• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pulau Kemaro

Dalam dokumen no 1th ixjanuari 2015 (Halaman 76-78)

Setelah menikmati hidangan siang di tepi sungai Musi, rombongan press gathering berkesempatan mengunjungi Pulau Kemaro. Dari tempat menikmati makan siang, jarak menuju Pulau Kemaro sekitar 5 kilometer yang ditempuh sekitar 30 sampai 40 menit. Kita juga bisa menyewa perahu tradisional atau perahu motor cepat untuk sampai ke pulau ini dengan ongkos yang bisa ditawar sekitar Rp 100.000 pulang pergi.

Pulau Kemaro terletak di delta Sungai Musi. Mengapa dinamakan Pulau Kemaro? Penduduk setempat memberi nama daratan (delta) itu dengan Pulau Kemaro karena delta ini selalu kering dan tidak pernah banjir. Sungai Musi tidak pernah merendam pulau ini. Bahkan ketika air pasang sekalipun, pulau ini tetap tidak terjamah air pasang. Pulau ini memang tampak seperti pulau terapung.

Menurut RM Husin, pemandu dari Dinas Pariwisata Kota Palembang, Pulau Kemaro menjadi tempat spesial bagi etnis Cina (Tionghoa) lokal. Sebab, di pulau ini ada pa- goda dan kuil-kuil. Pulau Kemaro memang identik dengan kaum Tiongkoa. “Pulau ini sangat ramai dikunjungi pada saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh,” ujar Husin. Kaum Tiongkoa dari segala penjuru di Sumatra Selatan, bahkan dari Asia Tenggara, akan datang berbondong-bondong merayakan Imlek dan Cap Go Meh di pulau ini.

Di pulau ini kita bisa melihat pagoda 9 lantai, Klenteng Soei Goeat Kiong (Dewi Kuam Im), makam Tan Bun An dan Siti Fatimah, serta sejumlah patung dewa-dewi Cina. Di pulau ini juga ada Pohon Cinta. Konon, jika kita menuliskan nama kita dan pacar di pohon ini maka bakalan langgeng selama-lamanya. Daya tarik utama pulau ini adalah pagoda 9 lantai (dibangun pada 2006) yang pada saat malam hari berhiaskan cahaya lampu yang sangat menawan.

EDISI NO.01/TH.IX/JANUARI 2015

Kemunculan Pulau Kemaro selalu dikaitkan dengan mitos dan legenda yang menyertainya. Legenda itu sudah diceritakan secara turun temurun. Menurut cerita, pulau yang berada di tengah-tengah sungai Musi ini menyimpan kisah cinta antara Tan Bun An, seorang pangeran dari negeri Cina, dengan Siti Fatimah, seorang puteri Sultan Palembang. Kisah yang terjadi di masa pemerintahan Sultan Palembang pada 1706 – 1714 Masehi ini diceritakan kembali oleh RM Husin.

Berawal dari kedatangan Tan Bun An ke Palembang untuk belajar. Tinggal beberapa waktu, ia jatuh cinta dengan puteri Siti

Fatimah. Dia kemudian datang ke istana untuk melamar Siti Fatimah. Namun, orang tua Siti Fatimah memberikan satu syarat, yaitu Tan Bun An harus memberikan hadiah. Tan Bun An boleh meminang sang puteri asalkan mampu memberi mas kawin tujuh guci berisi emas. Ayah Tan Bun An meluluskan permintaan itu.

Tan Bun An kembali ke Palembang dengan membawa puluhan guci dari ayahnya. Tan mengira puluhan guci, bukan hanya tujuh guci, tersebut berisi emas. Namun, Tan tidak tahu bahwa ayahnya hanya mengirim tujuh guci emas, sedangkan guci-guci lainnya berisi sayur yang dimaksudkan untuk

mengelabui perompak atau bajak laut. Tujuh guci yang berisi emas itu pun ditutupi sayuran di atasnya.

Pada saat kapal tiba di sungai Musi, Tan Bun An memeriksa guci-guci tersebut. Alangkah terkejutnya Tan Bun An ketika mengetahui bahwa isinya bukanlah emas, namun sayuran. Merasa malu, Tan Bun An kemudian membuang guci-guci tersebut ke sungai Musi. Ketika guci terakhir hendak dibuang, guci tersebut jatuh di badan kapal dan pecah. Kemudian berhamburanlah emas yang dibawakan keluarga Tan Bun An.

Menyadari ada 6 guci emas lainnya yang sudah terlanjur dibuang ke sungai Musi, Tan Bun An beserta pengawalnya kemudian terjun ke sungai Musi untuk mencari guci- guci itu. Namun, mereka tak juga muncul ke permukaan.

Siti Fatimah yang sudah terlanjur jatuh cinta merasa sedih. Ia kemudian ikut terjun ke sungai Musi menyusul Tan Bun. Sebelum terjun, Siti Fatimah berpesan apabila dia tidak berhasil menemukan Tan Bun An dan bila suatu hari ada gundukan tanah yang muncul, maka disanalah kuburan sang putri. Lama sang putri tidak muncul ke permukaan. Tapi, kemudian muncul gundukan tanah di tengah sungai Musi yang sekarang menjadi Pulau Kemaro. Masyarakat setempat percaya bahwa pulau itu adalah makam pasangan kekasih tersebut.

Suasana Pulau Kemaro sendiri sangat teduh dengan banyak pohon besar. Satu di antaranya adalah Pohon Cinta. Bila sepasang kekasih mengukir namanya di Pohon Cinta maka cinta mereka akan abadi. Namun, menurut salah seorang pedagang yang sehari-hari berjualan di sana, mitos itu tak benar sama sekali. “Tidak ada cerita seperti itu. Itu hanya karangan orang-orang yang datang ke sini,” kata Linda, si pedagang.

Di pohon itu memang banyak sekali coretan nama. Tapi kini, di seputar pohon itu sudah dipagari. Meski ada larangan mencorat-coret pohon, tetap saja ada yang iseng menulis namanya di sana. Mereka tampaknya mengabaikan peringatan di papan peringatan di pagar yang bertuliskan “Yang Coret/Tulis Nama di Pagar Jadi Setan”. ❏

BS

RAGAM

K

OTA Batam dikenal sebagai surga bagi para pemburu barang elektronik. Berbagai barang seperti handphone, jam tangan, laptop dan sebagainya bisa diperoleh dengan harga “miring”. Terlebih jika barang-barang tersebut berasal dari black market, istilah yang biasa dipakai untuk menyebut barang tanpa kartu garansi. Juga barang-barang KW alias bukan barang original.

Selain barang elektronik, Batam juga menjadi kota tujuan para pemburu aksesoris. Tas, sepatu, parfum, ikat pinggang, dompet dan lainnya juga bisa diperoleh dengan harga lebih murah dari tempat lain. Yang membuat para pemburu barang aksesoris itu makin bernafsu untuk berbelanja karena sebagian barang-barang yang dicari pembeli merupakan produk bermerek (berkualitas) alias ori atau original,bukan tiruan.

Itulah sejumlah alasan mengapa Batam banyak dikunjungi oleh berbagai kelompok masyarakat yang hendak membelanjakan uangnya untuk berbagai keperluan. Semua ini dimungkinkan karena sejak lama Kota Batam memang sudah menjadi salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bersama

Partisipasi Indonesia pada penanganan kasus kemanusiaan sudah sering dilakukan. Pulau Galang di

Dalam dokumen no 1th ixjanuari 2015 (Halaman 76-78)