• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Hasil Penelitian

3. Prosa fiksi

Kata fiksi berasal dari bahasa Latin fictum yang berarti

“membentuk”, mengadakan, menciptakan Webster’s New Collcgrate Dictionary (Tarigan, 1986:120).Istilah fiksi berarti cerita rekaan atau cerita khayalan karena fiksi merupakan karya naratif yang isinya mengarah pada kebenaran.Jadi, dalam cerita fiksi tidak diceritakan keadaan yang sesungguhnya melainkan hanya cerita rekaan pengarang.Dengan demikian, cerita yang ada di dalam fiksi tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009:2).Salah satu dari jenis prosa fiksi adalah novel.

Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lewis dalam Nurgiyantoro (2009:2) bahwa fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisi hubungan-hubungan antarmanusia.Pengarang mengemukakan hal tersebut berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan.Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.

Secara etimologis, fiksi berarti sesuatu yang dibentuk, sesuatu yang dibuat, sesuatu yang diciptakan dan sesuatu yang diimajinasikan.

Sesuatu itu merupakan cerita yang dilukiskan oleh pengarang.Prosa fiksi adalah cerita rekaan atau cerita khayalan yang berbentuk prosa, prosa naratif atau teks naratif. Prosa yang dimaksudkan dalam pembelajaran ini adalah istilah prosa dibatasi sebagai salah satu genre sastra.Sebagai sebuah karya imajinatif, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan.Pengarang mengamati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.Pengarang mengemukakan berdasarkan pengalaman dan pengamatannnya terhadap kehidupan.Namun, hal ini dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerapan terhadap pengalaman kehidupan manusia.Penyeleksian pengalaman kehidupan bersifat subjektif.Karya fiksi menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada, sesuatu yang hanya mungkin terjadi atau dapat terjadi, walaupun secara faktual tidak pernah terjadi.Tokoh, peristiwa, dan tempat bersifat imajinatif.

Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Karya fiksi merupakan dialog kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Pembelajaran prosa fiksi merupakan bagian dari pembelajaran sastra, yang meliputi pembelajaran tentang cerpen dan novel. Hal ini dijabarkan dalam

beberapa keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, membaca, berbicara dan menulis.

Sebagai sebuah karya sastra yang bersifat imajinatif, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi dengan pandangan. Jadi, karya fiksi walaupun ceritanya berupa khayalan, namun penciptaannya tetap dilakukan dengan penghayatan dan perenungan secara intensif dengan kesadaran yang tinggi, bukan dari sebuah lamunan belaka.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa prosa fiksi adalah sebuah cerita rekaan yang bersifat imajinatif dengan menggunakan daya imajinasi seorang pengarang atau sastrawan melalui apa yang pernah dialaminya berdasarkan pengalaman hidupnya.

4. Novel

Penjelasan mengenai novel pada bagian ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (a) hakikat novel; (b) tujuan dan fungsi penciptaan novel; dan (c) unsur-unsur pembangun novel.

a. Hakikat Novel

Tarigan (1986:164) berpendapat bahwa sebuah roman atau novel ialah terutama sekali sebuah eksplorasi atau suatu kronik penghidupan;

merenungkan dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu, pengaruh, ikatan, hasil, kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia.

Novel adalah cerita yang menampilkan suatu kejadian luar biasa pada kehidupan pelakunya, yang menyebabkan perubahan sikap hidup atau menentukan nasibnya. Novel merupakan roman yang lebih pendek.

Kata novel berasal dari kata latin novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti “baru” dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lain-lain (Tarigan, 1986:164).

Salah satu genre sastra dalam dunia kesusastraan adalah prosa fiksi yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan oleh pengarang. Novel tidak mewakili kesatuan padat yang dipunyai cerpen.Novel tidak mampu menjadikan topiknya menonjol seperti prinsip mikrokosmis cerpen. Sebaliknya, novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi sistem yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih mendetail.Ciri khas novel ada pada kemampuannya untuk menciptakan satu semesta yang lengkap sekaligus rumit. Novel tidak dibebani tanggung jawab untuk menyampaikan sesuatu dengan cepat atau dengan bentuk padat dan dikatakan lebih sulit karena novel dituliskan dalam skala besar, sehingga mengandung satuan-satuan organisasi yang lebih luas dibandingkan dengan cerpen (Stanton, 2007:90).

Nurgiyantoro (2009:11) mengemukakan bahwa novel mengungkapkan gambaran sisi kehidupan manusia dengan

memperlihatkan watak, keadaan waktu yang berbeda setiap pelaku (tokoh) tertentu sehingga menimbulkan kesan bagi pembaca. Novel mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, serta lebih banyak melibatkan permasalahan yang lebih kompleks.

Berdasarkan proses penciptaannaya, novel dipandang oleh Nurgiyantoro (2013:118) sebagai hasil perenungan pengarang terhadap kehidupan, mengangkat, dan mengungkap kembali berbagai permasalahan hidup dan kehidupan setelah melewati penghayatan yang intens, seleksi-subjektif, dan diolah dengan daya imajinatif kreatif dan idealisnya. Melalui novel yang diciptakan, pengarang mengungkapkan berbagai macam masalah yang dialami maupun yang dilihat di lingkungan ia berada, termasuk dalam lingkungan sosial budaya.

Novel sebagai salah satu jenis teks sastra terdiri atas enam struktur teks, yaitu: (1) pengenalan, bagian awal yang memperkenalkan tokoh dan setting yang berkaitan dengan tempat dan waktu peristiwa terjadi kepada pembaca; (2) orientasi, cakupan pengenalan bagian awal yang pada bagian ini diungkapkan peristiwa awal para tokoh mengalami kejadian atau aktivitas; (3) masalah, tokoh utama mulai mengalami ketidaknyamanan sebab adanya peristiwa yang menimbulkan masalah (konflik awal), dari momen ini cerita berkembang; (4) komplikasi, perkembangan lebih lanjut dari konflik awal menjadikan konflik terbuka dan semakin kompleks mencapai puncak konflik (klimaks); (5) pemecahan

masalah, cerita bergerak turun menuju akhir cerita yang ditandai dengan penyelesaian konflik; dan (6) resolusi atau koda, penyelesaian konflik atau koda yang tercermin dari kemampuan atau ketidakmampuan tokoh mengatasi konflik yang dihadapi (boleh ada atau tidak di dalam sebuah novel) karena biasanya cerita diakhiri begitu saja tanpa adanya tuturan dari pengarang untuk penyimpulan akhir (Mahsun, 2014:8).

b. Jenis-jenis novel

Tarigan (1986:167), novel atau roman bermacam-macam, antara lain:

1) Novel Avontur

Novel dipusatkan pada seorang lakon atau hero utama novel avontur yang romantik adalah heroine atau lakon wanita.

2) Novel psikologis

Di dalam novel-novel jenis ini, perhatian pengarang lebih tertumpu pada perkembangan jiwa para tokohnya. Dengan demikian melalui jenis novel ini pembaca akan dapat memperoleh pengetahuan mengenai sifat dan watak manusia umumnya, pergolakan-pergolakan pikiran, hubungan antara perbuatan manusia dengan watak-watak dasarnya.

3) Novel detektif

Jenis novel ini untuk membongkar rahasia kejahatan dalam novel dan menunjukkan jalan mencapai penyelesaian cerita karena jenis novel ini menceritakan sesuatu dengan jelas mulai awal cerita

sampai dengan penyelesaian cerita.

4) Novel sosial

Dalam novel sosial, pelaku pria dan wanita tenggelam dalam masyarakat, dalam kelasnya atau golongannya.Dalam novel ini, persoalan ditinjau dari sudut persoalan orang-orang sebagai individu, tetapi persoalan ditinjau melingkupi persoalan golongan-golongan dalam masyarakat, reaksi setiap golongan-golongan terhadap masalah-masalah yang timbul, dalam pelaku-pelaku hanya dipergunakan sebagai pendukung jalan cerita saja.

5) Novel politik

Jenis novel ini berlatar belakang masalah-masalah politik.

Umumnya novel jenis ini sebagai sarana pengarangnya untuk memperjuangkan gagasan berupa politik yang berupa saran pembakar semangat berjuang masyarakat dalam mencapai cita-cita politiknya.

6) Novel kolektif

Jenis novel ini lebih mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas suatu keseluruhan. Novel seperti ini mencampuradukkan pandangan-pandangan antropologis dan sosiologis dengan cara mengarang novel atau roman.

Berbeda dengan pendapat Goldman (Fitriani 2016:24) yang menggolongkan novel ke dalam tiga jenis berdasarkan nilai-nilai otentik yang dilakukan seorang tokoh/hero yang problematik dalam sebuah dunia.

Penggolongan tersebut terdiri atas; (1) novel idealisme abstrak, cerita dengan tokoh/hero yang penuh optimis dalam petualangan tanpa menyadari kompleksitas dunia; (2) novel psikologis, cerita dengan tokoh/hero yang cenderung pasif karena kekuasaan kesadarannya tidak tertampung oleh dunia konvensi; dan (3) novel pendidikan, cerita dengan tokoh/hero yang penuh optimis dalam petualangan tanpa menyadari kompleksitas dunia.

c. Unsur-unsur novel

Ada dua unsur yang terdapat didalam novel yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik terdiri atas tema, amanat, alur, latar, penokohan, gaya bahasa, dan sudut pandang. Sedangkan unsur ekstinsik suatu cerita (prosa fiksi) adalah unsur luar yang mempengaruhi pengarang pada saat penciptaan cerita, seperti; kondisi sosial, ekonomi, ideologi, politik, budaya, agama, dan lain-lain. Pengarang cerita sukar melepaskan faktor-faktor tersebut. Bahkan tidak sedikit cerita yang lahir atas inspirasi pengarang dari faktor ekstrinsik itu (Dola, 2007:43).