• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Landasan Teori

1.6.3 Prinsip kesantunan

Lakoff (1973) (dalam Chaer, 2010: 46) tuturan yang ingin didengar adalah tuturan yang santun, sehingga untuk mendengarkan tuturan tersebut terdapat tiga kaidah yang harus dipatuhi, yaitu formalitas, ketidaktegasan, dan persamaan atau persekawanan. Kaidah formalitas maksudnya adalah jangan memaksa atau angkuh, kemudian ketidaktegasan artinya lawan bicara dapat leluasa untuk menentukan apa yang ia inginkan, dan persamaan atau persekawanan adalah persamaan antar pengguna bahasa. Sehingga, menurut Lakoff, sebuah tuturan dikatakan santun jika ia tidak terdengar memaksa, tuturan dapat memberi kesempatan untuk memilih, dan terdengar sama sehingga membuat lawan bicara tenang jika berdialog.

Berikut beberapa contoh ketidaksantunan menurut Lakoff:

(3) Anda harus membantu kami membiayai anak-anak yatim itu.

Kami mohon bantuan Anda untuk turut membiayai anak-anak yatim itu.

(Chaer, 2010: 46) Menurut Fraser (1978) (dalam Chaer, 2010: 47) kesantunan adalah properiti yang diasosiasikan dengan tuturan dan di dalam hal ini menurut pendapat si lawan tutur, bahwa si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari dalam memenuhi kewajibannya. Menurut Gunarwan (1994), Fraser mendefinisikan kesantunan terdapat tiga hal yang luas, yaitu pertama, kesantunan adalah properti atau bagian dari tuturan; kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu terdapat pada sebuah tuturan ; ketiga, kesantunan tidak diukur

22

berdasarkan apakah si penutur tidak melampaui haknya terhadap lawan tuturnya dan apakah si penutur memenuhi kewajibannya kepada lawan penutur.

Menurut Brown dan Levinson (1978) (dalam Chaer, 2010: 49) kesantunan memiliki dua muka, yaitu muka negatif dan muka positif. Muka negatif yaitu mengacu kepada citra diri setiap orang yang rasional yang berkeinginan agar ia diharai dengan jalan membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan tertentu. Sedangkan, muka positif yaitu mengacu kepada citra diri setiap orang yang rasional yang berkeinginan agar yang melakukannya, apa yang ia miliki, apa yang ia yakini agar diakui oleh orang lain menjadi hal yang baik, hal yang menyenangkan, dan hal yang patut dihargai.

Berikut beberapa contoh kesantunan dari Brown dan Levinson:

(4) Minimalkan paksaan.

Boleh saya mengganggu Bapak barang sebentar?

(Chaer, 2010: 53)

Menurut Leech (1993: 206) kesantunan berkenaan dengan diri dan orang lain. Perilaku sopan santun yang ditunjukkan kepada pihak ketiga ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor apakah pihak ketiga di bawah pengaruh diri atau di bawah pengaruh lain dan apakah pihak ketiga hadir atau tidak. Selain itu Leech juga membagi prinsip kesantunan menjadi enam maksim. Enam maksim tersebut adalah maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Leech mengelompokkan maksim- maksim tersebut menjadi empat maksim pertama berpasangan, dan dua maksim lainnya menjadi pasangan maksim yang kedua. Pasangan maksim yang pertama adalah maksim

23

kebijaksanaan dengan maksim penerimaan, kemudian maksim kemurahan dengan maksim kerendahan hati. Maksim-maksim tersebut dipasangkan berdasarkan skala untung-rugi dan skala pujian-kecaman. Pasangan maksim yang kedua adalah maksim kesetujuan dengan maksim kesimpatian. Pasangan kedua ini dipasangkan berdasarkan skala kesepakatan dan kesimpatian.

Maksim kearifan adalah maksim yang meminimalkan kerugian orang lain dan memaksimalkan keuntungan orang lain.

(5) A: Mari saya bawakan tas bapak! B: Jangan, tidak usah!

(6) A: Mari saya bawakan tas bapak! B: Ini, begitu dong jadi mahasiswa!

(Chaer, 2010: 57)

Contoh (5) adalah contoh maksim kearifan, pada contoh (5) menggambarkan bahwa seseorang meminimalkan kerugian orang lain dengan cara menolak tawaran orang lain untuk membawakan tas sendiri agar orang tersebut tidak keberatan membawakan tas miliknya, dan memaksimalkan keuntungan bagi orang lain dengan tidak menyuruhnya membawakan tasnya.

Berbeda dengan contoh (6), contoh tersebut adalah contoh pelanggaran maksim kearifan yang meminimalkan kerugian orang lain dan memaksimalkan orang lain. Contoh (6) menjadi contoh memaksimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan orang lain, dengan cara menyuruh membawakan tas kepada orang lain. Oleh karena itu, contoh (6) terdengar kurang sopan untuk dilakukan.

24

Maksim kedermawanan adalah maksim yang meminimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri. Maksim ini berpusat pada diri sendiri.

(7) Kamu dapat meminjam sepeda saya, kalau mau.

(Leech, 1993: 211). Pada kalimat 7 peranan diri sebagai penerima dikecilkan, tawaran contoh diatas lebih sopan karena kalimat-kalimat tersebut memberi keakan-akan orang yang ditawari tidak rugi sama sekali, sehingga itu lebih sopan bagi orang lain untuk menerima tawaran tersebut.

Maksim pujian adalah maksim yang memaksimalkan pujian atau hormat kepada orang lain dan meminimalkan kecaman atau ketidakhormatan kepada orang lain. Maksim ini mendapat nama lain yang kurang baik yaitu maksim rayuan. Biasanya maksim ini digunakan untuk merayu dan untuk pujian yang tidak tulus. Maksim ini jangan mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai orang lain.

(8) A: Sepatumu bagus sekali!

B: Wah, ini sepatu bekas; belinya juga di pasar loak. (9) A : Sepatumu bagus sekali!

B : Tentu dong, ini sepatu mahal; belinya juga di Singapura!

(Chaer, 2010: 58)

Contoh pada (8) dan (9) penutur A sudah menunjukkan sikap yang satun karena berusaha memaksimalkan keuntungan pada lawan bicaranya. Namun, penutur B pada contoh (8) mencoba meminimalkan penghargaan diri sehingga penutur B pada contoh

25

(8) dapat disebut santun dalam berdialog. Penutur B pada contoh (9) berlaku tidak santun karena pada contoh tersebut memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri.

Maksim kerendahan hati adalah maksim meminimalkan memuji atau menghormati diri sendiri dan memaksimalkan mengecam atau ketidakhormatan pada diri sendiri.

(10) A : Mereka sangat baik kepada kita.

B : Ya, memang mereka sangat baik kepada kita, bukan?

(Chaer, 2010: 58) Contoh (10) merupakan contoh mematuhi maksim kerendahan hati karena pada contoh (10) penutur A memuji pihak lain yang telah melakukan kebaikan kepadanya dan kemudian diberikan tanggapan oleh penutur B yang juga menguatkan dan memuji orang yang sedang dibicarakan oleh penutur A.

Maksim kesepakatan adalah maksim yang mengusahakan meminimalkan ketidaksepakatan antara diri dan orang lain dan memaksimalkan kesepakatan antara diri dengan orang lain.

(11) A : Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan. B : Memang, tetapi itu hanya melibatkan beberapa oknum anggota DPR saja.

(12) A : Kericuhan dalam Sidang Umum DPR itu sangat memalukan. B : Ah, tidak apa-apa. Itulah dinamikanya demokrasi.

(Chaer,2010: 59) Contoh (11) merupakan contoh yang sopan dibandingkan dengan tuturan B pada contoh (12). Meskipun pada contoh (11) sebenarnya tidak setuju.Namun dibalut dengan baik sehingga terlihat sopan dan terdengar lebih sopan. Sedangkan,

26

contoh (12) menjadi tidak sopan karena ketidaksepakatan penutur B terdengar sombong dan tidak sopan. Jika maksim ini diterapkan maka akan terjadi dialog atau diskusi yang baik dan penutur nyaman ketika berkomunikasi.

Maksim simpati adalah maksim yang mengharuskan penuturnya untuk memaksimalkan rasa simpati, dan meminimalkan rasa antipasti kepadalawan tuturnya. Maksim ini menjelaskan mengapa rasa simpati adalah tindakan yang sopan dan hormat, meskipun mengucapkan keyakinan penutur merupakan keyakinan yang negatif.

(13) Saya sangat menyesal mendengar tentang kucingmu.

(Leech, 1993:219) Contoh (13) tampak bahwa kekuasaan maksim kesimpatian sangat besar, karena tanpa informasi lebih lanjut kita dapat menafsirkan bahwa contoh (13) merupakan ucapam belasungkawa karena mendengar bahwa ada seekor kucing terkena yang sakit atau mati.