Dari waktu ke waktu, kami terlibat di dalam proses perkara hukum berkenaan dengan masalah-masalah yang timbul dari pelaksanaan bisnis Perusahaan. Saat ini, kami tidak terlibat, dan belum terlibat di dalam, proses perkara pengadilan ataupun arbitrase yang menurut kami dapat memberikan dampak material terhadap kondisi keuangan atau hasil usaha kami selain dari yang telah diungkapkan di dalam laporan tahunan ini.
Pada tanggal 5 Mei 2004, Perusahaan menerima putusan Mahkamah Agung No. 1610K/PDT/2003 yang memenangkan Primer Koperasi Pegawai Kantor Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata (dikenal sebagai Primkopparseni), berkenaan dengan perselisihan transaksi valuta asing. Putusan Mahkamah Agung mengharuskan kami untuk membayar Rp13,7 miliar ditambah 6,0% bunga per tahun sejak tanggal 16 Februari 1998 sampai dengan tanggal pelunasan dan pada tanggal 22 Desember 2004, Perusahaan telah memenuhi putusan dengan melakukan pembayaran sebesar Rp19,3 miliar kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Lebih lanjut, pada bulan Januari 2005, kami mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung. Sampai dengan tanggal 24 April 2014, Mahkamah Agung belum mengeluarkan putusan untuk peninjauan kembali tersebut.
Pada tanggal 1 November 2007, KPPU mengeluarkan putusan terkait investigasi awal yang melibatkan kami dan delapan perusahaan telekomunikasi lainnya terkait dugaan penetapan harga untuk jasa SMS dan pelanggaran Pasal 5 dari Undang-Undang Anti Persaingan Usaha. Pada tanggal 18 Juni 2008, KPPU menetapkan bahwa Telkom, Telkomsel, XL, Bakrie Telecom, Mobile-8, dan Smart Telecom (sejak Maret 2011, Mobile-8 telah mengubah namanya menjadi PT Smartfren Telecom Tbk) telah secara bersama-sama melanggar Pasal 5 Undang-Undang Anti Persaingan Usaha. Mobile-8 mengajukan banding terhadap putusan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dimana Telkomsel, XL, Telkom, Indosat, Hutchison, Bakrie Telecom, Smart Telecom, Natrindo dipanggil sebagai turut tergugat di dalam persidangan, sedangkan Telkomsel mengajukan banding di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Walaupun KPPU mengeluarkan putusan yang menguntungkan kami terkait dengan dugaan penetapan harga SMS, kami tidak dapat menjamin bahwa Pengadilan Negeri akan menguatkan putusan KPPU. Pada tahun 2011, Mahkamah Agung menerbitkan putusan menunjuk jurisdiksi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa keberatan yang disampaikan atas putusan KPPU. Pengadilan Negeri akan mempertimbangan keberatan terhadap putusan KPPU berdasarkan pemeriksaan kembali atas putusan KPPU dan berkas kasus yang disampaikan oleh KPPU. Per tanggal 24 April 2014, kami belum menerima pemberitahuan dari Pengadilan Negeri sehubungan dengan keputusan atas perkara ini.
Pada tanggal 13 Januari 2012, Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2, dituduh melakukan korupsi oleh Kejagung. Menurut Kejagung, terdapat kerugian negara sebesar Rp1.358,3 miliar yang disebabkan oleh adanya perjanjian antara IM2 dan Perusahaan, terkait dengan dugaan adanya penggunaan secara ilegal oleh IM2 atas pita frekuensi 2,1 GHz milik Perusahaan. Kemudian, pada tanggal 24 Februari 2012, Menkominfo menerbitkan surat No. 65/M.KOMINFO/02/2012 yang menyatakan bahwa tidak terdapat pelanggaran hukum, kejahatan yang dilakukan, dan kerugian negara yang ditimbulkan dari perjanjian antara Perusahaan dan IM2. Lebih lanjut, Menkominfo juga mengirim surat kepada Kejagung secara langsung yang menyatakan bahwa baik Perusahaan maupun IM2 tidak melanggar peraturan apapun dan kerja sama antara Perusahaan dan IM2 adalah sah berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta merupakan praktek umum dalam industri telekomunikasi. Selain itu, BRTI juga telah menyatakan kepada publik bahwa IM2 tidak melanggar undang-undang atau peraturan apapun yang berlaku. Namun demikian, Kejagung mengabaikan surat-surat dari Menkominfo tersebut dan, pada tanggal 30 November 2012, menyebutkan mantan Direktur Utama Perusahaan sebagai tersangka dan, pada tanggal 3 Januari 2013, juga menyebutkan IM2 dan Perusahaan sebagai tersangka korporasi. Pada tanggal 8 Juli 2013, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa Indar Atmanto bersalah telah melakukan korupsi dan menghukum Indar Atmanto dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp200 juta (atau tambahan pidana penjara selama tiga bulan). Lebih lanjut, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa IM2 bertanggung jawab untuk melakukan restitusi atas kerugian negara yang disebabkan oleh transaksi tersebut dan mengenakan denda sebesar Rp1.358,3 miliar. Pada tanggal 11 Juli 2013, Indar Atmanto mengajukan banding terhadap keputusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pada
tanggal 10 Januari 2014, Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat menegaskan keputusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan mengenakan hukuman yang lebih tinggi berupa pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp200 juta (atau tambahan pidana penjara selama tiga bulan). Namun demikian, Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak dapat mengenakan denda kepada IM2 yang, sebagai suatu badan hukum terpisah, tidak didakwa secara terpisah dalam proses perkara Kejagung terhadap Indar Atmando, dan membatalkan keputusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terkait IM2. Pada tanggal 23 Januari 2014, Indar Atmanto mengajukan permohonan banding kepada Mahkamah Agung dan, pada tanggal 7 Februari 2014 menyampaikan memori banding. Per tanggal 24 April 2014, Indar Atmanto belum menerima keputusan apapun dari Mahkamah Agung terkait banding yang diajukannya. Per tanggal yang sama, mantan Direktur Utama kami, IM2 dan Perusahaan belum secara resmi didakwa atas kesalahan apapun terkait dengan hal ini.
Pada tanggal 24 Desember 2008, kami menerima Surat Ketetapan dari DJP yang meningkatkan jumlah lebih bayar sebesar Rp84.650 juta, dalam surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) untuk tahun pajak 2004, dimana jumlah tersebut lebih rendah daripada jumlah yang dinyatakan dalam Surat Ketetapan sebelumnya yang kami terima pada tanggal 4 Juli 2008. Pada tanggal 21 Januari 2009, kami telah mengajukan banding terhadap perbedaan jumlah kelebihan pembayaran pajak selama tahun 2004. Pada tanggal 2 Februari 2009, Perusahaan menerima pengembalian pajak dari Kantor Pajak sebesar Rp84.650 juta. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal 4 Desember 2009, Pengadilan Pajak membatalkan Surat Ketetapan DJP tanggal 24 Desember 2008 di atas. Pada tanggal 17 Maret 2010, DJP menerbitkan putusan yang mendukung kedudukan Perusahaan, yang memberitahukan bahwa kelebihan bayar pajak untuk tahun pajak 2004 seharusnya sebesar Rp126.403 juta dan bukan Rp84.650 juta, yang mana memberikan hak kepada Perusahaan untuk mendapatkan pengembalian dari perbedaan jumlah tersebut, sebesar Rp41.753 juta. Selanjutnya Perusahaan menerima pembayaran dari pengembalian kelebihan bayar pajak sebesar Rp41.753 juta dari DJP pada tanggal 13 April 2010. Pada tanggal 5 Maret 2012, Perusahaan mendapatkan Surat Keputusan Pengadilan Pajak yang menyetujui permintaan dari Perusahaan atas kompensasi bunga yang berkaitan dengan penerbitan surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) untuk tahun pajak 2004 sebesar Rp60.674 juta. Berdasarkan evaluasi Perusahaan, realisasi dari pendapatan yang terkait dengan kompensasi bunga hanya merupakan suatu kemungkinan, dan bukan sesuatu yang pasti. Oleh karena itu, kompensasi bunga tidak diakui dalam laporan keuangan Perusahaan tahun 2012. Pada tanggal 29 Juni 2012, Perusahaan menerima salinan memori permohonan peninjauan kembali dari Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung atas Surat Keputusan Pengadilan Pajak tanggal 5 Maret 2012 terkait dengan kompensasi bunga di atas. Pada tanggal 27 Juli 2012, Perusahaan mengajukan kontra-memori untuk permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Per tanggal 24 April 2014, Perusahaan belum menerima putusan dari Mahkamah Agung atas permohonan tersebut.
Pada tanggal 8 Juni 2009, Perusahaan menerima surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dari DJP untuk pajak penghasilan badan Satelindo untuk tahun pajak 2002 sebesar Rp105.809 juta (termasuk denda dan bunga), yang telah dibayarkan pada bulan Juli 2009. Perusahaan menerima suatu bagian dari revisi terhadap pajak penghasilan badan tahun 2002 sebesar Rp2.646 juta yang dibebankan ke dalam usaha periode berjalan tahun 2009. Berdasarkan Hukum Perpajakan Indonesia, wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak kurang bayar dengan jumlah sebagaimana dicantumkan dalam surat ketetapan tersebut dalam waktu satu bulan sejak tanggal surat ketetapan tersebut. Wajib pajak dapat menuntut kembali pajak yang dibayarkan melalui proses keberatan atau banding. Pada tanggal 28 Agustus 2009, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak mengenai sisa revisi pajak penghasilan badan Satelindo untuk tahun 2002. Pada tanggal 15 Juli 2010, Perusahaan menerima Surat Ketetapan dari DJP yang menolak keberatan Perusahaan atas revisi pajak penghasilan badan Satelindo untuk tahun pajak 2002. Pada tanggal 25 Juni 2012, Perusahaan menerima Surat Keputusan dari Pengadilan Pajak yang menolak keberatan Perusahaan atas revisi pajak penghasilan badan Satelindo untuk tahun pajak 2002. Perusahaan membebankan klaim untuk restitusi pajak terkait sebesar Rp103.163 juta pada usaha tahun 2012 sebagai bagian dari “Beban Pajak Penghasilan Tahun Berjalan”. Pada tanggal 8 Juni 2009, Perusahaan juga menerima SKPKB dari DJP untuk pajak penghasilan pasal 26 Satelindo untuk tahun 2002 dan 2003, masing-masing sebesar Rp51.546 juta dan Rp40.307 juta (termasuk denda dan bunga). Pada tanggal 27 Agustus 2009, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak atas revisi pajak penghasilan pasal 26 Satelindo untuk tahun 2002 dan 2003. Pada tanggal 16 Juli 2010, Perusahaan menerima Surat Keputusan dari DJP yang menolak keberatan Perusahaan atas revisi pajak penghasilan pasal 26 Satelindo untuk tahun 2002 dan 2003. Pada tanggal 12 Oktober 2010, Perusahaan mengajukan surat banding kepada Pengadilan Pajak mengenai keberatan Perusahaan atas revisi pajak penghasilan pasal 26 Satelindo untuk tahun 2002 dan 2003. Pada tanggal 6 November 2012, Perusahaan menerima Surat Keputusan dari Pengadilan Pajak yang menerima keberatan Perusahaan pada tahun 2002 dan 2003 untuk pajak penghasilan pasal 26 Satelindo sebesar Rp 87.198 juta, dimana jumlah tersebut lebih rendah dari jumlah yang diakui oleh Perusahaan dalam laporan keuangannya. Perusahaan menerima koreksi sebesar Rp 4.655 juta yang dibebankan pada usaha tahun 2012 sebagai bagian dari “Lain-lain-bersih”. Pada tanggal 28 Januari 2013, Perusahaan telah menerima restitusi atas putusan tersebut.
Pada tanggal 7 September 2009, Perusahaan menerima Surat Ketetapan dari DJP yang menolak keberatan Perusahaan atas sisa revisi pajak penghasilan badan untuk tahun 2006. Pada tanggal 2 Desember 2009, Perusahaan mengajukan
surat banding kepada Pengadilan Pajak mengenai sisa revisi pajak penghasilan badan Perusahaan untuk tahun 2006. Pada tanggal 26 April 2011, Perusahaan menerima Surat Keputusan Pengadilan Pajak yang menerima banding Perusahaan atas sisa koreksi dari pajak penghasilan perusahaan di tahun 2006. Pada tanggal 21 Juni 2011, Perusahaan menerima pembayaran kembali pajak sebesar Rp82,6 miliar. Pada tanggal 22 Agustus 2011, Perusahaan menerima salinan memori permohonan peninjauan kembali dari Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung untuk Surat Keputusan Pengadilan Pajak tertanggal 26 April 2011 untuk pajak penghasilan perusahaan di tahun 2006. Pada tanggal 21 September 2011, kami mengajukan kontra memori terhadap permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Per tanggal 24 April 2014, Perusahaan belum menerima keputusan apapun dari Mahkamah Agung terkait permintaan tersebut.
Pada tanggal 25 Mei 2010, Perusahaan menerima Surat Keputusan Pengadilan Pajak yang menolak banding Perusahaan di bulan Mei dan September 2008 atas revisi pajak penghasilan pasal 26 untuk tahun 2004 dan 2005 masing-masing sebesar Rp60.493 juta dan Rp82.126 juta. Perusahaan membebankan revisi pajak pada usaha tahun 2010, yang ditampilkan sebagai bagian dari “Pendapatan (Beban) Lain-lain – Lainnya – Bersih”.
Pada tanggal 17 September 2010, Perusahaan menerima Surat Tagihan Pajak (“STP”) dari DJP atas pajak kurang bayar untuk pajak penghasilan pasal 26 Perusahaan untuk tahun 2008 dan 2009 sebesar Rp80.018 juta (termasuk bunga). Pada tanggal 13 Oktober 2010, Perusahaan mengajukan surat pembatalan kepada Kantor Pajak mengenai STP tersebut. Selanjutnya, pada tanggal 16 November 2010, Perusahaan diwajibkan untuk membayar suatu bagian tertentu dari STP ini dengan menggunakan klaim kelebihan bayar pajak yang telah disetujui atas pajak penghasilan Perusahaan untuk tahun pajak 2005 sebesar Rp38.155 juta. Pada tanggal 7 Januari 2011, Perusahaan membayar sisa sebesar Rp41.863 juta. Pada tanggal 11 April 2011, Perusahaan menerima sebuah surat dari Kantor Pajak yang menolak permintaan pembatalan STP tersebut. Pada tanggal 5 Mei 2011, Perusahaan mengajukan surat banding kepada Pengadilan Pajak terkait STP ini. Pada tanggal 30 Juli 2012, Perusahaan menerima Surat Keputusan Pengadilan Pajak yang menerima permohonan banding Perusahaan. Pada tanggal 11 September 2012, Perusahaan mengajukan permohonan restitusi ke Kantor Pajak untuk mentransfer kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan STP tersebut. Pada tanggal 26 Desember 2012, Perusahaan menerima salinan memori permohonan peninjauan kembali dari Pengadilan Pajak atas surat putusan Mahkamah Agung tanggal 30 Juli 2012 atas pajak kurang bayar untuk pajak penghasilan pasal 26 Perusahaan tahun 2008-2009. Pada tanggal 6 Februari 2013, Perusahaan mengajukan kontra-memori untuk permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Pada tanggal 25 Oktober dan 4 November 2013, Perusahaan menerima pengembalian sejumlah Rp80.018 juta.
Pada tanggal 29 Oktober 2010, Perusahaan menerima Surat Keputusan dari Pengadilan Pajak yang menerima banding Perusahaan pada bulan Agustus 2008 atas revisi pajak penghasilan badan Perusahaan untuk tahun 2005 sejumlah Rp38.155 juta, yang dikompensasi dengan kekurangan pembayaran atas pajak penghasilan pasal 26 Perusahaan untuk tahun 2008 dan 2009 berdasarkan STP yang diterima oleh Perusahaan pada tanggal 17 September 2010. Pada tanggal 24 Februari 2011, Perusahaan menerima salinan memori permohonan peninjauan kembali dari Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung atas Surat Keputusan Pengadilan Pajak tertanggal 29 Oktober 2010, terkait dengan pajak penghasilan badan Perusahaan untuk tahun 2005. Pada tanggal 25 Maret 2011, Perusahaan mengajukan kontra memori permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Pada tanggal 24 April 2014, Perusahaan belum menerima keputusan apapun dari Mahkamah Agung sehubungan dengan permintaan tersebut.
Pada tanggal 21 April 2011, Perusahaan menerima surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dari DJP untuk pajak pertambahan nilai Perusahaan untuk periode Januari sampai dengan Desember 2009 sejumlah Rp182.800 juta (termasuk denda), yang telah dibayarkan pada tanggal 15 Juli 2011. Perusahaan menerima sebagian dari koreksi sebesar Rp4.160 juta, yang dibebankan pada usaha tahun 2011, yang menyisakan saldo sebesar Rp178.640 juta dimana Perusahaan menyampaikan keberatannya atas jumlah tersebut. Pada tanggal 19 Juli 2011, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak terkait sisa koreksi pajak pertambahan nilai Perusahaan untuk periode tersebut. Pada tanggal 4 Juni 2012, Perusahaan menerima surat keputusan dari DJP yang menolak keberatan Perusahaan dan berdasarkan audit DJP, DJP mengenakan kurang bayar tambahan kepada Perusahaan untuk periode Januari, Maret, April, Juni, Agustus sampai Desember 2009 sebesar Rp57.166 juta dan kelebihan pembayaran untuk periode bulan Februari, Mei dan Juli 2009 sejumlah Rp 4.027 juta. Pada tanggal 4 Juli 2012, Perusahaan membayar kurang bayar tambahan sebesar Rp57.166 juta. Pada tanggal 24 Agustus 2012 dan 31 Agustus 2012, Perusahaan menerima kelebihan pembayaran sebesar masing-masing Rp3.839 juta dan Rp188 juta. Pada tanggal 3 September 2012, Perusahaan mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak mengenai koreksi PPN Perusahaan untuk periode Januari sampai Desember 2009 sebesar Rp231.778 juta (terdiri dari klaim awal sebesar Rp178.640 juta dan ketetapan pajak kurang bayar atas PPN sebesar Rp57.166 juta yang telah dikurangin dengan kelebihan bayar PPN yang telah dikembalikan sebesar Rp4.027 juta). Pada tanggal 12 Februari, 19 Februari dan 20 Februari 2014, Perusahaan menerima surat keputusan dari Pengadilan Pajak yang mengabulkan banding Perusahaan, namun demikian Pengadilan Pajak juga mengenakan kurang bayar atas PPN terpisah sebesar Rp180.930 juta, yang menyisakan saldo sebesar Rp50.848 juta dimana Perusahaan memenuhi syarat atas pengembalian. Pada tanggal 15 April dan 23 April 2014, Perusahaan telah menerima sisa saldo pengembalian pajak.
Pada tanggal 21 April 2011, Perusahaan menerima surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) dari DJP untuk pajak penghasilan badan dari Perusahaan untuk tahun 2009 sebesar Rp29.272 juta, jumlah mana lebih rendah dari yang diakui oleh Perusahaan di dalam laporan keuangannya sebesar Rp95.677 juta, sehingga menyisakan saldo sebesar Rp66.405 juta. Perusahaan menerima sebagian koreksi sebesar Rp835 juta, yang mana telah dibebankan kepada usaha tahun 2011. Pada tanggal 31 Mei 2011, Perusahaan menerima pengembalian pajak sebesar Rp23.695 juta, jumlah bersih dari koreksi pajak pertambahan nilai untuk periode dari Januari sampai Desember 2009 yang diterima oleh Perusahaan. Pada tanggal 20 Juli 2011, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak terkait koreksi sisanya atas pajak penghasilan badan Perusahaan di tahun 2009. Pada tanggal 29 Juni 2012, Perusahaan menerima Surat Keputusan dari DJP yang menolak keberatan Perusahaan. Pada tanggal 21 September 2012, Perusahaan mengajukan surat banding ke Pengadilan Pajak terkait keberatan Perusahaan untuk koreksi pajak penghasilan Perusahaan untuk tahun fiskal 2009. Per tanggal 24 April 2014, Perusahaan belum menerima keputusan apapun dari Pengadilan Pajak terkait surat tersebut.
Pada tanggal 3 Juli 2012, Perusahaan menerima surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) dari DJP atas pajak penghasilan badan Perusahaan tahun 2010 sebesar Rp 89.381 juta. Perusahaan menerima semua koreksi sebesar Rp 61 juta, yang dibebankan pada kegiatan usaha tahun 2012. Pada tanggal 24 Agustus 2012, Perusahaan menerima pengembalian pajak atas klaim pajak penghasilan badan Perusahaan tahun 2010 sebesar Rp 89.381 juta. Berdasarkan surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) tersebut, DJP juga melakukan koreksi sebesar Rp101.978 juta, yang mengurangi kerugian pajak yang diakumulaso per tanggal 31 Desember 2010. Perusahaan menerima semua koreksi sebesar Rp 101. 978 juta.
Pada tanggal 3 Juli 2012, Perusahaan menerima surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) dari DJP atas PPN Perusahaan untuk periode Maret 2010 sebesar Rp 28.545 juta, dimana jumlah tersebut lebih rendah dari yang diklaim oleh Perusahaan dalam surat pemberitahuan pajak penghasilan sebesar Rp37.153 juta, dan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) atas PPN Perusahaan untuk periode Januari, Februari dan April hingga Desember 2010 sebesar Rp 98.011 juta (termasuk denda). Pada tanggal 2 Agustus 2012, Perusahaan membayar kurang bayar sebesar Rp 98.011 juta. Pada tanggal 24 Agustus 2012, Perusahaan menerima kelebihan pembayaran sebesar Rp 28.545 juta dari DJP. Pada tanggal 1 dan 2 Oktober 2012, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak mengenai surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) dan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) atas PPN Perusahaan untuk periode Januari-Desember 2010 sebesar Rp 106.619 juta. Pada tanggal 17 September 2013 dan 26 September 2013, Perusahaan menerima surat keputusan dari DJP yang menolak keberatan Perusahaan dan DJP mengenakan pajak kurang bayar tambahan untuk periode Januari sampai Desember 2010 sejumlah Rp93.167 juta, yang dibayarkan pada tanggal 16 Oktober 2013 dan 25 Oktober 2013. Pada tanggal 10 Desember 2013, Perusahaan menyampaikan surat banding kepada Pengadilan Pajak sehubungan dengan koreksi atas PPN Perusahaan untuk periode Januari sampai Desember 2010 dengan total sejumlah Rp171.241 juta. Per tanggal 24 April 2014, Perusahaan belum menerima keputusan dari Pengadilan Pajak atas banding tersebut.
Pada tanggal 26 Juni 2013, Perusahaan menerima surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) dari DJP untuk pajak penghasilan badan untuk tahun 2011 sejumlah Rp97.600 juta, yang diterima pada tanggal 14 Agustus 2013. Berdasarkan surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) ini, Kantor Pajak melakukan dua koreksi sejumlah Rp409.921 juta, yang menurunkan rugi pajak Perusahaan yang diakumulasi per tanggal 31 Desember 2011. Pada tanggal 23 September 2013, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Pengadilan Pajak atas dua koreksi ini sejumlah Rp409.921 juta. Namun demikian, pada tanggal 16 Oktober 2013, Perusahaan mengajukan surat untuk membatalkan keberatan atas satu koreksi sejumlah Rp165.944 juta. Per tanggal 24 April 2014, Perusahaan belum menerima keputusan apapun dari Pengadilan Pajak atas keberatan ini.
Pada tanggal 26 Juni 2013, Perusahaan juga menerima surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dari DJP atas PPN Perusahaan untuk periode Januari sampai Desember 2011 sejumlah Rp133.160 juta (termasuk denda), yang telah dibayarkan oleh Perusahaan pada tanggal 24 Juli 2013. Perusahaan menerima sebagian dari koreksi sejumlah Rp2.069 juta, yang dibebankan pada kegiatan usaha tahun 2013. Pada tanggal 23 September 2013, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak terkait dengan sisa koreksi atas PPN Perusahaan untuk periode Januari sampai Desember 2011. Per tanggal 24 April 2014, Perusahaan belum menerima keputusan apapun dari Pengadilan Pajak atas keberatan ini.
Pada tanggal 4 September 2013, Perusahaan menerima surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dari DJP untuk PPN Perusahaan untuk periode Januari sampai Desember 2012 sejumlah Rp148.161 juta (termasuk denda), yang telah dibayarkan oleh Perusahaan pada tanggal 3 Oktober 2013. Pada tanggal 29 November 2013, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak sehubungan dengan PPN Perusahaan untuk periode tersebut sejumlah Rp148.161 juta. Per tanggal 24 April 2014, Perusahaan belum menerima keputusan apapun dari Kantor Pajak atas keberatan ini.
Pada tanggal 27 Desember 2013, Perusahaan menerima surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dari DJP untuk pajak penghasilan badan Perusahaan tahun 2007 dan 2008 masing-masing sejumlah Rp110.413 juta dan Rp97.132 juta (termasuk denda), yang telah dibayarkan oleh Perusahaan pada tanggal 24 Januari 2014. Pada tanggal 20 Maret 2014, Perusahaan mengajukan surat keberatan kepada Kantor Pajak sehubungan dengan kurang bayar tersebut. Per tanggal 24 April 2014, Perusahaan belum menerima keputusan apapun dari Kantor Pajak atas keberatan ini.
Kami tidak terlibat dalam perkara-perkara material lainnya, termasuk perkara perdata, pidana, kepailitan, tata usaha negara atau arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia ataupun perkara perburuhan di Pengadilan Hubungan Industrial yang dapat mempengaruhi kinerja Perusahaan secara material.