• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

3. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Berbasis Budaya

a. Pengertian Budaya Sekolah

Budaya sekolah terbentuk dari berbagai macam pola perilaku, norma, sikap, dan keyakinan yang dimiliki oleh para anggota komunitas suatu pendidikan. Kemdiknas (dalam Koesoema, 2012: 125) mengungkapkan budaya sekolah sangatlah penting karena “nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa”.

Artinya, budaya sekolah merupakan sumber nilai dalam pendidikan karakter.

Sedangkan Schein (dalam Koesoema, 2018: 22), mengungkapkan bahwa apa yang dirasakan dalam sebuah budaya, sering kali mengacu pada bagaimana individu merasa tentang organisasi itu berjalan, sistem kekuasaan yang ada, tingkat keterlibatan dan komitmen anggota-anggotanya. Ketika individu merasa ada yang menjanggal terkait dengan organisasi pengelolaan sekolah, maka pada saat itulah individu sedang merasakan bagaimana kultur atau budaya sekolah mempengaruhi dirinya. Sedangkan menurut Koesoema (2018: 22), kultur (budaya) sekolah terbentuk dari berbagai macam peristiwa di dalam dunia pendidikan, seperti adanya berbagai macam norma, nilai, peraturan, sejarah, praksis pembiasaan sehari-hari, dan kehadiran sosok keteladanan. Nilai pembentukan karakter dapat terasakan sejenak ketika seseorang memasuki pintu gerbang sekolah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah merupakan sumber nilai karakter. Sumber nilai karakter yang terbentuk dari berbagai norma, peraturan, nilai, sejarah, kehadiran sosok keteladanan yang dapat dirasakan oleh individu ketika berada di lingkungan suatu lembaga pendidikan. Meski hanya sejenak berada di lingkungan lembaga pendidikan tertentu, individu akan dapat merasakan bahwa dirinya terpengaruh oleh budaya yang ada.

b. Pengertian Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

Tim PPK Kemendikbud (2017: 35) mengungkapkan bahwa, pendidikan karakter berbasis budaya sekolah merupakan sebuah kegiatan untuk menciptakan iklim dan lingkungan sekolah yang mendukung praksis PPK mengatasi ruang-ruang kelas dan melibatkan seluruh sistem, struktur, dan pelaku pendidikan di sekolah. Pengembangan PPK berbasis budaya sekolah termasuk di dalamnya keseluruhan tata kelola sekolah, desain Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), serta pembuatan peraturan dan tata tertib sekolah. Hal ini berarti, pendidikan karakter berbasis budaya sekolah bertujuan untuk menciptakan iklim dan lingkungan sekolah yang mendukung praksis PPK.

Pendidikan karakter berbasis kultur sekolah adalah sebuah lingkungan lebih luas dari corak interaksi dan relasi yang terjadi di dalam kelas (Koesoema, 2017: 26). Artinya pendidikan karakter berbasis budaya mencakup keseluruhan mulai dari interaksi, melibatkan pelaku-pelaku lain di luar guru dan peserta didik. Dimana seluruh konteks jalinan relasional tetap mengarah pada satu tujuan, yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran di lingkungan pendidikan. Selain itu pendidikan karakter berbasis budaya bertujuan menciptakan lingkungan pendidikan sebagai lingkungan pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi berkembang.

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis budaya sekolah berfokus pada pembiasaan dan pembentukan budaya yang memuat nilai-nilai utama PPPK. Nilai-nilai-nilai utama PPK tersebut menjadi prioritas suatu satuan pendidikan. Pembiasaan ini diintegrasikan dalam keseluruhan

kegiatan di sekolah yang tercermin dari mulai suasana dan lingkungan sekolah yang kondusif (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 35). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan karakter berbasis budaya sekolah suatu kondisi yang diciptakan kolerasi, hubungan, melibatkan seluruh sistem, struktur, yang pelaku pendidikan di sekolah. Agar terwujudnya tujuan utama PPK berbasis budaya sekolah, yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran di lingkungan pendidikan, serta menciptakan lingkungan pendidikan sebagai lingkungan pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi berkembang.

c. Langkah-langkah Pelaksanaan Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

Berikut ini langkah-langkah pelaksanaan PPK berbasis budaya sekolah yaitu sebagai berikut:

1) Menentukan Nilai Utama PPK

Satuan pendidikan memilih nilai utama yang akan menjadi fokus dalam pengembangan pembentukan dan penguatan karakter di lingkungan mereka. Pemilihan nilai utama ini didiskusikan, dimusyawarahkan, dan didialogkan dengan seluruh pemangku kepentingan sekolah (kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, dan peserta didik). Bersamaan dengan itu, dirumuskan pula sejumlah nilai pendukung yang dipilih dan relevan. Sekolah mendeskripsikan bagaimana jalinan antarnilai utama tersebut, yaitu antarnilai utama yang dipilih dengan nilai pendukung. Seluruh pemangku kepentingan menyepakati nilai utama yang menjadi prioritas

serta nilai pendukung, dan jalinan antar nilai dalam membentuk karakter warga sekolah, dan sekaligus tertuang dalam visi dan misi sekolah (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 35-36).

Nilai utama yang dipilih oleh satuan pendidikan menjadi fokus dalam rangka pengembangan budaya dan identitas sekolah. Satuan pendidikan menjabarkan nilai utama ini dalam indikator dan bentuk perilaku objektif yang bisa diamati dengan menentukan indikator, satuan pendidikan dapat menumbuhkan nilai-nilai pendukung yang lain melalui fokus pengalaman komunitas sekolah terhadap implementasi nilai tersebut. Nilai-nilai pendukung yang sudah disepakati oleh suatu satuan pendidikan dapat dijadikan sebuah motto satuan pendidikan dengan kekhasan, keunikan, dan keunggulan sekolah. Contoh: “Sekolah Cinta”, “Membentuk Pemimpin Berintegritas”, “Sekolah Budaya”. Selain itu, satuan pendidikan dapat membuat logo sekolah, hymne sekolah yang sesuai dengan branding masing-masing.

Branding berasal dari kata brand (bahasa Inggris) yang berarti merek. Menurut Kolter (dalam Nastain, 2017: 16) mengungkapkan bahwa branding adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi semua unsur yang digunakan untuk mengenali produk atau jasa dari seseorang atau sebuah kelompok penjual dari pesaingnya. Berdasarkan UU merek no. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Sedangkan menurut Nicolino (dalam Riyono, 2018: 51), mengungkapkan bahwa brand adalah entitas yang mudah dikenali dan menjanjikan nilai-nilai tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, branding adalah sebuah nama, istilah, gambar, atau kombinasi semua unsur yang digunakan untuk mudah dikenali, menjanjikan nilai-nilai tertentu pada produk atau jasa.

2) Menyusun Jadwal Harian/ Mingguan

Menurut Tim PPK Kemendikbud (2017: 36-37) satuan pendidikan dapat menyusun jadwal kegiatan harian atau mingguan untuk memperkuat nilai-nilai utama PPK yang telah dipilih sebagai upaya penguatan secara terintegrasi.

Tabel 2.1 Contoh Bagan Kegiatan Mingguan

Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

Nilai karakter

Penguatan nilai-nilai utama: religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Kegiatan intrakurikuler: kegiatan belajar-mengajar. Layanan bimbingan dan konseling.

Contoh kegiatan pembiasaan: Pada hari Senin memulai hari dengan upacara bendera. Pada hari Selasa-Kamis dilakukan pembiasaan seperti apel pagi hari, menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu-lagu nasional, berdoa bersama, dan membaca buku non-pelajaran yang berisi nilai-nilai karakter. Kegiatan PPK bersama orang tua dapat

dilakukan apabila jadwal sekolah hanya lima hari (Jumat dan Sabtu): Interaksi dengan orang tua dan lingkungan, serta sesama.

3) Mendesain Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan diwujudkan dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP tersebut memuat dan mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK serta nilai-nilai pendukung lainnya (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 38). Adapun langkah-langkah dalam mendesain KTSP yaitu, yang pertama memeriksa kelengkapan dokumen kurikulum yang terdiri dari dokumen 1 disebut Buku I Kurikulum Sekolah, berisi visi, misi, tujuan, pengaturan beban belajar, dan kalender pendidikan. Dokumen 2 disebut Buku II Kurikulum Sekolah, beriisi silabus. Dokumen 3 disebut Buku III Kurikulum Sekolah, berisi RPP yang disusun sesuai kompetensi dasar, potensi, minat, bakat dan kemampuan peserta didik. Yang terakhir yaitu, penyusunan atau pengembangan KTSP yang menjadi tanggung jawab satuan pendidikan. Yang kedua, melaksanakan sosialisasi penguatan pendidikan karakter (PPK) kepada seluruh komunitas sekolah (kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, komite sekolah dan komponen yang ada di sekolah). Selanjutnya langkah ketiga membuat dan menyepakati komitmen bersama antar semua pihak (kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, komite sekolah dan komponen yang ada di sekolah), dan pemangku kepentingan pendidikan untuk mendukung dan

melaksanakan PPK sesuai strategi implementasi yang direncanakan, baik secara intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 38). Dalam penelitian ini, hanya mengambil bagian dari visi dan misi sekolah sebagaimana termasuk pada bagian langkah pertama kelengkapan dokumen kurikulum.

4) Evaluasi Peraturan Sekolah

Budaya sekolah yang baik terlihat dalam konsep pengelolaan sekolah yang mengarah pada pembentukan dan penguatan karakter. Sebagai sebuah gerakan nasional, setiap lembaga pendidikan wajib melakukan koreksi dan evaluasi atas berbagai peraturan yang mereka miliki dan menyelaraskannya dengan nilai-nilai revolusi mental yang ingin diarahkan pada penguatan pendidikan karakter (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 40). Sedangkan Suparno (2015: 155) berpendapat bahwa tujuan evaluasi adalah untuk melihat, meninjau kembali, dan menilai apakah program dan kegiatan pendidikan karakter yang dilakukan dan dikembangkan sekolah dan luar sekolah secara keseluruhan berjalan lancar dan sesuai dengan yang diinginkan. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu program pendidikan karakter, jika ingin terus berkembang maka harus dievaluasi. Tanpa evaluasi suatu program tidak dapat diketahui apakah sudah berhasil atau belum program yang sudah dikembangkan.

Rahman (dalam Daely, 2014: 2) mengemukakan bahwa peraturan sekolah biasanya diwujudkan dalam sebuah peraturan pelaksanaan yang merinci prilaku peserta didik yang diharapkan dan

dilarang. Artinya, peraturan sekolah ini diharapkan dapat tercermin pada perilaku peserta didik baik yang diharapkan maupun yang dilarang. Sedangkan Mulyasa (dalam Rahman, 2016: 17) mengungkapkan bahwa, peraturan adalah suatu tata cara yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk menertibkan dan menyelaraskan dengan keperluan suatu pihak tersebut. Arikunto (dalam Daely, 2014: 2) mengungkapkan bahwa peraturan merupakan sesuatu untuk mengatur perilaku yang diiharapkan terjadi pada diri peserta didik. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa peraturan sekolah merupakan peraturan yang di tetapkan oleh sekolah guna untuk memberikan batasan atau menciptakan ketertiban, dan mengatur tingkah laku peserta didiknya. Peraturan sekolah secara umum harus dipatuhi oleh warga sekolah. Dengan dipatuhinya peraturan sekolah, akan membuat proses belajar mengajar yang berlangsung menjadi efektif.

Adapun contoh peraturan yang dievaluasi adalah peraturan kedisplinan tentang sakit, izin, dan alpa, peraturan terkait kegiatan mencontek dan penerapan kebijakan kriteria ketuntasan minimal (KKM). Selain peraturan kedisiplinan, sekolah juga harus melakukan evaluasi pada peraturan lainnya. Hal tersebut bertujuan untuk melihat sejauh mana perkembangan peraturan yang sudah dibuat, apakah sudah berjalan semestinya atau justru tidak berjalan atau terlaksana. Dalam upaya pelaksanaan PPK berbasis budaya sekolah, sekolah dapat merevisi atau membuat peraturan dan tata

tertib sekolah secara bersama-sama dengan melibatkan semua komponen yang berkaitan dengan di sekolah.

5) Pengembangan Tradisi Sekolah

Satuan pendidikan dapat mengembangkan PPK berbasis budaya sekolah dengan memperkuat tradisi yang sudah dimiliki oleh sekolah. Selain mengembangkan yang sudah baik, satuan pendidikan tetap perlu mengevaluasi dan merefleksi diri, apakah tradisi yang diwariskan dalam satuan pendidikan tersebut masih relevan dengan kebutuhan dan kondisi sekarang atau perlu direvisi kembali, agar dapat menjawab tantangan yang berkembang, serta selaras dengan upaya penguatan karakter di satuan pendidikan tersebut (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 40). Pengembangan tradisi sekolah tidak menutup diri. Artinya jika diperlukan suatu perubahan dengan pertimbangan dan tujuan untuk mengembangkan karakter di perbolehkan saja.

6) Pengembangan Kegiatan Kokurikuler

Anggraini (2018: 13) mengungkapkan bahwa kokurikuler adalah sebuah proses pembelajaran yang dilaksankaan di luar sekolah untuk mendukung materi yang telah disampaikan baik kelompok maupun individu untuk mendalami materi yang telah disampaikan. Sedangkan Tim PPK Kemendikbud (2017: 41) mengungkapkan bahwa kegiatan kokurikuler dilakukan melalui serangkaian penugasan yang sesuai dengan target pencapaian kompetensi setiap mata pelajaran yang relevan dengan kegiatan intrakurikuler. Kegiatan kokurikuler dapat dilaksanakan baik di dalam lingkungan sekolah

maupun di luar sekolah, tetapi kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan perencanaan pembelajaran (silabus dan RPP) yang telah disusun guru. Hal itu dimaksudkan agar kegiatan siswa di luar lingkungan sekolah menjadi tanggung jawab dan pengawasan guru yang bersangkutan. Adapun tujuan dan lingkup kegiatan kokurikuler yaitu menunjang pelaksanaan program kokurikuler agar siswa dapat lebih menghayati bahan atau materi yang telah dipelajari serta melatih siswa untuk melaksanakan tugas secara bertanggung jawab. Jenis-jenis kegiatannya antara lain berupa tugas-tugas, baik dilaksanakan secara individu maupun kelompok. Contohnya, dapat berupa kegiatan proyek, penelitian, praktikum, pengamatan, wawancara, latihan-latihan seni dan olah raga, atau kegiatan produktif lainnya.

7) Ekstrakurikuler (Wajib dan Pilihan)

Penguatan nilai-nilai utama PPK dapat juga dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler merupakan suatu kegiatan yang biasanya dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran selesai atau setelah jam KBM habis. Mulyono (dalam Oktaviani, 2018: 2) mengungkapkan bahwa ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan diluar rencana pelajaran atau pendidikan tambahan diluar kurikulum. Sedangkan menurut Suryosubroto (dalam Nurcahyo, dkk, 2016: 96), kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan di luar struktur program yang pada umumnya merupakan kegiatan pilihan. Artinya, ekstrakurikuler merupakan kegiatan pilihan yang diadakan di luar

struktur program yang ada. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan diluar kurikulum dan dilaksanakan di luar waktu kegiatan belajar mengajar (KBM).

Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan bakat peserta didik, sesuai dengan minat dan kemampuannya masing-masing. Kegiatan ekskul ada dua jenis, yaitu ekskul wajib (pendidikan kepramukaan) dan ekskul pilihan (sesuai dengan kegiatan ekskul yang dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan) (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 41). Contoh dari kegiatan ekstrakurikuler pilihan yang sering dilaksanakan oleh satuan pendidikan sekolah dasar yaitu ekstrakurikuler seni (musik, tari, lukis), olahraga (voli, renang, catur), bahasa (Jawa dan Inggris), dan bela diri (karate dan silat).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang sejenis pernah dilakukan oleh:

Peneliti yang relavan kesatu bernama Anggraini (2016) meneliti tentang Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Budaya Sekolah di SD Negeri Kotagede 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Penelitian ini dilakukan berasal dari berbagai masalah yang terjadi seperti pelaksanaan kegiatan budaya sekolah belum berjalan secara optimal, dimana siswa ada yang belum mengikuti kegiatan dengan baik dan dalam pelaksanaan budaya sekolah masih bergantung gaya kepemimpinan kepala sekolah, hal ini menunjukkan warga sekolah belum menyadari sepenuhnya. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri

Kotagede 3 Yogyakarta, sedangkan pendekatan yang digunakan oleh peneliti yaitu pendekatan kualitatif. Sedangkan untuk pengumpulan data, peneliti menggunkan yaitu jenis wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya implementasi pendidikan karakter melalui budaya sekolah di SD Negeri Kotagede 3 Yogyakarta melalui pembiasaan dan juga keteladanan. Karakter akan terbentuk jika guru menjadi sosok yang bisa dijadikan model untuk pembiasaan itu sehingga siswa akan meniru apa yang dilakukan oleh guru. Implementasi diintegrasikan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Kesamaan penelitian terdapat pada implementasi pendidikan karakter melalui budaya sekolah. Adapun perbedaan terdapat pada bagian tempat penelitian. Peneliti ini hanya menggunkan satu SD Negeri sebagai tempat penelitian, sedangkan peneliti hendak menggunakan SD Negeri se-Kecamatan Pakem. Selain itu peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan survei pada implementasi pendidikan karakter yang terdapat pada SD Negeri se-Kecamatan Pakem.

Peneliti yang relavan kedua bernama Ummah (2017) meneliti tentang Implementasi Budaya Sekolah Berbasis Karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo. Penelitian ini dilakukan berasal dari masalah yang terjadi seperti terjadinya penurunan moral dibuktikan dengan munculnya masalah-masalah sosial seperti; aksi pembunuhan, pencurian, pelecehan seksual, korupsi, dan lain sebagainya. Permasalahan tersebut tidak terjadi pada kaum elit saja tetapi rakyat kecil bahkan anak usia dini menjadi salah satu penyambung permasalahan sosial seperti, menyontek saat ulangan, mencuri, bullying, sopan santun yang menurun, pengaruh negatif gadget dan lain

sebagainya yang membuat semua pihak mulai resah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo terintegrasi dalam setiap kegiatan yang dijalankan seperti night camp, outing class, work with parent, lapak Rabu, Jum’at sarapan, bersih-bersih lingkungan masyarakat, shalat berjamaah dan tepat waktu, gerakan menutup aurat, pembiasaan menjaga kebersihan, pembiasaan mandiri dan alain sebagainya. Terdapat enam nilai karakter bangsa yang telah dibiasakan dan menjadi budaya di Sekolah Dasar Alam Bengawan Solo yaitu karakter religius, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, bersahabat atau komunikatif dan peduli lingkungan. Karakter yang telah menjadi budaya tersebut dilaksanakan sesuai fitrah anak atau tanpa paksaan dari berbagai pihak, dilaksanakan karena keinginan dan dibiasakan sejak dini dengan bantuan berbagai pihak dan tentu saja dengan bantuan alam. Kesamaan penelitian terdapat implementasi, perbedaannya terdapat pada, penelitian yang relavan implementasi budaya sekolah berbasis karakter sedangkan yang peneliti teliti survei implementasi program Penguatan Pendidikan karakter (PPK) berbasis budaya sekolah. Selain itu juga terdapat perbedaan lainnya yaitu tempat penelitian. Peneliti ini hanya menggunkan satu SD saja sebagai tempat penelitian, sedangkan peneliti hendak menggunakan seluruh SD Negeri se-Kecamatan Pakem. Peneliti termotivasi dari judul yang diteliti Ummah tentang implementasi budaya sekolah berbasis karakter di sekolah dasar Alam Bengawan Solo, dari penelitian yang dilakukannya peneliti ingin mengetahui seperti apa hasil dari implementasi budaya sekolah berbasis karakter yang dilakukan.

tentang Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Pembiasaan Penggunaan Bahasa Jawa Siswa di SD Karangmulyo Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan berasal dari berbagai masalah yang terjadi seperti banyak siswa yang tidak hormat pada guru. Sejumlah pertanyaan muncul mengapa anak-anak sekarang menjadi anak yang tidak memiliki sikap sopan santun tersebut. Sebagian anak remaja mulai berani kepada orang tua, berani kepada gurunya, bila diberi nasehat berani membantah bahkan mungkin berani menantang pada orang yang menasehati. Penelitian ini dilakukan di SD Karangmulyo Yogyakarta, sedangkan pendekatan yang digunakan oleh peneliti yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Sedangkan untuk pengumpulan data, peneliti menggunkan yaitu jenis wawancara, observasi non partisipatif dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya pembiasaan penggunaan bahasa Jawa dapat mengimplementasikan pendidikan karakter seperti toleransi, disiplin, demokratis, komunikatif dan cinta damai. Pembiasaan penggunaan bahasa Jawa dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui keteladanan dalam perilaku sehari-hari. Guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru mampu memberikan suri tauladan bagi siswa khususnya dalam penggunaan bahasa yang santun. Kegiatan rutinitas juga merupakan salah satu upaya dalam pembiasaan tersebut, pembiasaan penggunaan bahasa Jawa setiap hari Jum’at dan kegiatan rutinitas saat pembelajaran bahasa Jawa menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam membiasakan siswa berbicara menggunakan bahasa Jawa sesuai dengan unggah-ungguh. Selain itu juga dapat dilakukan pembiasaan dalam kejadian yang bersifat spontanitas. Pembiasaan yang dilakukan siswa sebatas penggunaan bahasa Jawa dalam komunikasi

sehari-hari di sekolah. Kesamaan penelitian terdapat pada implementasi pendidikan karakter. Adapun perbedaan terdapat pada bagian basisnya, jika penelitian ini menggunakan pembiasaan bahasa Jawa sedangkan peneliti menggunakan basis budaya sekolah. Selain itu juga terdapat perbedaan lainnya yaitu tempat penelitian. Peneliti ini hanya menggunkan satu SD saja sebagai tempat penelitian. Peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian pada seluruh SD Negeri se-Kecamatan Pakem, dengan harapan dapat mengetahui implementasi pendidikan karakter berbasis budaya sekolah yang telah dilakukan oleh pihak sekolah.

Peneliti yang relavan keempat bernama Nunzairina (2018) meneliti tentang Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Budaya Sekolah di SD It Al-Hijrah 2 Laut Dendang. Penelitian ini dilakukan berasal dari berbagai masalah yang terjadi seperti diakui atau tidak diakui saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan anak-anak. Krisis itu antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak, kejahatan terhadap teman, kebiasaan menyontek, bullying dan lain-lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat di atasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana karena tindakan ini telah menjurus kepada tindakan kriminal. Penelitian ini dilakukan di SD IT Al-Hijrah 2 Laut Dendang, sedangkan pendekatan yang digunakan oleh peneliti yaitu pendekatan deskriptif kualitatif. Sedangkan untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan jenis wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya SD IT Al-Hijrah 2 Laut Dendang

telah mencapai indikator keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan lima nilai karakter utama dan nilai menghargai prestasi yang menjadi fokus implementasi. Keberhasilan tersebut merupakan wujud kerja sama yang baik dari setiap warga di sekolah dan orang tua siswa dalam penciptaan kondisi budaya sekolah dan konsistensi penerapan nilai karakter. Selain itu pelaksanaan pendidikan karakter terealisasi melalui penanaman nilai-nilai karakter dalam kultur sekolah yaitu melalui penyediaan fasilitas-fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung berbagai aktivitas pada program sekolah maupun yang dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Kesamaan penelitian terdapat pada implementasi pendidikan karakter

Dokumen terkait