• Tidak ada hasil yang ditemukan

- Menurut Aristoteles

2. Tahap pemunculan konfilk

Tahap pemunculan konfilk Generating circumstances atau tahap peningkatan konflik, masalah- masalah dan peristiwa-peristiwa menyulut mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang.

3. Tahap konfilk memuncak

Tahap konfilk memuncak atau tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan.

4. Tahap konfilk mereda

Tahap konfilk mereda dan adalah peredaan konfilk cerita pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakukan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita menuju tahap penyelsaian.

5. Tahap penyelesaian

Tahap Denouement atau tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan.

Pengarang memberi pemecahan soal dari semua peristiwa dan konflik-konflik diberi jalan keluar, cerita diakhiri

Jenis Alur Secara umum, alur dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam.

Pembagian ini didasarkan pada urutan waktu atau kronologisnya.

1) Alur Maju 2) Alur Mundur 3) Alur Campuran

Berpedoman pada paparan di atas dapat di pahami bahwan alur atau plot adalah rangkaian peristiwa yang memiliki keterkaitan satu sama lain dimulai dari bagian penegenalan hingga tahap penyelesaian.

Kedudukan masing-masing peristiwa mutlak yang tidak berarti dapat di ubah sesuain keinginan pembaca. Alur yang baik akan mendorong pembaca untuk mencari tahu terhadap kejadian selanjutntya.

Menurut Hudson dalam Tambajong (1981:35), alur dramatik tersusun menurut apa yang dinamakan dengan garis laku. Garis laku lakon dalam skema ini juga melalui bagian-bagian tertentu yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

a. Eksposisi

Pada bagian eksposisi ini adalah saat yang tepat untuk memperkenalkan dan membeberkan karakter-karakter yang ada, dimana terjadinya peristiwa tersebut, peristiwa apa yang sedang dihadapi oleh karakter-karakter yang ada dan lain sebagainya.

b. Insiden Permulaan

Pada insiden permulaan ini mulai teridentifikasi insiden-insiden yang memicu konflik, baik yang dimunculkan oleh tokoh utama maupun tokoh pembantu. Insiden-insiden ini akan menggerakkan alur dalam lakon.

c. Pertumbuhan Laku

Pada bagian ini merupakan tindak lanjut dari insiden-insiden yang teridentifikasi tersebut. Konflik-konflik yang terjadi antara karakter-karakter semakin menanjak, dan semakin mengalami komplikasi yang ruwet. Jalan keluar dari konflik tersebut terasa samar-samar dan tak menentu.

d. Krisis atau Titik Balik

Krisis adalah keadaan dimana lakon berhenti pada satu titik yang sangat menegangkan atau menggelikan sehingga emosi penonton tidak bisa apa-apa. Menurut Hudson dalam Santosa, dkk (2008:80), klimaks adalah tangga yang menunjukkan laku yang menanjak ke titik balik, dan bukan titik balik itu sendiri. Sedangkan titik balik sudah menunjukan suatu peleraian dimana emosi lakon maupun emosi penonton sudah mulai menurun.

e. Penyelesaian atau Penurunan Laku

Penyelesaian atau denoument yaitu bagian lakon yang merupakan tingkat penurunan emosi dan jalan keluar dari konflik tersebut sudah menemukan jalan keluarnya

3. Penokohan

Penokohan dalam Novel Istilah penokohan memunyai pengertian yang lebih luas dari pada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan serta pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Di dalam cerita rekaan, keberadaan tokoh merupakan hal yang penting karena

pada hakikatnya sebuah cerita rekaan merupakan serangkaian peristiwa yang dialami oleh seseorang atau suatu hal yang menjadi pelaku cerita.

Pendapat serupa juga di paparkan oleh Stanton (2007:33) bahwa karakter merujuk pada dua konteks yang berbeda. Pertama karakter merujuk pada individu yan muncul dalam cerita. Kedua karakter dimaknai sebagai pencampuran dari berbagai kepentingan, keinginan dan emosi dan prinsip moral dari invidu-individu tersebut. Sifat tokoh di pengaruhi oleh motivasi dasar yang di lakukn secara spontan dn mungkin tanpa di sadari muncul dalam adegan atau dialog tertentu.

Penokohan menurut Dewojati (2010: 169) adalah unsur karakter yang dalam drama biasa disebut tokoh adalah bahan yang paling aktif untuk menggerakkan alur. Lewat penokohan ini, pengarang dapat mengungkapkan alasan logis terhadap tingkah laku tokoh. Perwatakan atau penokohan dalam suatu cerita adalah pemberian sifat baik lahir maupun batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita (Hayati, 1990:119). Menurut Santosa, dkk (2008:90) penokohan merupakan usaha untuk membedakan peran satu dengan peran yang lain. Perbedaan-perbedaan peran ini diharapkan akan diidentifikasi oleh penonton. Jika proses identifikasi ini berhasil, maka perasaan penonton akan merasa terwakili oleh perasaan peran yang diidentifikasi tersebut.

Ada beberapa cara pengarang untuk mengambbarkan watak tokoh-tokohnya, meliputi; (1) pengambaran secara langsung; (2) secara

langsung dapat di perintah; (3) melalui penyataan tokohnya sendiri; (4) melalui dramatisasi; (5) melalui pelukisan terhadap keadaan slitar pelaku;

(6) melalui muncul dalm cerita pendek. Tokoh di hadirkan dengan karakter yang lebih spesifik umtuk mengutkan cerita.

Jika kita membaca sebuah novel atau cerita yang lainnya, akan timbul dalam pikiran kita tentang tokoh-tokoh dalam cerita tersebut. Kita akan membayangkan bagaimana wajah dan sifat-sifat kepribadian tokoh tersebut. Setiap tokoh mempunyai ciri-ciri tersendiri atau watak yang berbeda satu dengan yang lain. Menurut Sudjiman (1990: 78) tokoh adalah “individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita”. Cerita rekaan termasuk novel, terdapat tokoh utama (central character), yaitu orang yang ambil bagian dalam sebagian besar peristiwa dalam cerita.

Biasanya peristiwa atau kejadian-kejadian itu menyebabkan terjadinya perubahan sikap terhadap diri tokoh atau perubahan pendangan kita sebagai pembaca terhadap tokoh tersebut, misalnya menjadi benci, senang, atau simpati kepadanya (Semi, 1988). Selain tokoh utama, ada juga tokoh tambahan (peripherial character), yaitu tokoh-tokoh yang muncul sekali atau beberapa kali dalam kehadirannya hanya jika ada keterkaiatannya dengan tokoh utama (Nurgiantoro, 1995:

176). Nurgiyantoro (1995: 178) membedakan tokoh ke dalam beberapa kriteria. Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi:

a. tokoh protagonis merupakan tokoh yang menampilkan sesuatu yang sesuai dengan padangan kita, harapan-harapan kita, pembaca.

b. tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik.

Biasanya beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.

c. Deutragonis adalah tokoh lain yang berada di pihak tokoh protagonis. Peran ini ikut mendukung menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh tokoh protaganis.

d. Tritagonis adalah peran penengah yang bertugas menjadi pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis.

e. Foil adalah peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik yang terjadi tetapi ia diperlukan guna menyelesaikan cerita. Biasanya dia berpihak pada tokoh antagonis.

f. Utility adalah peran pembantu atau sebagai tokoh pelengkap untuk mendukung rangkaian cerita dan kesinambungan dramatik. Biasanya tokoh ini mewakili jiwa penulis.