PERDAMAIAN DUNIA
2.13 PRIORITAS NASIONAL LAINNYA: BIDANG PEREKONOMIAN
Kebijakan
Kebijakan Industri Nasional, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden nomor 28 Tahun 2008, memuat daftar klaster industri prioritas dan didorong untuk mendukung pencapaian prioritas nasional. Hingga tahun 2012, pembangunan industri utamanya diarahkan pada hilirisasi industri berbasis agro, migas dan bahan tambang mineral.
Dalam rangka pelayanan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI), kebijakan yang ditetapkan untuk tahun 2011 adalah menyempurnakan kebijakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada TKI dengan penekanan kepada aspek perlindungan pekerja, baik di dalam maupun di luar negeri. Tujuan akhir dari kebijakan ini adalah mengurangi beban biaya tinggi yang ditanggung oleh TKI saat ingin bekerja ke luar negeri antara lain dengan memberi
kemudahan dalam pengurusan dokumen keberangkatan,
menyediakan sistem database TKI yang baik, memberikan akses kredit kepada TKI, dan meningkatkan pengetahuan, kualitas dan kompetensi TKI. Dengan demikian, diharapkan jumlah TKI bermasalah di luar negeri dapat berkurang. Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki penyelenggaraan penempatan TKI adalah: (1) memperkuat kelembagaan penyelenggara penempatan calon TKI dengan membagi secara tegas kewenangan masing-masing institusi
penyelenggara, baik di pusat maupun di daerah; (2)
menyosialisasikan skim kredit perbankan dan skema asuransi secara luas kepada calon TKI; (3) menghubungkan aplikasi sistem online kepada penyelenggara penempatan TKI baik swasta maupun pemerintah; (4) menerapkan hotline service dalam bentuk kotak surat/kotak pos; (5) meningkatkan pembelaan kepada TKI dengan memberikan bantuan hukum bagi TKI yang mengalami masalah.
Kemudian dalam kerjasama ekonomi internasional, Indonesia akan terus secara aktif meningkatkan peran dan kemampuan diplomasi terutama dalam rangka meningkatkan akses pasar dan mengamankan kebijakan perdagangan nasional melalui
multitrack strategy di fora multilateral, regional, dan bilateral. Melalui strategi ini, Indonesia akan memperkuat perannya baik di Multilateral khususnya WTO; dan Regional, khususnya ASEAN dan APEC; maupun di Bilateral, yang berorientasi pada penjajakan
pengembangan Comprehensive Economic Partnership dan Free
Trade Agreement(FTA).
Hasil Pelaksanaan
Pada sektor industri, beberapa hasil penting yang terkait kelompok industri berbasis sumber daya alam dan mendukung kebijakan hilirisasi industri berbasis agro, migas dan bahan tambang mineral hingga Semester I tahun 2012 antara lain telah ditetapkannya Kawasan Industri Sei Mangkei (KISM) sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui PP No 29 tahun 2012 serta telah dibangun
pabrik Palm Kernel Oil (PKO) dan Pembangkit Listrik Tenaga
Biomassa (PLTBS) kapasitas pabrik kelapa sawit Sei Mangkei dari semula 30 ton/jam TBS menjadi 75 Ton TBS/jam;
Pelaksanaan pelayanan dan perlindungan TKI juga telah memperoleh beberapa hasil penting. Tahun 2011 Pemerintah melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) telah memfasilitasi sekitar 581.000 orang TKI. Sementara itu, sampai bulan Juni 2012 sebanyak 241.203 orang, dengan proporsi TKI formal sebanyak 117.184 orang (49 persen) dan TKI informal sebanyak 124.019 orang (51 persen), dari target penempatan 2012 sebanyak 500.000 TKI. Keberadaan TKI di luar negeri saat ini terdapat di 133 negara penempatan dengan kurang lebih 476 jabatan.
Pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2012 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Calon Tenaga
Kerja Indonesia yang mengatur tentang standar pemeriksaan kesehatan dan tes psikologi untuk calon TKI. BNP2TKI melakukan sosialisasi perpres ini melalui media massa dan melakukan persiapan
pelaksanaannya yang diintegrasikan dengan pelayanan SistemOnline
BNP2TKI. Untuk menghindari pemalsuan sertifikat hasil
pemeriksaan kesehatan calon TKI, diberlakukan standarisasi
dokumen/sertifikat hasil pemeriksaan kesehatan yang memenuhi persyaratan keamanan dokumen.
Sampai dengan bulan Juni 2012 jumlah pengaduan melalui
telepon yang masuk ke crisis center TKI sebanyak 70.912 telepon
dan yang dinilai valid 2.759 kasus, serta pengaduan yang
disampaikan langsung dengan mengunjungi crisis center sebanyak
2.177 kasus dan 582 kasus dari BP3TKI. Dari pengaduan tersebut telah diselesaikan sebanyak 2.761 kasus dan sisanya masih dalam proses. Pada bulan April 2012, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (Konvensi Pekerja Migran, 1990) melalui UU Nomor 6 Tahun 2012. Ratifikasi ini mempertegas komitmen, memperkuat landasan hukum dan mekanisme perlindungan bagi pekerja migran. Dengan demikian, diharapkan pekerja migran akan lebih terjamin hak-haknya. Sementara itu, dalam rangka amandemen UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Kemenakertrans telah menyusun rancangan Penyempurnaan UU tersebut dan telah disampaikan kepada DPR.
Selama tahun 2011, Pemerintah telah memulangkan 18.675
orang WNI over-stayer, yaitu mereka yang berada di Arab Saudi
namun tidak memiliki izin tinggal/kerja yang sah. Dari jumlah tersebut 13.063 orang bersatus TKI, umrah 3.922 orang, dan 1.645
anak. Pemulangan WNI over-stayer ini dua kali dilakukan secara
massal, yaitu pada periode Februari–April dan Oktober 2011. Selain itu, mulai tahun 2011 Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri
mendapat masalah hukum di luar negeri. Selanjutnya, untuk memberikan akses dana yang lebih baik kepada TKI yang hendak berangkat bekerja di luar negeri, pada tahun 2012 Pemerintah menargetkan untuk menyalurkan kredit kepada TKI (KUR-TKI) kepada 8.000 orang, namun dalam pelaksanaannya sampai sekitar bulan Mei 2012 kredit tersebut baru diberikan kepada sekitar 946 orang TKI sebesar Rp 9,7 miliar.
Kerjasama ekonomi internasional dalam rangka peningkatan peran dan kemampuan diplomasi perdagangan internasional, sampai semester I Tahun 2012 telah dicapai 51,58 persen dari target yaitu 114 (seratus empat belas) dokumen hasil perundingan berupa
Agreement, kesepakatan kerjasama komoditi, MRA, MoU, Agreed
Minutes, Declaration, Chair Report, dan dokumen perundingan lainnya. Pada tahun 2011, Indonesia telah mengikuti sebanyak 309 (tiga ratus sembilan) perundingan atau persentase capaian 127,16 persen dari target sebelumnya yaitu 243 perundingan di berbagai fora baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Perjuangan Indonesia dalam meningkatkan akses pasar di forum multilateral yang dilakukan melalui kerja sama dan
perundingan internasional di forum World Trade Organization
(WTO) telah membuat komposisi kekuatan negara-negara
berkembang dengan negara maju dalam forum tersebut menjadi berimbang. Kepemimpinan Indonesia dalam berbagai kelompok inti, misal: G33, G20 di WTO dan ASEAN, membuat posisi Indonesia semakin diperhitungkan di forum internasional dan regional. Salah satu keberhasilan diplomasi perdagangan Indonesia pada tahun 2012 yaitu perjuangan untuk kepentingan akses pasar rokok Indonesia di
Amerika yang mengalami hambatan karena regulasi US –Tobacco
Act dimana Dispute Settlement Body WTO akhirnya memenangkan
Indonesia pada kasus tersebut.
Pada tahun 2011, Indonesia berperan penting dalam ASEAN’s
yang berorientasi pada rakyat di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) 2015. Pada tahun 2011 Indonesia
ditargetkan oleh ASEAN untuk memenuhi 178 measures pada AEC
Scorecard, namun melihat kondisi yang ada maka target yang dapat
dipenuhi oleh Indonesia sebanyak 154 measures. Realisasi untuk
Pemenuhan ASEANEconomic Community(AEC)Scorecardadalah
64,61 persen (115measures) (as of Desember2011) dari target yang
telah di tetapkan yaitu 178 measures, namun bila dikaitkan dengan
target yang telah ditetapkan oleh Indonesia yaitu sebesar 154
measures maka capaian Indonesia adalah 74,24 persen. Indonesia
saat ini merupakan Country Coordinator untuk ASEAN Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Hal ini merupakan prakarsa terbesar kedua setelah AEC 2015 dan direncanakan untuk diimplementasikan pada tahun 2016. Jika konsep ini terealisasi maka akan terjadi penyatuan pasar yang besarnya 3,3 miliar jiwa. Ini
merupakan pesaingTrans Pacific Partnership (TPP) yang pasarnya
hanya 540 juta jiwa.
Pada tahun 2012, sesuai instruksi APEC Ministerstahun 2011
terkait Advancing Sustainable Development of Oceans, Indonesia
telah menindaklanjuti dengan menyampaikan konsep Blue Economy
pada pertemuan Steering Committee on ECOTECH. Indonesia
mengusulkan untuk memperluas cakupan konsepBlue Economy dari
sekedar marine resources conservation sehingga sesuai dengan
konteks APEC sebagai forum pembahasan perdagangan dan
investasi. Perundingan bilateral reguler dilakukan melalui
optimalisasi forum TIFA Indonesia-AS, WGTI Indonesia-Eropa,
Trade Talk Indonesia-UK,Trade Ministerial Forum Indonesia-India,
Joint Trade Committee Indonesia-Afrika Selatan, Forward Processing Indonesia-Mozambique, dan Joint Commission Meeting
Indonesia dengan negara-negara Iran, Irak, Jordania, Maroko, Tunisia, Mesir, Turki, AS, China, Korea Selatan serta pertemuan
bilateral lainnya. Dalam kerjasama ekonomi komprehensif
Australia-New Zealand CEPA, Indonesia-India CECA, Indonesia- Korea Selatan CEPA, Indonesia-Tunisia JSG, Indonesia-Mesir JSG, dan penyelesaian Indonesia-Iran PTA.
Permasalahan Pelaksanaan dan Tindak Lanjut
Permasalahan utama pembangunan bidang industri agro khususnya pada industri hilir adalah sebagian besar bahan baku
industri berbasis agro diekspor dalam bentukCrude Palm Oil(CPO)
yang mencapai 60 persen dari total produksi, Kakao (46 persen), serta karet (85 persen). Untuk mengatasi permasalahan yang menghambat tumbuh dan berkembangnya sektor industri agro, perlu ditempuh langkah-langkah tindak lanjut seperti penetapan tarif Bea Keluar (BK) terhadap CPO dan Kakao. Langkah ini diharapkan akan lebih mendorong investasi baru masuk mendukung pengembangan KEK Sei Mangke. Selain itu akan dilaksanakan promosi Investasi Industri Hilir Kelapa Sawit (IHKS) di dalam dan luar negeri, untuk meningkatkan nilai baik dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Pelayanan dan perlindungan TKI, pada tahun 2011 Pemerintah telah menargetkan untuk memfasilitasi 600.000 orang calon TKI, namun target tersebut tidak dapat terealisasi karena adanya moratorium penempatan TKI di Arab Saudi akibat tingginya kasus hukum yang dihadapi oleh TKI di negara tersebut. Pemerintah mengupayakan untuk mencari negara-negara penempatan lain yang membutuhkan TKI untuk bekerja di sektor formal sekaligus yang memberikan perlindungan yang lebih baik kepada tenaga kerja asing mereka.
Masalah lainnya adalah pelaksanaan KUR-TKI masih belum sempurna karena masih ada masalah persyaratan yang menyebabkan TKI sulit memperoleh kredit. Oleh karena itu, Pemerintah akan menghilangkan syarat harus memiliki kartu tanda kerja luar negeri (KTKLN) dan perjanjian kerja untuk pencairan kredit. Upaya lainnya
adalah melaksanakan pencairan kredit bersamaan dengan perjanjian penempatan.
Terkait ratifikasi konvensi buruh migran, Pemerintah akan menyusun langkah-langkah tindak lanjut yang diperlukan dalam
pelaksanaannya. Untuk itu, Pemerintah terus mengupayakan
perbaikan regulasi yang antara lain dengan melakukan amandemen UU Nomor 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait di tingkat pusat-daerah. Amandemen UU 39/2004 tersebut diharapkan dapat lebih menekankan pada aspek perlindungan serta memberi kewenangan dalam pelayanan kepada TKI kepada kementerian/lembaga dan daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pemerintah mengupayakan agar amandemen UU ini dapat masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2012.
Sistem online (SIM-TKI) yang telah dibangun oleh
Kementerian Komunikasi dan Informasi sampai saat ini masih belum dapat mengintegrasikan berbagai sistem yang terkait dengan
penyelenggaraan penempatan TKI, seperti sistem yang
dikembangkan oleh BNP2TKI, Kementerian Dalam Negeri terkait Nomor Induk Kependudukan (NIK), Imigrasi, dan lain-lain. Oleh karena itu, tindak lanjut yang diperlukan adalah melaksanakan koordinasi yang lebih baik antarinstansi terkait dan menyusun aturan pelaksanaan pengintegrasian SIM-TKI ini.
Kemudian permasalahan dalam kerjasama ekonomi
internasional antara lain terkait dengan pemenuhan scorecard AEC
2015 yang masih memerlukan koordinasi yang intensif antar Kementerian/Lembaga. Selain daripada itu, sosialisasi dan dukungan kepada dunia usaha perlu lebih ditingkatkan agar pemanfaatan AEC untuk kepentingan nasional menjadi optimal. Terkait Indonesia
dalam fora multilateral WTO, Indonesia perlu terus mendorong
(DDA). Selain daripada itu, Indonesia perlu terus meningkatkan peran diplomasi perdagangan dalam hal penyelesaian permasalahan dan sengketa perdagangan internasional.
Pada tahun 2013 akan diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri WTO ke IX. Indonesia saat ini sedang mengajukan diri sebagai tuan rumah KTM IX WTO yang rencananya akan diselenggarakan di Bali pada bulan Desember 2013. Di samping itu, pada Tahun 2013 Indonesia telah ditetapkan menjadi Ketua dan Tuan Rumah APEC. Diharapkan momentum ini dapat dimanfaatkan Indonesia secara optimal.
2.14 PRIORITAS NASIONAL LAINNYA: BIDANG