemeliharaan. Pada akhir pemeliharaan diperoleh ketebalan bahan organik 6,4 – 8,5 cm. Cholik dan Poernomo (1988) mengemukakan bahwa seiring dengan pertumbuhan udang, maka jumlah pakan akan semakin bertambah sehingga sisa pakan hasil metabolisme udang juga akan bertambah. Beban bahan organik buangan yang harus dipikul oleh kolam budidaya udang semakin meningkat sehingga berimplikasi pada semakin tingginya tingkat penurunan kualitas media budidaya (Rosenbery 2006). Tanpa adanya penanganan khusus tentang hal ini akan berdampak pada penurunan hasil produksi akibat pertumbuhan yang lambat, peningkatan kerentanan terhadap penyakit dan menurunnya efisiensi konversi pakan (Brune et al. 2003).

0,26 0,40 1,86 5,55 0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4

Lama Pemeliharaan (Bulan Ke-)

La ju s e di m e nt a s i ( g/ m 2/h a ri )

Rerata Tambak A Tambak B

Gambar 8. Laju sedimentasi (g/m2/hari) pada tambak udang vaname selama Penelitian.

Laju sedimentasi yag diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibanding dengan hasil yang dilaporkan oleh Fahrur dan Yulianingsih (2006) yang mendapatkan laju sedimentasi dalam tambak intensif udang vaname pada kepadatan udang 54 ekor/m2 berkisar antara 117,26 – 299,24 g/m2/hari, kepadatan 58 ekor/m2 sebesar 115,74 – 358,63 g/m2/hari, dan pada kepadatan104 ekor/m2 didapatkan laju sedimentasi berkisar 130,20 – 452,29 g/m2/hari. Pada penelitian ini, jumlah sedimen yang diperoleh hingga akhir pemeliharaan sekitar 245,53 g/m2/hari atau sebanyak 982,12 kg/petak /siklus pemeliharaan lebih rendah dari beberapa penelitian sebelumnya. Clifford (1998) mengemukakan bahwa pada tambak intensif dihasilkan sedimen organik sebesar 0,8 kg bahan kering/m2/hari. Menurut Huisman (1987), dalam Harris (1993) menyatakan bahwa bila konversi pakan 1 : 1,5 ; maka setiap 1 kg pakan akan menghasilkan 514 gram padatan tersuspensi. Jika produksi udang tambak intensif sebesar 5 ton, maka pakan yang digunakan sebesar 7.500 kg, sehingga akan menghasilkan limbah organik dalam bentuk padatan tersuspensi sebesar 3.855 kg, yang selanjutnya akan terbuang ke perairan sekitarnya.

Hasil penelitian Bachtiar (1994) di TIR Karawang menunjukkan bahwa

pada tambak intensif, setiap siklus per hektar dari 4.188 kg pakan akan terbagi menjadi produksi udang 2.327 kg, dan 1.861 kg pakan yang tidak termanfaatkan dan sisa metabolisme. Selanjutnya pakan yang tidak dimanfaatkan dan sisa metabolisme tersebut akan mengendap di dasar tambak sebesar 18 % (1.327,61 kg) berbentuk padatan tersuspensi, serta sisanya sebesar 533,39 kg terbuang ke perairan sebagai beban limbah BOD dalam bentuk padatan terlarut. Lebih lanjut

Soewardi (2002), mengemukakan bahwa pada luasan tambak udang 5000 m2

dengan teknologi budidaya intensif (kepadatan udang 210.000 ekor/ha), total pakan 3,6 ton menghasilkan limbah TSS sebesar 1.230 kg selama pemeliharaan 120 hari.

Akumulasi sedimen ditambak udang telah dilaporkan dari beberapa penelitian sebelumnya. Lemonnier dan Brizard (2001) melaporkan adanya korelasi antara tingkat akumulasi sedimen dengan kepadatan akhir udang pada 13 petak tambak di New Caledonia. Rata-rata laju sedimentasi musiman sekitar 200 ton/ha dengan ketebalan lapisan atas/permukaan sedimen berkisar 0,25–0,3 g/mL,

dengan bagian dasar tambak yang tertutupi oleh sedimen yang baru terdeposit berkisar 5 – 36 % dari bagian tambak. Avnimelech dan Rivto (2001), melaporkan bahwa sekitar 40 % dari luasan tambak 1,2 ha di Thailand dan 30 % dari luasan 0,2 ha tambak di Carolina Selatan tertutupi oleh sedimen. Boyd (1995) menemukan bahwa sedimen yang terakumulasi dalam tambak udang di Thailand sebagian besar terdiri atas mineral tanah yang berasal dari longsoran dinding pematang. Sementara Smith (1996) menemukan 70 – 80 % dari sedimen yang terakumulasi didasar tambak merupakan campuran dari kuarsa, kaolinit dan mineral mika, 5-10 % besi, aluminium dan mineral silikon oksida, 5- 10 % bahan organik dan bahan –bahan yang mudah menguap serta mineral lainnya.

Akumulasi karbon (C), Nitrogen (N) dan Phosfor (P) yang merupakan bagian nutrien (nutrient budget) di dasar tambak ikan/udang telah dilaporkan oleh beberap peneliti sebelumnya. Kebanyakan bahan yang terakumulasi di dasar tambak /kolam ikan yang telah dipanen mengandung 75 % nitrogen, 80 phosfor dan 25 % karbon organik. (Avnimelech dan Rivto 2001). Lin dan Nash (1996) melakukan penelitian yang serupa , mengestimasi sekitar 26 % nitrogen dan 24 % phosfor dari pakan yang diberikan selama budidaya terakumulasi disedimen tambak udang intensif. Sementara Funge-Smith dan Briggs (1998) mendapatkan sedimen yang terakumulasi didasar mengandung 24 % nitrogen dari pakan dan 84 % phosfor. Paez-Osuna et al. (1999) memperkirakan sekitar 47,2 % input phosfor diakumulasi sedimen tambak udang. Martin et al. (1998) menemukan bahwa lebih dari 38 % dari total input nitrogen terakumulasi disedimen dasar tambak. Lebih lanjut Hopkins et al. (1994) melaporkan bahwa sumber akumulasi sedimen di dalam tambak udang berasal dari pakan yang tidak termakan, feses, plankton/diatom yang mati dan membusuk, erosi tanah tambak dan jasad renik merupakan bagian dari sedimen. Meagaung (2000) mengemukakan bahwa pakan buatan merupakan faktor pengelolaan yang sangat berpengaruh nyata terhadap peningkatan ketebalan lumpur pada dasar tambak tambak udang intensif. Lebih lanjut dikatakan bahwa pakan buatan sangat potensial menyebabkan akumulasi bahan organik pada tanah dasar tambak udang intensif, terlihat dari jenis rantai karbon yang dimiliki pakan buatan (C9 - C29) mendekati jenis rantai karbon sedimen tambak udang intensif pasca panen (C10 – C28)

Menurut Avnimelech (1995), selama pemeliharaan udang, nutrien dan residu bahan organik cenderung terakumulasi di dasar kolam/tambak dan akumulasi yang berlebihan ini akan mengakibatkan pembusukan didalam tambak. Luas area yang tertutupi oleh lumpur/sedimen yang merupakan ciri/tipe dari tambak di Thailand mencapai hampir sekitar 50 % dari luasan kolam yang berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan, aktivitas dan kesehatan udang.

Dalam sistem budidaya Intensif, Delgado et al. (2001) melaporkan bahwa

kelimpahan udang secara nyata menurun pada bagian tengah tambak yang banyak terakumulasi sedimen berpengaruh kurang baik terhadap petumbuhan dan kesehatan udang. Avnimelech dan Rivto (2003), melaporkan bahwa akumulasi sedimen di dalam tambak udang harus dikurangi karena dapat meningkatkan /memperkaya kandungan bahan organik, nitrogen dan fosfor. Bahan-bahan tersebut merupakan awal produk anaerobik yang beracun yang diduga berasal dari sedimen yang dapat menyebabkan stress pada udang, mengurangi vitalitas, resistensi dan kepekaan terhadap penyakit, penurunan nafsu makan, pertumbuhan lambat dan rendahnya sintasan udang (Lemonnier dan Brizard 2001).