• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK

Perkembangan konsumsi minyak nabati dunia di pasar global mulai berkembang pesat sejak 1997. Konsumsi minyak nabati utama dunia meningkat dari 5,9 juta ton pada tahun 1997 menjadi 110 juta ton pada tahun 2017. Peningkatan ini hampir 20 kali lipat, dan menunjukkan perkembangan yang revolusioner.

Perkembangan tersebut disebakan oleh adanya excess demand minyak nabati di pasar global, dimana laju permintaan (konsumsi) lebih tinggi dibandingkan dengan laju produksi (supply). Seiring dengan meningkatnya konsumsi, maka volume perdagangan nabati di pasar dunia juga berkembang pesat. Hal ini tercermin dari perkembangan pesat permintaan impor minyak nabati dunia. Tujuan tulisan ini secara khusus menyajikan secara deskriptif perkembangan terkini impor CPO di pasar global.

Apakah pergeseran tujuan ekspor CPO Indonesia akan mulai mengadakan pergeseran di masa mendatang? Impor CPO di Uni Eropa dan negara China memiliki trend yang negatif atau menurun. Hal ini berbeda dengan India, dimana volume impor CPO berada pada urutan terbesar dunia, dan memiliki terdapat trend yang positif. Demikian halnya dengan Pakistan dan Bangladesh, total impor CPO kedua negara ini memiliki trend yang positif. Pakistan dan Banladesh saat ini masih memiliki konsumsi nabati per kapita masih tergolong rendah dan masih bertumbuh di masa mendatang, dengan demikian, disamping India, Pakistan dan Bangladesh memiliki prospek yang baik dan menjadi salah satu tujuan ekspor CPO bagi Indonesia.

Keywords : minyak nabati, Pakistan dan Bangladesh,

*) Dimuat pada PASPI Monitor, Volume IV No. 3/2018

Pendahuluan

Perkembangan konsumsi minyak nabati dunia di pasar global mulai berkembang pesat sejak 1997. Konsumsi minyak nabati utama dunia meningkat dari 5,9 juta ton pada tahun 1997 menjadi 110 juta ton pada tahun 2017.

Peningkatan ini hampir 20 kali lipat, dan menunjukkan perkembangan yang revolusioner.

Salah satu faktor yang menciptakan perkembangan tersebut adalah adanya excess demand di pasar global, dimana laju konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan laju produksi (supply). Komoditas CPO memiliki yiled yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya (minyak kedele, minyak rapeseed dn minyak bunga matahari), sehingga secara alami CPO berhasil menjadi sumber minyak nabati dunia. Tahun 2017, konsumsi CPO mencapai pangsa 55% dari total minya nabati dunia (USDA, 2017).

Seiring dengan meningkatnya konsumsi, maka volume perdagangan nabati di pasar dunia juga berkembang pesat.

Hal ini tercermin dari perkembangan pesat permintaan impor minyak nabati dunia.

Tujuan tulisan ini secara khusus menyajikan secara deskriptif perkembangan terkini impor CPO di pasar global. Apakah pergeseran tujuan ekspor CPO Indonesia akan mulai mengadakan pergeseran di masa mendatang?

Perkembangan Impor Nabati Terkini, Pakistan dan Bangladesh 1997

Perkembangan Pola Konsumsi Minyak Nabati Dunia

Perkembangan pola konsumsi minyak nabati dunia tercermin dari perubahan pangsa masing masing minyak nabati. Secara empiris, perkembangan pola konsumsi minyak nabati dunia adalah sebagai berikut.

Gambar 3.1 Perubahan Pola Konsumsi Minyak Nabati Dunia Tahun 2000 dan 2017 (Sumber: US Department of Agriculture, USDA, 2017) Data di atas menunjukkan pola perubahan konsumsi minyak nabati dunia dari tahun 2000 ke tahun 2017 saat ini. Pangsa konsumsi minyak kedele (soybean oil=SBO) menurun dari 30% menjadi 27%, pangsa konsumsi minyak kanola (rapeseed oil=RSO) juga bergeser dari 17%

menjadi 15%, dan minyak bunga mata hari (sun flower oil=SFO) menurun dari 6% menjadi 3%.

Hal ini mencerminkan, pola konsumsi minyak nabati secara umum masih tetap didominasi oleh CPO, dengan

CPO 47%

SFO 6%

SBO 30%

RSO

17% CPO

55%

SFO 3%

SBO 27%

RSO 15%

perubahan pangsa yang semakin besar dari 47% menjadi 55%. Dalam kurun waktu yang sama, konsumsi CPO meningkat hampir 3 kali lipat dari 24 juta ton (2000) menjadi 67 juta ton, atau bertambah sebesar 43 juta ton.

Perkembangan Impor Minyak Nabati Dunia

Perubahan konsumsi di atas, akan tercermin dari permintaan impor minyak nabati di pasar global.

Gambar 3.2 Impor Minyak Nabati Dunia tahun 2000 dan 2017 (Sumber: US Department of Agriculture, USDA, 2017)

Gambar 3.2 di atas menunjukkan perkembangan minyak nabati tahun 2000 dan 2017. Pangsa minyak kedele menurun dari 38% menjadi 31%, rapeseed oil menurun dari 18% menjadi 13%, sunflower oil juga 4%

menjadi 9%, sedangkan pangsa impor CPO naik dari 40%

menjadi 47%. Volume CPO yang diperdagangkan di pasar nabati global naik dari 14,8 juta ton menjadi 43,15 juta ton atau naik hampir 3 kali lipat

CPO 40%

RSO 18%

SBO 38%

SFO 4%

CPO 47%

RSO 13%

SBO 31%

SFO 9%

Perkembangan Impor Nabati Terkini, Pakistan dan Bangladesh 1999

Pergeseran Tujuan Ekspor CPO Indonesia

Dari uraian d atas, jelas terlihat bagaimana peran CPO di pasar nabati global. Pola konsumsi meningkat, disertai dengan perubahan pangsa CPO yang diperdagangkan di pasar global.

Sejalan dengan posisi Indonesia Sebagai negara eksportir utama di pasar global, beberapa negara utama uang menjadi negara tujuan ekspor CPO Indonesia adalah India, Uni Eropa dan China.

Perkembangan konsumsi CPO di negara negara tujuan ekspor CPO Indonesia disajikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.3 Konsumsi CPO di negara Tujuan Ekspor Utama Indonesia tahun 2000 dan 2017 (Sumber: US Department of Agriculture, USDA, 2017)

Pada tahun 2000, konsumsi CPO India mencapai 3 juta ton, dan tahun 2017 naik menjadi 9,4 juta ton. Bila dibandngkan dengan total konsumsi CPO dunia, pangsa

India EU 27 China Pakistan+B angladesh

2000 20 19 14 11

2017 22 15 11 11

0 5 10 15 20 25

konsumsi CPO India naik dari 20 persen menjadi 22 persen. Konsumsi CPO Uni Eropa mencapai 2,9 juta ton pada tahun 2000 dan naik menjadi 6.5 juta ton pada tahun 2017. Namun dibandingkan dengan total konsumsi CPO dunia, pangsa konsumsi UE turun dari 19 persen (tahun 2000) menjadi 15 persen pada tahun 2017. Demikian halnya dengan China, berada pada peringkat ketiga importir CPO dunia, juga mengalami penurunan pangsan konsumsi CPO dari 14 persen menjadi 11 persen.

Pada tahun terakhir, perhatian Idonesia mulai meningkat pada Negara Pakistan dan Bangladesh, negara yang termasuk potensial di masa mendatang, terlebih sejalan dengan tekanan UNI Eropa yang berupaya menolak CPO Indonesia, atau minimal memperlambat laju ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

Konsumsi CPO Pakistan dan Bangladesh naik dari 2 juta ton (2000) menjadi 4,9 juta ton pada tahun 2017.

Sejalan dengan meningkatnya konsumsi CPO, maka perkembangan laju (annual growth) impor CPO di negara negara tersbet adalah sebagai berikut.

Perkembangan Impor Nabati Terkini, Pakistan dan Bangladesh 2001

Gambar 3.4 Laju Pertumbuhan (Growth) Konsumsi dan Impor CPO di negara Tujuan Ekspor Utama Indonesia pada Kurun Waktu 2000 s/d 2017 Rata-rata pertumbuhan konsumsi CPO di negara India, Uni Eropa dan China meningkat masing masing 85, 1%, dan 4 %. Demikian halnya dengan Pakistan dan Bangladesh, dimana pertumbuhan konsumsi CPO setiap tahun rata-rata naik sebesar 6 % per tahun di Pakistan dan naik 13 % per tahun di Bangladesh,

Namun, bila dilihat dari rata-rata impor, Uni Eropa dan China mengalami perkembangan impor yang fluktuatif, dan cenderung memiliki trend pertumbuhan yang negatif sebesar 5% pada kurun waktu 2000-2012. Berbeda halnya dengan India, Pakistan dan Bangladesh, setiap tahun masih terlihat trend yang positif. (Gambar 3.4).

3%

-1%

-5%

7%

10%

8%

1%

4% 6%

13%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

India EU 27 China Pakistan Bangladesh

Impor Konsumsi

Impor Nabati Pakistan Dan Bangladesh Bila diskusi ini dipersempit pada Pakistan dan Banglades, diperoleh gambaran impor minyak nabati di kedua negara tersebut.

Gambar 3.5 Impor Minyak Nabati di Pakistan dan Bangladesh tahun 2020 dan 2017 (Sumber:

US Department of Agriculture, USDA, 2017).

Gambar 3.5 di atas menunjukkan adanya pergesaran pola konsumsi di Pakistan dan Bangladesh, dimana proporsi impor CPO meningkat tajam dari 69 persen menjadi 83 persen. Sedangkan impor minyak kedele menurun dari 29 persen (2000) menjadi 17 persen pada tahun 2017, dan impor kedua sumber nabati lainnya (RSO dan SFO) cenderung menurun hingga mendekati 0%.

CPO 69%

SBO 29%

RSO 1%

SFO 1%

CPO 83%

SBO 17%

RSO 0%

SFO 0%

Perkembangan Impor Nabati Terkini, Pakistan dan Bangladesh 2003

Kesimpulan

Dari uraian di atas, maka dengan ringkas dapat disimpulkan bahwa impor CPO di Uni Eropa dan juga di negara China cenderung negatif atau menurun. Selama ini tekanan penolakan sawit sangat dominan disuarakan oleh negara Uni Eropa, namun, mesikupun tidak ada penolakan yang ekplisit dari negara China, tampak bahwa trend impor negara China juga cenderung menurun.

Hingga saat ini, Indonesia masih diuntungkan dengan permintaan impor dari negara India, yang memiliki volume terbesar, dan juga terdapat trend yang positif. Hal ini menunjukkan prospek dagang yang baik di masa mendatang.

Demikian halnya dengan Pakistan dan Bangladesh, total impor CPO kedua negara ini memiliki trend yang positif. Bila dibandingkan dengan volume impor Uni Eropa dengan Pakistan dan Bangladesh, terlihat bahwa impor Pakistan dan Bangladesh juga cukup besar dan sekitar dua pertiga dari impor Uni Eropa.

Dapat dipahami, tingkat konsumsi nabati di Uni Eropa sudah tergolong tinggi dan sangat masuk akal jika Uni Eropa berupaya keras mengurangi tingkat konsumsi per kapita di negara Uni Eropa tersebut. Namun berbeda halnya dengan Pakistan dan Banladesh, konsumsi minyak nabati per kapita masih tergolong rendah dan masih mengalami pertumbuhan di masa mendatang, sehingga Pakistan dan Bangladesh memiliki prospek yang baik di masa mendatang.

PASPI Monitor, Volume 1 No. 24/2015