5.4. Keragaan Usahatani Paprika Hidroponik
5.4.1. Proses Kegiatan Budidaya Paprika Hidroponik
Proses budidaya paprika hidroponik yang dilakukan petani responden seluruhnya sama yaitu berupa persiapan lahan, penyemaian benih, penanaman, perawatan tanaman (penyiraman dan pemupukan, pemangkasan, pemilihan cabang utama, pewiwilan, pengajiran, seleksi buah, dan pengendalian hama dan penyakit), dan pemanenan. Rata-rata total waktu yang digunakan petani responden dalam proses budidaya paprika hidroponik dari persiapan hingga pembongkaran tanaman sekitar 10 bulan hingga satu tahun, sementara proses penanaman hingga
pemanenan mencapai 8 – 10 bulan. Asumsi yang dipakai dalam penelitian ini,
satu periode tanam adalah 10 bulan dengan proses penanaman selama 8 bulan. 1) Persiapan Greenhouse dan Persiapan Tanam
Pembudidayaan paprika dilakukan di dalam greenhouse. Konstruksi
greenhouse yang digunakan petani responden umumnya terbuat dari bambu dan
dibangun di atas lahan datar. Persiapan greenhouse sebelum kegiatan produksi
paprika hidroponik meliputi pembuatan bedengan, sterilisasi dan sanitasi greenhouse, serta reparasi greenhouse.
55
a) Pembuatan Bedengan
Lahan untuk penanaman paprika merupakan lahan datar yang dibuat bedengan-bedengan. Bedengan tersebut dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah dan ditutupi oleh plastik mulsa. Hal ini dilakukan agar lahan bersih dari gulma dan tidak tertular bibit penyakit yang berasal dari tanah. Selain itu juga untuk memudahkan keluarnya kelebihan air penyiraman sehingga tidak menggenangi daerah sekitar perakaran. Ukuran yang digunakan petani responden untuk
membuat bedengan bermacam-macam. Untuk lebar bedengan sekitar 70 – 100
centimeter, tinggi bedengan sekitar 10 – 20 centimeter, dan jarak antar bedengan
70 – 100 centimeter. Sementara panjang bedengan disesuaikan dengan luas
greenhouse yang dimiliki. Di atas bedengan inilah akan diletakkan polibag untuk penanaman tanaman paprika.
b) Sanitasi dan Strelisasi Greenhouse
Tanaman paprika hidroponik membutuhkan tempat yang bersih dan steril, sehingga sebelum penanaman petani responden melakukan sanitasi dan sterilisasi greenhouse. Sanitasi dilakukan dengan membuang sisa tanaman dan gulma yang
masih ada di dalam greenhouse untuk mencegah penularan penyakit dan hama
dari tanaman sebelumnya. Sementara, sterilisasi greenhouse meliputi pencucian
mulsa, dinding dan atap greenhouse, polibag, tanki air, dan saluran-saluran air
dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti lysol, detergen, dan formalin.
Pensterilan greenhouse bertujuan untuk memutus rantai hidup hama dan penyakit
yang masih tertinggal.
Selain itu, untuk mencegah pertumbuhan rumput-rumput liar dan binatang- binatang tanah, petani responden menaburkan kapur, herbisida, dan moluskisida
di sekitar tempat penanaman. Serta, penyemprotan greenhouse dengan insektisida
untuk menghilangkan sisa-sisa hama yang kemungkinan masih menempel di
dalam greenhouse. Setelah itu greenhouse dibiarkan kosong selama tiga hari.
Waktu yang dibutuhkan dalam persiapan greenhouse sekitar dua minggu hingga
satu bulan.
c) Reparasi Greenhouse
Reparasi dilakukan petani hanya jika terjadi kerusakan pada greenhouse,
56 tanam bisa bertahan hingga dua periode tanam. Komponen biaya yang dikeluarkan dapat dilihat pada Lampiran 3.
2) Penyemaian Benih dan Pembibitan
Menurut petani responden, benih paprika harus disemai terlebih dahulu agar dapat beradaptasi dengan lingkungan tanam. Penyemaian dilakukan pada greenhouse khusus yang lebih kecil atau biasa disebut greenhouse semai. Berdasarkan hasil wawancara, benih yang sering digunakan oleh petani responden adalah benih F1 dengan varietas Chang dan Edison untuk paprika merah, serta varietas Sunny untuk paprika kuning. Rincian komponen biaya penyemaian per
luasan 1.000 m2 dapat dilihat pada Lampiran 4.
Proses penyemaian diawali dengan merendam benih dengan Culiser atau Previcur N (fungisida) selama dua jam. Namun, sebagian besar petani responden merendam benih dengan air hangat selama satu jam, untuk mempercepat pertumbuhan kecambah dan menyeleksi benih sebelum pindah ke media semai. Media semai berupa arang sekam terlebih dahulu dibersihkan dengan air bersih,
lalu disebar ke dalam tray. Benih yang telah direndam dimasukkan satu per satu
ke dalam tray menggunakan pinset. Dalam satu lubang tray diisi oleh satu benih.
Benih tidak boleh dimasukkan terlalu dalam karena dapat menghambat pertumbuhan.
(a) (b)
Gambar 5. (a) Pembibitan di dalam Greenhouse Semai, dan (b) Bibit Paprika yang Siap Tanam
Selama 10 – 12 hari tray yang sudah terisi benih ditutup dengan plastik
terpal agar terjaga kelembapannya (Gambar 5a). Pemeliharaan benih selanjutnya
berupa penyiraman, pemberian nutrisi, pemeriksaan keberadaan hama thrips
secara rutin, dan penyemprotan insektisida untuk mencegah bibit terserang hama. Setelah berkecambah, bibit dapat dipindahkan ke dalam polibag semai yang telah
57 berisi arang sekam dan diletakkan di tempat yang terang. Dari hasil wawancara, waktu yang dibutuhkan pada proses pembenihan hingga menjadi bibit siap tanam
sekitar 30 – 35 hari. Bibit yang siap tanam ditandai dengan memiliki daun sekitar
3 – 5 helai dan tinggi sekitar 8 – 10 centimeter, dapat dilihat pada Gambar 5b.
3) Penanaman
Media penanaman yang digunakan seluruh petani responden adalah arang sekam. Sebelum dimasukkan ke dalam polibag tanam, arang sekam terlebih dahulu dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran sisa pembakaran. Kebutuhan arang sekam tergantung pada jumlah bibit yang akan ditanam. Ukuran arang sekam adalah karung, namun petani responden kurang mengetahui berapa berat per karungnya. Menurut mereka biasanya satu karung arang sekam dapat
digunakan untuk 8 – 10 polibag berukuran 35 x 35 centimeter. Pada masing-
masing polibag dibuat lubang-lubang kecil untuk keluarnya air. Polibag-polibag tersebut diletakkan di atas bedengan dan disusun berjajar, dalam setiap bedengan
terdapat 2 baris polibag dengan jarak antarbarisan 30 – 50 centimeter. Proses
penanaman dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Proses Penanaman Bibit Paprika di dalam Greenhouse Tanam
Bibit yang siap tanam dapat dipindahkan ke lokasi tanam (greenhouse).
Bibit diletakkan di atas polibag berisi arang sekam yang telah dijenuhkan sehari sebelumnya dengan nutrisi kurang lebih 0,5 liter per polibag. Lalu bibit dilepaskan
58 dari polibag semai bersamaan dengan medianya dengan hati-hati, agar tidak merusak daerah perakaran. Dalam satu polibag hanya berisi satu bibit. Jarak tanam antarpolibag dalam satu barisan yang digunakan petani responden
bermacam-macam dengan kisaran antara 20 – 30 centimeter. Sehingga rata-rata
populasi tanaman paprika adalah 3 – 4 tanaman per m2.
Waktu tanam yang digunakan semua petani responden adalah sore hari
sekitar pukul 14.00 hingga 17.00 WIB, karena suhu di dalam greenhouse tidak
terlalu panas, sehingga tanaman tidak layu dan terjaga kelembapannya hingga esok hari. Kegiatan penanaman rata-rata dilakukan oleh pekerja wanita, dan pekerja kebun pria bertugas menyiram bibit yang telah dimasukkan ke dalam polibag. Pada Gambar 6 memperlihatkan penanaman satu bibit dalam satu polibag, namun Pak Deden Wahyu sedang mencoba penanaman dua bibit dalam
satu polibag di salah satu greenhouse miliknya, dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Contoh Penanaman Dua Bibit Paprika dalam Satu Polibag
4) Pemeliharaan
Salah satu faktor yang turut menetukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan tanaman paprika adalah pemeliharaan. Pemeliharaan yang baik akan menghasilkan produksi yang maksimal dan kualitas buah yang baik. Pemeliharaan tanaman paprika hidroponik meliputi penyiraman dan pemupukan, pemangkasan, pemilihan cabang utama, pewiwilan, pengajiran, seleksi buah, dan pengendalian hama dan penyakit.
a) Penyiraman dan Pemupukan
Penyiraman dan pemberian pupuk merupakan aspek penting dalam menanam paprika secara hidroponik. Hal ini disebabkan tidak ada penunjang air dan makanan yang tersedia dalam media tanam (Prihmantoro dan Indriani 2003). Pemberian pupuk pada tanaman paprika dengan dilarutkan dalam air bersamaan
59
dengan pemberian air disebut juga fertigasi (Gunadi et al. 2006). Walaupun sudah
berkembang pemberian larutan hara atau nutrisi dengan sistem irigasi tetes (drip
irrigation) yang lebih mudah dan terkontrol, petani responden masih melakukan secara manual yaitu pemberian larutan nutrisi ke tanaman satu per satu menggunakan selang. Alasan petani responden tidak beralih adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan rumit dalam pengoperasiannya. Selain itu, mengingat tingkat pendidikan petani responden yang masih tergolong rendah, berpengaruh terhadap pola pikir petani yang tidak mau mencoba hal baru.
Nutrisi yang digunakan petani responden terdiri atas dua campuran yaitu pupuk A dan B (pupuk AB Mix). Pemberian nutrisi dilakukan setiap hari dan disesuaikan oleh cuaca. Berdasarkan hasil wawancara, pada kondisi normal fertigasi dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore hari. Jika cuaca panas, petani lebih sering melakukan penyiraman agar tanaman tidak layu, atau
dengan menyemprotkan air ke arah atas greenhouse untuk menjaga kelembapan
udara di dalam greenhouse. Sementara jika cuaca mendung, penyiraman hanya
dilakukan satu kali dalam sehari agar tidak terjadi busuk akar.
Menurut Standar Operasional Prosedur (SOP) paprika yang diterbitkan
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat (2010)11
pemberian larutan hara atau nutrisi pada tanaman paprika dengan sistem penyiraman secara manual diberikan berdasarkan umur tanaman atau fase pertumbuhan. Namun dari hasil wawancara, sebagian besar petani responden (75%) memberikan volume yang sama untuk setiap fasenya. Rata-rata petani
responden memberikan 0,4 – 1 liter per tanaman per hari, dengan dosis yang
digunakan rata-rata 5 – 7 liter larutan pupuk paket A dan B dicampur 1.000 liter
air. Selain pemberian pupuk utama, petani juga memberikan pupuk daun sebagai pupuk tambahan untuk merangsang pertumbuhan atau jika tanaman mulai terserang penyakit. Namun, penggunaan pupuk daun tidak sesering pemberian nutrisi. Rata-rata petani responden memberikan dua minggu hingga sebulan sekali.
11
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat. 2010. Standar Opersional
Prosedur (SOP) Paprika.
http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_docman&task=cat_view&gid=3 6&Itemid=66&limitstart=20 [diakses pada 5 Februari 2013]
60
b) Pembentukan Cabang Utama dan Pengajiran
Tanaman paprika merupakan tipe tanaman indeterminate, yang dapat
tumbuh terus bila cukup pemeliharaan. Namun, tanaman paprika termasuk tanaman yang tidak berkambium sehingga diperlukan penyangga batang tanaman paprika. Pengajiran atau pelilitan dilakukan dengan melilitkan tali pada batang untuk menyangga agar tanaman tetap tegak berdiri. Tinggi tanaman paprika dapat
mencapai 3 – 4 meter. Pelilitan batang dilakukan secara rutin sejak tanaman
paprika berumur 2 minggu setelah tanam (MST), namun ada petani responden yang melakukannya bersamaan dengan pemilihan cabang yaitu 30 hari setelah tanam (HST).
Pada umur 21 – 30 HST, tanaman paprika akan membentuk tiga hingga
lima cabang. Pada waktu ini dipilih dua atau tiga cabang utama yang akan dipelihara dalam satu tanaman (Gambar 8). Sebagian besar petani responden (91,67%) memelihara dua cabang utama dalam satu tanaman, namun ada juga petani yang mencoba dengan tiga cabang utama. Syarat pemilihan cabang utama yang dapat dipelihara berdasarkan hasil wawancara adalah dengan melihat batang yang berdayatahan tinggi, paling subur atau bagus, dan paling cepat tumbuh dibanding batang lainnya. Batang lain yang dianggap kurang baik dibuang. Dalam pemilihan cabang dibutuhkan keahlian khusus, karena kesalahan memilih akan berdampak buruk untuk pertumbuhan selanjutnya.
(a) Tanaman Cabang 2 (b) Tanaman Cabang 3
Gambar 8. Contoh Pemilihan Cabang pada Tanaman Paprika
Berdasarkan penelitian Gunadi et al. (2011) jumlah cabang per tanaman
61 berhubungan dengan kompetisi atau persaingan dalam mendapatkan hasil fotosintesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman paprika dengan sistem penanaman tiga cabang pada satu tanaman memberikan hasil total dan hasil kelas buah lebih dari 200 gram lebih tinggi daripada tanaman bercabang dua setelah tanaman berumur 11 HST.
c) Pembuangan Buah atau Bunga Pertama, Pewiwilan, dan Seleksi Buah
Pada saat pemilihan cabang, dilakukan pula pembuangan buah atau bunga pertama yang tumbuh di pangkal percabangan batang. Hal ini bertujuan agar buah yang akan tumbuh selanjutnya mendapat nutrisi yang seimbang. Jika buah atau bunga pertama tidak dibuang, buah yang muncul selanjutnya akan kerdil atau tidak berkembang dengan baik karena nutrisi terserap oleh buah pertama. Selain itu juga untuk memperkuat batang terlebih dahulu sehingga pertumbuhan vegetatif selanjutnya optimal.
Sementara itu, dilakukan pula pemeliharaan yang dilakukan secara rutin
setiap minggu sejak tanaman berumur 30 HST, yaitu pewiwilan. Pewiwilan
dilakukan dengan pemangkasan tunas-tunas air yang tumbuh di batang, pemangkasan daun per tangkai, dan pemangkasan mahkota bunga yang menutupi buah. Pemangkasan daun bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi udara sekitar tanaman dan membantu mengurangi serangan penyakit. Pembuangan bunga yang
menutupi buah, petani menyebutnya nyirung, hal ini bertujuan agar tidak menjadi
sarang thrips.
Rata-rata pada umur 70 – 75 HST, tanaman paprika sudah mulai
menghasilkan buah yang siap petik. Perawatan selanjutnya adalah penyeleksian dan penjarangan buah agar buah tumbuh dengan sempurna. Serta pernyortiran buah yang akan disimpan menjadi paprika matang warna atau dipetik matang hijau.
d)Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Salah satu permasalahan utama pada tanaman paprika hidroponik menurut petani responden adalah hama dan penyakit pada tanaman. Hama yang sering
menyerang menurut petani adalah thrips dan tungau (Mites), kupu-kupu putih,
ulat grayak, dan aphids. Sedangkan penyakit yang sering menyerang menurut
62
daun serkospora, layu fusarium atau busuk akar, dan virus. Bahkan penanaman
yang intensif pun masih dapat menyebabkan hama dan penyakit pada tanaman paprika.
(a) (b) (c)
Gambar 9. (a) Hama Thrips di Bawah Bunga, (b) Daun yang Terkena Hama Thrips, dan (c) Buah yang Terkena Hama Thrips
Dari hasil wawancara, thrips dan tungau merupakan hama yang paling
sering menyerang tanaman paprika. Hal tersebut dikarenakan hama thrips
menyerang selama pertumbuhan tanaman paprika mulai dari penyemaian hingga
pemanenan. Biasanya thrips bersarang dibawah bunga yang menutupi buah
(Gambar 9a), karena itu perlu dilakukan nyirung atau pembuangan bunga yang
menutupi buah secara rutin. Dapat dilihat pada Gambar 9b dan 9c, dampak yang
ditimbulkan akibat serangan thrips adalah tanaman tidak akan tumbuh atau mati,
daun berkerut, dan buah rusak (terdapat bercak-bercak coklat di buah). Sementara mites atau sejenis tungau biasanya menyerang pucuk tanaman, daun, bunga, dan buah. Dampak yang ditimbulkan dari serangan tungau adalah pertumbuhan terhambat, daun berkerut atau menggulung ke bawah, dan bunga rontok.
Penyemprotan merupakan cara dalam mengaplikasikan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman paprika. Pestisida yang diberikan antara lain insektisida dan fungisida. Biasanya penyemprotan insektisida maupun fungisida dilakukan petani responden pada sore hari. Insektisida digunakan untuk mengendalikan serangan hama pada tanaman paprika. Frekuensi penyemprotan insektisida yang dilakukan petani responen bermacam-macam tergantung serangan hama pada tanaman paprika. Ada yang memberikan lima hari hingga seminggu sekali, atau jika sedang banyak hama ada yang memberikan seminggu dua kali. Waktu penyemprotan dimulai saat tanaman paprika berumur 5 HST. Rata-rata dalam satu periode tanam mengabiskan insektisida sebanyak 14.021,26 mililiter atau 412,39 mililiter setiap kali penyemprotan.
63
(a) (b)
Gambar 10. (a) Daun yang Terkena Penyakit Tepung Daun, dan (b) Daun yang Terkena Penyakit Bercak daun Serkospora
Penyakit tepung daun (powdery mildew) atau yang sering disebut buluk
daun ini disebabkan oleh jamur (Gambar 10a). Dari hasil wawancara, dampak yang ditimbulkan adalah terdapat bercak putih seperti tepung di permukaan bawah
daun, yang mengakibatkan daun bulukan, layu dan akhirnya mati. Penyakit
lainnya yang juga disebabkan oleh jamur adalah bercak daun serkospora (Gambar 10b). Dari hasil wawancara, dampak yang ditimbulkan adalah daun berbercak coklat dengan bagian tengah berwarna kuning agak putih, daun berlubang, menguning, dan jika dibiarkan terlalu lama dapat menyebabkan tanaman paprika mati. Serta penyakit layu fusarium atau busuk akar ini disebabkan oleh jamur fusarium solani. Dari hasil wawancara, dampak yang ditimbulkan adalah busuknya akar dan batang pada tanaman paprika sehingga tidak dapat menyuplai air dari akar.
Seperti halnya insektisida, penggunaan fungisida dilakukan dengan cara disemprot. Fungisida digunakan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman paprika yang disebabkan oleh jamur. Frekuensi pemberian fungisida tidak sesering insektisida, karena sifatnya hanya sebagai pencegah atau diberikan ketika tanaman paprika terkena penyakit. Ada petani responden yang memberikan seminggu sekali, dua minggu sekali, sebulan sekali, bahkan dalam satu periode tanam hanya memberikan sebanyak empat kali. Rata-rata dalam satu periode tanam menghabiskan fungisida sebanyak 2.625,01 mililiter atau 154,41 mililiter setiap kali penyemprotan.
5) Pemanenan
Cara pemananen yang dilakukan petani responden adalah dengan cara dipetik atau menggunakan pisau kecil (silet) yang tajam. Pemanenan dilakukan
64 pada pagi hari, bertujuan agar luka bekas pemetikan pada batang cepat mengering dan tidak menjadi sarang hama. Waktu pemanenan dibagi menjadi dua, yaitu panen buah matang hijau dan panen buah matang berwarna (merah, kuning, dan
lainnya). Tahap atau step panen pertama pada saat umur tanaman 70 – 75 HST
untuk pemanenan paprika matang hijau, sedangkan pemanenan paprika matang
merah selang dua hingga tiga minggu dari matang hijau atau sekitar 90 – 120 HST
sementara untuk paprika matang kuning lebih cepat dari matang merah yaitu
sekitar 85 – 100 HST. Menurut petani responden, buah paprika warna yang siap
dipanen ditandai dengan warna buah merata dan mengkilap, daging buah keras dan tebal, serta buah mudah dilepaskan dari tangkainya.
Pada step panen pertama, buah yang dihasilkan mencapai 5 – 6 buah per
tangkai dengan berat 100 gram per buah. Tahap panen berikutnya, menunggu
sekitar 1 – 2 bulan untuk mendapatkan buah baru. Pada tahap panen kedua hingga
kelima jumlah buah semakin berkurang, hanya 2 – 3 buah per tangkai. Dalam satu
periode tanam, petani responden rata-rata menanam paprika sekitar 8 hingga 10 bulan. Pemanenan dapat dilakukan kontinyu selama pohon masih produktif sekitar empat hingga lima tahap. Ketika tanaman sudah tidak lagi berproduksi dengan maksimal sebaiknya ditebang, karena hanya akan menambah biaya produksi untuk perawatannya.
Rata-rata pemetikan dilakukan setiap dua hingga tiga hari sekali secara
bergantian untuk masing-masing greenhouse dan jumlahnya disesuaikan dengan
jumlah permintaan. Cara ini selain untuk menjaga keseimbangan produksi, juga untuk meningkatkan nilai jual dengan memanen buah matang berwarna. Berdasarkan hasil wawancara, petani lebih sering memanen paprika dalam keadaan buah matang hijau, karena permintaan paprika hijau lebih banyak daripada paprika berwarna. Selanjutnya, hasil panen yang telah dipetik dimasukkan ke dalam plastik bening besar dan dibawa ke gudang paprika dengan
motor atau mobil pick-up.
Proses selanjutnya adalah sortasi dan grading untuk mengelompokkan
paprika sesuai grade dan kualitas (Gambar 11a). Pengelompokkan buah paprika
disesuaikan dengan kualitas dan ukuran yaitu grade A, B, dan C. Untuk Grade A
65
kriteria yaitu ukuran buah tidak terlalu besar, blocky, mulus atau tidak terdapat
bekas hama thrips, warna cerah dan mengkilat, dan berat buah berkisar 200 – 250
gram atau dalam 1 kilogram berisi 4 – 6 buah paprika. Sementara untuk tujuan
Pasar Swalayan (Carefour), kriteria yang digunakan hampir sama dengan tujuan Singapura namun ukuran buah yang diinginkan lebih besar yaitu 250 gram atau
dalam 1 kilogram hanya berisi empat buah paprika. Selanjutnya, Grade B
diperuntukkan bagi pasar lokal dengan kontrak tertentu dan restoran cepat saji,
dengan kriteria ukuran buah kecil (160 – 200 gram), blocky, namun terdapat
bercak atau bekas hama thrips. Dan yang terakhir, Grade C yang diperuntukkan
bagi pasar lokal lepas yaitu pasar-pasar tradisional di daerah Jakarta dan Bandung,
dengan kriteria warna paprika tidak cerah, banyak terdapat bercak hama thrips,
dan bentuk tidak seragam.
(a) (b)
Gambar 11. (a) Paprika yang akan disortasi, dan (b) Perhitungan dan Pembukuan Hasil Panen di Gudang Kelompok Tani
Selain warna, harga jual paprika ditentukan pula oleh ukuran buah. Harga paprika yang diterima petani per kilogramnya dapat berubah-ubah sesuai harga pasar yang berlaku setiap minggunya. Namun, dalam penelitian ini diasumsikan fluktuasi harga tidak terjadi. Untuk menjelaskan hal ini, data harga selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan data pada Lampiran 5, rata- rata harga yang berlaku ditingkat petani per kilogramnya adalah selisih dari harga yang diperoleh kelompok tani dari penjualannya. Khusus untuk paprika hijau
terdiri dari tiga ukuran yaitu grade A, B, dan C. Keterbatasan data mengenai
jumlah produksi untuk masing-masing ukuran paprika hijau, maka digunakan harga rata-rata yaitu sebesar Rp 9.166,67 per kilogram. Sementara paprika merah
dan kuning hanya ada satu ukuran yaitu grade A, dengan harga rata-rata masing-
66 Setelah dikelompokan berdasarkan ukuran dan kualitas, dilakukan
penimbangan dan pencatatan hasil panen paprika dari masing-masing greenhouse
ke dalam buku besar produksi (Gambar 11b). Pembukuan yang diterapkan oleh kelompok tani masih tergolong sederhana. Selanjutnya, pengemasan paprika sesuai dengan pesanan dan tujuan pasarnya. Dalam kegiatan pemasaran kelompok tani paprika ”Dewa Family” sudah bermitra dengan berbagai pihak.