• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skema 5 : Langkah Penyelesaian Sengketa Melalui ICSID

L. Putusan Arbitrase ICSID

Agar putusan dianggap sah, menurut Schmitthoff290 maka putusan harus mengandung hal-hal berikut :

1. Harus mengikuti perjanjian dan tidak memutuskan hal-hal yang tidak diperjanjikan. Jika ada putusan atas sesuatu di luar perjanjian maka batal demi

288

Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternatve Dispute Resolution ADR/Arbitration), dalam Majalah Hukum Nasional No. 2 (Jakarta : BPHN-DEPKEH dan HAM, 2002), hlm. 11.

289

Sebagian besar memberikan definisi sebagai hukum kebiasaan komersial internasional (international commercial customary law). Misalnya Jan Ramberg menyatakan : “Lex Mercatoria is defined as customary transnatinal law of international strict sensu, rules and institution conceived by nations (from which they were taken) to govern their international (commercial relation) which is position with respect to positive law could be looked at in two ways that lex mercatoria perceived and applied as a body of legal rules within the international community of merchants, or at least-so as not to prejudice the controverted existence of a legal order formed by this international community-within homogenous milieu of agents of international trade,” sebagaimana di kutip dari Jan Ramberg, International Commercial Transactions, ICC Kluwer Law International, Stockholm : Norstedts Juridik AB, November 1997, hlm. 17-24.

290 Clive M. Schmitthoff, Commercial Law in A Changing Economic Climate, (London : Sweet and Maxwell, 1981), hlm. 548

hukum, dan jika bagian itu tidak dapat dipisahkan dari putusan yang ada maka seluruh putusan batal demi hukum.

2. Merupakan suatu hal tertentu yang pasti. Jika tidak, maka tidak dapat dilaksanakan.

3. Harus final. Suatu putusan, oleh karena itu pihak ketiga harus mencantumkan jumlah kerugian yang timbul atas pelanggaran kontrak karena ingin finalitas. 4. Harus beralasan hukum dan memungkinkan.

5. Harus menghilangkan semua perbedaan yang diajukan kepada arbitrase. Namun, jika semua hal dalam sengketa antara para pihak yang diajukan ke arbitrase, putusan akan baik jika berhubungan dengan segala hal yang disampaikan kepada arbiter, meskipun mungkin ada perbedaan lain di antara para pihak.

Menurut John Parris291 suatu putusan arbitrase dianggap benar jika mengandung hal-hal sebagai berikut :

1. Menyelesaikan segala hal yang disampaikan dalam arbitrase – dan tidak lebih. Terhadap prinsip ini, terdapat dua kualifikasi yaitu :

a. Suatu putusan akan dianggap sesuai, kecuali bertentangan satu sama lain. b. Segala kewenangan arbiter berarti semua hal yang sebenarnya nyata di

hadapannya, yaitu di mana salah satu pihak diandalkan.

2. Putusan harus pasti. Artinya bahwa pihak yang melakukan apa yang diarahkan oleh arbiter harus jelas, demikian juga pihak yang memperoleh manfaat. 3. Putusan harus konsisten. Jika tuntutan kerugian hanya didasarkan pada

perjanjian yang keliru, arbiter membebaskan pihak yang dituntut (respondent) dari seluruh penipuan tetapi meski demikian diperintahkan kepadanya untuk melakukan pembayaran kepada penuntut (claimant).

4. Putusan harus sesuai dengan apa yang diajukan. 5. Putusan harus final.

Demikian juga Paul Dobson292 menyatakan bahwa suatu putusan itu benar jika :

1. Putusan itu diikuti dengan perjanjian maka putusan harus sesuai dengan yang diperjanjikan. Jika putusan diputuskan di luar perjanjian maka menjadi tidak

291

John Parris, Arbitration Principles and Practice, (London: Granada Publishing Limited, 1983), hlm. 134-136.

292 Paul Dobson, Charlesworth‟s Business Law, Sixteenth Edition, International Student Editions, (London : Sweet & Maxwell, 1997).

benar dan jika hal yang tidak diperjanjikan itu tidak dapat dipisahkan dari seluruh putusan maka seluruh putusan akan batal;

2. Harus mengenai suatu hal tertentu dan jika tidak maka putusan tidak dapat dilaksanakan;

3. Harus final. Suatu putusan oleh karenanya pihak ketiga harus memutuskan kerugian atas pelanggaran kontrak dan jika tidak final maka putusan batal; 4. Harus beralasan hukum, sah dan memungkinkan. Jika tidak, maka akan batal.

Putusan arbitrase ICSID diatur dalam Bab IV, Bagian 4, Pasal 48 dan 49, yang mana dalam pembahasannya tidak terlepas dari Bagian 3, Pasal 42 yang mengatur tentang kekuasaan dan fungsi Majelis Arbitrase.

Pasal 48 Konvensi berbunyi :

(1) The Tribunal shall decide questions by a majority of the votes of all its members (Majelis harus memutus permasalahan-permasalahan dengan suara mayoritas dari semua anggotanya).

(2) The award of the Tribunal shall be in writing and shall be signed by the members of the Tribunal who voted for it (putusan Majelis harus tertulis dan harus ditandatangani oleh seluruh anggota majelis yang menyetujuinya).

(3) The award shall deal with every question submitted to the Tribunal, and shall state the reasons upon which it is based (putusan harus berkenaan dengan setiap permasalahan yang diajukan pada majelis dan harus menyatakan alasan-alasan atas mana hal itu didasarkan).

(4) Any member of the Tribunal may attach his individual opinion to the award, whether he dissents from the majority or not, or a statement of his dissent (setiap anggota majelis dapat melampirkan pandangan pribadinya pada putusan, apakah pendapatnya berbeda dari pendapat mayoritas atau tidak, atau suatu pernyataan mengenai ketidaksetujuannya).

(5) The Centre shall not publish the award without the consent of the parties (Centre tidak mempublikasikan putusan tanpa persetujuan dari para pihak).

Pasal 1 sampai 4 bersifat memaksa (wajib) sehingga apabila salah satu tidak terpenuhi maka dapat mengakibatkan pembatalan putusan. Sedangkan Pasal 5 bersifat pilihan (optional), meski sifat putusan rahasia, namun sifat ini masih dapat ditembus oleh kesepakatan para pihak. Putusan majelis dibuat setelah persidangan selesai, yang

biasanya memakan waktu 2-3 tahun sejak para pihak mendaftarkan permohonannya ke Sekretariat ICSID dan berdasarkan Aturan 46 ICSID Arbitration Rules maka putusan harus ditandatangani dalam jangka waktu 120 hari sejak persidangan berakhir di mana jangka waktu ini dapat diperpanjang hingga 60 hari.293

Putusan arbitrase ICSID terbagi menjadi dua bentuk putusan yaitu putusan atas sengketa yang dihentikan sementara pemeriksaannya (pending cases) dan putusan atas sengketa yang diselesaikan hingga memperoleh putusan akhir (concluded cases). Dalam pengambilan putusan, majelis memiliki dua cara yaitu dengan voting dari salah satu suara anggota sesuai Aturan 13 dan 14 ICSID Arbitration Rules atau melalui korespondensi sesuai Pasal 16 ICSID Arbitration Rules.294 Majelis juga harus memutuskan berdasarkan suara terbanyak dari seluruh arbiter sesuai Pasal 48 ayat (1) Konvensi. Oleh karenanya memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Dissenting Opinion) dari salah satu arbiter sesuai Pasal 48 ayat (4) Konvensi, misalnya dalam pending cases antara lain sengketa Occidental Petroleum Corporation and Occidental Exploration and Production Company v. Republic of Ecuador (ICSID Case No. ARB/06/11) tanggal 5 Oktober 2012 dan sengketa ConocoPhillips Petrozuata B.V., ConocoPhillips Hamaca B.V. and ConocoPhillips Gulf of Paria B.V. v. Bolivarian Republic of Venezuela (ICSID Case No. ARB/07/30), tanggal 10 Maret 2014.

293

Lihat Huala Adolf, Hukum Penyelesaian …, op.cit., hlm. 92-93.

294 Christoph H. Schreuer, The ICSID Convention: A Commentary, (United Kingdom : Cambridge University Press, 2001), hlm. 786.

Putusan dalam hal ini merupakan keputusan arbiter, di mana putusan harus jelas dan tidak menimbulkan penafsiran, harus merupakan hal tertentu dan dapat dilaksanakan. Putusan harus dalam bentuk tertulis dan beralasan serta ditandatangani oleh arbiter yang menyetujuinya sesuai Pasal 48 ayat (2) Konvensi, artinya bahwa putusan berisi alasan pertimbangan arbiter yang diberikan kepada pembaca untuk mengerti apa yang ditemukan dan kesimpulan apa yang dicapai, apa yang harus diputuskan, berapa jumlah uang yang harus dibayar dan kepada siapa, berikut perhitungannya. Selanjutnya setelah menyusun putusannya, arbiter akan menandatangani dan memberi tanggal.295

Menurut Konvensi ICSID maka suatu putusan arbitrase harus memenuhi syarat-syarat296 yaitu : harus beralasan dan sejalan dengan masalah yang disepakati sebelum majelis arbitrase. Putusan harus disetujui oleh mayoritas arbiter dan berlaku hanya bagi Anggota Majelis yang menyetujui hal itu, jika yang minoritas tidak menginginkannya.

Putusan arbitrase ICSID juga harus memenuhi syarat formal dan materill putusan. Syarat formalnya adalah putusan harus berbentuk tertulis dan harus ditandatangani oleh anggota arbiter yang menyetujuinya, sesuai Pasal 48 ayat (2) Konvensi. Sedangkan syarat materilnya adalah putusan harus memuat uraian dasar pertimbangannya sesuai Pasal 48 ayat (3) Konvensi dan dapat dilampiri dengan pendapat masing-masing arbiter, sesuai Pasal 48 ayat (4) Konvensi.

295Peter D‟Ambrumenil, op.cit., hlm. 33. 296

Negara-negara anggota Konvensi ICSID sudah memberi komitmennya untuk mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase sebagai putusan yang mengikat dan tidak dapat ditinjau ulang oleh pengadilan nasional disetiap negara peserta konvensi serta segala upaya hukum terhadap putusan hanya dapat dilakukan dalam kerangka konvensi, sebagaimana ditegaskan dalam pertimbangan majelis Ad hoc Committee mengenai Pasal 53 dalam sengketa Maritime International Nominees Establishment (MINE) v. Guinea, (ICSID Case No. ARB/84/4), Decision on Annulment, tanggal 22 Desember 1989 yang berpendapat bahwa :297

Article 53 of the Convention provides that the award shall be binding on the parties “and shall not be subject to any appeal or to any other remedy except those provided for in this Convention.” The post-award procedures (remedies) provided for in the Convention namely, addition to, and correction of, the award (Art.49), and interpretation (Art. 50), revision (Art.51) and annulment (Art. 52) of the award are to be exercised within the framework of the Convention and accordance with its provisions. It appears from these provisions that the Convention excludes any attack on the award in national courts.

Terhadap putusan yang telah dijatuhkan oleh majelis arbitrase, terdapat upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yaitu upaya perbaikan, penafsiran dan revisi serta pembatalan terhadap putusan. Upaya perbaikan putusan diatur dalam Pasal 49 Konvensi berbunyi :

(1) The Secretary-General shall promptly dispatch certified copies of the award to the parties. The award shall be deemed to have been rendered on the date on which the certified copies were dispatched (Sekretaris-Jenderal harus segera mengirimkan salinan putusan yang sah kepada para pihak. Putusan harus dianggap telah di putus sejak tanggal salinan yang sah dikirimkan).

(2) The Tribunal upon the request of a party made within 45 days after the date on which the award was rendered may after notice to the other party decide any

297

question which it had omitted to decide in the award, and shall rectify any clerical, arithmetical or similar error in the award. Its decision shall become part of the award and shall be notified to the parties in the same manner as the award. The periods of time provided for under paragraph (2) of Article 51 and paragraph (2) of Article 52 shall run from the date on which the decision was rendered (Majelis atas permohonan dari salah satu pihak yang dibuat dalam 45 hari setelah tanggal putusan diambil, setelah pemberitahuan pada pihak lain dapat memutuskan permasalahn yang diabaikan dalam putusan, dan harus memperbaiki setiap kesalahan penulisan, penghitungan atau kesalahan yang serupa dalam putusan. Keputusannya harus menjadi bagian dari putusan dan harus diberitahukan kepada para pihak dalam cara yang sama sebagaimana putusan tersebut. Jangka waktu yang ditentukan sesuai Pasal 51 ayat (2) dan Pasal 52 ayat (2) dihitung sejak tanggal di mana putusan dikirimkan).

Pasal 49 Konvensi tersebut memberi kesempatan kepada salah satu pihak untuk meminta majelis untuk memperbaiki kesalahan kecil (minor) seperti kesalahan ketik, kesalahan penulisan identitas atau kesalahan minor lainnya dan upaya perbaikan atas kesalahan minor ini bukan merupakan upaya untuk mempertimbangkan putusan. Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Konvensi dan Aturan 48 ICSID Arbitration Rules maka Sekretaris Jenderal ICSID harus mengesahkan teks asli dan menyerahkan salinan asli putusan kepada para pihak, putusan dianggap dibuat pada tanggal Sekretaris Jenderal mengirimkan salinan putusan kepada para pihak.298

Kemudian upaya penafsiran putusan diatur dalam Pasal 50 Konvensi yang berbunyi :

(1) If any dispute shall arise between the parties as to the meaning or scope of an award, either party may request interpretation of the award by an application in

writing addressed to the Secretary-General (Jika telah tercapai putusan sengketa

di antara para pihak, suatu pihak dapat meminta penafsiran putusan dengan mengajukan secara tertulis kepada Sekretaris-Jenderal).

298

Ibid., Lihat juga dalam Lucy Reed, et.al., (eds.), Guide to ICSID Arbitration, (The Netherlands : Kluwer Law International, 2004, hlm. 89-90.

(2) The request shall, if possible, be submitted to the Tribunal which rendered the award. If this shall not be possible, a new Tribunal shall be constituted in accordance with Section 2 of this Chapter. The Tribunal may, if it considers that the circumstances so require, stay enforcement of the award pending its decision. (Permintaan tersebut, jika mungkin, diajukan kepada majelis yang menjatuhkan putusan. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka sebuah majelis baru akan disusun sesuai dengan bagian 2 bab ini. Majelis dapat, jika menganggap bahwa keadaan mengharuskan demikian, maka dapat melakukan penangguhan pelaksanaan putusan).

Permohonan penafsiran putusan hanya dapat diajukan oleh salah satu pihak apabila terdapat perbedaan pengertian atau ruang lingkup putusan serta menyatakan dengan jelas hal apa saja yang dimohonkan untuk ditafsirkan. Perselisihan itu sifatnya harus memiliki akibat praktis terhadap putusan, sekedar keberatan karena kurang jelasnya putusan, atau penafsiran terhadap putusan sementara atau putusan majelis mengenai

yurisdiksi adalah tidak termasuk lingkup Pasal 50.299

Salah satu pihak juga dapat mengajukan permintaan revisi putusan sesuai dengan Pasal 51 Konvensi yang berbunyi :

(1) Either party may request revision of the award by an application in writing addressed to the Secretary-General on the ground of discovery of some fact of such a nature as decisively to affect the award, provided that when the award was rendered that fact was unknown to the Tribunal and to the applicant and

that the applicant‟s ignorance of that fact was not due to negligence. (setiap pihak dapat mengajukan revisi putusan dengan mengajukan secara tertulis kepada Sekretaris-Jenderal berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan yang memberi akibat pada putusan, asalkan ketika disampaikan fakta itu tidak diketahui sebelumnya oleh majelis dan pemohon serta ketidaktahuan pemohon bukan karena kelalaiannya).

(2) The application shall be made within 90 days after the discovery of such fact and in any event within three years after the date on which the award was

rendered (Permintaan revisi harus disampaikan dalam jangka waktu 90 hari

299

setelah ditemukannya fakta baru dan berakhir setelah 3 tahun sejak putusan arbitrase dikeluarkan).

(3) The request shall, if possible, be submitted to the Tribunal which rendered the award. If this shall not be possible, a new Tribunal shall be constituted in

accordance with Section 2 of this Chapter. ((Permintaan tersebut, jika mungkin,

diajukan kepada majelis yang menjatuhkan putusan. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka sebuah majelis baru akan disusun sesuai dengan bagian 2 bab ini).

(4) The Tribunal may, if it considers that the circumstances so require, stay enforcement of the award pending its decision. If the applicant requests a stay of enforcement of the award in his application, enforcement shall be stayed

provisionally until the Tribunal rules on such request. (Majelis dapat, jika

menganggap bahwa keadaan mengharuskan demikian, melakukan penangguhan pelaksanaan putusan. Jika pemohon meminta tetap dilaksanakannya putusan dalam permohonannya, penangguhan pelaksanaan putusan harus tetap didahulukan hingga majelis menetapkan permohonannya).

Permohonan revisi putusan hanya dapat diajukan oleh salah satu pihak apabila terdapat fakta baru yang sebelumnya tidak disadari oleh pemohon, sehingga fakta baru itu bersifat menentukan dan mempengaruhi putusan. Permohonan revisi harus

menjelaskan revisi apa saja yang dimohonkan.300

Upaya hukum terakhir atas putusan arbitrase ICSID adalah berupa dimungkinkannya diajukan pembatalan putusan berdasarkan alasan yang ada dalam

Pasal 52 Konvensi dan Aturan 50 ICSID Arbitration Rules, yaitu : susunan majelis

tidak terbentuk secara patut, majelis melebihi kewenangannya, arbiter telah melakukan korupsi, telah terjadi penyimpangan serius terhadap hukum acara yang fundamental, dan atau putusan arbitrase tidak mencantumkan alasan yang menjadi dasar putusan atau pertimbangan hukum untuk putusan. Pembatalan putusan arbitrase seringkali mengundang perhatian publik, publikasi ini tidak jarang mengakibatkan

300

persepsi luas yang kurang tepat mengenai arbitrase, seolah-olah putusan arbitrase begitu mudahnya dapat dibatalkan, padahal sengketa yang dibatalkan hanya satu atau dua sengketa saja dan selebihnya dilaksanakan dengan itikad baik dan sukarela oleh para pihak karena putusan dibuat oleh para ahli benar-benar memuaskan para pihak.301