• Tidak ada hasil yang ditemukan

Share

Thursday, November 26, 2009 at 10:49pm

Rahiyang Sanjaya alias Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya:Raja Galuh (Permata

Priangan Timur), Cikal-Bakal (Rumuhun) Raja-Raja NUSA JAWA “Yang Terluputkan dari Panggung Sejarah”

Richadiana Kadarisman Kartakusuma

Kerajaan Galuh diidentifikasi sebagai sejarah suatu wilayah (ruang budaya) berpusat di Ciamis (pada masa Kolonial-Belanda disebut Karesidenan Galuh). Nasibnya jauh berbeda dengan sejarah kerajaan-kerajaan lain di Nusantara di masa lalu. Kerajaan Galuh “dianggap” sulit dijelajahi lalu terlelap kelam di kegelapan “hutan belukar” dan perlahan-lahan sirna.

Sungguh memilukan, tentangnya hanya mengendap dalam ingatan batin minoritas Urang Sunda. Lebih menyedihkan lagi dalam Sejarah Nasional Indonesia II: Jaman Kuno (berkali-kali direvisi/penyesuaian sejak 1974-sekarang) sejarah kuno Jawa Barat ditekankan pada kerajaan Taruma-Sunda dan Pakwan-Pajajaran. Maka kesannya di Jawa Barat hanya dua kerajaan eksis, Taruma-Sunda dan Pakwan-Pajajaran.

Akibatnya paparan sejarah Tarumanagara-Sunda ke Pakwan-Pajajaran yang seharusnya terjalin sebagai ”continuitas” terpampang tenggang waktu cukup jauh, banyak lorong-lorong gelap yang tidak terisi dan masih perlu penjelasan atas peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi.

Di sinilah sebenarnya peran sejarah kerajaan Galuh-- missing link --yang tidak hanya akan mengisi dan melengkapi sejumlah besar kekosongan - atas sisi gelap sejarah Tatar Sunda, juga memberi informasi vacum of power peristiwa sejarah Tanah Jawa di masa lalu, Mataram Kuno khususnya.

berkenaan dengan pendirian lingga di bukit Sthirengga (di gunung Wukir-Sleman, Jawa Tengah) sebagai tonggak berdirinya kerajaan. Ia putra Sang Sanna dan Sang Sannaha, menggantikan tahta penguasa tertinggi (maharajadhiraja) Tanah Jawa (Poerbatjaraka l952:95). Maka bukan kebetulan, jikalau tokoh ini pun dimuat dalam Carita

Parahiyangan (Priangan Timur): “Rahiyang Sanjaya alias Rakean Jambri adalah anak Sang Senna dan Sang Sanaha (raja Jawa Tengah dan Jawa Timur), menantu Tohaan di Sunda (Tarumanagara) yang mewaris tahta Galuh dan Taruma-Sunda dan Mataram sekaligus”.

Bukan pula “kejutan” jika prasasti Sangkara-Sragen (koleksi Adam Malik) memuat keterangan bahwa “ada seorang raja yang sakit panas selama 8 hari, sebelum meninggal berpesan agar putranya, Sangkara tidak lagi memeluk cara yang dianutnya karena menakutkan orang banyak”. Peristiwa ini terpampang jelas dalam Carita Parhiyangan, sesaat sebelum Sanjaya meninggal berpesan kepada putranya, Rahiyang Tamperan alias Panaraban ”haywa ulah deuk nurutan agama aing, kerna mretakut nya urang reja...”. Sejak itu sejarah mencatat bahwa tahta Mataram kuno kemudian dipegang Rakai Panangkaran Dyah Sangkhara yang menikah Tara (keluarga pemeluk Buddha).

Juga bukan “kesengajaan dibuat-buat” jika Filolog terbesar-piawai dan bertaraf

internasionsal pada masanya, Prof.Dr.R.M.Ng.Poerbatjaraka, menyatakan pendapatnya bahwa pada masa Sanjaya, kerajaan Galuh dan Mataram Kuno terjalin-erat sebagai hubungan geneologis keluarga. Pendapatnya berdasarkan kepada hasil analisis linguistik bandingan historis dan fakta geomorphologis yang menguat kan bukti bahwa luas kekuasaan kerajaan Galuh meliputi sebelah barat dibatasi Ci Tarum; sebelah timur Ci Pamali (kali Pemali sekarang); sebelah utara Laut Jawa dan batas Laut Selatan (Sagara Kidul) meliputi (das) Ci Tanduy, (das) Serayu dan (das) Bagawanta, bahkan hingga kawasan Jawa Timur. Dan ternyata tokoh-tokoh kerajaan Galuh akrab berkumandang dalam keseninian tua kenthrung Jawa Timur.

Sejarawan membuktikan bahwa masa pemerintahan Sanjaya kerajaan Mataram mencapai puncak kebesarannya sebagai negara besar berdaulat penuh dan sangat berpengaruh di Tanah Jawa, pulau- pulau di Nusantara (Sri Vijaya, Malayu dan kerajaan-kerajaan lainnya di Sumatra) dan bahkan di Asia Tenggara. Pendapatnya pun didasarkan atas keterangan Carita Parahiyangan yang diterjemahkannya sebagai berikut:

“from here rahiyang Sanjaya crosses to the desa Malayu; Kemir is fought, the rahiyang Gana is defeated. Again Keling is fought, sang Sriwijaya is defeated. Barus is fought, the Ratu Jayadana is defeated. China is fought, the Pati Salakadarma is defeated. Then rahiyang Sanjaya goes back from sabrang (overseas countries) to Galuh”.

Sang Sanjaya, senarai dengan julukannya itu adalah “the Conqueror of the countries of the neighbour ing kings”, landasan pokok kekuatan politik tahta Mataram bagi cicit keturunannya, tidak berlebihan jikalau ia diseru Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, rumuhun (leluhur) raja-raja Tanah Jawa; dikukuh kan sebagai tanda era-jaman di dalam sejumlah prasasti dikeluarkan oleh raja yang mengaku berasal dari garis keturunannya langsung, Sanjayawarsa.

Namun apa yang terjadi? Sejak ditemukan prasasti Sojomerto (abad ke IX M) beraksara dan berbahasa Malayu Kuno menyebut Dapunta Selendra. Tokoh yang diasumsi para sarjana sebagai cikal bakal raja-raja Mataram, maka Rahiyang Sanjaya (Galuh-Tatar Sunda) alias Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (Mataram) “seakan lelap“ tepatnya 'DILENYAPKAN secara KEJI!". Hanya karena seorang piawai mengsumsikan pendapatnya bahwa:

Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya alias Rahiyang Sanjaya diasumsi dua tokoh, dua nama seakan dua individu yang berbeda . Rahiyang Sanjaya (Urang Sunda) bukan Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (Mataram Kuno), tetapi tidak lebih seorang raja Jawa Tengah, dan bagaimana hubungannya dengan Dapunt Selendra? Tidak begitu jelas!

Jikalau Dapunta Selendra benar-benar cikal-bakal raja-raja Mataram Kuno, dalam prasasti yang dikeluarkannya itu, ia tidak akan memakai bahasa dan aksara penghantar Malayu Kuno, bahkan gelar yang dipakainya pun, tidak sebagai Dapunta (Selendra) melainkan didahului akan didahului gelar lungguh Rakai Mataram, sesuai kebiasaan kebudayaan masayarakat Nusa Jawa waktu itu. Rakai adalah gelar apanage (lungguh, bengkok) menjadi ciri paling khas bangsawan Raja2 Galuh dan melanjut ke Mataram kuno dan terus–menurus dicantumkan hingga ke mereka naik tahta kerajaan.

TEGAS bahwa Dapunta Selendra bukan orang Jawa, melainkan seorang pendatang yang karena sesuatu peristiwa dan lain hal “beremigrasi” ke Tanah Jawa, maka ia bukan cikal bakal raja-raja Mataram, melainkan Sang Sanjaya, alias Rahiyang Sanjaya dari kerajaan Galuh-Ciamis asli Tanah Jawa.

FAKTA, bahwa tidak pernah ada tokoh lain yang bergelar Rakai Mataram (pemilik negri atau tanah Mataram) selain Rahiyang Sanjaya yang identik dengan Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya “the Founder of the Great Mataram’s Kingdom’s”

wangsakula-dinasti raja-raja Mataram Kuno, dan bukan Dapunta Selendra. Maka tidak mengherankan ketika Balaputra, seorang keturunan Selendra, tersisih dalam pergulatan politik, melarikan diri ke Sumatra dan bertahta di sana (860 Masehi), membuktikan bahwa Selendra, nenekmoyang Balaputra adalah seorang pendukung budaya yang kental berbahasa dan beraksara Malayu (Suvarnnadvipa atau Sumatra?).

Cag-Peun!

Dipresentasikan

SIMPAY Paguyuban Guar Sunda

PIWEJANG KARUHUN SUNDA ANU KACATET DINA