• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prisma Sebagai Pengurai Cahaya

Dalam dokumen Suplemen Astrofisika (Halaman 57-74)

Jika sinar datang ke permukaan prisma, di dalam prisma cahaya akan dibelokkan karena perbedan indeks bias udara dengan kaca. Jika cahaya Matahari dilewatkan pada prisma, cahaya Matahari yang sebenarmya terdiri dari berbagai panjang gelombang (dideteksi sebagai warna oleh manusia) itu akan terurai.

52 TEROPONG BINTANG Hal ini disebabkan indeks bias bergantung pada panjang gelombang, maka warna yang berbeda akan dibelokkan dengan ketajaman yang berbeda. Akibatnya cahaya matahari akan nampak terurai menjadi berbagai warna setelah melewati prisma.

Gambar 4.6 Cahaya Matahari yang melalui prisma akan diuraikan, karena

kecepatan cahaya di dalam kaca bergantung pada panjang gelombang Fenomena ini dimanfaatkan oleh para astronom untuk mempelajari komposisi cahaya Matahari dan bintang-bintang dengan lebih mendetail. Cahaya Matahari atau bintang diuraikan dengan prisma lalu direkam dan dianalisis. Rekaman hasil penguraian cahaya itu disebut spektrum. Alat untuk menguraikan cahaya disebut spektrograf. Ternyata spektrum benda langit mengandung banyak informasi tentang keadaan fisik benda langit, seperti temperatur, komposisi kimia, pola gerakan dan lain-lain.

Pada masa kini, pengurai cahaya benda langit tidak lagi berupa prisma, karena daya urai prisma tidak begitu besar. Ada berbagai macam teknik penguraian cahaya benda langit yang menghasilkan berbagai macam dispersi, masing-masing mempunyai tujuan ilmiah tersendiri. Secara umum alat untuk menguraikan cahaya benda langit untuk menghasilkan spektrum disebut spektrograf saja.

TEROPONG BINTANG 53

Gambar 4.7 Contoh spektrum bintang, hasil penguraian oleh prisma atau kisi. Pola

garis-garis pada bintang-bintang berbeda-beda, masing-masing mengandung informasi fisik tentang bintang yang diamati

Lensa sebagai pengumpul cahaya

Lensa adalah benda transparan dari material tembus cahaya yang mempunyai indeks bias lebih besar dari udara, dengan permukaan lengkung. Lengkungnya permukaan lensa, membuat cahaya yang datang pada posisi yang berbeda di permukaan lensa akan dibiaskan dengan sudut yang berbeda. Setelah menembus lensa, di permukaan sebaliknya cahaya akan keluar dengan sudut yang berbeda pula, artinya cahaya membelok. Dua kali melalui batas melengkung dua medium itu akan memberi efek cahaya akan mengumpul atau menyebar. Jika lengkungan membuat lensa cembung, maka cahaya akan cenderung mengumpul, sedangkan lensa cekung akan membuat cahaya menyebar.

Hasil pengumpulan atau penyebaran cahaya ini akan menentukan dimana posisi bayangan apabila ada benda di depan lensa, bergantung pada posisi fokus lensa. Posisi fokus lensa bergantung pada kelengkungan permukaan lensa. Jika jarak fokus pada sumbu utama dari lensa adalah f, jarak benda S dan jarak bayangan adalah S’ maka hubungan ketiga besaran itu adalah :

'

1

1

1

S

S

f  

(4.3)

Pada teropong bintang, jarak S sangat jauh dibandingkan dengan f, dengan demikian 1/S dapat diabaikan sehingga :

f

S'

(4.4)

Artinya, jika kita mengarahkan teropong ke suatu bintang, maka cahaya dari bintang itu akan dikumpulkan di titik fokus lensa obyektif. Sifat ini juga dapat kita lihat dengan jelas ketika menghadapkan lensa cembung ke Matahari pada siang hari dan di bawahnya diletakkan kertas. Jika posisi kertas tepat pada titik fokus, kertas itu dapat terbakar. Itu sebabnya titik fokus sering disebut juga titik api.

Jika kita ingat peristiwa penguraian cahaya oleh prisma mungkin muncul juga pertanyaan, apakah panjang gelombang yang berbeda difokuskan

54 TEROPONG BINTANG pada jarak yang berbeda setelah melewati lensa, mengingat pembiasan bergantung pada panjang gelombang. Memang benar sebuah lensa bisa mempunyai jarak fokus yang sedikit berbeda untuk panjang gelombang yang berbeda. Gejala ini disebut aberasi kromatik. Namun pembuat lensa teropong bintang dengan berbagai teknik, misalnya menggunakan gabungan lensa, pemilihan bahan dan lain-lain, dapat mengurangi efek aberasi kromatik ini. Lensa yang tidak mempunyai aberasi kromatik ini disebut lensa apokromatik.

Lensa Gravitasi

Kita mengenal lensa di Bumi yang dapat memfokuskan cahaya. Fenomena dasar yang dapat membuat sebuah lensa mengumpulkan cahaya adalah fenomena pembiasan, yaitu pembelokan cahaya yang merambat melalui dua medium yang berbeda sehingga kecepatannya berubah. Di alam semesta, pembelokan cahaya dapat terjadi bukan hanya disebabkan oleh proses pembiasan, tetapi juga oleh tarikan gravitasi yang sangat kuat. Peristiwa pembelokan cahaya oleh gravitasi pertama kali dikemukakan oleh Albert Einstein sebagai konsekuensi dari teori relativitas umum.

Gambar 4.8 Pembelokan cahaya bintang oleh gravitasi Matahari, sehingga bintang

yang berada di belakang Matahari masih dapat diamati oleh pengamat di Bumi. Kesempatan pertama untuk membuktikan pembelokan cahaya oleh gravitasi datang pada saat terjadi gerhana Matahari total tahun 1919.

TEROPONG BINTANG 55 Mengapa saat gerhana Matahari total? Karena pada saat itu permukaan Matahari yang menyilaukan tertutup Bulan sehingga bintang bisa kelihatan. Pembelokan cahaya oleh Matahari terhadap cahaya bintang yang berada di belakang Matahari membuat bintang menjadi bisa terlihat meski pun seharusnya tertutup oleh piringan Matahari. Penyebab pembelokan cahaya bintang itu adalah gaya tarik gravitasi Matahari.

Bukti lain adanya peristiwa lensa gravitasi adalah dari citra gugus galaksi di bawah ini.

Gambar 4.9 Citra fenomena lensa gravitasi. Galaksi berwarna biru dan melengkung

itu sebenarnya berada di belakang kumpulan galaksi besar di tengah, namun tarikan gravitasi besar itu membuat cahaya dari galaksi di belakang membelok ke

arah pengamat. Sumber : Hubble Site

Karena jarak tempuh cahaya selama mengalami pelensaan jauh lebih kecil dibanding jarak sumber dengan pengamat, maka pembelokan cahaya oleh gravitasi umumnya mempunyai sifat-sifat yang sama dengan pembelokan cahaya oleh lensa tipis.

56 TEROPONG BINTANG Teropong Bintang

Salah satu alat optik yang digunakan untuk mengamati sumber cahaya yang redup dan sangat jauh adalah teropong bintang. Secara umum teropong bintang dibagi dalam dua golongan besar, refraktor dan reflektor. Teropong refraktor menggunakan lensa, sedangkan reflektor meng-gunakan cermin sebagai pengumpul cahaya utamanya. Teropong reflektor masih dibagi menjadi beberapa jenis lagi, misalnya Newtonian, Schmidt, Cassegrain dan lain lain.

Refraktor

Teropong refraktor atau pembias menggunakan lensa sebagai komponen pengumpul cahayanya. Teropong jenis ini pertama kali diperkenalkan oleh Galileo Galilei tahun 1609 dengan ukuran yang kecil dan perbesaran yang kecil pula, hanya berkisar antara 3 hingga 30 kali. Pada zaman sekarang teropong refraktor itu sudah bisa dibuat dengan ukuran yang lebih teliti, perbesaran lebih besar dan ukurannyapun bisa jauh lebih besar. Sebagai contoh, teropong refraktor Zeiss di Observatorium Bosscha mempunyai lensa obyektif berdiameter 60 cm.

(kiri)

Gambar 4.10 Contoh teropong bintang jenis

refraktor kecil yang mirip dengan teropong Galileo dan mudah dirakit sendiri

Gambar 4.11 Galileo Galilei

penemu teropong bintang dan bulan-bulan Jupiter

TEROPONG BINTANG 57 Pada teropong yang mempunyai perbesaran tinggi, diperlukan sebuah teropong yang lebih kecil, yang disebut finder, untuk mempermudah pencarian obyek langit yang diinginkan. Hal ini disebabkan perbesaran yang tinggi menyebabkan medan langit yang bisa dilihat menjadi kecil sehingga teropong meleset sedikit saja dari obyek yang dituju, obyek menjadi tidak nampak dalam medan pandang (field of view) teropong. Teropong finder mempunyai perbesaran yang kecil dan medan pandang yang lebih luas sehingga arah teropong meleset sedikit dari obyek tidak membuat obyek keluar dari medan pandang. Pada saat kita akan mengarahkan teropong ke suatu bintang, misalnya, biasanya kita melihat melalui finder, kemudian teropong digerakkan sedikit demi sedikit sehingga bintang berada tepat di tengah medan pandang finder. Jika sumbu teropong utama dan teropong finder sejajar, dapat dipastikan bintang yang berada tepat di tengah finder akan masuk ke dalam medan pandang teropong utama.

Gambar 4.12 Skema teropong refraktor

Lensa pengumpul cahaya disebut lensa obyektif. Cahaya bintang yang masuk ke dalam teropong melalui lensa obyektif merupakan cahaya yang sejajar dengan sumbu utama karena letak obyek yang sangat jauh, sehingga cahaya bintang akan terkumpul di fokus lensa obyektif tersebut. Citra yang terbentuk di fokus itu merupakan citra nyata. Agar citra bintang dapat dilihat dengan mata, diperlukan satu lensa lagi, yang disebut lensa okuler

58 TEROPONG BINTANG atau eyepiece yang membuat citra menjadi maya. Agar cahaya yang melewati lensa okuler dan masuk ke mata sejajar, maka lensa okuler harus dipasang sedemikian rupa sehingga citra yang dikumpulkan oleh obyektif terletak di fokus lensa okuler.

Pada saat kita memasang lensa okuler, dan kita lihat bintang melalui teropong kemungkinan citra yang dilihat nampak buram, artinya citra dari obyektif tidak tepat berada di fokus lensa okuler. Kita harus menggeser-geser lensa okuler menjauhi atau mendekati obyektif sehingga diperoleh citra paling tajam. Proses ini disebut dengan focusing atau pengaturan fokus.

Perbesaran teropong bintang adalah perbandingan panjang fokus obyektif dan okuler : ok obj

f

f

M

(4.5)

Citra benda yang terlihat melalui teropong bintang sebenarnya terbalik, namun kita tidak merasakannya ketika meneropong bintang karena bintang adalah sumber cahaya titik. Namun jika kita menggunakan

Contoh Soal

Sebuah teropong refraktor mempunyai karakteristik sebagai berikut : Lensa obyektif : diameter 10 cm, panjang fokus 1,5 m

Lensa okuler : diameter 0,5 cm, panjang fokus 1,5 cm Maka perbesaran teropong itu adalah :

a. 10 kali b. 15 kali c. 20 kali d. 100 kali e. 200 kali Jawab : d

Penjelasan : perbesaran teropong ditentukan oleh perbandingan panjang fokus obyektif dan okuler :

TEROPONG BINTANG 59 teropong bintang untuk meneropong benda-benda yang ada di permukaan Bumi, maka citra benda yang kita lihat akan terbalik. Untuk membuat citra benda tegak kembali seperti semula diperlukan satu lensa tambahan yaitu lensa pembalik. Dengan melakukan itu sebenarnya kita memperoleh teropong medan. Jika teropong medan dibuat sepasang untuk mata kiri dan kanan kita akan memperoleh binokuler.

Mengapa para pembuat teropong bintang membiarkan citra yang dihasilkan teropong bintang terbalik? Karena pada benda-benda angkasa tidak ada istilah atas dan bawah, mana atas mana bawah tidak jelas, semuanya diatas, sehingga membalik citra tidak mempunyai arti apa-apa malah merugikan. Mengapa merugikan? Karena tambahan lensa pembalik akan membuat harga teropong lebih mahal dan intensitas citra yang diperoleh sedikit lebih redup, karena serapan cahaya yang terjadi di lensa pembalik.

Gambar 4.13 Skema Lintasan cahaya pada teropong refraktor

Jika perbesaran hanya ditentukan oleh fokus obyektif dan okuler, apa peran diameter teropong? Mengapa orang membuat teropong yang semakin hari semakin besar kalau perbesaran hanya ditentukan oleh jarak fokus? Diameter teropong menentukan dua hal yaitu daya pisah (resolution) dan kecerlangan citra. Jika kita memperpanjang fokus obyektif teropong memang akan didapatkan citra yang berukuran lebih besar namun semakin redup, karena pencahayaan (iluminasi) yang kurang. Pencahayaan akan semakin tinggi apabila cahaya yang dikumpulkan semakin banyak, dan hal itu dapat diperoleh bila luas lensa obyektif teropong semakin besar. Jika pencahayaan dinyatakan dengan J dan diameter obyektif D maka:

2

2

D

J

(4.6)

60 TEROPONG BINTANG Sementara itu panjang citra berbanding lurus dengan panjang fokus obyektif fobj, sehingga luas citra berbanding lurus terhadap f2obj. Maka pencahayaan per satuan luas citra akan berbanding lurus terhadap kuadrat perbandingan fokus terhadap diameter. Perbandingan fokus terhadap diameter obyektif disebut focal ratio F:

D

f

F

(4.7) Dua teropong yang focal rationya sama akan memberikan kesan kecerlangan citra yang sama meskipun besar teropongnya berbeda. Focal ratio ini juga menjadi salah satu faktor yang menentukan lamanya waktu pemotretan atau kecepatan kamera. Focal ratio biasanya dituliskan dalam bentuk f/F, misalnya sebuah kombinasi teropong dan kamera mempunyai focal ratio 5, maka dituliskan f/5, untuk menunjukkan focal ratio 5. Ada juga yang mengatakan bahwa kamera yang focal rationya lebih kecil lebih cepat.

Bagaimana hubungan diameter teropong dengan daya pisah? Yang dimaksudkan daya pisah adalah kemampuan teropong memisahkan dua titik cahaya yang berdekatan. Biasanya yang dimaksud berdekatan disini bukanlah berdekatan dalam ukuran panjang tapi dalam ukuran sudut, maka jaraknya pun dinyatakan dalam jarak sudut.

Jarak sudut adalah besar sudut yang dibentuk oleh garis hubung antara pengamat dengan masing-masing titik. Daya pisah juga ditentukan oleh panjang gelombang cahaya yang diterima oleh pengamat dari kedua sumber. Semakin pendek panjang gelombang cahaya yang diamati semakin dekat jarak sudut kedua titik yang dapat dipisahkan. Besarnya daya pisah itu dapat dinyatakan oleh kriteria Rayleigh sbb :

D

min

1,22

(4.8)

Dengan

θmin adalah jarak sudut paling kecil yang dapat dipisahkan oleh teropong

λ adalah panjang gelombang cahaya yang diterima pengamat dari

TEROPONG BINTANG 61 Contoh Soal (OSP 2009 essay)

Sebuah teleskop dengan diameter bukaan 0,5 meter memerlukan waktu 1 jam untuk mengumpulkan cahaya dari obyek astronomi yang redup agar dapat terbentuk citranya pada detektor. Berapa waktu yang diperlukan oleh teleskop dengan diameter bukaan 2,5 meter untuk mengumpulkan jumlah cahaya yang sama dari obyek astronomi redup tersebut?

Jawab:

Waktu yang diperlukan oleh sebuah teleskop untuk mengumpulkan sejumlah cahaya berbanding terbalik dengan luas bukaan. Jadi:

, dengan Ai : luas lingkaran dengan radius i

, dengan Ai : luas lingkaran dengan radius i

Dalam waktu 2,24 menit sebuah teleskop dengan diameter bukaan 2,5 meter dapat mengumpulkan cahaya yang sama dengan teleskop berdiameter 0,5 meter dalam waktu 1 jam.

62 TEROPONG BINTANG Reflektor

Komponen pengumpul cahaya utama pada teropong reflektor adalah sebuah cermin cekung dengan permukaan berbentuk paraboloida, sehingga cahaya yang sejajar dengan sumbu utama akan difokuskan di fokus cermin cekung itu. Bagaimana melihat citra yang difokuskan oleh cermin itu? Kalau kita melakukannya sama seperti pada teropong refraktor, maka kita harus meletakkan okuler di depan cermin dan pada saat kita meneropong, cahaya bintang akan terhalang oleh kepala kita, yang terlihat malah kepala kita, bukan bintang.

Untuk mengatasi hal ini ada beberapa macam ide sehingga dilahirkan beberapa macam teropong reflektor. Issac Newton pada tahun 1668 mempunyai ide untuk memasang cermin kedua berukuran kecil di dekat fokus cermin utama yang dapat memantulkan cahaya dari cermin utama ke samping teropong. Lensa okuler dipasang tegak lurus terhadap sumbu utama cermin utama, menghadap ke cermin kedua, sehingga dapat menerima cahaya bintang yang dipantulkan oleh cermin utama dan cermin kedua, seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 4.14 Lintasan cahaya pada teropong reflektor tipe Newton

Cara kedua adalah dengan membuat lubang ditengah cermin utama dan memasang cermin kedua menghadap ke cermin utama, sehingga cahaya bintang yang dipantulkan oleh cermin utama dan kedua kemudian masuk ke lubang di tengah cermin utama Di balik lubang cermin utama dipasang lensa okuler. Ide ini dipublikasikan oleh Laurent Cassegrain tahun 1672.

TEROPONG BINTANG 63 Dari ide Cassegrain ini telah muncul berbagai variasi rancangan yang berbeda-beda, seperti Schmidt-Cassegrain, Maksutov – Cassegrain, Ritchey Chrétien, Coudé dan lain-lain.

Gambar 4.15 Skema lintasan cahaya pada teropong reflektor jenis Cassegrain

Seperti juga lensa, cermin cekung pun mempunyai fokus. Ke titik fokus itulah cahaya yang berasal dari tempat yang jauh dipusatkan. Jika bentuk permukaan cermin seperti potongan bola, cahaya yang dipantulkan oleh bagian cermin yang berbeda akan dipusatkan di titik yang berbeda. Gejala ini disebut aberasi sferis. Untuk menghindari aberasi sferis, bentuk geometri permukaan cermin dibuat seperti potongan paraboloida.

Pada teropong refraktor, semakin besar diamter lensa, ketebalannya pun semakin besar dan semakin sulit membuatnya. Teropong reflektor dapat dibuat sangat besar karena diameter cermin tidak mempengaruhi ketebalannya. Itulah sebabnya teropong-teropong raksasa seperti Subaru, Keck, Gemini dan lain-lain semua merupakan teropong reflektor.

64 TEROPONG BINTANG Soal-soal

1. (OSKK 2008) Jarak antara lensa objektif dan lensa okuler sebuah teropong adalah 1,5 m. Jika panjang fokus okulernya 25 mm, berapakah panjang fokus lensa objektifnya?

a. 2,5 x 10-2 m b. 0,6 m c. 1,475 m d. 6 m e. 15,95 m

2. (OSKK 2007) Pengaruh refraksi pada saat Matahari terbit/terbenam adalah:

a. Bentuk Matahari terdistorsi sehingga nampak lebih kecil b. Kedudukan Matahari lebih tinggi dari yang seharusnya c. Pengaruhnya terlalu kecil sehingga bisa diabaikan d. Warna Matahari menjadi merah

e. Tidak ada jawaban yang benar

3. (OSKK 2008) Daya pisah (resolving power) sebuah teleskop lebih besar jika

a. panjang fokus lebih besar b. diameter obyektif lebih besar c. panjang fokus lebih kecil

d. hanya bekerja dalam cahaya merah e. diameter obyektif lebih kecil

4. (OSKK 2009) Perbedaan refraktor dan reflektor yang paling tepat adalah,

a. Refraktor tidak mempergunakan lensa okuler sedang reflektor mempergunakannya

TEROPONG BINTANG 65 panjang fokus

c. Reflektor mempergunakan lensa pengumpul cahaya

d. Kolektor radiasi refraktor adalah lensa, sedangkan untuk reflektor adalah cermin

e. Tidak ada jawaban yang benar

5. (OSKK 2009) Sebuah teleskop dilengkapi dengan lensa obyektif dan okuler dan diarahkan ke bulan. Melalui lensa okuler dan dengan mengatur fokusnya, bulan terlihat begitu jelas kawahnya. Apabila kamu memotret bulan dengan menempelkan kamera di belakang lensa okuler, maka

a. Citra kawah bulan tidak fokus sehingga tidak sama dengan yang dilihat dengan mata biasa

b. Citra kawah bulan yang dipotret sama dengan yang dilihat melalui okuler

c. Citra kawah bulan akan lebih kecil ukurannya dalam hasil potret d. Citra kawah bulan akan lebih besar ukurannya dalam hasil potret e. Citra kawah bulan yang dipotret lebih besar dari yang dilihat melalui

okuler

6. (OSKK 2009) Jika kamu memiliki 2 buah teleskop dengan diameter 5 cm dan 10 cm, dan akan digunakan untuk mengamati sebuah bintang, maka dalam keadaan fokus,

a. Bintang akan tampak lebih besar dengan teleskop 10 cm b. Bintang akan lebih terang dengan teleskop diameter 5 cm c. Bintang tampak lebih besar dengan teleskop 5 cm

d. Bintang tidak terlihat dengan teleskop 5 cm

e. Bintang akan tampak sama besar ukurannya di kedua teleskop tersebut

7. (OSKK 2009) Sebuah teleskop dengan diameter 20 cm (f/D=10) dilengkapi lensa okuler. Dua buah lensa okuler yakni dengan panjang fokus 15 mm (okuler A)dan 40 mm (okuler B) digunakan untuk melihat planet Jupiter yang berdiameter sudut 40 detik busur. Hasil yang

66 TEROPONG BINTANG diperoleh adalah

a. Planet Jupiter akan tampak lebih besar dengan menggunakan okuler B

b. Planet Jupiter akan sama besar baik dengan menggunakan okuler A maupun okuler B

c. Planet Jupiter akan tampak lebih besar dengan menggunakan okuler A

d. Planet Jupiter akan tampak sama redup di kedua okuler tersebut e. Planet Jupiter akan tampak sama terang di kedua okuler tersebut 8. (OSKK 2009) Bulan dengan diameter sudut 30 menit busur dipotret

dengan sebuah teleskop dengan panjang fokus 5000 mm. Sebuah kamera dijital dengan ukuran bidang pencitraan 0,6 cm x 0,5 cm digunakan untuk memotret bulan tersebut. Hasil yang diperoleh adalah a. Setengah dari piringan bulan yang dapat dipotret

b. Piringan bulan seutuhnya akan dapat dipotret

c. Hanya sepertiga dari piringan bulan yang dapat dipotret d. Bulan tidak dapat dipotret

e. Hanya sabit bulan yang dapat dipotret

9. (OSKK 2009) Komet merupakan obyek yang membentang dan bergerak cepat yang dicirikan oleh ekor dan koma. Untuk mengamati seluruh bentuk komet yang terang, instrumen yang tepat adalah,

a. Teleskop berdiameter besar dengan f/D besar b. Mata telanjang

c. Teleskop berdiameter kecil dengan f/D besar d. Teleskop berdiameter besar dengan f/D kecil e. Teleskop berdiameter kecil dengan f/D kecil

10. (OSKK 2009) Apabila dibandingkan antara teleskop yang berdiameter efektif 10 meter dengan teleskop terbesar di Observatorium Bosscha yang berdiameter 60 cm, maka

a. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m

adalah 278 kali kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cm Djoni N. Dawanas 2009

TEROPONG BINTANG 67

b. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m

adalah 0,0036 kali kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cm

c. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m

adalah 17 kali kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cm

d. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m

adalah 0,06 kali kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cm

e. kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 10 m,

sama dengan kuat cahaya yang dikumpulkan oleh teleskop berdiameter 60 cm

11. (OSP 2009) Bulan yang berdiameter sudut 30 menit busur dipotret dengan sebuah teleskop berdiameter 50 cm (f/D=10). Untuk memotret bulan tersebut, teleskop dilengkapi dengan kamera dijital yang bidang pencitraannya berukuran 0,6 cm x 0,5 cm. Dari hasil pemotretan ini maka,

a. Seluruh piringan Bulan dapat dipotret

b. Hanya sebagian piringan Bulan yang dapat dipotret c. Hanya seperempat Bagian Bulan yang dapat dipotret d. Seluruh piringan Bulan tidak bisa dipotret

e. Jawaban tidak ada yang benar

12. (OSP 2009) Untuk mengamati bintang ganda yang jaraknya saling berdekatan. Sebaiknya menggunakan teleskop.

a. Diameter okuler besar b. diameter obyektif yang besar c. panjang fokus kecil

d. hanya bekerja dalam cahaya merah e. diameter obyektif kecil

69

Bab 5

Dalam dokumen Suplemen Astrofisika (Halaman 57-74)