• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRIORITAS NASIONAL 5: KETAHANAN PANGAN

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 82-87)

PENCAPAIAN PROGRAM-PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

2.5 PRIORITAS NASIONAL 5: KETAHANAN PANGAN

Kebijakan

Ketahanan pangan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 diarahkan untuk mencapai kemandirian dalam bidang pangan yang ditandai dengan: (1) meningkatnya ketahanan pangan rakyat, yang tercermin dari meningkatnya status gizi ibu dan anak golongan rawan pangan; (2) membaiknya akses rumah tangga miskin terhadap pangan; (3) terpeliharanya swasembada beras dan tercapainya swasembada komoditi pangan pokok lainnya; (4) harga pangan yang terjangkau; (5) meningkatnya kesejahteraan petani yang antara lain tercermin dari membaiknya nilai tukar petani; serta (6) meningkatnya daya saing komoditas pertanian. Pencapaian ketahanan pangan nasional memerlukan dukungan penuh dari revitalisasi pertanian, perikanan

dan kehutanan, yang pada ujungnya diharapkan mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk mencapai sasaran Prioritas Ketahanan Pangan,

kebijakan pembangunan ketahanan pangan diarahkan: (1)

meningkatkan ketersediaan bahan pangan, terutama mencapai surplus beras 10 juta ton dan pangan pokok lainnya, terutama jagung, kedelai, gula, daging sapi dan ikan; (2) meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan; dan (3) meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat. Kebijakan tersebut dilakukan melalui enam (6) substansi inti: (1) lahan, pengembangan kawasan dan tata ruang; (2) infrastruktur pertanian dan perdesaan; (3) penelitian dan pengembangan pertanian; (4) investasi, pembiayaan serta subsidi pangan dan pertanian; (5) pangan dan gizi; serta (6) adaptasi perubahan iklim.

Dalam rangka meningkatkan ketersediaan bahan pangan, beberapa upaya utama yang terkait dengan substansi inti lahan

adalah memperlambat terjadinya konversi lahan dan peningkatan perluasan areal. Kebijakan untuk memperlambat konversi lahan pertanian didukung dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan peraturan-peraturan pemerintah pendukungnya pada tahun 2011 serta pengendalian dan penegakan hukum atas pelanggaran terhadap rencana tata ruang wilayah. Selanjutnya untuk mempercepat perluasan areal diarahkan melalui perluasan areal sawah dan areal pertanian lainnya yang dilakukan bersama-sama dengan petani, terutama untuk areal yang berada di luar pulau Jawa. Selain itu, perluasan areal pertanian juga diarahkan dengan

melibatkan BUMN dan sektor swasta melalui pengembangan food

estate.

Arah kebijakan untuk peningkatan produksi pangan, didukung dengan kebijakan penyediaan infrastruktur pertanian, terutama

dengan penyediaan sumber air irigasi melalui percepatan

pembangunan tampungan-tampungan air, perbaikan distribusi air irigasi melalui pembangunan daerah irigasi baru dengan prioritas areal yang ketersediaan airnya terjamin dan petani penggarapnya sudah siap, serta peningkatan fungsi jaringan irigasi melalui rehabilitasi dan optimalisasi layanan irigasi. Di tingkat usaha tani juga dilakukan peningkatan layanan irigasi melalui pengembangan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT), Jaringan Irigasi Desa (JIDES), Tata Air Mikro (TAM), konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS), Dam Parit.

Selain itu, arah kebijakan untuk peningkatan produktivitas, dilakukan melalui penerapan paket teknologi, baik dalam bentuk inovasi teknologi budidaya maupun melalui penggunaan benih unggul. Untuk inovasi teknologi budidaya dilakukan melalui penerapan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dan System of Rice Intensification (SRI) serta penggunaan benih unggul melalui Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), Cadangan

Benih Nasional (CBN) dan Bantuan Langsung Pupuk (BLP). Penelitian dan pengembangan pertanian dilakukan untuk mendorong peningkatan produktivitas dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan. Penelitian dan pengembangan ini terutama diarahkan untuk menghasilkan bibit/benih unggul dan inovasi teknologi budidaya.

Di bidang perikanan, pembangunan kelautan dan perikanan

yang berdaya saing dan berkelanjutan dilaksanakan untuk

meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk melalui pengembangan kawasan-kawasan minapolitan dan sentra-sentra industri perikanan budidaya, perikanan tangkap, dan pengolahan hasil produk kelautan dan perikanan. Selanjutnya pengembangan industri dilakukan melalui penataan sistem dan manajemen yang mencakup: (1) pengembangan komoditas dan produk unggulan berorientasi pasar; (2) penataan dan pengembangan kawasan serta sentra produksi secara berkelanjutan; (3) pengembangan konektivitas dan infrastruktur; (4) pengembangan usaha dan investasi; (5) pengembangan iptek dan sumber daya manusia; (6) pengendalian

mutu dan keamanan produk; serta (7) penguatan kawasan

pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.

Kebijakan di bidang investasi, pembiayaan dan subsidi

merupakan komponen penting dalam rangka mendukung

peningkatan produksi bahan pangan. Dalam rangka meningkatkan efisiensi investasi yang berasal dari pemerintah dilakukan melalui

focusing alokasi anggaran APBN pada kegiatan-kegiatan prioritas yang langsung berdampak terhadap peningkatan produksi bahan pangan. Arah kebijakan investasi yang berasal dari swasta dan

BUMN, diarahkan untuk didorong melalui pengembangan food

estate dengan melibatkan peran serta pemerintah daerah terutama dalam hal penyediaan lahan. Kebijakan penyediaan pembiayaan, dilaksanakan melalui penyediaan berbagai kredit program dengan subsidi bunga oleh pemerintah, diantaranya melalu Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dan Kredit Usaha Peternakan Sapi (KUPS), dan penyediaan pembiayaan subsidi untuk membantu

peningkatan penggunaan teknologi dan penyediaan input produksi pangan agar terjangkau oleh petani.

Untuk mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap

pangan telah dilakukan upaya perbaikan dan pembangunan

infrastruktur dalam rangka meningkatkan sistem efisiensi distribusi dan logistik serta memperkuat sistem konektivitas domestik, antara lain berupa Jalan Usaha Tani (JUT) dan jalan produksi, pengendalian harga pangan agar terjangkau oleh masyarakat melalui penyediaan cadangan beras pemerintah (CBP) yang memadai dan operasi pasar serta koordinasi pemantauan harga dan kebijakan perdagangan bahan pangan. Selain itu, untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat golongan kurang mampu terhadap pangan dilakukan penyediaan bahan pangan bersubsidi (Raskin).

Kebijakan untuk peningkatan kualitas konsumsi masyarakat, diarahkan melalui percepatan penganekaragaman penyediaan dan konsumsi pangan, pengembangan industri pangan olahan berbasis tepung-tepungan dan pangan lokal yang merupakan implementasi dari Perpres Nomor 22/2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Kebijakan dalam penanggulangan masalah gizi, antara lain diarahkan melalui program-program: (1) ASI eksklusif, garam beryodium; (2) suplementasi gizi mikro (vitamin A dan tablet Fe); (3) tatalaksana gizi buruk termasuk pencegahan dan penanganan kasus anak yang

pendek (stunting); (4) peningkatan intervensi untuk menanggulangi

kekurangan zat gizi mikro terutama melalui fortifikasi; dan (5) peningkatan intervensi pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS). Upaya lain untuk peningkatan kualitas konsumsi pangan dilakukan dengan pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Desa Mandiri Pangan (Demapan) untuk daerah-daerah rawan pangan.

Kebijakan pembelian gabah/beras dalam negeri dengan ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) merupakan salah satu

upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Pengamanan HPP tersebut ditugaskan pemerintah kepada Perum BULOG dalam wujud pembelian gabah/beras dalam negeri terutama saat panen raya sesuai dengan amanat Inpres Nomor 3/2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/ Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Instrumen HPP digunakan untuk melindungi petani dari tingkat harga yang rendah karena lemahnya daya tawar petani saat

panen raya dan suplai melimpah. Diharapkan pasar akan

menggunakan HPP sebagai patokan dalam membeli gabah dan beras petani sehingga petani menjadi terlindungi.

Kebijakan dalam menghadapi perubahan iklim dan untuk tetap menjaga ketahanan pangan, diarahkan melalui peningkatan upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Strategi yang dilakukan adalah melalui penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi-inovasi teknologi yang dapat menyesuaikan terhadap kondisi perubahan iklim seperti menghasilkan benih-benih yang adaptif/toleran terhadap iklim ekstrim (kekeringan/banjir) dan tahan terhadap serangan penyakit, serta pengembangan sistem pertanaman yang sesuai dengan kondisi perubahan iklim.

Hasil Pelaksanaan

Berdasarkan arah kebijakan untuk ketahanan pangan, maka telah dicapai peningkatan ketersediaan bahan pangan yang tercermin dari peningkatan produksi sebagian besar komoditas pangan selama periode 2009-2011. Produksi padi selama periode tersebut meningkat 1,07 persen per tahun, namun pada tahun 2011 mengalami sedikit penurunan menjadi 65,76 juta ton GKG. Pada tahun 2012, produksi padi kembali meningkat sebesar 4,31 persen menjadi 68,60 juta ton GKG (ARAM I, 2012). Jumlah tersebut diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhan beras nasional. Dengan tingkat konversi sebesar 56,22 persen, maka ketersediaan beras di tingkat nasional dapat mencapai 38,57 juta ton. Apabila pada tahun 2012 jumlah

penduduk sekitar 244,69 juta jiwa, dengan tingkat konsumsi 135,01 kg per kapita, maka jumlah kebutuhan konsumsi beras nasional adalah sebesar 33,04 juta ton, sehingga perkiraan akan terdapat surplus beras sebesar 5,53 juta ton.

TABEL 2.5.1

PRODUKSI KOMODITAS PANGAN UTAMA (JUTA TON)

Dalam dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (Halaman 82-87)